Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sering dikatakan bahwa pelajaran sejarah adalah pelajaran yang membosankan. Siswa banyak yang tidak tertarik pada pelajaran sejarah dan malah menganggap bahwa belajar sejarah cukup dengan cara menghafalkan angka-angka tahun. Semua ini terjadi mungkin sebagai akibat dari proses belajar mengajar sejarah yang konvensional. Seorang siswa sering datang ke kelasnya untuk belajar sejarah hanya berbekal sebuah buku tulis dan kemudian mencatat keterangan-keterangan verbal guru sejarahnya. Di lain pihak, seorang guru sejarah sering datang ke kelasnya hanya untuk memberi tugas siswa-siswanya untuk mencatat bagian-bagian dari sejarah yang dianggapnya penting, diselingi tambahan keterangan secara verbal. Proses belajar mengajar sejarah seperti itu, disamping tidak efektif, juga tidak akan dapat meningkatkan kesadaran sejarah siswa. Materi sejarah yang diterima siswa di kelas adalah materi yang bukan saja terlepas dari ikatan kesatuan rangkaian peristiwanya satu sama lain, tetapi juga terlepas dari akar kehidupan yang sesungguhnya. Proses belajar mengajar sejarah seperti itu tentu tidak akan membawa siswa pada kemampuan menganalisis peristiwa-peristiwa sejarah serta kemampuan melihat dan berpikir historik. Pengetahuan sejarah mereka terhenti pada sekumpulan data, fakta, nama orang semata, nama letak wilayah atau pencipta semata. Akibatnya, sesudah enam tahun belajar sejarah yang tersisa di benak para siswa adalah guru sejarah yang begitu membosankan, keheranan mereka mengapa ada manusia di dunia ini yang begitu gemar akan nama orang yang sudah lama meninggal serta kerjanya hanya menambah tugas-tugas menghafal saja. Akibat lainnya, sebagian siswa menganggap pelajaran sejarah tidak lebih dari cerita dongeng yang berguna sebagai hiburan. Dengan demikian, tentu mereka tidak akan memahami sejarah bangsanya, apalagi menghayati nilai-nilai heroik dan patriotik para pendahulunya. Mengenai hal ini Winarno mengatakan: Tidak mengherankan kalau dikatakan bahwa pendidikan sejarah serupa itu adalah pendidikan yang tepat untuk membenci sejarah, membenci guru sejarah, membenci segala sesuatu yang bersangkut paut dengan sejarah. Inilah satu contoh dimana interaksi yang dimaksudkan bersifat edukatif justru berakibat destruktif, bersifat anti edukatif Surachmad, 1986: 9. Berdasarkan hasil observersi sekilas yang dilakukan penulis pada tahun 20052006, timbul masalah-masalah baru memerlukan penelitian lebih lanjut, terutama mengenai tingkat kesadaran sejarah di dalam masyarakat. Sebagai akibat dari pemahaman yang keliru pembangunan, timbul kecenderungan di Indonesia, bahwa masyarakat, lebih-lebih generasi mudanya, terlalu berwawasan ke masa kini dan masa depan tetapi mengabaikan masa lampaunya. Ini berarti, terbukanya kemungkinan bagi masyarakat, lebih-lebih generasi mudanya, akan tercabut dari akar kehidupan yang memerlukan identitas bangsa yaitu warisan masa lampaunya. Padahal generasi muda, adalah generasi yang mempunyai posisi strategis sebagai penerus perjuangan bangsanya. Dalam posisi yang demikian maka generasi muda perlu memahami dan menyadari eksistensi dirinya, baik secara spasial maupun temporal. Dengan memahami keberadaan dirinya dalam posisi yang penting itu, mereka diharapkan mampu tampil sebagai manusia pembangunan yang mandiri, terampil dan penuh pengabdian. Dengan kata lain, diperlukan generasi pembangunan yang memiliki kesadaran sejarah, yakni daya upaya yang direncanakan untuk mengerti masa lampau di dalam lingkungannya yang berfungsi mengukur dan menentukan tempat sikap manusia dalam kerangka sejarahnya yang disebut sebagai generasi yang mampu menempatkan dirinya dalam konteks sejarahnya sendiri Kartodirdjo, 1982: 66. Bidang Studi Sejarah sebagai salah satu bagian dari mata pelajaran IPS di SMP memiliki arti penting dalam pembentukan kesadaran dan wawasan kebangsaan. Arti penting bidang studi sejarah dalam pengembangan kesadaran sejarah dan wawasan kebangsaan dapat digambarkan sebagai berikut: Tanpa mengetahui sejarahnya, suatu bangsa tak mungkin mengenal dan memiliki identitasnya. Disamping itu kesadaran sejarah merupakan sumber inspirasi serta aspirasi, keduanya sangat potensial untuk membangkitkan rasa kebangsaan dan sikap nasionalisme. Arti penting sejarah dapat juga kita lihat dari makna edukatif yang bisa ditangkap dari pendidikan sejarah itu sendiri. Makna yang bisa ditangkap dari pendidikan sejarah adalah bahwa pendidikan sejarah bisa memberikan kearifan dan kebijaksanaan bagi yang mempelajarinya. Dengan menyadari makna edukatif sejarah berarti menyadari masa lampau yang penuh arti, yang selanjutnya berarti bahwa kita memungut dari sejarah nilai-nilai berupa ide-ide maupun konsep-konsep kreatif sebagai sumber motivasi bagi pemecahan masalah-masalah kita masa kini dan selanjutnya untuk merealisir harapan-harapan di masa datang. Di tinjau dari kedudukan dalam kurikulum jelas Bidang Studi Sejarah dengan rumpun bidang studi lain yang tergabung dalam rumpun IPS seperti geografi, maupun ekonomi. Kemudian bila ditinjau dari Tujuan Pendidikan Nasional seperti sebagai berikut: Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin berketerampilan serta mampu menumbuhkan dan mempertebal rasa cinta pada tanah air, mempertebal semangat kebangsaan dan kesetiakawanan sosial. Rumusan tujuan Pendidikan Nasional jelas ada benang merah antara bidang studi sejarah sebagai salah satu komponen atau bagian dari pencapaian tujuan Pendidikan Nasional. Untuk itulah dalam proses belajar mengajar harus diorganisir dengan baik, dilakukan dengan sengaja dan sadar, karena hakikat belajar adalah suatu proses yang mengakibatkan beberapa perubahan yang secara relatif tetap dalam perilaku, yaitu dalam berfikir, merasa dan melakukan. Siswa harus menerimanya sebagai suatu pekerjaan nyata dan memaksa serta bermanfaat, karena pada dasarnya belajar merupakan usaha mencari dan menemukan makna. Adanya Pusat Sumber Belajar dan multi media sejarah di sekolah menjadi penting di samping untuk membantu seorang pengajar sejarah menyelesaikan tugas mengajar sejarah yang begitu luas ruang lingkup dan materinya, lebih-lebih sangat berguna untuk menimbulkan minat siswa pada mata pelajaran itu yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesadaran sejarah pada umumnya serta kesadaran nasional mereka pada khususnya. Di sinilah peranan guru sejarah menjadi penting, misalnya untuk menentukan media mana yang sesuai bagi suatu episode yang akan ditampilkan dalam tatap muka dengan siswa-siswanya. Dalam proses pemilihan ini, termasuk menciptakannya, seorang guru sejarah dituntut untuk mempunyai pengetahuan dan memahami makna sumber belajar sejarah, pandai memilih secara tepat serta terampil menggunakannya dalam kegiatan belajar mengajar. Tanpa pengetahuan dan kemampuan tersebut maka materi serta metode ditetapkan tidak akan banyak berarti bagi siswa dan pada akhirnya hasil yang diharapkan tidak tercapai. Pembelajaran sejarah di Sekolah Lanjutan Pertama seperti yang dikehendaki oleh kurikulum adalah dalam rangka terwujudnya tujuan Pendidikan Nasional. Dengan kegiatan pendidikan sejarah generasi muda pada umumnya, siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama khususnya, diharapkan dapat meningkatkan kesadaran sejarahnya sebagai bagian dari kesadaran sejarah nasionalnya. Sebuah kesulitan yang muncul dialami oleh guru-guru sejarah adalah bagaimana menampilkan peristiwa-peristiwa sejarah di dalam kelas untuk bisa diamati serta diperiksa secara langsung oleh para siswa. Dengan kata lain siswa tidak akan mungkin mengamati peristiwa sejarah itu secara langsung, baik karena peristiwa sejarah adalah peristiwa yang telah terjadi di waktu yang lampau dan masa lampau itu sekali terjadi kemudian lenyap hanya meninggalkan jejak-jejak, tetapi juga karena peristiwa sejarah adalah menyangkut tindakan manusia, yang bisa dibagi menjadi bagian luar dan bagian dalam. Bagian luarnya menyangkut tingkah laku manusia yang nampak dan bisa disaksikan secara langsung, sedang bagian dalamnya meliputi motif-motif, keinginan-keinginan, rencana-rencana serta tujuan-tujuan yang diekspresikan ke luar dalam bentuk tingkah laku tertentu. Dengan demikian, hanya sebagian kecil dari peristiwa sejarah bisa dicapai melalui daya imajinasi yang tinggi. Di lain pihak keadaan ini mengharuskan kita untuk memanfaatkan berbagai alat bantu mengajar yang mungkin kita memvisualisasikan peristiwa sejarah sedemikian rupa sehingga lebih memudahkan murid untuk menangkap serta menghayati gambaran peristiwa sejarah tersebut. Atas dasar kenyataan inilah kiranya peranan dari media pembelajaran mutlak diperlukan dalam pembelajaran sejarah. Multi media pembelajaran di sini tidak lain daripada segala sesuatu yang bisa digunakan sebagai alat bantu dalam rangka mendukung usaha-usaha pelaksanaan strategi serta metode mengajar yang menjurus kepada pencapaian tujuan pembelajaran. Dalam hal pembelajaran sejarah ini meliputi bukan saja benda-benda atau dokumen peninggalan sejarah ataupun orang-orang sebagai pelaku sejarah yang merupakan jejak atau sumber langsung serta konskrit dari suatu peristiwa sejarah, tetapi juga hal-hal lain yang bisa membantu dan memudahkan murid memvisualisasikan suatu peristiwa. Sebagai contoh bisa disebutkan antara lain gambar-gambar, model ataupun diorama yang bisa dibuat sendiri oleh murid dengan bantuan guru ataupun sudah dibikin oleh badan-badan pembuat media sekolah. Untuk memudahkan murid menangkap salah satu unsur pokok dari sejarah yaitu unsur perkembangan yang menyangkut rasa waktu time-sense maka penggunaan bagan-bagan waktu time-charts akan sangat membantu. Demikian juga karena sejarah tidak mungkin melepaskan diri dari unsur ruangtempat spatial yang menyangkut lingkungan geografi bagi terjadinya peristiwa, maka media yang berupa aneka ragam peta maps juga sangat diperlukan dalam pembelajaran sejarah. Sesuai dengan perkembangan teknologi, pembelajaran sejarah juga akan sangat dibantu oleh media yang dikembangkan dalam hubungan teknologi tersebut, seperti radio, tape-recorder, slide, film documenter, TV dan sebagainya yang dalam beberapa hal sangat efektif bagi usaha membantu visualisasi lukisan peristiwa sejarah. Untuk memungkinkan segala macam media ini berfungsi secara terpadu yang bisa memaksimalkan pencapaian tujuan pembelajaran sejarah, sebenarnya sangat diperlukan suatu lingkungan khusus yang bisa berupa ruang khusus yang menampung segala macam media tersebut yang akan merangsang serta memberi iklim yang positif bagi kegiatan pembelajaran sejarah. Ruang semacam itu dikenal dengan sebutan Ruang Sejarah History Room. Tentu saja dalam memanfaatkan berbagai multi media ini, seorang guru sejarah hendaknya sudah menguasai berbagai prinsip penggunaan multi media pembelajaran pada umumnya, khususnya media pembelajaran sejarah. Hal-hal seperti prinsip-prinsip penggunaan media, kriteria penentuan pilihan media pembelajaran serta cara-cara penerapannya, urut-urutan penggunaan media dalam suasana unit pelajaran, bagaimana mengintegrasikan penggunaan media dengan tujuan pembelajaran, bahkan keterampilan elementer pembuatan media sederhana dan bagaimana kiranya mutlak diperlukan oleh seorang guru sejarah, agar media pembelajaran tersebut benar-benar menunjang semaksimal mungkin pencapaian tujuan pembelajaran sejarah. Multi media sangat berfaedah dipakai dalam pembelajaran sejarah karena beberapa keuntungan yang dimilikinya, misalnya dapat membangkitkan motivasi belajar, merangsang minat siswa yang pada gilirannya menumbuhkan kesadaran sejarah. Multi media juga sangat baik untuk mengembangkan pengertian konsep abstrak menjadi lebih konkrit, membantu mengingat isi materi pelajaran sejarah yang bersifat verbal. Masalah tentang penggunaan media belajar sejarah kiranya cukup menarik untuk diteliti dan dilakukan eksperimen secara mendalam, oleh karena itu penulis mencoba mengangkat dalam tesis dengan judul : PERBEDAAN ANTARA PENGGUNAAN METODE CERAMAH DENGAN MULTI MEDIA DAN METODE CERAMAH TANPA MULTI MEDIA DALAM PEMBELAJARAN IPS SEJARAH TERHADAP TINGKAT KESADARAN SEJARAH SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 MRANGGEN DEMAK TAHUN PELAJARAN 2005-2006.

B. Perumusan Masalah

Dokumen yang terkait

PERBEDAAN PENGETAHUAN PADA PENDIDIKAN KESEHATAN METODE CERAMAH DAN MEDIA LEAFLET Perbedaan Pengetahuan Pada Pendidikan Kesehatan Metode Ceramah Dan Media Leaflet Dengan Metode Ceramah Dan Media Video Tentang Bahaya Merokok Di SMK Kasatrian Solo.

0 4 15

PERBEDAAN PENGETAHUAN PADA PENDIDIKAN KESEHATANMETODE CERAMAH DAN MEDIA LEAFLET DENGAN Perbedaan Pengetahuan Pada Pendidikan Kesehatan Metode Ceramah Dan Media Leaflet Dengan Metode Ceramah Dan Media Video Tentang Bahaya Merokok Di SMK Kasatrian Solo.

0 2 16

PUBLIKASI KARYA ILMIAH Perbedaan Pengetahuan Anemia Pada Remaja Putri Setelah Diberi Pendidikan Dengan Metode Ceramah Tanpa Media Dan Ceramah Dengan Media Buku Cerita.

0 2 14

SKRIPSI Perbedaan Pengetahuan Anemia Pada Remaja Putri Setelah Diberi Pendidikan Dengan Metode Ceramah Tanpa Media Dan Ceramah Dengan Media Buku Cerita.

0 2 18

PENDAHULUAN Perbedaan Pengetahuan Anemia Pada Remaja Putri Setelah Diberi Pendidikan Dengan Metode Ceramah Tanpa Media Dan Ceramah Dengan Media Buku Cerita.

0 2 7

DAFTAR PUSTAKA Perbedaan Pengetahuan Anemia Pada Remaja Putri Setelah Diberi Pendidikan Dengan Metode Ceramah Tanpa Media Dan Ceramah Dengan Media Buku Cerita.

0 3 4

PENDAHULUHAN PERBEDAAN METODE PRAKTIKUM DENGAN METODE CERAMAH TERHADAP HASIL BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS VIII SEMESTER I SLTP N I NGRAMBE KABUPATEN NGAWI TAHUN AJARAN 2006/2007.

0 0 5

PERBEDAAN PENGETAHUAN ANEMIA PADA REMAJA PUTRI SETELAH DIBERI PENDIDIKAN DENGAN METODE CERAMAH TANPA MEDIA DAN CERAMAH DENGAN MEDIA BUKU CERITA Azizah Nur Rohim

0 0 13

PERBEDAAN PRESTASI BELAJAR IPS EKONOMI SISWA YANG DIAJAR MENGGUNAKAN METODE LATIHAN DENGAN METODE CERAMAH KELAS III SLTP NEGERI 1 MUARA BADAK TAHUN PELAJARAN 20002001

0 0 27

Perbedaan hasil pembelajaran menulis kalimat sederhana dengan metode ceramah dan metode ceramah bervariasi siswa kelas V bagian Tunagrahita ringan SDLB Negeri Cilacap tahun ajaran 2006/2007 - USD Repository

0 0 158