Kelemahan dan Hambatan: Kegiatan layanan program bagi WBP dan tahanan:
Rencana Aksi Nasional Penenggulangan HIVAIDS di Lapas dan Rutan
24
III. Balai Pemasyarakatan Bapas belum memiliki peran dalam
pelaksanaan Stranas 2005-2009. IV. Pelaksanaan program didalam Stranas belum diinduksikan ke dalam
sistim pemasyarakatan. Sebagian besar LapasRutan menjalankannya atas dasar dukungan langsung dari sektor teknis pemerintah dan LSM.
V. Sebagian besar LapasRutan belum memiliki akses yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan material KIE, dan material pencegahan penularan HIV serta infeksi oportunistik.
VI. Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja K3 sebagai bagian dari usaha memberikan perlindungan bagi petugas LapasRutan dari infeksi
HIV dan penyakit oportunistik belum dapat dijalankan secara penuh. Belum tersedia akses yang memadai terhadap alat pelindung diri APD
seperti sarung tangan anti tusuk dan senjata tajam.
VII. Sebagian besar LapasRutan belum memiliki kerjasama yang terstruktur untuk meningkatkan sistim layanan program bagi WBP dan tahanan
secara berjejaring serta berkelanjutan. VIII. Pemindahan WBP dan tahanan belum sepenuhnya memperhatikan
kebutuhan lanjutan layanan kesehatan terkait HIV-AIDS, terapi dan rehabilitasi penyalahgunaan narkotika.
IX. Layanan program penanggulangan HIV-AIDS di Lapas-Rutan belum mendapat dukungan secara optimal dari pemerintah provinsi dan
kabupatenkota, serta instansi teknis terkait.
Rencana Aksi Nasional Penenggulangan HIVAIDS di Lapas dan Rutan
25
BAB
3
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, memberikan penekanan pada pemenuhan hak atas pembinaan hukum, pelayanan kesehatan
dan sosial kemasyarakatan bagi WBP dan tahanan.
Hingga akhir September 2009, pemenuhan hak kesehatan bagi WBP dan tahanan dinilai masih belum cukup optimal. Memperhatikan data hasil monitoring
dan evaluasi serta hasil fokus group diskusi bersama Kanwil Kemkumham dan Kepala UPT Pemasyarakatan pada bulan Maret 2009, dapat dijabarkan
beberapa isu strategis, sebagai berikut:
A. Program komunikasi, informasi, dan edukasi tentang HIV-AIDS dan bahaya
penyalahgunaan narkotika yang telah mulai dilaksanakan di beberapa UPT Pemasyarakatan belum berorientasi pada penerapan perilaku hidup sehat
yang rendah risiko terhadap penularan HIV dan IO, serta penyalahgunaan narkotika.
B. Sebagian besar WBP dan tahanan belum dapat mengakses layanan
program pencegahan penularan HIV, TBC, dan bahaya penyalahgunaan narkotika termasuk di dalamnya pemeriksaan dan pengobatan IMS, VCT,
skrining TBC bagi ODHA, skrining HIV bagi 100 pasien TBC, PTRM, dan konseling, perawatan, serta pengobatan terhadap ketergantungan obat.
C. Tingkat kematian WBP dan tahanan akibat HIV-AIDS dan infeksi oportunistik mengalami peningkatan pada tahun 2007 dan 2008. Hal ini sangat
dimungkinkan masih belum optimumnya penanganan kasus AIDS termasuk pemeriksaan diagnostik, layanan manajemen kasus, profilaksis pasca
pajanan, ARVIO termasuk TBCHIV, kelompok dukungan sebaya, dan perawatan paliatif.
D. Besarnya temuan WBP dan tahanan HIV positif pada Klinik Layanan VCT di 14 LapasRutan selama 11 bulan sejak Agustus 2008 sampai dengan
Juni 2009 sebanyak 496 orang HIV+ atau 25,92 dari jumlah peserta test 1,913 orang.
E. Kondom dan alat suntik sekali pakai yang merupakan alternatif terbaik
untuk mencegah penularan HIV, hingga kini masih menjadi pembahasan yang pro-kontra pihak-pihak terkait di tingkat nasional, lintas Kementerian
dan lintas program.
ISU STRATEGIS
Rencana Aksi Nasional Penenggulangan HIVAIDS di Lapas dan Rutan
26
F. Sumber daya tenaga, dana, alat dan bahan serta pasokan obat di UPT
Pemasyarakatan belum cukup selaras dengan besaran dan bobot masalah terkait HIV-AIDS dan penyalahgunaan narkotika di UPT Pemasyarakatan
yang harus ditangani.
Rencana Aksi Nasional Penenggulangan HIVAIDS di Lapas dan Rutan
27
BAB
4