kronis, maka akan terjadi disregulasi dari sistem endokrin
hypothalamus-pituitary axis HPA
melalui kegagalan dari
mekanisme umpan balik negative
. Faktor psikis dan stres juga mempengaruhi sistem imun melalui mengaktivasi sistem
noradrenergik di otak, tepatnya di
locus cereleus
yang menyebabkan peningkatan pelepasan ketekolamin dari sistem saraf otonom. Selain itu akibat pelepasan
neuropeptida dan adanya reseptor neuropeptida pada limfosit B dan Limfosit T, dan terjadi ketidakcocokan neuropeptida dan reseptornya akan menyebabkan stres
dan dapat mempengaruhi kualitas sistem imun seseorang, yang pada akhirnya akan muncul keluhan-keluhan psikosomatik salah satunya pada organ lambung
dengan manifestasi klinis berupa keluhan dispepsia. Bila keluhan somatik ini berlangsung lama, bisa juga sebagai prediktor timbulnya dispepsia organik berupa
ulkus peptikum atau duodenum Gene, 2012.
2.4. Manifestasi Klinis Dispepsia Fungsional
Manifestasi klinis pada sindrom dispepsia antara lain rasa nyeri atau ketidaknyamanan di perut, rasa penuh di perut setelah makan, kembung, rasa
kenyang lebih awal, mual, muntah, atau bersendawa. Pada dispepsia organik, kecenderungkan keluhan tersebut menentap, disertai rasa kesakitan dan jarang
memiliki riwayat psikiatri sebelumnya. Sedangkan pada dispepsia fungsional terdapat dua pola yang telah ditentukan adalah: a
postprandial distres syndrome
, dan b
epigastric pain syndrome
Drug Stanciu, 2007. Kriteria Roma III menjelaskan dua pola dispepsia yang berbeda tergantung
pada apakah gejala tersebut terutama berkaitan dengan asupan makanan dan atau berkaitan dengan ketidakmampuan untuk menyelesaikan makan
postprandial
distres syndrome
atau lebih didominasi oleh rasa sakit
epigastric pain syndrome
Abdullah Gunawan, 2012. Sementara pola ini dikembangkan lebih berdasarkan kepada pendapat ahli
daripada bukti klinis, beberapa data yang mendukung relevansi klinis untuk perbedaan ini mulai muncul dengan satu penelitian misalnya, menunjukkan bahwa
kecemasan berhubungan dengan
postprandial distres syndrome
tetapi tidak berhubungan dengan
epigastric pain syndrome
dan yang lain menunjukkan bahwa genetik berhubungan dengan
epigastric pain syndrome
dan tidak berhubungan dengan
postprandial distres syndrome
Abdullah Gunawan, 2012.
2.5. Kriteria Diagnosis Dispepsia Fungsional
Keluhan utama yang menjadi kunci untuk mendiagnosis dispepsia adalah adanya nyeri dan atau rasa tidak nyaman pada perut bagian atas. Apabila
ditemukan adanya kelainan organik atau struktural organ lambung, perlu dipikirkan kemungkinan diagnosis dispepsia organik, sedangkan bila tidak
ditemukan kelainan organik apa pun, dipikirkan kecurigaan ke arah dispepsia fungsional. Penting diingat bahwa dispepsia fungsional merupakan
diagnosis by exclusion
, sehingga idealnya terlebih dahulu harus benar-benar dipastikan tidak ada kelainan yang bersifat organik pada pemeriksaan endoskopi Abdullah
Gunawan, 2012. Roma III memberikan kriteria diagnostik untuk dispepsia fungsional seperti table 2.2 berikut:
Tabel 2.2. Kriteria Diagnostik Roma III untuk Dispepsia Fungsional Dispepsia Fungsional
Memenuhi salah satu gejala atau lebih dari: Rasa penuh setelah makan yang mengganggu.
Rasa cepat kenyang. Nyeri epigastrium.
Rasa terbakar di epigastrium.
dan Tidak ada bukti kelainan struktural termasuk hasil endoskopi saluran
cerna bagian atas yang mungkin dapat menjelaskan timbulnya gejala. Kriteria terpenuhi selama minimal 3 bulan, dengan onset gejala minimal 6 bulan
sebelum diagnosis. Diterjemahkan dari Chang, 2006.
2.6. Penatalaksanaan Dispepsia Fungsional