Skrining Prenatal dan Diagnosis

Disease TMD adalah abnormalitas hematologi yang sering mengenai bayi Sindroma Down yang baru lahir. TMD dikarakteristikkan dengan proliferasi mieoblas yang berlebihan di darah dan sumsum tulang. Diperkirakan 10 bayi dengan Sindroma Down mengalami TMD. • Imunodefisiensi: pasien Sindroma Down memiliki risiko 12 kali untuk terkena penyakit infeksi, terutama pneumonia, karena kerusakan imunitas seluler. • Kulit: xerosis, lesi hiperkeratotik terlokalisasi, serpiginosa elastosis, alopesia areata, vitiligo, dan infeksi kulit berulang Tarek, 2005.

2.1.5 Skrining Prenatal dan Diagnosis

Sindroma Down adalah abnormalitas kromosom yang paling sering terjadi pada bayi baru lahir. Umur ibu merupakan satu-satunya faktor risiko untuk terjadi sindrom ini. Pada ibu dengan umur lebih dari 35 tahun, risikonya akan meningkat 4 kali. Oleh karena itu, diharapkan semua ibu hamil dengan usia di atas 35 tahun melakukan skrining prenatal untuk Sindroma Down Barrs et al., 2009. Sebuah penelitian trial telah membandingkan skrining trimester pertama untuk Sindroma Down dengan skrining trimester kedua pemeriksaan yang standard saat ini dan skrining pada kedua trimester tersebut. Hasilnya menunjukkan bahwa skrining trimester pertama memiliki efektifitas yang tinggi, tetapi kombinasi pengukuran pada trimester pertama dan kedua mempunyai angka deteksi yang lebih tinggi dan angka kesalahan semu yang lebih rendah Malone et al., 2005. Tes integrasi serum memiliki nilai deteksi yang paling tinggi di mana pengukuran nuchal translucency tidak digunakan. Sedangkan tes quadruple adalah skrining terbaik pada trimester kedua. Hasil skrining yang negatif berarti risiko untuk mempunyai bayi dengan Sindroma Down lebih kecil dari tingkat spesifik cut-off, tetapi itu tidak menghilangkan kemungkinan untuk mendapat Sindroma Down. Setelah skrining tes yang positif, akan lebih baik jika orang tua tersebut menemui Universitas Sumatera Utara konsultan genetika untuk memberikan informasi yang lengkap dan pilihan manajemen. Determinasi kariotip fetus adalah diagnosis defenitif. Pada trimester pertama, kariotip didapat dari sampel khorionik vili. Pada trimester kedua, dilakukan amniosintesis untuk analisis kromosom Barrs et al., 2009. Metode analisis sitogenik yang banyak digunakan adalah in situ hybridization FISH pada nukleus interfase, menggunakan spesifik probe dari kromosom 21. Metode alternatif yang saat ini dilakukan di beberapa negara adalah quantitative fluoresence PCR QF-PCR. Pada metode ini, penanda polimorfik DNA mikrosatelit pada kromosom 21 digunakan untuk menentukan adanya tiga alel yang berbeda. Metode lainnya adalah dengan mengukur salinan rangkaian DNA termasuk pada multiple amplifiable probe hybridization MAPH dan multiplex probe ligation assay MPLA Antonarakis, 2005.

2.1.6 Manajemen