Metode Anuitas Annuity Method

Nafir Robihan Pohan : penerapan psak no. 16 dan 17 tentang aktiva tetap pada PT. Askes Persero Cabang Utama Medan, 2010. Mesin Produksi : Kompor Gas Tipe Mesin Nilai Perolehan Nilai Residu Beban Depresiasi Umur Taks Depresiasi Per tahun K – 1 Rp 13.500.000 Rp 1.500.000 Rp12.000.000 8 Rp 1.500.000 L – 2 Rp 9.500.000 Rp 2.000.000 Rp 7.500.000 10 Rp 750.000 X – 1 Rp 2.500.000 Rp 2.500.000 5 Rp 500.000 X – 7 Rp 31.000.000 Rp 1.000.000 Rp30.000.000 12 Rp 2.500.000 W – 3 Rp 6.000.000 Rp 1.000.000 Rp 5.000.000 8 Rp 625.000 Jumlah Rp 62.500.000 Rp 5.500.000 Rp57.000.000 Rp 5.875.000 Sumber : Harnanto 2002 Kelima tipe mesin produksi sudah digabungkan atau dicatat ke dalam satu rekening mesin produksi kompor gas. Tarif depresiasi rata – rata untuk kelompok mesin produksi kompor gas adalah 9,4 yaitu rasio dari jumlah depresiasi per tahun Rp 5.875.000 dari total nilai perolehan untuk seluruh unit mesin yang tergabung dalam kelompok mesin produksi kompor gas Rp 62.500.000. Sedang umur komposit kelompok mesin produksi kompor gas adalah 9,7 tahun Rp57.000.000 Rp 5.875.000. Ini berarti kelompok mesin produksi kompor gas akan habis disusutkan atau didepresiasi selama kurang lebih 10 tahun. Ayat jurnal yang diperlukanuntuk mengakui bebban depresiasi per tahun adalah : Beban Depresiasi Rp 5.875.000 Akumulasi Depresiasi Rp 5.875.000

2. Metode Anuitas Annuity Method

Depresiasi menurut metode anuitas didasarkan pada konsep aktiva tetap, suatu perusahaan melakukan investasi yang menyerupai suatu anuitas investasi dengan tingkat keuntungan return yang tetap dalam jangka waktu tertentu. Dengan metode ini, depresiasi priodik dihitung dengan rumus : Dalam hal ini PV adalah faktor nilai tunai dari Rp 1,- berdasar asumsi suku bunga atau tingkat keuntungan tertentu yang berlaku selama masa manfaat aktiva tetap. PVOA adalah faktor nilai tunai anuitas sebesar Rp 1,- berdasarkan asumsi suku bunga atau tingkat keuntungan yang berlaku selama masa manfaat aktiva tetap, seperti tampak pada hasil perhitungan ini : D = [Rp 6.000.000 – Rp 1.000.000 x 0.62092] 3.79079 D = Rp 1.418.897 Pendapatan bunga diakui sebesar nilai buku aktiva tetap pada awal tahun berjalan dikalikan dengan suku bunga yang dianggap tetap, dan akumulasi depresiasi sebesar selisih lebih beban depresiasi di atas pendapatan bunga yang D = [K – R x PV] PVOA Nafir Robihan Pohan : penerapan psak no. 16 dan 17 tentang aktiva tetap pada PT. Askes Persero Cabang Utama Medan, 2010. diakui dalam tahun berjalan. Oleh karena pendapatan bunga akan semakin berkurang dari tahun ke tahun, maka jumlah yang dikredit ke dalam rekening akumulasi depresiasi akan semakin bertambah dari tahun ke tahun. Aplikasi konsep anuitas ini untuk aktiva tetap No. 1234 adalah sebagai berikut : Tabel 2.3 Skedul Depresiasi Aktiva Tetap No. 1234 Akhir Tahun Beban Depresiasi Pendapatan Bunga Akumulasi Depresiasi Saldo Akumulasi Depresiasi Nilai Buku - - - - Rp 6.000.000 1 Rp 1.418.987 Rp 6.000.000 Rp 818.987 Rp 818.987 Rp 5.181.013 2 Rp 1.418.987 Rp 518.101 Rp 900.886 Rp 1.719.873 Rp 4.280.127 3 Rp 1.418.987 Rp 428.013 Rp 990.974 Rp 2.710.847 Rp 3.289.153 4 Rp 1.418.987 Rp 328.915 Rp 1.090.072 Rp 3.800.919 Rp 2.199.081 5 Rp 1.418.987 Rp 219.908 Rp 1.199.081 Rp 5.000.000 Rp 1.000.000 Sumber : Harnanto 2002 Perhitungan : 1. Pendapatan Bunga Adalah nilai buku aktiva pada awal tahun berjalan dikalikan dengan suku bunga sebesar 10 . Sebagai contoh, untuk tahun -1 = 0,01 X Rp 6.000.000,00 = Rp 600.000,00 untuk tahun -2 = 0,01 X Rp 5.181.013,00 = Rp 518.101,00. 2. Kredit rekening akumulasi depresiasi sebesar selisih lebih beban depresiasi minus pendapatan bungan dalam tahun berjalan. Sebagai contoh untuk tahun -1 = Rp 1.418.987 – Rp 600.000 = Rp 818.987,- Untuk tahun ke -2 = Rp 1.418.987 – Rp 518.101 = Rp 900.886. Kelemahan terpenting metode anuitas terletak pada total beban depresiasi yang lebih besar dari depreciable cost dari aktiva tetap, disamping asumsi suku bunga yang berlaku selama masa manfaat aktiva tetap. Dengan metode ini, total beban depresiasi akan lebih besar dalam jumlah yang sama dengan pendapatan bunga yang diakui dalam masa manfaat aktiva tetap dibanding depreciable cost. 3. Sistem Persediaan Inventory System Penentuan beban depresiasi periodik berdasarkan sistem persediaan dapat dikatakan sebagai identik atau pararel dengan penentuan beban yang berhubungan dengan pemakaian atau konsumsi suku cadang atau suplay sebagai suatu aktiva. Aktiva berupa persediaan suku cadang atau persediaan suplay didebet pada saat terjadinya transaksi pembelian suku cadang. Pada setiap akhir tahun buku dilakukan perhitungan fisik untuk menentukan jumlah suku cadang yang masih dalam persediaan. Selisih antara saldo rekening persediaan suku cadang dengan Nafir Robihan Pohan : penerapan psak no. 16 dan 17 tentang aktiva tetap pada PT. Askes Persero Cabang Utama Medan, 2010. hasil perhitungan fisik suku cadang yang masih dalam persediaan pada akhir tahun buku yang telah disesuaikan dengan nilai sebagai akibat dari kerusakan atau penurunan kondisi fisik diakui sebagai beban depresiasi atau pemakaian suku cadang atau suplays dalam tahun buku berjalan. Contoh. PT. NEC menggunakan banyak macam dan jumlah alat – alat kerja bukan mesin di dalam proses produksinya. Perusahaan tidak menghitung depresiasi alat – alat kerja bukan mesin yang relatif murah harganya secara individual, tetapi menghitung depresiasinya berdasarkan sistem atau metode persediaan. Berikut adalah ikhtisar rekening alat – alat kerja bukan mesin dalam tahun 2002. Tabel 2.4 Ikhtisar Rekening Alat – Alat Kerja Bukan Mesin Tahun 2002 Alat – Alat Kerja Bukan Mesin Tanggal Deskripsi Debet Kredit Saldo 010102 Saldo Rp - Rp - Rp 63.750.000 050302 Pembelian alat kerja baru Rp 6.500.000 Rp - Rp 70.250.000 300802 Pembelian alat kerja baru Rp 27.100.000 Rp - Rp 97.350.000 101002 Pembelian alat kerja baru Rp 17.500.000 Rp - Rp114.850.000 Sumber : Harnanto 2002 Dari hasil perhitungan fisik yang dilakukan pada akhir tahun 2002 masih terdapat berbagai macam alat kerja bukan mesin sebesar Rp 84.187.500 rata – rata masih dalam kondisi 80 baru. Sesuai dengan kondisi fisik alat – alat kerja tersebut, beban depresiasi kerja dapat ditentukan sebagai berikut : Tabel 2.5 Beban Depresiasi Alat Kerja Bukan Mesin Nafir Robihan Pohan : penerapan psak no. 16 dan 17 tentang aktiva tetap pada PT. Askes Persero Cabang Utama Medan, 2010. Depresiasi Jumlah Total cost alat kerja bukan mesin dipakai dalam tahun 2002 Dik : Nilai alat kerja bukan mesin pada akhir tahun = 0,80 x Rp 84.187.500 Rp 114.850.000 Rp 67.350.000 Depresiasi Alat Kerja Bukan Mesin Tahun 2002 Rp 47.500.000 Sumber : Harnanto 2002 Berdasarkan keterangan di atas, maka ayat jurnal yang diperlukan : Tabel 2.6 Ayat Jurnal Alat Kerja Bukan Mesin Tanggal Rekening dan Deskripsi Debet Kredit 1 Jan sd 31 Des Alat Kerja Bukan Mesin Kas Hutang Dagang Rp 51.100.000 Rp 51.100.000 31 Des Depresiasi Alat Kerja Bukan Mesin Alat Kerja Bukan Mesin Rp 47.500.000 Rp 47. 500.000 Sumber : Harnanto 2002 Secara sistematis dapat dinyatakan sebagai berikut : Diaplikasikan pada contoh di atas, beban alat kerja bukan mesin dalam tahun 2002 adalah Rp 47.500.000,- dari hasil perhitungan sebagai berikut : Depresiasi tahun 2002 =Rp 63.750.000 +Rp 51.100.000 - 0.80x Rp 84.187.500 =Rp 114.850.000 – Rp 67.350.900 =Rp 47. 000.000 Beban depresiasi dalam tahun 2002 sebesar Rp 47.500.000,- tersebut berjumlah Rp 3.600.000,- lebih kecil dibanding total cost alat kerja bukan mesin yang dibeli dan ditempatkan dalam tahun berjalan Rp 51.100.000. Sebagaimana halnya cost barang dijual, beban depresiasi periodik dapat juga ditentukan berdasar saling hubungannya dengan total cost alat – alat kerja bukan mesin yang dibeli dan ditempatkan dalam tahun berjalan dan perubahan persediaan pada awal dan akhir periode dengan formula sebagai berikut : Depresiasi Periodik = Saldo Awal +Cost Aktiva Ditempatkan – Saldo Akhir Depresiasi Periodik = ∑ Cost Aktiva Ditempatkan ± Perubahan Saldo Nafir Robihan Pohan : penerapan psak no. 16 dan 17 tentang aktiva tetap pada PT. Askes Persero Cabang Utama Medan, 2010. Pada contoh di atas, rekening alat kerja bukan mesin mengalami kenaikan sebesar Rp 3.600.000 Rp 67.350.000 – 63.750.000 sehingga beban depresiasi dalam tahun buku 2002 juga berjumlah Rp 3.600.000,- kurang dari total cost alat kerja bukan mesin yang dibeli dan ditempatkan dalam tahun tersebut, seperti pada hasil perhitungan berikut ini : Depresiasi tahun 2002 = Rp 51.000.000 – Rp 67.350.000 – Rp 63.750.000 = Rp 51.000.000 – Rp 3.600.000 = Rp 47. 500.000 D. Penghentian Aktiva Tetap Aktiva dapat dihentikan penggunaannya dengan cara menjual, menukarkan atau membuatnya. Pada umumnya, pada waktu aktiva dilepaskan, penyusutan yang belum dicatat untuk periode bersengkutan dicatat sampai tanggal pelepasan. Dengan demikian nilai buku pada tanggal pelepasan dapat dihitung sebagai selisih antara harga perolehan aktiva itu dan akumulasi penyusutannnya. Jika harga pelepasan lebih besar daripada nilai buku, diakui sebagai keuntungan. Sebaliknya , jika harga pelepasan lebih kecil daripada nilai buku diakui sebagai kerugian. Keuntungan atau kerugian dilaporkan pada pelaporan laba rugi sebagai pendapatan dan keuntungan lain-lain atau beban dan kerugian lain-lain pada tahun pelepasan aktiva. Sebagai bagian dari ayat pelepasan, saldo dalam perkiraan aktiva dan akumulasi penyusutan untuk aktiva tersebut dihapuskan. 1. Penghentian Penggunaan Aktiva Melalui Penjualan. 2. Penghentian Penggunaan Aktiva Melalaui Pertukaran Dengan Aktiva Non Moneter Lainnya. 3. Penghentian Penggunaan Aktiva Karena Konversi Terpaksa.

E. Penyajian dan Pengungkapan Aktiva Tetap