BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Selama beberapa tahun terakhir ini, Sindroma Down telah mendapat perhatian khusus, sebab pada kenyataannya ini adalah abnormalitas kromosom yang paling
sering terjadi pada bayi baru lahir. Insidennya secara umum adalah 1 per 600 sampai 1000 kelahiran, tetapi angka ini dapat bervariasi berdasarkan umur ibu.
Pada ibu yang berumur lebih dari 45 tahun, insidensi Sindroma Down ini dapat mencapai 1 per 30 kelahiran Boas et al., 2009.
Di Amerika Serikat, Sindroma Down diperkirakan terjadi pada 1 dalam 732 bayi Sherman et al., 2007. Sedangkan prevalensi Sindroma Down dari 1979
sampai 2003 meningkat 31,1 di 10 daerah di Amerika Serikat Shin et al., 2009.
Di Indonesia, sebagaimana negara berkembang lainnya, kelainan ini belum mendapat cukup perhatian. Yayasan Persatuan Orangtua Anak dengan Down
Syndrome POTADS melaporkan terdapat sekitar 300 ribu kasus Sindroma Down di Indonesia POTADS, 2003. Pada penelitian di Laboratorium Biologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia tercatat 1987 penderita Sindroma Down yang dilakukan analisis kromosom tahun 1992-2004 Idris et al., 2006.
Manifestasi klinis Sindroma Down sangat banyak dan dapat terjadi di berbagai sistem tubuh. Sebagian besar pasien mengalami gangguan intelektual,
postur pendek, penyakit jantung bawaan, kelainan saluran cerna, dan abnormalitas ortopedi Figueroa et al., 2003.
Studi akhir-akhir ini mengindikasikan kira-kira 5 dari seluruh penyakit jantung bawaan berhubungan dengan berbagai bentuk abnormalitas kromosom,
yang mayoritas adalah Sindroma Down Steeg, 1993. Laporan insiden penyakit jantung bawaan pada pasien Sindroma Down bervariasi, tetapi diperkirakan
mencapai 40-60 dan pada autopsi pasien Sindroma Down ditemukan hampir 70 Korenberg et al., 2002.
Universitas Sumatera Utara
Meskipun banyak malformasi yang dialami, penyakit jantung bawaan adalah kondisi yang berpengaruh langsung pada prognosis dan kelangsungan
hidup pasien, dan menjadi penyebab tertinggi dari morbiditas dan mortalitas selama dua tahun pertama kehidupan. Menurut Calderon-Colmenero et al. 2004
dalam Boas et al. 2009, dalam sebuah studi retrospektif, menunjukkan pentingnya diagnosis klinis awal dan konsekuensi koreksi bedah; jika kelainan
jantung dikoreksi bedah lebih awal, pasien mempunyai ketahanan hidup lebih baik dibandingkan yang tidak melakukan koreksi bedah. Beberapa studi
menunjukkan bahwa 87 pasien Sindroma Down tanpa penyakit jantung bawaan dapat mencapai usia 5 tahun dan 79 dapat berumur 30 tahun. Tetapi dengan
adanya penyakit jantung bawaan, ketahanan hidup pasien Sindroma Down dapat berkurang menjadi 62 yang dapat mencapai usia 5 tahun dan hanya 50 yang
dapat berumur 30 tahun Wells et al., 1994. Oleh karena itu, diperlukan suatu penelitian mengenai prevalensi penyakit jantung bawaan pada anak dengan
Sindroma Down di RSUP H. Adam Malik yang merupakan rumah sakit rujukan di Sumatera Utara.
1.2 Rumusan Masalah