Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Seiring dengan kemajuan teknologi informasi dewasa ini, media massa yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan dakwah seperti surat kabar, radio, televisi, internet dan film memberikan kemudahan bagi para da’i untuk menyampaikan pesan dakwahnya. Karena dengan menggunakan media massa maka jangkauan dakwah tidak lagi terbatas oleh ruang dan waktu. Sebagaimana diketahui, film merupakan salah satu media komunikasi massa, 1 Oleh karena itu film adalah medium komunikasi yang ampuh, bukan saja untuk hiburan, tetapi juga untuk penerangan pendidikan edukatif secara penuh media yang komplit 2 Diantara beberapa media tersebut yang banyak diminati oleh masyarakat adalah film, karena film bisa memadukan dua unsur yaitu suara dan gambar. Selain itu film juga merupakan salah satu dari hasil kebudayaan yang kehadirannya saat ini akrab dengan keseharian manusia. 3 Film dimasukkan dalam kelompok komunikasi massa selain mengandung aspek hiburan, juga memuat aspek edukatif. Namun aspek sosial kontrolnya tidak 1 Adi Pranajaya, Film dan Masyarakat: Sebuah Pengantar Jakarta: BP SDM Citra Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail, 1999, h. 11. 2 Onong Uchjana Effendi, Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi Bandung : Cipta Aditya Bakti, 2003, h.207. 3 Mustafa Mansur, Jalan Dakwah, Jakarta: Pustaka Ilmiah, 1994, h.26. 1 sekuat pada surat kabar, majalah serta televisi yang memang menyiarkan berita berdasarkan fakta yang terjadi. Fakta film ditampilkan secara abstrak dimana tema cerita bertolak dari fenomena yang terjadi di tengah masyarakat. Bahkan dari itu, dalam cerita dibuat secara imajinatif. 4 Kehadiran keanekaragaman media komunikasi adalah salah satu yang dapat dimanfaatkan oleh umat Islam sebaik-baiknya sebagai sarana peningkatan iman dan takwa, media komunikasi juga dapat digunakan untuk penyampaian pesan moral baik yang terkandung dalam Islam maupun yang hanya disepakati oleh masyarakat. Oleh karena itu praktis dakwah dituntut unuk bisa berinovasi melalui media alternatif dalam menyampaikan nilai moral kepada masyarakat dan kebenaran Islam. 5 Film sama dengan media artistik lainnya memliki sifat-sifat dasar dari media lainya yang terjalin dalam susunannya yang beragam. Film memiliki kesanggupan untuk memainkan ruang dan waktu, mengembangkan dan mempersingkatnya, menggerak majukan dan memundurkan secara bebas dalam batasan-batasan wilayah yang cukup lapang. Meski antara media film dan lainnya terdapat kesamaan-kesamaan, film adalah sesuatu yang unik. 6 Salah satu kelebihan yang dimiliki film, baik yang ditayangkan lewat tabung televisi maupun layar perak, film mampu menampilkan realitas kedua the 4 Marfi Amir, Etika Komunikasi Massa Dalam Pandangan Islam, Jakarta: Logos, 1999, h.27. 5 Sean Mac Bried, Komunikasi dan Masyarakat Sekarang dan Masa Depan, Aneka Suara Satu Dunia Jakarta : PN Balai Pustaka Unesco, 1983, h. 120. 6 Adi Pranajaya, Film dan Masyarakat: Sebuah Pengantar, h. 6. second reality dari kehidupan manusia. Kisah-kisah yang ditayangkan bisa lebih bagus dari kondisi nyata sehari-hari, atau sebaliknya bisa lebih buruk. Film sebagai media komunikasi yang di dalamnya terdapat proses komunikasi banyak mengandung pesan, baik pesan sosial, pesan moral, maupun pesan keagamaan. “Mengikuti dunia perfilman, nampaknya kini film telah mampu merebut perhatian masyarakat. Lebih-lebih setelah berkembangnya tekhnologi komunikasi massa yang dapat memberikan kontribusi bagi perfilman. Meskipun masih banyak bentuk-bentuk media massa lainnya, film memiliki efek ekslusif bagi penontonnya. Puluhan bahkan ratusan penelitian berkaitan dengan efek media massa film bagi kehidupan manusia betapa kuatnya media mempengaruhi pikiran, sikap dan tindakan para penontonnya.” 7 Namun sebelum itu, saya akan menguraikan sedikit ekspresi kebudayaan Islam di mana memainkan peranan yang signifikan bagi kebudayaan Islam. Pada dasarnya, ekspresi kebudayaan Islam tak terlepas dari sistem nilai dalam ajaran Islam sebagai bentuk manifestasi dalam mengaktualisasikan ajaran Islam yang bersumbu pada doktrin tauhid. Di bawah ini saya akan menguraikan secara singkat konsepsi ajaran Islam yang memiliki implikasi pada karya seni dan kebudayaan Islam. Di dalam Islam kita mengenal adanya konsep tauhid, suatu konsep sentral yang berisi ajaran bahwa Tuhan adalah pusat dari segala sesuatu, dan bahwa manusia harus mengabdikan diri sepenuhnya kepada-Nya. Konsep tauhid ini mengandung implikasi doktrinal lebih jauh bahwa tujuan kehidupan manusia tak lain kecuali menyembah kepada-Nya. Doktrin bahwa hidup harus diorientasikan 7 KH. Miftah Faridl, Dakwah Kontemporer Pola Alternatif Dakwah Melalui Televisi, Bandung: Pusdai Press,2000, h. 96. untuk pengabdian kepada Allah inilah yang merupakan kunci dari seluruh ajaran Islam. Tapi kemudian ternyata bahwa sistem tauhid ini mempunyai arus balik kepada manusia. Dalam banyak sekali ayat kita melihat bahwa iman, yaitu keyakinan religius yang berakar pada pandangan teosentris, selalu dikaitkan dengan amal, yaitu perbuatan atau tindakan manusia; keduanya merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Ini berarti bahwa iman harus selalu diaktualisasikan menjadi amal, bahwa konsep tentang iman, tentang tauhid, harus diaktualisasikan menjadi aksi kemanusiaan. Pusat dari perintah zakat-misalnya- iman, adalah keyakinan kepada Tuhan; tapi ujungnya adalah terwujudnya kesejahteraan sosial. Dengan demikian, di dalam Islam, konsep teosentrisme ternyata besifat humanistik. Artinya, menurut Islam, manusia harus memusatkan diri kepada Tuhan, tetapi tujuannya adalah untuk kepentingan manusia sendiri. Humanisme-teosentris inilah yang merupakan nilai-inti core-value dari seluruh ajaran Islam. 8 Humanisme-teosentris menjadi tema sentral peradaban Islam. Arti tema sentral inilah muncul sistem simbol. Sistem yang terbentuk karena proses dialetik antara nilai dan kebudayaan. Misalnya dalam Al-Qur’an, kita mengenal adanya rumusan amar ma’ruf nahi munkar ditujukan untuk serangkaian gerakan pembebasan dan emansipasi. Nahi Munkar, atau mencegah kemungkaran, berarti membebaskan manusia dari semua bentuk kegelapan zhulumat alam pelbagai 8 Ibnu Taymiyah, Amar ma’ruf nahi munkar. Jakarta: Aras Pustaka, 1999. h, 11. manifestasinya. Dalam bahasa ilmu sosial, ini juga berarti pembebasan dari kebodohan, kemiskinan, ataupun penindasan. Sementara itu, amar ma’ruf yang merupakan langkah berangkai dari gerakan nahi munkar, diarahkan untuk mengemansipasikan manusia kepada nur, kepada cahaya petunjuk ilahi, untuk mencapai keadaan fitrah. Fitrah adalah keadaan di mana manusia mendapatkan posisinya sebagai makhluk yang mulia. 9 Amar ma’ruf nahi munkar adalah ajaran yang diturunkan Allah dalam kitab-kitabNya, yang dibawa oleh rasul-rasulNya, dan bagian dari agama. Risalah Allah itu sesungguhnya adakalanya berupa berita ikhbar, dan adakalanya pula berupa tuntutan insya’. Ikhbar berita berkaitan dengan zatNya, makhlukNya, seperti tauhid dan kisah-kisah yang mengandung janji baik dan janji buruk al-wa’d wa’l-wa’id. Sedangkan insya’ adalah amr perintah, nahi larangan dan ibahah pembolehan. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT, dalam Al-Qur’an surat Al-A’raf [157] diterangkan: 10 ☺ ⌧ ☺ ”Yang menyuruh mereka mengerjakan yang maruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar”. QS. Al-A’raf : 157 Walaupun film ini termasuk film klasik, namun film Titian Serambut Dibelah Tujuh mencoba memberi tontotan bermoral dan menjunjung tinggi nilai moral yakni keyakinan, perjuangan, kepasrahan, kesetiaan serta harapan. Film 9 Kontowijoyo dalam Paradigma Islam; Interpretasi untuk Aksi., Bandung : Mizan Press,1998, h.228-229 10 Ibnu Taymiyah, Amar ma’ruf nahi munkar. h, 1. Titian Serambut Dibelah Tujuh yang walau terlihat usang, namun film ini adalah bentuk awal film dakwah pertama yang di presentasikan oleh sutradara Chaerul Umam. Dalam konteks ini, apa yang terkandung pada cerita film Titian Serambut Dibelah Tujuh, film satu dari lima film yang dibiayai Dewan Film Nasional 1981-1982, yang telah memenangi penghargaan PWI Jaya sebagai Film Drama Terbaik 1983 dan Tata Suara terbaik. 11 Melakukan dakwah Islamiyah dengan menegakkan amar ma’ruf nahi munkar di desa Batu Hampar yang dilakukan oleh tokoh protogonis Ibrahim dalam mengaktualisasikan ajaran Islam yang sesuai dalam konteks amar ma’ruf nahi munkar. Ibrahim dalam melangsungkan dakwahnya terbukti telah memberikan perubahan yang signifikan bagi desa batu hampar dengan menggagas dan mengimplementasikan Islam yang berpihak pada transformasi sosial. Memang pada awal mulanya usaha untuk merintis gagasan Islam yang transformatif banyak mendapatkan tantangan terutama dari H.Sulaeman selaku guru agama dan sesepuh kampung, kehidupannya banyak dipengaruhi kebejatan moral Harun, orang terkaya di kampung itu. Di tambah ulah seorang pemuda brandalan yang bernama Arsad dengan berbagai cara ia tempuh untuk menghentikan usaha Ibrahim dalam menegakkan amar ma’ruf nahi munkar di desa batu hampar. 11 Kristanto JB dalam Katalog Film Indonesia; 1926 -2005. h. 69. Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih dalam mengenai film Titian Serambut Dibelah Tujuh karya Chaerul Umam. Untuk membahas permasalahan di atas maka penulis mengangkatnya ke dalam bentuk skripsi dan memberi judul: “Analisis Wacana Film Titian Serambut Dibelah Tujuh karya Chaerul Umam”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah