Gereja HKBP Sudirman Medan Sebagai Pusat Peribadatan 1954-1976
Pemekaran ini terjadi untuk memaksimalkan pelayanan yang dilakukan terhadap jemaat-jemaat HKBP. Pada tahun 1956 dengan perkembangan jemaat
HKBP di Medan yang semakin pesat, sehingga HKBP Sudirman meminta kepada Pusat HKBP di Pearaja untuk pembagian jemaat agar memaksimalkan pelayanan.
HKBP Sudirman memutuskan untuk membagi jemaat berdasarkan wilayah atau tempat tinggal dari jemaat-jemaat HKBP Sudirman pada saat itu.Hal ini dilakukan
agar jemaat dapat dengan mudah menjangkau dan menerima pelayanan dari gereja HKBP. Akhirnya HKBP Sudirman membagi jemaat tersebut dalam gereja-gereja
pagaran, dimana gereja HKBP Sudirman masih menjadi pusat atau pengawas dari gereja-gereja pagaran tersebut hingga layak menjadi gereja HKBP yang mandiri dan
dapat berdiri sendiri sebagai gereja HKBP yang seutuhnya. Adapun gereja-gereja pagaran dari HKBP Sudirman saat itu
34
adalah : 1.
Simpang Limun 2.
Padang Bulan 3.
Martoba 4.
Sukarame 5.
Bangun sari 6.
Sei putih 7.
Pancur batu.
34
T.M Napitupulu,dkk,
op.cit
., hlm. 13.
Sesuai dengan hasil notulen sinode godang HKBP tanggal 28-30 November 1956, Ressort Medan kembali meminta agar di bentuk satu Distrik
35
yang baru, yakni Distrik Medan-Aceh. Hal ini sebenarnya sulit diwujudkan sebab komunikasi Medan
dengan Aceh sangat terbatas, tetapi karena Ressort Medan, Ressort Tanah Karo, dan Ressort Aceh meminta, akhirnya dipertimbangkan dalam Sinode tersebut dan
diputuskan bahwa Ressort Medan, Ressort Tanah Karo, dan Ressort Aceh menjadi satu Distrik yang dinamakan Distrik Medan-Aceh. Tujuan dibentuknya Distrik
Medan-Aceh disini supaya melihat pertumbuhan dari HKBP yang berada di wilayah Medan dan Aceh dan mempermudah proses pelayanan, karena untuk tugas pelayanan
yang dilayani oleh pendeta pada tahun-tahun ini masih sangat sulit dan terbatas ini disebabkan HKBP belum memiliki pendeta yang cukup untuk melayani di setiap
gereja HKBP yang telah ada di wilayah Medan dan Aceh. Karena pada tahun 1978 lah HKBP baru mendirikan sekolah pendeta sendiri.Pendeta-pendeta yang ada saat itu
di sekolahkan oleh pihak HKBP ke luar negeri seperti Jerman dan Belanda.
36
Tahun 1970 kantor Pusat Distrik Medan-Aceh berada di ruangan Konsistori HKBP Sudirman Medan. Tetapi setelah memiliki dana pada tahun 1975 kantor Pusat
Distrik Medan-Aceh di bangun dijalan Uskup Agung Medan dekat Gereja HKBP lama yang dahulu. Pembangunan selesai dilaksanakan pada tahun 1978 sehingga
35
Distrik merupakan kumpulan dari beberapa Ressort gereja yang dibentuk dalam satu kesatuan yang wilayah pelayanannya sudah meluas ke wilayah-wilayah lain. Distrik biasanya di
bentuk untuk mengetahui perkembangan HKBP dalam pembagian wilayah HKBP tersebut.
36
T.M Napitupulu,dkk,
op.cit
, hlm. 20.
kantor Distrik pun pindah dari HKBP Sudirman. Jemaat di Distrik Medan-Aceh berdiri dan tumbuh berkembang oleh keseriusan usaha
Pardonganon Mission Batak
PMB yang selalu memperhatikan perpindahan orang Batak dari Daerah Tapanuli ke Medan. Pertumbuhan ini pun didukung atas usaha para penginjil yang pada umumnya
oleh penetuah yang menjadi menjadi wakil guru jemaat.
37
Berbicara mengenai minat, kita juga dapat melihat bagaimana wujud minat dari jemaat HKBP Sudirman saat gereja mereka pada tahun 1960 mengalami kerusakan di
dinding atas depan gereja di atas balkon. Jemaat HKBP Sudirman disini terlihat bahu-membahu untuk memperbaikin gereja tersebut.Panitia pembangunan gereja pun
di fungsikan kembali untuk mengurus perbaikan gereja tersebut. Sementara dalam proses perbaikan jemaat kembali beribadah di gedung gereja HKBP yang lama.
Sambil mengumpulkan dana untuk proses perbaikan gereja HKBP Sudirman Medan, berbagai cara dilakukan jemaat untuk mengumpulkan dana , dengan melakukan
bazaar-bazar, penjualan barang-barang bekas milik jemaat, dan pengumpulan botol- botol bekas yang dilakukan oleh anak-anak sekolah minggu pada saat itu. Ini
menunjukkan bahwa HKBP Sudirman sangat diminati oleh jemaat-jemaat pada saat itu sehingga apa pun dilakukan untuk memperbaiki dan mencukupkan dana perbaikan
gereja HKBP Sudirman tersebut.
38
37
Horion Parlindungan Sitompul, op.cit., hlm. 47.
38
Wawancara dengan Ibu Mery Pasaribu sebagai salah satu anggota jemaat di HKBP Sudirman Medan tanggal 18 April 2015 di gereja HKBP Sudirman Medan, mengenai sejarah
berdirinya gereja HKBP Sudirman Medan.
Pada masa kepemimpinan Pdt. Binoni Napitupulu yaitu pada tahun 1970 memulai membangun perkantoran, rumah pendeta, serta gedung Sopo Godang. Hal
yang menarik dari sini ialah pembangunan gedung Sopo Godoang dimana pembangunan gedung Sopo Godang ini tujuan awalnya adalah menjadikan gedung
Sopo Godang tersebut sebagai wadah pertemuan, atau tempat rapat-rapat yang akan dilaksanakan di gereja, karena mengingat bahwa HKBP Sudirman pada masa itu
sebagai pusat peribadahan dan juga sebagai pusat HKBP Medan dan Aceh sehingga harus menyediakan sarana untuk mempermudah proses anggota untuk melakukan
perundingan-perundingan menyangkut urusan gereja dan pelayanan. Dalam proses pembangunan Sopo Godang fungsinya menjadi berubah, karena dalam proses
pembangunan Sopo Godang tersebut, gereja melihat kebutuhan lain dari jemaat- jemaat HKBP Sudirman yaitu kebutuhan akan proses atau kegiatan kebudayaan yang
dilakukan jemaat-jemaat HKBP Sudriman pada masa itu, sehingga muncullah pemikiran gereja untuk membangun sebuah wadah atau tempat untuk jemaat dan
orang-orang Batak di kota Medan yang ingin melakukan kegiatan atau pesta-pesta adat.
Dalam proses pembangunan rumah pendeta, perkatoran, dan gedung Sopo Godang, jemaat kembali bahu-membahu untuk mewujudkan agar pembangunan ini
cepat terselesaikan. Para jemaat pun mengadakan rapat untuk membahas mengenai dana untuk pembangunan tersebut sehingga diputuskan bersama pengumpulan dana
dilakukan dengan cara, setiap jemaat yang sudah menjadi pegawai swasta ataupun pengawai negeri wajib menyumbangkan satu bulan gajinya untuk dana pembangunan
rumah Pendeta, Perkantoran dan Sopo Godang. Penyerahan sumbangan berupa gaji ini pun dapat dicicil selama satu tahun sehingga tidak memberatkan jemaat dan
kepetusan ini di sambut baik oleh para jemaat dan turut mendukung terlaksananya program-program yang telah di rencanakan. Walaupun pengumpulan dana telah di
usahakan oleh jemaat dan panitia, tetap saja mengalami kekurangan dana sehingga proses pembangunan memakan waktu yang lama, yaitu sampai enam tahun lamanya
tepatnya tahun 1976 pembangunan ini dapat diselesaikan. Akhirnya rumah pendeta, gedung perkatoran dan Sopo Godang sudah selesai dibangun dan siap difungsikan.