Pengaruh Komponen Komunikasi Dalam Pelaksanaan Prevention Mother To Child Transmission (PMTCT) Oleh Bidan Terhadap Kunjungan Klien Pada Pelayanan Voluntary Councelling And Test (VCT) HIV-AIDS Di Kota Medan

(1)

PENGARUH KOMPONEN KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAN PREVENTION MOTHER TO CHILD TRANSMISSION (PMTCT) OLEH

BIDAN TERHADAP KUNJUNGAN KLIEN PADA PELAYANAN VOLUNTARY COUNCELLING AND TEST (VCT) HIV-AIDS

DI KOTA MEDAN

TESIS

OLEH

ARIFAH

087033016/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENGARUH KOMPONEN KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAN PREVENTION MOTHER TO CHILD TRANSMISSION (PMTCT) OLEH

BIDAN TERHADAP KUNJUNGAN KLIEN PADA PELAYANAN VOLUNTARY COUNCELLING AND TEST (VCT) HIV-AIDS

DI KOTA MEDAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Promosi Kesehatan dan Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

ARIFAH

087033016/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : PENGARUH KOMPONEN KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAN PREVENTION

MOTHER TO CHILD TRANSMISSION (PMTCT) OLEH BIDAN TERHADAP

KUNJUNGAN KLIEN PADA

PELAYANAN VOLUNTARY COUNCELLING AND TEST (VCT) HIV-AIDS DI KOTA MEDAN Nama Mahasiswa : Arifah

Nomor Induk Mahasiswa : 087033016

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Perilaku

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof.dr. Guslihan Dasatjipta. SpA(K)) Ketua

(dr. Jamaludin, M.A.R.S) Anggota

Ketua Program Studi

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 31 Agustus 2010

Panitia Penguji Tesis

Ketua : Prof.dr. Guslihan Dasatjipta. SpA (K) Anggota : 1. dr. Jamaludin, M.A.R.S

2. Andi Ilham, S.K.M, M.Epid 3. Asfriati, S.K.M, M.Kes


(5)

SURAT PERNYATAAN

PENGARUH KOMPONEN KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAN PREVENTION MOTHER TO CHILD TRANSMISSION (PMTCT) OLEH

BIDAN TERHADAP KUNJUNGAN KLIEN PADA PELAYANAN VOLUNTARY COUNCELLING AND TEST (VCT) HIV-AIDS

DI KOTA MEDAN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, September 2010

(Arifah) 087033016


(6)

ABSTRAK

AIDS telah menyerang di segala segmen masyarakat termasuk pada kelompok ibu rumah tangga, wanita hamil, dan bayi yang tertular dari ibunya. Sebagai tenaga kesehatan, bidan diharapkan berperan serta dalam penanggulangan HIV/AIDS melalui program Prevention Mother To Children Transmission (PMTCT). Pada studi pendahuluan di beberapa puskesmas di Kota Medan Tahun 2010 diketahui bahwa masih lemahnya proses komunikasi antara bidan dengan kelompok ibu rumah tangga dan wanita hamil.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh komponen komunikasi dalam pelaksanaan PMTCT oleh bidan terhadap kunjungan klien pada pelayanan

voluntary councelling and test (VCT) di Kota Medan. Penelitian ini bersifat

explanatory study dengan populasi 33 orang bidan dan sekaligus menjadi sampel penelitian. Data dikumpulkan melalui kuesioner dan dianalisis dengan menggunakan Uji Regresi Linier Berganda.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada pengaruh komponen komunikasi terhadap kunjungan klien pada pelayanan voluntary councelling and test (VCT).

Diharapkan kepada petugas kesehatan lebih meningkatkan program PMTCT sehingga kelompok ibu rumah tangga dan ibu hamil mau mengunjungi klinik VCT serta meningkatkan penyuluhan dengan menggunakan media yang menarik sehingga masyarakat mengerti dan mengetahui dengan baik.


(7)

ABSTRACT

AIDS has been assaulted in all segments of comunity including the group of housewives, pregnant women, and infants who were transmitted the disease from her mother. As health officer, midwives were expected to participate in HIV / AIDS through Prevention Mother To Children Transmission (PMTCT). On preliminary study at health centers in Medan 2010 it was known that the communication process between the midwives with the group of housewives and pregnant women remained low.

This research aimed to analyze the influence of the components communication on the implementation of PMTCT by midwives to client visits in voluntary services councelling and test (VCT) in Medan. This research was an explanatory study. The populations were 33 midwives and all of them became samples. Data were obtained from questionnaires and analyzed by using multiple linear regression test.

The result showed the influence of the overall communication component for client visits to communicant influence on voluntary service councelling and test (VCT).

Health officer were expected to further improve PMTCT programs so that groups of housewives and pregnant women would visit the clinic for VCT and to increase education by using interesting media in order to make people more understand.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan Kehadirat Allah SWT atas Rahmat dan KaruniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “ Pengaruh Komponen Komunikasi dalam Pelaksanaan Prevention Mother To Child Transmission (PMTCT) oleh Bidan terhadap Kunjungan Klien pada Pelayanan

Voluntary Councelling and Test (VCT) di Kota Medan”.

Penulisan ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Dalam penulisan ini, penulis banyak mendapatkan bantuan, bimbingan dan motivasi dari berbagai pihak pada kesempatan ini penulis mengucapakan banyak terima kasih tak terhingga kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dan Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M, Selaku Sekretaris Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(9)

4. Prof. dr. Guslihan Dasatjipta, Sp.A(K) dan dr.Jamaludin M.A.R.S, selaku komisi pembimbing yang telah banyak membimbing penulis dengan penuh kesabararan dari awal sampai selesainya penyusunan tesis ini.

5. Andi Ilham S.K.M. M.Epid dan Asfriyati S.K.M. M.Kes, selaku dosen pembanding yang telah banyak memberikan masukan demi kesempurnaan penulisan tesis ini.

6. Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan beserta pegawai yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian.

7. Seluruh dosen yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat selama pendidikan S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

8. Seluruh bidan yang telah mengikuti pelatihan PMTCT yang telah memberikan informasi bagi penulis selama melakukan penelitian.

9. Ayahanda dan Ibunda tercinta serta kakak dan adikku tersayang untuk segala dukungan moril dan materil serta pengertiannya.

10. Suami dan anak – anak tercinta atas segala dukungan, kesabaran dan pengertiannya, serta sumber inspirasi dan motivasi.

11. Sahabatku Roslina Yulianti, S.ST dan Burhanuddin Harahap S.K.M, dr. Abdul Wahid untuk segala dukungan dan motivasi yang telah berkontribusi dalam terselesainya tesis ini.

12. Staf non akademik Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat yang telah memberikan fasilitas yang dibutuhkan peneliti.


(10)

13. Rekan – rekan satu angkatan, khususnya minat Studi PKIP, atas dukungan dan kebersamaan yang diberikan.

14. Semua pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu yang telah berkontribusi dalam terselesaikannya tesis ini.

Hanya Allah SWT yang senantiasa dapat memberikan balasan atas kebaikan yang telah diperbuat. Selanjutnya demi kesempurnaan tesis ini, peneliti sangat mengharapkan masukan, saran dan kritik yang bersifat membangun.

Medan, September 2010


(11)

RIWAYAT HIDUP

Arifah, lahir di Padang pada tanggal 7 Juli 1970, Anak ketiga dari Ayahanda Drs. Mohd Umar dan Ibunda Basriamah yang saat ini bertempat tinggal di Jalan Garu III, No.52 Medan.

Pendidikan formal penulis dimulai tahun 1978 di Sekolah Dasar di SD Sahara Padang tamat Tahun 1984, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Padang tamat tahun 1987, Sekolah Perawat Kesehatan di SPK Aisiyah Muhammadiyah Padang tamat tahun 1990, Program Pendidikan Bidan (DI Kebidanan) DepKes RI Padang tamat tahun 1991, D-III Keperawatan Poltekes Medan tamat tahun 2005 dan S1 Keperawatan di Universitas Prima Husada tamat tahun 2007, dan Penulis mengikuti Pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan tahun 2008.

Penulis menikah Tahun 1994 dan mempunyai 4 orang anak. Penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil dari. Tahun 1991 sampai 1997 sebagai Bidan Desa di Wilayah Kerja Puskesmas Sungai Tarab II Kabupaten Tanah Datar di Sumatera Barat (Padang). Tahun 1997 sampai tahun 1999 bekerja di Puskesmas Sungai Tarab II Kabupaten Tanah Datar di Sumatera Barat (Padang). Pada Tahun 2000 sampai saat ini bekerja di Puskesmas Bromo Medan.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR ... ... iii

RIWAYAT HIDUP ... ... vi

DAFTAR ISI... .... vii

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN... xiv

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... ... 7

1.3. Tujuan penelitian ... ... 7

1.4. Hipotesis ... ... 8

1.5. Manfaat penelitian ... ... 8

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA... 9

2.1.Pengertian Komunikasi ... 9

2.1.1. Komunikasi ... ... 9

2.1.2. Tujuan Komunikasi ... 10

2.1.3. Proses Komunikasi ... 10

2.1.4. Komponen komunikasi... ... 12

2.1.5. Paradigma Harold Laswe11... ... 17

2.1.6. Model Komunikasi ... 18

2.2. Acquirred Immuno Deficiency Syndrome(AIDS)... 18

2.3. Jumlah Kasus HIV-AIDS 2006 secara global ... ... 20

2.3.1. Kasus Global Burden 2009 ... 21

2.3.2. Angka Kasus HIV-AIDS di Sumatera Utara 2004 - 2009... 22

2.3.3. Usaha Penanggulangan HIV-AIDS di Sumatera Utara 2008 - 2009 ... ... 23

2.3.4. Kebijakan Program Pencegahan Penularan HIV... 25

dari Ibu ke Bayi ... 25

2.3.5. Integrasi Program ... 25

2.3.6. Konseling dan Tes HIV Sukarela ... 26

2.3.7. Penularan HIV dari Ibu ke Bayi ... 28

2.4. Pengertian Bidan ... 31


(13)

2.6.Landasan Teori ... ... ... 34

2.7.Kerangka Konsep ... 37

BAB 3 METODE PENELITIAN... 38

3.1. Jenis Penelitian... .... 38

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... ... 38

3.3. Populasi dan Sampel ... ... 38

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 38

3.4.1. UjiValiditas... 38

3.4.2. Uji Reliabelitas ... 40

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 41

3.6. Metode Pengukuran ... 43

3.7. Metode Analisis Data ... ... 45

BAB 4 HASIL PENELITIAN... 47

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 47

4.2. Karakteristik Responden... 48

4.3. Hasil Analisis Univariat... 49

4.3.1.Distribusi Responden Menurut Komunikator dalam pelaksanaan Prevention Mother To Child Transmission (PMTCT) Oleh Bidan Tehadap Kunjungan Klien Pada Pelayanan Voluntary Councelling And Test (VCT) HIV-AIDS di Kota Medan ... 49

4.3.2.Distribusi Responden Menurut Pesan Dalam Pelaksanaan Prevention Mother To Child Transmission (PMTCT) Oleh Bidan Tehadap Kunjungan Klien Pada Pelayanan Voluntary Councelling And Test (VCT) HIV-AIDS di Kota Medan ... 50

4.3.3.Distribusi Responden Menurut Media Dalam Pelaksanaan Prevention Mother To Child Transmission (PMTCT) Oleh Bidan Tehadap Kunjungan Klien Pada Pelayanan Voluntary Councelling And Test (VCT) HIV-AIDS di Kota Medan ... 51

4.3.4.Distribusi Responden Menurut Komunikan dalam pelaksanaan Prevention Mother To Child Transmission (PMTCT) Oleh Bidan Tehadap Kunjungan Klien Pada Pelayanan Voluntary Councelling And Test (VCT) HIV-AIDS di Kota Medan ... 52

4.3.5.Distribusi Responden Menurut Kunjungan Klien Dalam Pelaksanaan Prevention Mother To Child Transmission (PMTCT) Oleh Bidan Tehadap Kunjungan Klien Pada Pelayanan Voluntary Councelling And Test (VCT) HIV-AIDS di Kota Medan ... 52

4.4. Hasil Analisis Bivariat... 53 4.4.1. Hubungan Komunikator dalam pelaksanaan Prevention Mother


(14)

Kunjungan Klien Pada Pelayanan Voluntary Councelling And

Test (VCT) HIV-AIDS di Kota Medan... 53 4.4.2.Hubungan Pesan Dalam Pelaksanaan Prevention Mother To

Child Transmission (PMTCT) Oleh Bidan Tehadap Kunjungan Klien Pada Pelayanan Voluntary Councelling And Test (VCT) HIV-AIDS di Kota Medan ... 54 4.4.3.Hubungan Media Dalam Pelaksanaan Prevention Mother To

Child Transmission (PMTCT) Oleh Bidan Tehadap Kunjungan Klien Pada Pelayanan Voluntary Concelling And Test (VCT)

HIV-AIDS di Kota Medan ... 58 4.4.4.Hubungan Komunikan Dalam Pelaksanaan Prevention Mother

To Child Transmission (PMTCT) Oleh Bidan Tehadap Kunjungan Klien Pada Pelayanan Voluntary Councelling And Test (VCT)

HIV-AIDS di Kota Medan ... 59 4.5. Hasil Analisi Multivariat ... 60

4.5.1. Pengaruh Komponen Komunikasi dalam pelaksanaan Prevention Mother To Child Transmission (PMTCT) Oleh Bidan Tehadap Kunjungan Klien Pada Pelayanan

Voluntary Councelling And Test (VCT) HIV-AIDS di Kota

Medan ... 60 4.5.2. Pengaruh Komponen Komunikator, Pesan, dan Komunikan

dalam pelaksanaan Prevention Mother To Child

Transmission (PMTCT) Oleh Bidan Tehadap Kunjungan Klien Pada Pelayanan Voluntary Councelling And Test (VCT)

HIV-AIDS di Kota Medan ... 61 BAB 5 PEMBAHASAN ... 63 5.1. Pengaruh Komponen Komunikasi dalam pelaksanaan Prevention

Mother To Child Transmission (PMTCT) Oleh Bidan Tehadap Kunjungan Klien Pada Pelayanan Voluntary Councelling And

Test (VCT) HIV-AIDS di Kota Medan ... 63 5.2. Pengaruh Komponen Komuniktor Dalam Pelaksanaan Prevention

Mother To Child Transmission (PMTCT) Oleh Bidan Tehadap Kunjungan Klien Pada Pelayanan Voluntary Councelling And

Test (VCT) HIV-AIDS di Kota Medan ... 65 5.3. Pengaruh Komponen Pesan Dalam Pelaksanaan Prevention Mother

To Child Transmission (PMTCT) Oleh Bidan Tehadap Kunjungan Klien Pada Pelayanan Voluntary Councelling And

Test (VCT) HIV-AIDS di Kota Medan ... 66 5.4. Pengaruh Komponen Media Dalam Pelaksanaan Prevention Mother


(15)

Klien Pada Pelayanan Voluntary Councelling And Test (VCT)

HIV-AIDS di Kota Medan... 67

5.5.Pengaruh Komponen Komunikan Dalam Pelaksanaan Prevention Mother To Child Transmission (PMTCT) Oleh Bidan Tehadap Kunjungan Klien Pada Pelayanan Voluntary Consultation And Test (VCT) HIV-AIDS di Kota Medan ... 67

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 68

6.1. Kesimpulan... 68

6.2. Saran ... 68

DAFTAR PUSTAKA... 67


(16)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

1.1. Jumlah kumulatif kasus AIDS menurut tingkat resiko (2009) ... 3

1.2. Proporsi kumulatif kasus AIDS per golongan umur (2009) ... 3

2.1. Global Burden during 2006 ... 21

3.1. UjiValiditas... ... 40

3.2. Uji Reliabilitas... ... 41

3.3. Matrik Variabel-Variabel Dalam Definisi Operasional... ... 45

4.1. Distribusi Karakteristik Responden Komponen Komunikasi dalam Pelaksanaan Prevention Mother To Child Transmission (PMTCT) Oleh Bidan Tehadap Kunjungan Klien Pada Pelayanan Voluntary Consultation And Test (VCT) Di Kota Medan... 51

4.2. Distribusi Responden Menurut Komunikator dalam pelaksanaan Prevention Mother To Child Transmission (PMTCT) Oleh Bidan Tehadap Kunjungan Klien Pada Pelayanan Voluntary Consultation Ana Test (VCT) Di Kota Medan ... 52

4.3. Distribusi Responden Menurut Pesan dalam Pelaksanaan Prevention Mother To Child Transmission (PMTCT) Oleh Bidan Tehadap Kunjungan Klien Pada Pelayanan Voluntary Consultation And Test (VCT) Di Kota Medan... 53

4.4. Distribusi Responden Menurut Media dalam pelaksanaan Prevention Mother To Child Transmission (PMTCT) Oleh Bidan Tehadap Kunjungan Klien Pada Pelayanan Voluntary Consultation And Test (VCT) Di Kota Medan... 54 4.5. Distribusi Responden Menurut Komunikan dalam pelaksanaan


(17)

Kunjungan Klien Pada Pelayanan Voluntary Consultation And Test (VCT) Di Kota Medan... 55

4.6. Distribusi Responden Menurut Kunjungan Klien dalam pelaksanaan Prevention Mother To Child Transmission (PMTCT) Oleh Bidan Tehadap Kunjungan Klien Pada Pelayanan Voluntary Consultation And Test

(VCT) DI Kota Medan ... 56

4.7. Hubungan Komunikator Dalam Pelaksanaan Prevention To

Child Transmission (PMTCT) Oleh Bidan Tehadap Kunjungan

Klien Pada Pelayanan Voluntary Consultation And Test (VCT)

Di Kota Medan ... 57 4.8. Hubungan Pesan dalam pelaksanaan Prevention Mother To Child

Transmission (PMTCT) Oleh Bidan Tehadap Kunjungan Klien

Pada Pelayanan Voluntary Consultation And Test (VCT)

Di Kota Medan ... 58

4.9. Hubungan Media Dalam Pelaksanaan Prevention Mother To

Child Transmission (PMTCT) Oleh Bidan Tehadap Kunjungan

Klien Pada Pelayanan Voluntary Consultation And Test (VCT)

Di Kota Medan ... 59

4.10. Hubungan Komunikan dalam pelaksanaan Prevention Mother

To Child Transmission (PMTCT) Oleh Bidan Tehadap

Kunjungan Klien Pada Pelayanan Voluntary Consultation And

Test (VCT) Di Kota Medan ... 60

4.11. Hasil uji Regresi Linear Berganda Pengaruh Komponen

Komunikasi Dalam Pelaksanaan Prevention Mother To Child

Transmission (PMTCT) Oleh Bidan Tehadap Kunjungan Klien

Pada Pelayanan Voluntary Consultation And Test (VCT)


(18)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

2.1. Schema Model Komunikasi Harold Lasswell ... 12

2.2. Paradigma Harold Lasswell... 17

2.3. Model Komunikasi Schramm ... 18

2.4. Statistik kasus HIV AIDS di Sumatera Utara... 22


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1. Lembar Permohonan Menjadi Responden ... 60

2. Lembar Persetujuan Responden ... 61

3. Kuesioner Penelitian... 62

4. Surat Izin Survey Dari Fakultas Kesehtan Masyarakat ... 65

5. Surat Izin Survey Dari Dinas Kesehatan Kota Medan ... 66

6. Surat Izin Penelitian Dari Fakultas Kesehtan Masyarakat ... 67

7. Surat Izin Penelitian Dari Dinas Kesehatan Kota Medan... ... 68

8. Lampiran Uji Validitas dan Reliabilitas ... 69

9. Lampiran Hasil Analisa Data ... ... 70


(20)

ABSTRAK

AIDS telah menyerang di segala segmen masyarakat termasuk pada kelompok ibu rumah tangga, wanita hamil, dan bayi yang tertular dari ibunya. Sebagai tenaga kesehatan, bidan diharapkan berperan serta dalam penanggulangan HIV/AIDS melalui program Prevention Mother To Children Transmission (PMTCT). Pada studi pendahuluan di beberapa puskesmas di Kota Medan Tahun 2010 diketahui bahwa masih lemahnya proses komunikasi antara bidan dengan kelompok ibu rumah tangga dan wanita hamil.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh komponen komunikasi dalam pelaksanaan PMTCT oleh bidan terhadap kunjungan klien pada pelayanan

voluntary councelling and test (VCT) di Kota Medan. Penelitian ini bersifat

explanatory study dengan populasi 33 orang bidan dan sekaligus menjadi sampel penelitian. Data dikumpulkan melalui kuesioner dan dianalisis dengan menggunakan Uji Regresi Linier Berganda.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada pengaruh komponen komunikasi terhadap kunjungan klien pada pelayanan voluntary councelling and test (VCT).

Diharapkan kepada petugas kesehatan lebih meningkatkan program PMTCT sehingga kelompok ibu rumah tangga dan ibu hamil mau mengunjungi klinik VCT serta meningkatkan penyuluhan dengan menggunakan media yang menarik sehingga masyarakat mengerti dan mengetahui dengan baik.


(21)

ABSTRACT

AIDS has been assaulted in all segments of comunity including the group of housewives, pregnant women, and infants who were transmitted the disease from her mother. As health officer, midwives were expected to participate in HIV / AIDS through Prevention Mother To Children Transmission (PMTCT). On preliminary study at health centers in Medan 2010 it was known that the communication process between the midwives with the group of housewives and pregnant women remained low.

This research aimed to analyze the influence of the components communication on the implementation of PMTCT by midwives to client visits in voluntary services councelling and test (VCT) in Medan. This research was an explanatory study. The populations were 33 midwives and all of them became samples. Data were obtained from questionnaires and analyzed by using multiple linear regression test.

The result showed the influence of the overall communication component for client visits to communicant influence on voluntary service councelling and test (VCT).

Health officer were expected to further improve PMTCT programs so that groups of housewives and pregnant women would visit the clinic for VCT and to increase education by using interesting media in order to make people more understand.


(22)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Penyakit Acquired Immunity Deficiency Syndrome (AIDS) yang diakibatkan oleh Human Immuno Deficiensy Virus (HIV), dianggap oleh seluruh lapisan masyarakat dunia sebagai suatu malapetaka global. Semua kelompok, baik sebagai pengidap penyakit, pihak masyarakat yang perduli kesehatan, pihak pemerintah, serta organisasi sosial masyarakat perduli AIDS, menyadari penting adanya usaha terpadu untuk melakukan tindakan promosi dan prevensi terhadap penyebaran penyakit HIV AIDS (DepKes RI, 2007).

Kondisi pertumbuhan / perkembangan penyakit HIV/AIDS di Indonesia dinilai sudah meningkat kritis. Dalam triwulan Januari hingga Maret 2009 di seluruh Indonesia dilaporkan ada penambahan penderita AIDS (sudah menampakkan gejala secara fisik) sebesar 854 kasus. Pengidap infeksi HIV (kasus ditemukan terinfeksi tapi belum menampakkan gejala) ditemukan mencapai 114 sehingga sampai saat ini total penambahan di triwulan pertama 2009, mencapai 968 kasus. Secara kumulatif kasus pengidap HIV dan AIDS (1 Januari 1987 - 31 Maret 2009) terdiri dari HIV sebanyak 6.668 kasus, sementara AIDS sebanyak 16.964 kasus. Jumlah keseluruhan mencapai 23.632 kasus, dengan angka kematian 3.992 jiwa.

Dari fakta pertumbuhan jumlah kasus sedemikian signifikan, Pemerintah melalui Depkes RI melakukan usaha-usaha penanggulangan yang lebih intensif


(23)

dengan melakukan promosi supaya pihak masyarakat turut berpartisipasi, bahu membahu menjaga diri dari kemungkinan infeksi HIV. Tujuan himbauan ini agar kasus HIV dan AIDS tidak bertambah. Meningkatnya HIV dan AIDS diperkirakan lebih banyak karena hetero seksual (gonta – ganti pasangan), homoseksual, pemakaian jarum suntik atau IDU, dan penularan dari ibu hamil pengidap HIV dan AIDS terhadap bayi yang dilahirkan. Statistik jumlah kumulatif kasus AIDS menurut jenis kelamin: (1) laki – laki sebanyak 12.640 kasus dan (2) wanita sebanyak 4.239 kasus (Medan, Analisa, 23 Juli 2009).

Hal yang paling mengkhawatirkan adalah tingkat penularan HIV / AIDS pada kelompok usia umur reproduktif tinggi, yaitu mencapai tingkat penularan HIV / AIDS pada kelompok 90 %. Kondisi ini otomatis akan memperbesar kemungkinan terjadinya penularan HIV AIDS dari ibu hamil kepada bayi yang dikandung. Menurut temuan sampai saat ini sebanyak 16 anak berusia 0 – 9 tahun diketahui telah terjangkit HIV/AIDS. Namun, jumlah 16 tersebut diperkirakan terlalu kecil dibandingkan dengan fakta yang sesungguhnya (RSUPHAM; 2005 – 2008).

Hingga April 2009, KPA Sumut mencatat temuan sebanyak 23 orang ibu rumah tangga dan 17 orang bayi terjangkit HIV/AIDS. Kota Medan sendiri dilaporkan sebagai daerah yang terbanyak ditulari HIV / AIDS di Sumatera Utara. Jumlah pengidap di daerah ini adalah : HIV / AIDS sebanyak 1181 kasus. Berdasarkan laporan 11 klinik VCT di Medan tahun 2009, kunjungan ke klinik VCT berjumlah 661 orang. Dari sejumlah tersebut terdapat kasus HIV sebanyak 584 orang,


(24)

AIDS 77 orang. Jumlah kelompok menurut kelompok gender, laki-laki sebanyak 515 orang dan perempuan sebanyak 146 orang.

Tabel 1.1. Jumlah kumulatif kasus AIDS menurut tingkat resiko (2009)

Resiko Jumlah

Hetero seksual 412

Homoseksual 10

Jarum suntik atau IUD 216

Transmisi perinatal atau ibu hamil menular pada bayi 14

Transfusi darah 1

Tidak diketahui penyebab 8

Sumber Dinkes Medan 2010

Tabel 1.2. Proporsi kumulatif kasus AIDS per golongan umur (2009) :

Umur Jumlah

≤15 tahun 18

16 – 24 tahun l 94

25 – 34 tahun 380

35 – 44 tahun 122

≥ 55 tahun 47

Tidak diketahui penyebab 8

Sumber Dinkes Medan 2010

Berdasarkan data di atas pihak pelayanan kesehatan perlu melakukan peningkatan pelayanan program Prevention Mother to Child Transmission (PMTCT) untuk menghentikan penularan HIV / AIDS dari ibu hamil ke bayi yang dikandung. Program PMTCT dimulai dari : (1) pencegahan penularan HIV / AIDS untuk kelompok usia reproduktif tinggi hingga (2) pemberian dukungan psikologis serta sosial pada ibu dan bayi pengidap HIV/AIDS.

Bidan sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan ibu hamil, kelahiran dan pemeliharaan kesehatan ibu dan anak, memiliki peran cukup strategis dalam upaya menekan laju pertumbuhan penyakit HIV / AIDS di antara kelompok masyarakat


(25)

pengunjung Puskesmas terutama pada pelayanan KIA. Para bidan di latih agar memiliki pengetahuan tentang pencegahan transmisi HIV/AIDS dari ibu ke bayi. Proses penularan HIV AIDS dapat berlangsung melalui proses kehamilan, persalinan, maupun proses pemberian air susu ibu pada bayi. Kondisi beresiko ini menuntut komitmen lintas kelembagaan, pemerintah maupun swasta untuk menciptakan berbagai program dan aktifitas, secara optimal untuk mencegah penularan HIV / AIDS dari ibu ke anak (Jamaludin ,2009).

Pemanfaatan Bidan dalam hal penanggulangan HIV / AIDS di khususkan untuk program Prevention of Mother to Child Transmission (PMTCT) atau penularan dari ibu ke bayi. Para bidan diharapkan cermat melakukan anamnese para ibu hamil (bumil) tentang ada tidaknya faktor risiko terinfeksi HIV. Selain itu ibu hamil diharapkan secara suka rela memeriksakan diri ke klinik VCT (Voluntary Counceling and Testing). Tujuan kegiatan VCT adalah untuk mendeteksi apakah seseorang (ibu dan suami) terkena HIV atau tidak, Dalam pelayanan sehari-hari diprediksi akan ada 20 persen ibu hamil yang diperiksa di Puskesmas / RS, dirujuk ke klinik VCT. Bila di VCT ditemukan ibu hamil, dan wanita usia produktif positif HIV dirujuk ke program PMTCT. Secara khusus, program PMTCT memiliki 4 sasaran yakni: (1) mencegah agar para wanita usia reproduktif tinggi tidak terinfeksi HIV. (2) Kalau ada pasien dengan HIV positif, diharapkan pasien tidak hamil. (3) Jika terlanjur ibu dengan HIV terlanjur hamil, maka ada program PMTCT untuk menangani (4) secara khusus, supaya anak yang di lahirkan tidak terinfeksi HIV. Caranya pelaksanaan secara umum mulai dari (1) pemberian profilaksis kepada ibu


(26)

hamil, (2) proses melahirkan melalui operasi caesar, (3) pemberian ASI eksklusif tiga bulan atau diberikan pengganti ASI. Kalau tidak ada tindakan intervensi, maka 15-30 persen bayi akan terinfeksi. (Pedoman Nasional Pencegahan HIV/AIDS, 2007).

Aspek-aspek komunikasi yang dapat diperankan oleh para bidan dalam tugas-tugas profesi adalah peran potensil menjadi penyebar informasi, pemberi nasihat / petunjuk pada ibu hamil bagaimana cara mencegah terjadinya transmisi virus HIV selama masa pra kehamilan, hamil dan setelah melahirkan. Semuanya ditujukan terutama pada ibu yang ternyata dijumpai potensil mengidap penyakit akibat virus HIV. Perlu ditekankan bahwa proses komunikasi penanggulangan HIV AIDS selalu berlangsung dengan tahapan: (1) perubahan nilai pengetahuan / informasi (cognitive)

pada penerima; (2) perubahan sikap (attitude) yang positif pasien dan (3) perubahan perilaku (behaviour) menjadi lebih baik (sehat) menghindari resiko HIV AIDS.

Secara sederhana komunikasi dapat dirumuskan sebagai proses pengoperan isi pesan berupa lambang-lambang dari komunikator kepada komunikan. Pengertian komunikasi menurut Dale Yoder, dkk (Surakhmat, 2006:17) dikutip dari www.wordpress.com/fag/interpersonal-communication/ - diakses 05 Mei 2008 : 22.55 WIB Communication is the interchange of information, ideas, attitudes, thoughts, and/or opinions. Komunikasi adalah pertukaran informasi, ide, sikap, pikiran dan/atau pendapat.

Komunikasi dapat berlangsung melalui peran multi aspek yang ada di sekitar inividu. Aspek komunikasi yang diangkat lebih difokuskan pada aspek-aspek (1) Siapa pemberi pesan (2) materi pencegahan HIV/AIDS (3) dengan media apa, (4) kepada siapa dan (5) bagaimana pengaruhnya terhadap kepatuhan pasien


(27)

mengunjungi klinik VCT. Indikator yang dipakai apakah ada perubahan perilaku pada individu penerima pesan, lalu mereka melakukan pemeriksaan secara sukarela ke klinik VCT (Jamaludin, 2009).

Kelompok bidan dianggap penting dibuat terpisah dari kelompok pelayanan lain adalah karena kesempatan para bidan untuk mengadakan komunikasi khusus dengan para ibu yang potensil tertular adalah lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok lain-nya. Dapat diterima bahwa di masyarakat peran bidan sebagai tempat mempertanyakan masalah kehamilan adalah hal yang lazim. Dapat dimengerti bahwa pihak bidan selain memiliki keterampilan profesi, memerlukan keterampilan melaksanakan komunikasi dengan pihak pasien yang mereka layani supaya program promosi VCT dalam rangkaian PTMCT dapat terlaksana. (Jamaludin, 2009).

1.2. Permasalahan

Menurut Harold D. Lasswel, cara terbaik untuk menjelaskan komunikasi adalah menjawab pertanyaan ” Who says what in which channel to whom with what effect”. Dari definisi Harrold D. Lasswel dapat dibuat suatu rangkaian komponen komunikasi dengan ulasan sebagai berikut: (Ruslan; 2003)

Who siapa ? Komunikator

Says what berkata apa ? Pesan

In which channel dengan media apa ? Media

To Whom kepada siapa ? Komunikan


(28)

Dari uraian tersebut diatas dapat di buat suatu rumusan permasalahan, bagaimana pengaruh aspek-aspek (komponen) komunikasi (komunikator, pesan, komunikan, media) yang dilakukan oleh bidan terutama dalam pelaksanaan PMTCT (Prevention Mother to Child Transmission) terhadap effek yaitu kunjungan komunikan (pasien) yang kemudian secara sukarela memeriksakan diri ke pos-pos pelayanan Voluntary Consultation and Test (VCT) yang telah dipersiapkan di beberapa RS di Medan dan sekitarnya tahun 2010.

1.3. Tujuan penelitian

Untuk menganalisis pengaruh proses komponen komunikasi (komunikator, pesan, komunikan, media) yang berlangsung secara bersamaan dengan kegiatan

Prevention Mother to Child Transmission (PMTCT), terhadap kunjungan pasien yang memeriksakan diri ke pelayanan Voluntary Counselling and Test (VCT) di Medan tahun 2010.

1.4. Hipotesis

Terdapat pengaruh komponen komunikasi (komunikator, pesan, komunikan, media) yang dilakukan oleh bidan dalam pelaksanaan Prevention Mother to Child Transmission (PMTCT) terhadap kunjungan pasien yang memeriksakan diri ke pelayanan Voluntary Counselling and Test (VCT) di Medan tahun 2010.


(29)

1.5. Manfaat penelitian

1. Memberi informasi pada masyarakat dan pemerhati kesehatan masyarakat lain pada umumnya bagaimana pemerintah serta masayarakat telah melakukan penanggulangan terhadap penyebaran penyakit HIV-AIDS.

2. Memberi informasi penting pada pihak pemerintah tentang deskripsi tentang usaha prevensi (pencegahan) apa yang sudah dilakukan khusus untuk tujuan pencegahan penyebaran HIV-AIDS melalui jalur pembinaan keluarga berencana serta Kesehatan Ibu dan Anak di kelompok BKIA.

3. Memberi informasi tentang kekuatan komunikasi oleh pihak bidan, berpengaruh pada perubahan perilaku komunikan (pasien) di lingkungan pelayanan PMTCT dengan indikator partsipasi mereka memeriksakan diri ke pos pelayanan VCT.


(30)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Komunikasi 2.1.1. Komunikasi

Kata komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris berasal dari kata Latin yang berarti “sama”, communico, communication, atau communicare yang berarti membuat sama” (to make common). Istilah pertama communis adalah istilah yang paling sering disebut sebagai asal- usul kata komunikasi, yang merupakan akar dari kata Latin lainnya yang mirip. Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan yang dianut secara sama. Akan tetapi berbagai defenisi menyarankan bahwa komunikasi merujuk pada cara berbagai hal tersebut, seperti dalam kalimat “kita berbagi fikiran”, “kita mendiskusikan makna”, dan “kita mengirimkan pesan”. (Mulyana, Dedy, 2005).

Komunikasi menurut kamus Webster berarti suatu proses dengan apa informasi dipertukarkan diantara individu – individu melalui suatu sistem yang umum dalam simbol-simbol, tanda-tanda atau perilaku.

Komunikasi adalah suatu proses pengiriman pesan dari komunikator kepada komunikan secara sepihak atau timbal balik dengan tujuan memberi pengaruh, minimal informasi pada pihak penerima pesan. Pengaruh informasi dapat memberi manfaat perubahan sikap (attitude) dan seterusnya perubahan tindakan /perilaku (behavior) dari komunikan (Ruslan, Rosady, 2006).


(31)

Komunikasi menurut Dale Yoder, dkk adalah pertukaran informasi, ide, sikap, pikiran dan/atau pendapat.

2.1.2. Tujuan Komunikasi

Tujuan komunikasi umum menurut Watson dan Hill : (1) sebagai instrumen penyampaian pesan antar pihak; (2) mengendalikan pihak-pihak supaya selaras; (3) memperjelas pengertian suatu informasi; (4) instrumen pembudayaan / pergaulan antar pihak. Effendy (1986) mempertegas secara padat bahwa komunikasi bertujuan untuk memberi suatu pesan yang dapat memberi perubahan atau penguatan informasi tertentu pada pihak-pihak yang melaksanakannya. Kata perubahan informasi (kognitif) pada penerima pesan selanjutnya diharapkan menjadi perubahan sikap (attitude) yang selalu disebut affective. Seterusnya bila berkenan dihati penerima pesan, perubahan sikap itu menjadi aksi yang selaras. Aksi yang dilakukan berulang-ulang dikenal sebagai perubahan perilaku (behavior).

2.1.3. Proses Komunikasi

Model komunikasi dari Harold Laswell’s dianggap oleh para pakar komunikasi sebagai salah satu teori komunikasi yang paling awal dalam perkembangan teori komunikasi (1948). Laswell’s menyatakan bahwa “cara yang terbaik untuk menerangkan proses komunikasi adalah menjawab pertanyaan: Who Says, What in Which Channel to Whom With What Effect (Siapa Mengatakan Apa


(32)

Melalui Saluran Apa Kepada Siapa Dengan Efek Apa). (Effendy, Onong U, 2000: 253).

Jawaban bagi pertanyaan paradigmatik Laswell itu merupakan unsur-unsur proses komunikasi, yaitu communicator (komunikator), message (pesan), media

(media), receiver (komunikan), dan effect (efek). (Effendy, Onong U., 2000:253). Adapun fungsi komunikasi menurut Laswell adalah sebagai berikut :

1. Pengamatan lingkungan

2. Korelasi kelompok-kelompok dalam masyarakat ketika menanggapi lingkungan 3. Transmisi warisan sosial dari generasi yang satu ke generasi yang lain.

Surveillance yang dimaksud oleh Lasswell adalah kegiatan mengumpulkan dan menyebarkan informasi mengenai peristiwa-peristiwa dalam suatu lingkungan; dengan kata lain penggarapan berita. Kegiatan yang disebut correlation adalah

interpretasi terhadap informasi mengenai peristiwa yang terjadi di lingkungan; dalam beberapa hal ini dapat didefenisikan sebagai tajuk rencana atau propaganda. Kegiatan

transmission of culture difokuskan kepada kegiatan mengkomunikasikan informasi, nilai, dan norma sosial dari generasi yang satu ke generasi yang lain atau dari anggota suatu kelompok kepada pendatang baru, ini sama dengan kegiatan pendidikan. (Effendy, Onong U., 2000: 254).

Vardiansyah, Dani (2004 : 115), menyampaikan dalam bukunya Pengantar Ilmu Komunikasi mengenai gambar model komuniksi yang disampaikan oleh Lasswell dengan unsur-unsur dasar, walau dengan penjabaran dan interpretasi yang


(33)

tidak persis sama, yaitu komunikator, pesan, saluran komunikasi, komunikan dan efek komunikasi sebagai berikut:

Sumber : Dani, Vardiansyah, 2004: 115

Gambar 2.1: Model Lasswell

2.1.4. Komponen Komunikasi 2.1.4.1. Komunikator

Dafid K. Berlo mengatakan bahwa sumber atau komunikator merupakan pemrakarsa atau orang yang pertama mengurai terjadinya proses komunikasi. Hal ini disebabkan karena semua peristiwa komunikasi akan melibatkan dan tergantung dari sumber sebagai pembuat atau pengirim informasi. Sumber inilah penentu keberhasilan proses komunikasi sehingga diperlukan kiat – kiat tertentu dalam menyampaikan sebah informasi. Sumber dapat berasal dari individu, kelompok maupun organisasi. Sumber pengirim pesan bisa dikatakan sebagai pusat stimulator.

Dani Vardiansyah menyampaikan dalam bukunya Pengantar Ilmu Komunikasi bahwa Pengirim pesan atau komunikator yang dimaksud di sini adalah manusia yang mengambil inisiatif dalam berkomunikasi. Pesan disampaikan komunikator untuk mewujudkan motif komunikasi. Karena itu, komunikator kita

In which channel Medium Who

Communicator

Say What ? Message

To Whom Receiver

Which what effect Effect


(34)

defenisikan sebagai manusia berakal budi yang berinisiatif menyampaikan pesan untuk mewujudkan motif komunikasinya.

Dilihat dari jumlahnya, komunikator dapat terdiri dari (a) satu orang (b) banyak orang dalam pengertian lebih dari satu orang, serta (c) massa. Apabila lebih dari satu orang yakni banyak orang di mana mereka relatif saling kenal sehingga terdapat ikatan emosional yang kuat dalam kelompoknya, maka kumpulan banyak orang ini kita sebut kelompok kecil. Apabila lebih dari seorang atau banyak orang relatif tidak saling kenal secara pribadi dan karenanya ikatan emosionalnya kurang kuat, maka kita sebagai kelompok besar atau publik. Namun apabila banyak orang atau lebih dari satu orang ini memiliki tujuan yang sama dan untuk mencapai tujuan tersebut terdapat pembagian kerja di antara para anggotanya, maka wadah kerjasama yang terbentuk sebagai kesatuan banyak orang ini lazim kita sebut organisasi. Jadi, selain komunikator dapat berupa banyak orang dalam kelompok kecil dan kelompok besar, juga dapat berbentuk organisasi. Misalnya, dalam tataran komunikasi massa, komunikatornya biasanya adalah organisasi penerbitan, yakni tim redaksi surat kabar.

2.1.4.2. Pesan

Dani Vardiansyah menyampaikan dalam bukunya Pengantar Ilmu Komunikasi bahwa pesan pada dasarnya abstrak. Untuk membuatnya konkret agar dapat dikirim dan diterma oleh komunikan, manusia dengan akal budinya menciptakan sejumlah lambing komunikasi berupa suara, mimik, gerak-gerik, bahasa lisan, dan bahasa tulisan. Pesan bersifat abstrak; komunikan anda tidak akan tahu apa


(35)

yang ada dalam benak anda sampai anda mewujudkan dalam salah satu bentuk atau kombinasi lambang-lambang komunikasi ini. Karena itu, lambang komunikasi disebut juga bentuk pesan, yakni wujud konkret dari pesan, berfungsi mewujudkan pesan yang abstrak menjadi konkret. Suara, mimik, dan gerak-gerik lazim digolongkan dalam pesan nonverbal, sedangkan bahasa lisan dan bahasa tulisan dikelompokkan dalam pesan verbal.

Awalnya manusia berkomunikasi hanya dengan mimik dan gerak-gerik serta suara yang relatif tanpa makna, kecuali untuk mempertegas mimik dan gerak gerik. Pesan disampaikan komunikator kepada komunikan untuk mewujudkan motif komunikasi: apa yang ia pikir dan rasakan. Karena itu, pesan kita definisikan sebagai segala sesuatu, verbal maupun non verbal, yang disampaikan komunikator kepada komunikan untuk mewujudkan motif komunikasinya.

2.1.4.3. Media Komunikasi

Saluran komunikasi adalah jalan yang dilalui pesan komunikator untuk sampai ke komunikannya. Terdapat dua jalan agar pesan ke komunikator untuk sampai ke komunikannya, yaitu tanpa media (nonmediated communication yang berlangsung face to face, tatap muka) atau dengan media. Media yang dimaksud di sini adalah media komunikasi. Media merupakan bentuk jamak dari medium. Medium komunikasi kita artikan sebagai alat perantara yang sengaja dipilih komunikator untuk menghantarkan pesannya agar sampai ke komunikan. Jadi unsur pertama dari media komunikasi adalah pemilihan dan penggunaan alat perantara yang


(36)

dilakukan komunikator dengan sengaja. Artinya, hal ini mengacu kepada pemilihan dan penggunaan teknologi media komunikasi.

Media komunikasi dilihat dari jumlah target komunikannya dapat dibedakan atas media massa dan non media massa. Media massa dilihat dari waktu terbitnya dapat dibedakan atas media massa periodik dan media massa non periodik. Periodik berarti terbit teratur pada waktu-waktu yang telah ditentukan sebelumnya. Media massa periodik dapat dibedakan atas yang elektronik (radio, TV) dan non elektronik atau cetak (surat kabar, majalah). Media massa non periodik dimaksudkan pada media massa yang bersifat eventual, tergantung pada event tertentu. Setelah event

usai, selesai pulalah penggunaannya. Untuk itu, media massa nonperiodik dapat dibedakan atas manusia (juru kampanye atau sales promotion girl) dan benda (poster, spanduk, leaflet).

Kembali kepada nonmedia massa. Dilihat dari sifatnya, dapat dibedakan atas nonmedia massa benda. Nonmedia massa benda dapat dibedakan atas yang elektronik (telepon, fax) dan yang nonelektronik (surat). Perkembangan teknologi komunikasi terkini, yakni teknologi komputer dengan internetnya, melahirkan media yang bersifat multimedia. Dikatakan multimedia karena hampir seluruh bentuk media komunikasi yang telah dikenal umat manusia menyatu dalam elektronik digitalnya. Di internet kita dapat menemukan surat elektronik, i-phone (telepon internet), surat kabar/majalah elektronik, radio internet, bahkan kegiatan tatap muka melalui internet (video conference).


(37)

Kembali kepada komunikasi langsung tatap muka. Pada dasarnya, yang dilakukan adalah aktivitas komunikasi. Aktivitas komunikasi tatap muka ini bentuknya bermacam-macam, mulai dari perbincangan, wawancara, konseling, rapat, seminar, lokakarya, hingga pameran dimana target komunikasi (calon konsumen) dapat berbincang langsung tatap muka dengan wakil dari perusahaan guna membicarakan produk yang dipamerkan.

2.1.4.4. Komunikan

Dani Vardiansyah menyampaikan dalam bukunya Pengantar Ilmu Komunikasi bahwa Penerima pesan disebut komunikan. Komunikan didefinisikan sebagai manusia berakal budi, kepada siapa pesan komunikator ditujukan. Dalam proses komunikasi, utamanya dalam tataran antar pribadi, peran komunikator dan komunikan bersifat dinamis, saling berganti. Komunikan disebut juga penerima. Dalam konteks komunikasi massa, komunikan lazim disebut khalayak, tujuan (destination), pemirsa, pendengar, pembaca, target sasaran.

Menurut Dafid K. Berlo (1960) yang dikutif oleh Cangara H (2004) komunikan merupakan objek sasaran pesan yang dikirim oleh pengirim pesan. Untuk mencapai keberhasilan dalam komunikasi sebaiknya harus mengenali penerima. Hal – hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut ;

1. Karakteristik 2. Budaya


(38)

4. Tingkat pemahaman 5. Waktu

6. Lingkungan fisik dan sikologis 7. Tingkat kebutuhan.

2.1.5. Paradigma Harold Lasswell

8.

9.

(Sumber : Ruslan, Rosadi; 2003)

Gambar 2.2: Schema Model Komunikasi Harold Lasswell

Komunikasi menurut Harold Lasswell dapat dianalisis menurut paradigma :

Who Says What In which Channel To Whom and With What Effect? (Watson, James & Hill, Anne; 1996), Artinya: “Siapa mengatakan apa, dengan jalur apa, kepada siapa dan dengan pengaruh apa?”. Maknanya adalah: pengaruh komunikasi dari siapa (bidan), mengatakan apa (materi) dengan cara apa (media), kepada siapa (komunikan dengan karakteristik masing-masing), dan dengan pengaruh apa (apakah penerima pesan selanjutnya memeriksakan diri ke VCT). Paradigma Lasswell penting dianalisis untuk mengetahui bagaimana proses komunikasi efektif mampu membujuk pasien sehingga mengikuti program VCT.

In which channel --- Medium Who --- Communi-cator

Say What ?

--- Message To Whom --- Receiver Which what effect? --- Effect


(39)

2.1.6. Model Komunikasi

Menurut Wilbur Schramm (1954) bahwa model komunikasi dapat disamakan dengan mekanisme model proses seperti diilustrasikan pada gambar berikut :

Sumber : (Watson dan Hill; 1996)

Gambar 2.3. Model Komunikasi Schramm

Dengan model mekanis di atas Schramm menjelaskan bahwa proses komunikasi hanya dapat berlangsung efektif bila pada proses tersebut ada pihak (1)

source (sumber informasi atau pesan) yang menjadi inisiato/pencetus; (2) ada proses pengkodean pesan ke dalam bentuk-bentuk sandi (kode) tertentu yang dianggap dapat saling dimengerti/dipahami; (3) kode-kode dikirim / dinyatkan dengan sinyal (bahasa, gerakan dll); (4) sinyal diindra (dipersepsi) setelah ada penterjemahanan / interpretasi sinyal dari pesan oleh (5) penerima pesan sebagai target.

2.2. Acquirred Immuno Deficiency Syndrome (AIDS).

Berdasarkan namanya AIDS berarti suatu kondisi yang dapat ditemukan pada individu pasien pengidap penyakit yaitu sekumpulan gejala-gejala (sindroma) khas kekurangan imunitas (daya pertahanan alam – kekebalan) menahan infeksi. Penyebab


(40)

dari sindroma adalah virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) (Supari SF, 2006, Rencana Strategis Departemen Kesehatan Tahun 2005 – 2010, Jakarta).

Selanjutnya HIV memiliki keganasan yaitu merusak sistem daya pertahanan alam (kekebalan – imunitas) dari penderita sehingga riskan berakibat fatal sekalipun hanya tercemar bibit penyakit yang pada orang sehat tidak mengakibatkan hal-hal yang mematikan. Virus dapat menular melalui hubungan langsung antara cairan tubuh atau darah yang tercemar milik pengidap ke jaringan peredaran darah dari pengidap yang baru (Supari SF, 2006, Rencana Strategis Departemen Kesehatan Tahun 2005 – 2010, Jakarta).

Penularan terutama melalui pintu masuk (port of entry) hubungan seksual (homo atau hetero), luka-luka tercemar, intra placenta ibu tercemar, melalui jarum suntik pada pengguna narkoba yang ceroboh serta pencemaran diruang bedah, pelayanan kesehatan gigi, proses kehamilan, persalinan, proses pemeliharaan anak bayi dan lain-lain. Sampai saat ini tidak ada dikenal suatu obat yang ampuh mengeradiasi virus dari tubuh pengidap. Hal-hal yang dilakukan sejauh ini terbatas pada usaha meredam perkembangan akibat virus supaya tidak menjadi lebih parah, pencegahan penularan serta santunan biaya hidup serta pengobatan pada pasien penderita (Supari SF, 2006).

Perkembangan penyakit di tubuh pengidap selalu progresif yang pada awalnya hampir-hampir tidak menimbulkan gejal yang mencurigakan. Kondisi yang tersembunyi seperti itu menjadikan HIV sebagai suatu penyakit yang tiba-tiba saja muncul pada pasien ketika semua sudah jadi terlambat. Masalah yang menguatkan


(41)

tragedi penularan adalah ketertutupan dari para pengidap yang memang tidak mengetahui perihal penyakit yang diidapnya, atau ia selalu menutup rapat permasalahan perilaku yang riskan dapat menularkan penyakit HIV AIDS. Penyakit HIV AIDS sendiri sebenarnya lebih populer dikenal masyarakat sebagai penyakit orang yang aib moral, jadi kebanyakan pasien merasa malu bila suatu waktu ia diketahui mengidap penyakit tersebut (Supari SF, 2006).

Permasalahan akan lebih menyulitkan masyarakat karena resiko dari ketertutupan mereka yang terkena HIV AIDS, akan menguat karena penyakit tersebut serta merta memberi kasus predikat orang tidak bermoral, orang yang berbahaya dan harus dijauhi, sementara kasus penularan banyak dikaitkan pada masalah peredaran obat-obat terlarang ditambah dunia prostitusi. Masalah ketertutupan pasien pengidap HIV AIDS akan selalu menjadi lebih misterius dan potensi merugikan masyarakat sendiri bila fenomena tersebut tidak dirubah (Supari SF, 2006).

2.3. Jumlah Kasus HIV-AIDS 2006 secara global

Pihak WHO menyadari bahaya yang terselubung sehingga promosi badan-badan tertentu untuk menanggulangi penyakit global HIV-AIDS. Penyebaran kasus penyakit ini di Indonesia sudah semakin meluas tidak hanya di kota besar tapi juga ke daerah pendesaan. Penyebaran HIV-AIDS juga mengikuti mobilitas dari masyarakat yang semakin pesat sejalan dengan hubungan internasional serta teknologi transport yang sangat pesat. Banyak perantau ke kota besar ketika kembali ke desanya dan kawin di desa. Perantau tersebut potensil menularkan penyakit HIV-AIDS yang ia


(42)

peroleh dengan tanpa sengaja selama di perantauan. Pihak bidan dan pelayanan kesehatan lain di semua tempat, bila tidak berhati-hati dan tidak disiplin menjalankan pelayanan yang aman potensil dapat menjadi agen penularan HIV AIDS atau jadi korban penyakit itu sendiri (Supari SF, 2006).

2.3.1. Kasus Global Burden 2009

Tabel 2.1. Global Burden during 2006

Penulis Lubis (2006) mengutip tulisan Global Burden (Beban Dunia) seperti tertulis pada tabel berikut. (Tabel 2.1. Global Burden during 2006) Pada tabel dapat dilihat bahwa ada sekitar 40 juta orang diperkirakan sedang menderita HIV-AIDS. 17, 7 juta diantaranya wanita dan 2,3 juta anak-anak. Sebanyak 3,8 juta adalah kasus baru dan 530 ribu anak-anak merupakan kasus baru. Separuh dari semua kasus diperkirakan adalah para usia muda / remaja 15 – 25 tahun (Supari SF, 2006).

Urgensi pemaparan ulang masalah peran bidan dalam pencegahan / penyebaran HIV-AIDS di Sumatera Utara adalah juga penting karena proses penyebaran HIV dalam tahun-tahun terakhir selalu bertambah banyak. Dinas Kesehatan Sumatera

Global Burden, during 2006

† Worldwide 39,5 million people are estimated to be living with HIV/AIDS

† 17.7 million are women and

† 2.3 million are children

† 3.8 million are newly infected adults

† 530.000 are newly infected children

† 2.4 million adult deaths

† 380.000 child deaths

† Young people (15-25 years) account for half of new HIV infections

Global Burden ( Beban Dunia) Andi Ilham Lubis


(43)

Series1 0 100 200 300 400 500 600 ME D A N DE L IS T O B ASA PSI AN T KAR O SI M AL U :D AL AI N Series1

Utara serta para akademisi pelayanan kesehatan termasuk Akademi Kebidanan terpanggil untuk melaksanakan penataran-penataran promosi pencegahan (Supari SF, 2006).

2.3.2. Angka Kasus HIV-AIDS di Sumatera Utara 2004 – 2009

Pematang Siantar adalah kota terbesar kedua di Sumatera Utara, di dalam statistik 2004 s/d 2009 termasuk 4 daerah paling besar di papari kasus HIV-AIDS. P.Siantar menduduki posisi 4 besar kasus HIV terbanyak setelah Medan, Tobasa, dan Deli Serdang. Jumlah Kasus akumulatif tercatat berturut-turut sebanyak :581;66;42.

Gambar 2.4. Statistik kasus HIV AIDS di Sumatera Utara.Data diolah dari Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara.


(44)

Angka-angka tidak otomatis menjadi nilai betapa buruknya penanganan kasus HIV di setiap daerah/kota tapi boleh juga menunjukkan efektifnya penemuan kasus-kasus oleh petugas profesional di setiap daerah. Masalah yang penting dicermati adalah besarnya jumlah kasus-kasus tersebut merupakan bukti bahwa HIV sudah merebak ke semua daerah urban propinsi.

2.3.3. Usaha Penanggulangan HIV-AIDS di Sumatera Utara 2008 - 2009

Sumatera Utara menyadari sepenuhnya masalah masalah HIV-AIDS dan bahayanya bila tidak ditanggulangi dengan serius. PBB (WHO) sendiri seperti yang tertera pada inset yang dikutip menganjurkan adanya usaha penyaringan kasus-kasus yang potensil menyebarkan penularan HIV-AIS dengan menyediakan fasilitas pemeriksaan, manajemen prosedur bahkan biaya pelaksanaan VCT (Voluntary Counselling and Test) untuk cegah HIV AIDS.

Usaha pencegahan tampaknya menjadi kegiatan utama dari pihak internasional untuk mengatasi penularan wabah HIV-AIDS. Satu dari pencegahan dapat berupa pemakaian alat kontrasepsi kondom bagi mereka yang tidak dapat menghindari kasus seksual multi pasangan. Pengamanan prosedur penyaringan donor darah adalah sudah menjadi standar pusat-pusat bank darah. Di setiap pos pelayanan dengan instrumen di klinik dan rumah sakit diwajibkan melalui prosedur steril yang absolut atau pemakaian peralatan yang disposable (sekali pakai buang). Khususnya bagi proses kehamilan, kelahiran dan pemeliharaan anak yang kemudian dikelompokkan sebagai kelompok kegiatan PMTCT (Prevention Mother to Child Transmission) kegiatan itu


(45)

selalu dimulai dengan mendeteksi kasus-kasus ibu, anak atau pasangan dengan potensi tercemar HIV yang tinggi. Kasus yang ditemukan riskan dianjurkan mengunjungi pusat konsultasi sukarela dan pemeriksaan (VCT) di pos-pos tersendiri. Pada dasarnya kegiatan promosi VCT inilah yang menjadi pokok perhatian dari penelitian ini.

Secara logis dapat diterima bahwa untuk mencegah penularan penyakit seberbahaya HIV-AIDS – karena kesehatan adalah hak azasi setiap individu – tidak seorangpun yang dapat dipaksa untuk memeriksakan diri. Kata voluntary pada VCT menonjolkan arti sukarela ada di pihak pasien pengguna jasa. Jadi tidak ada unsur paksaan yang boleh dipakai dalam mempromosikan program pencegahan penyakit HIV AIDS. Setiap mereka yang memilih memeriksakan diri harus menanda tangani

informed concent yaitu semacam pernyataan tertulis bahwa mereka yang

memeriksakan diri menyadari keperluan pemeriksaan dan mau menjalaninya secara sukarela.

Konseling dan Testing secara sukarela (VCT) – Secara sukarela individu memilih untuk mengikuti tes untuk mengetahui status HIV mereka. Ini adalah bagian dari strategi kesehatan masyarakat yang utama yaitu menjadikan individu-individu yang belum menunjukan gejala penyakit (asimptomatik) sebagai sasaran. Pendekatan ini berasal dari perspektif penurunan penularan HIV yaitu untuk mengindenti-fikasikan individu-individu yang sehat dan yang oleh karena itu lebih besar kemungkinannya untuk secara tidak sadar terlibat dalam perilaku yang berisiko penularan. Konseling perubahan perilaku dan konseling untuk mempersiapkan


(46)

kemungkinan menerima hasil tes positif adalah komponen kunci. Program VCT juga merupakan pintu masuk yang penting untuk mendapatkan perawatan.

Dari keterangan di atas dapat ditarik kesimpuan bahwa sebenarnya PMTCT dengan VCT adalah tim kerja sama yang saling membantu fungsi bersama yaitu menanggulangi penularan HIV AIDS dengan program promosi deteksi dini kasus yang potensil oleh bidan, dan pemeriksaan sukarela oleh pasien di klinik VCT.

2.3.4. Kebijakan Program Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Bayi

Strategi penanggulangan AIDS Nasional 2003-2007 menegaskan bahwa pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi merupakan sebuah program prioritas. Departemen Kesehatan RI dan Komisi Penanggulangan AIDS Nasional telah berkomitmen untuk meningkatkan cakupan program pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi di Indonesia. Sebagai pedoman untuk menjalankan program tersebut bagi manajer program, aparat pemerintahan, petugas kesehatan, serta kelompok profesi dan kelompok seminat bidang kesehatan di Indonesia, perlu adanya kebijakan pemerintah tentang pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi. Kebijakan ini mencakup hal-hal penting pada tiap-tiap langkah intervensi program pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi di Indonesia. (Depkes RI, 2007)

2.3.5. Integrasi Program

Kebijakan umum pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi sejalan dengan kebijakan umum kesehatan ibu dan anak dan kebijakan penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia.Layanan pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi diintegritas dnegan


(47)

paket pelayanan kesehatan ibu dan anak dan layanan keluarga berencana di tiap jenjang pelayanan kesehatan. Semua perempuan yang datang ke pelayanan kesehatan ibu dan anak dan layanan keluarga berencana di tiap jenjang pelayanan kesehatan mendapatkan informasi pencegahan penularan HIV selama masa kehamilan dan menyusui .Program untuk mencegah terjadinya penularan HIV dari ibu ke bayi, dilaksanakan secara komprehensif dengan menggunakan empat prong, yaitu :

1. Prong 1: Mencegah terjadinya penularan HIV pada perempuan usia reproduksi; 2. Prong 2: Mencegah kehamilan yang tidak direncanakan pada ibu HIV positif; 3. Prong 3: Mencegah terjadinya penularan HIV dari ibu hamil HIV positif ke

bayi yang dikandungnya;

4. Prong 4: Memberikan dukungan psikologis, sosial dengan perawatan kepada ibu HIV positif beserta bayi dan keluarganya. Pada daerah dengan prevalensi HIV yang rendah, diimplementasikan Prong 1 dan Prong2. Pada daerah dengan prevalensi HIV yang padat diimplementasikan semua prong. Keempat prong secara nasional dikoordinir dan dijalankan oleh pemerintah, serta dapat dilaksanakan institusi kesehatan swasta dan lembaga swadaya masyarakat.

2.3.6. Konseling dan Tes HIV Sukarela

Konseling HIV menjadi salah satu komponen dari pelayanan kesehatan ibu dan anak dan layanan keluarga berencana di tiap jenjang pelayanan kesehatan. Penatalaksanaan konseling dan tes HIV sukarela pencegahan penularan HIV dari ibu


(48)

ke bayi mengikuti Pedoman Nasional Konseling dan Tes HIV Sukarela. Tes HIV dilakukan kepada semua ibu hamil (routine HIV testing) di seluruh rumah sakit rujukan ODHA (Orang dengan HIV AIDS) yang telah ditetapkan pemerintah. Ibu hamil menjalani konseling dan diberikan kesempatan untuk menetapkan sendiri keputusannya untuk menjalani tes HIV atau tidak. Di daerah prevalensi HIV tinggi yang tidak terdapat layanan pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi, untuk menentukan faktor-faktor risiko ibu hamils digunakan beberapa kriteria, seperti memiliki penyakit menular seksual, berganti-ganti pasangan pengguna narkoba, dan lain-lain.

Layanan tes HIV dipromosikan dan dimungkinkan bagi laki-laki dan perempuan yang merencanakan untuk memiliki bayi. Pada tiap jenjang pelayanan kesehatan yang memberikan konseling dan tes HIV sukarela dalam paket pelayanan kesehatan ibu dan angka dan layanan keluarga berencana, harus terdapat tenaga petugas yang mampu memberikan konseling sebelum dan sesudah tes HIV (Depkes RI, 2007)

Pada pelayanan kesehatan ibu dan anak dan layanan keluarga berencana yang memberikan layanan konseling dan tes HIV sukarela, konseling pasca tes (post-tes counseling) bagi perempuan HIV negatif diberikan bimbingan untuk tetap HIV negatif selama kehamilan, menyusui dan seterusnya. Pada tiap jenjang pelayanan kesehatan tersebut harus terjamin aspek kerahasiaan ibu hamil ketika mengkuti proses konseling sebelum dan sesudah tes HIV. Untuk program pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi, pemerintah memberikan bantuan biaya konseling dan tes HIV bagi


(49)

ibu hamil di tiap jenjang layanan kesehatan. Protokol pemberian obat antiretroviral (ARV) untuk ibu hamil HIV positif mengikuti Pedoman Nasional Pengobatan ARV di Indonesia. Pemerintah menyediakan ARV untuk ibu hamil HIV positif secara gratis untuk mengurangi risiko penularan HIV ke bayi. Pemerintah juga menyediakan ARV secara gratis untuk tujuan pengobatan jangka panjang jika ibu atau anaknya telah membutuhkan ARV untuk mempertahankan kualitas fisiknya (Depkes RI, 2007).

Ibu hamil HIV positif perlu mendapat konseling sehubungan dengan keputusannya untuk menjalani persalinan secara operasi seksio sesarea ataupun persalinan normal.Pelaksanaan persalinan, baik secara operasi seksio sesarea maupun persalinan normal, harus memperhatikan kondisi fisik dari ibu hamil HIV positif. Tindakan menolong persalinan ibu hamil HIV positif, baik secara operasi seksio sesarea maupun persalinan normal, mengikuti standar kewaspadaan universal yang biasa berlaku untuk persalinan ibu hamil HIV negatif. Untuk program pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi pemerintah memberikan bantuan layanan persalinan gratis kepada ibu hamil HIV positif (Depkes RI, 2007).

2.3.7. Penularan HIV dari Ibu ke Bayi Arti Penting

Pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi merupakan sebuah upaya yang penting (Depkes RI, 2007). Alasannya adalah sebagai berikut :


(50)

2. Lebih dari 90% kasus bayi yang terinfeksi HIV, ditularkan melalui proses dari ibu ke bayi.

3. Sepanjang akses pengobatan antiretroviral belum baik, bayi HIV positif akan menjadi anak yatim/piatu. Dari 61 anak- dengan HIV/AIDS di RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta (Januari 2003-Desember 2004), sebanyak 23 orang diantaranya menjadi yatim dan 3 orang menjadi yatim piatu.

4. Bayi HIV positif akan mengalami gangguan tumbuh kembang. Anak dengan HIV/AIDS lebih sering mengalami penyakit infeksi bakteri ataupun virus.

5. Perlakuan diskriminatif akan dihadapi anak-anak yang hidup dengan HIV/AIDS. Stigma negatif terhadap HIV/AIDS menyebabkan anak-anak dengan HIV/AIDS seringkali didiskriminasi masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya, di sekolah, dan sebagainya.

6. Penelitian di beberapa negara menunjukkan bahwa anak yang dilahirkan ibu HIV positif, meskipun ibunya masih hidup, secara signifikan memiliki risiko kesakitan dan kematian yang lebih tinggi.

7. Setiap anak memiliki hak untuk hidup sehat, panjang umur, dan mengembangkan potensi diri terbaiknya.

a. Faktor Ibu

Faktor yang paling utama mempengaruhi risiko penularan HIV dari ibu ke bayi adalah kandungan HIV (viral load) di darah ibu pada menjelang ataupun saat persalinan dan kadar HIV di air susu ibu ketika ibu menyusui bayinya. Umumnya,


(51)

satu atau dua minggu setelah seseorang terinfeksi HIV, kadar HIV akan cepat sekali bertambah di tubuh seseorang (Digram I), Kadar HIV tertinggi sebesar 10 juta kopi/ml darah terjadi 3-6 minggu setelah terinfeksi (disebut infeksi primer). Setelah beberapa minggu, biasanya kadar HIV mulai berkurang dan relatif terus rendah selama beberapa tahun pada periode tanpa gejala (asimptomatik). Ketika memasuki masa stadium AIDS (dimana tanda-tanda gejala AIDS mulai muncul), kadar HIV kembali meningkat (Depkes RI, 2007).

b. Faktor Bayi

Bayi yang lahir prematur dan memiliki berat badan lahir rendah diduga lebih rendah untuk tertular HIV dikarenakan sistem organ tubuh yang tersebut belum berkembang baik, seperti sistem kulit dan mukosa, dll. Sebuah studi di Tanzania menunjukkan bahwa bayi yang lahirkan sebelum 24 minggu memiliki risiko tertular HIV yang lebih tinggi pada saat persalinan dan masa-masa awal kelahiran. Seorang bayi dari ibu HIV positif bisa jadi tetap HIV negatif selama masa kehamilan dan proses persalinan, tetapi mungkin akan terinfeksi HIV melalui pemberian ASI. HIV terdapat di dalam ASI, meskipun konsentrasinya jauh lebih kecil dibandingkan dengan HIV di dalam darah. Antara 10-20% bayi yang dilahirkan oleh ibu HIV positif akan terinfeksi HIV melalui pemberian ASI (hingga 18 bulan atau lebih). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat risiko penularan HIV melalui pemberian ASI, yaitu :


(52)

1. Umur Bayi

Risiko penularan melalui ASI akan lebih besar pada bayi yang baru lahir. Antara 50-70% dari semua penularan HIV melalui ASI terjadi pada usia enam bulan pertama kali. Setelah tahun kedua umur bayi, risiko penularan menjadi lebih rendah. 2. Luka di Mulut Bayi

Bayi yang memiliki luka di mulutnya memiliki risiko untuk tertular HIV lebih besar ketika diberikan ASI.

a. Faktor Cara Penularan

Sebagian besar penularan HIV dari ibu ke bayi terjadi pada saat persalinan.Ketika proses persalinan, tekanan pada plasenta meningkat yang bisa menyebabkan terjadinya sedikit percampuran antara darah ibu dan darah bayi. Hal ini lebih sering terjadi jika plasenta meradang atau terinfeksi (Depkes RI, 2007).

2.4. Pengertian dan Peran Bidan

Bidan merupakan profesi yang diakui secara nasional maupun internasional. Pengertian bidan dan bidang prakteknya telah diakui oleh International Confederation Midwives (ICM) dan International Federation of Gynaecologist dan

Obstetrion (FIGO) serta World Health Organitation (WHO). Secara lengkap

pengertian bidan adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan yang diakui oleh negara serta memperoleh kualifikasi dan diberi ijin untuk menjalankan praktek kebidanan di negeri itu. Bidan harus mampu memberikan


(53)

supervisi, asuhan dan nasehat yang dibutuhkan kepada wanita pada masa hamil, persalinan, pasca persalinan, memimpin persalinan atas tanggungjawabnya sendiri serta asuhan pada bayi baru lahir dan anak (Syafrudin Cs, 2009).

Asuhan yang dimaksud termasuk tindakan preventif, pendeteksian kondisi abnormal pada ibu dan bayi serta mengupanyakan bantuan medis, melakukan tindakan pertolongan gawatdarurat pada saat tidak hadirnya tenaga medik lainnya. Bidan mempunyai tugas penting dalam konsultasi dan pedidikan kesehatan, tidak hanya untuk wanita hamil, bersalin dan pasca pesalinan saja tetapi juga untuk keluarga dan komunitasnya. Pendidikan yang dimaksud mencakup pendidikan untuk kesehatan yang berhubungan dengan kehamilan, persalinan, persiapan menjadi orang tua, keluarga berencana, kesehatan bayi dan anak. Bidan bisa praktek di Rumah Sakit Klinik, Unit kesehatan, Rumah- rumah perawatan dan fasilitas kesehatan lainnya. (Syafrudin Cs, 2009).

2.5.Komponen Komunikasi Terhadap PMTCT

Pada proses komunikasi promosi kesehatan khusus yang dilakukan petugas PMTCT yaitu mencegah terjadinya transmisi penyakit menular HIV di antara ibu dan janin, pihak petugas berfungsi sebagai inisiator (komunikator awal). Pihak pasien adalah penerima pesan. Pesan yang diberikan inisiator adalah materi tentang masalah HIV/AIDS dan anjuran-anjuran supaya penerima pesan terbujuk untuk memeriksakan diri mereka ke fasilitas VCT (Voluntary Councelling and Test) sesuai dengan kondisi dan kebutuhan kesehatan masing-masing pasien.


(54)

Masalah efektifitas dari suatu komunikasi dalam mempromosikan usaha pencegahan penyebaran HIV/AIDS melalui jalur PMTCT terhadap komunitas keluarga yang memeriksakan diri ke Puskesmas, sementara petugas Puskesmas sudah banyak yang terlatih untuk pekerjaan khusus PMTCT, tergantung dari bagaimana informasi dapat memberi / menyentuh hati pasien/keluarga sehingga membetuk suatu sikap yang sadar dan terbujuk (affective). Kesadaran dapat meningkat ke perilaku mau melakukan pemeriksaan diri ke VCT.

Pihak komunikan (penerima pesan) pada pihak lain memiliki karakteristik yang heterogen. Karakteristik latar belakang pendidikan, temperamen, budaya serta kondisi-kondisi ekonomis lain dapat pula menjadi faktor penghalang komunikasi efektif yang dijalankan oleh pihak bidan dalam mempromosikan PMTCT dan VCT. Lembaga pencegahan penyakit HIV AIDS melakukan promosi dengan aneka rupa dan cara mulai dari komunikasi tatap muka dilakukan oleh masing-masing petugas. Pengaruh komunikasi yang biasanya multi tahap jadi sering lebih efektif bila dipaparkan secara simultan dan serentak oleh lembaga. Model komunikasi mana yang kemudian paling berpengaruh dan mampu merubah sikap serta perilaku pasien PMTCT untuk mau menjalani proses VCT, hal itulah yang ingin diketahui melalui penelitian ini (Jamaludin, 2010). Tidak ada jaminan bahwa pihak masyarakat komunikan datang ke VCT semata-mata karena pengaruh komunikasi oleh bidan, tetapi bila selama ini tidak ada suatu kegiatan VCT dapat dikaitkan dengan proses pemeriksaan sebagai akibat langsung komunikasi bidan dan pasien, hal tersebut perlu dipertanyakan. Mengapa hal itu terjadi dan apakah pelatihan serta pembelajaran


(55)

tentang fungsi dan kewajiban bidan melaksanakan promosi dan prevensi HIV AIDS sama sekali tidak bermanfaat untuk promosi dan prevensi tersebut. Kalau tidak bermanfaat, bagaimana cara selanjutnya untuk membuat fungsi promosi dan prevensi HIV AIDS melalui PMTCT harus direvitalisasi (Jamaludin, 2010).

2.6. Landasan Teori

HIV-AIDS adalah suatu penyakit menular dapat mengakibatkan penderita mengalami kekurangan pada daya tahan (imunitas) tubuh. Penderita yang terinfeksi akan mengalmi kekurangan kekebalan (imunitas) menahan infeksi sekunder yang dapat berakibat fatal. Penyakit HIV-AIDS ini belum dapat disembuhkan secara tuntas, jadi tetap memerlukan pemeliharaan yang mahal di sepanjang umur hidup ODHA (Orang dengan HIV AIDS). Cara penularan-nya biasa melalui hubungan seksual, pencemaran alat suntik pada pemakaian silang, transfusi darah, luka – luka tercemar pada proses kelahiran ataupun operasi yang tercemar, serta transmisi dari ibu tercemar pada bayinya baik dalam kandungan maupun setelah lahir.

Sampai saat ini belum ada suatu obat apapun yang dianggap efektif dapat mengeradikasi penyakit secara tuntas sehingga pasien dapat dianggap murni sembuh dari HIV-AIDS. Usaha pemeliharaan kesehatan dengan mengendalikan pengembangan tingkat keparahan penyakit banyak yang efektif memperpanjang kenyamanan masa hidup penderita tetapi semua itu cukup riskan dan berbiaya mahal. Usaha prevensi adalah pilihan mengendalikan HIV-AIDS supaya tidak menyebar kependerita – penderita berikutnya. Salah satu dari usaha mencegah penyebaran /


(56)

penularan agar individu adalah PMTCT (Prevention Mother to Child) yaitu usaha pencegahan transmisi penyakit HIV-AIDS dari ibu yang tercemar kepada anak yang dikandung dan kemudian dilahirkan.

Pada usaha prevensi yang ditujukan mengendalikan penularan HIV-AIDS metode komunikasi tatap muka yang dapat diperankan bidan. Bidan sebagai petugas garis depan potensil paling efektif karena tugas dan kedekatan profesi mereka dengan pasangan yang dilayani. Kedekatan ini karena ada keakraban komunikasi diantara bidan dengan pasien-nya. Jumlah bidan bagaimanapun lebih banyak tersebar melayani masyarakat Dari kenyataan adanya keakraban komunikasi, diharapkan terjadi efektifitas komunikasi positif dan bermanfaat pada diri pasien sehingga terbujuk melakukan pemeriksaan HIV/AIDS ke VCT.

Komunikasi yang efektif tidak dapat berdiri sendiri oleh kegiatan pihak pemberi pesan (komunikator). Komunikasi PMTCT memiliki keterlibatan komponen : (1) komunikator; (2) penerima pesan dan (3) efek adopsi ataupun penolakan pesan ditandai indikator pasien yang kemudian berkunjung ke VCT. Pada tahap awal penelitian, yang diteliti adalah bagaimana efektifitas pengaruh kelompok bidan (komunikator) menyampaikan pesan sehingga dapat mengugah hati dan perilaku pasien. Pasien yang tergugah mengikuti pemeriksaan di VCT (Voluntary Councelling and Testing) HIV AIDS. Proses komunikasi berlangsung oleh variabel variabel

independent : komunikator, pesan, media komunikasi, penerima pesan (komunikan). Effek komunikasi atau variabel dependent (effek) dapat diukur dengan indikator keikut sertaan pasien dalam program VCT.


(57)

2.7. Kerangka Konsep

Variabel Independent Variabel Dependent

Gambar 2.5. Pengaruh Komponen Komunikasi Dalam Pelaksanaan PMTCT Terhadap Kunjungan Pasien Pada Pelayanan Voluntary Counselling and Test (VCT).

Kunjungan Klien PMTCT ke klinik VCT

Komponen Komunikasi

ƒ Komunikator ƒ Pesan

ƒ Media ƒ Komunikan


(58)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Untuk menjawab masalah dan mencapai tujuan penelitian digunakan jenis penelitian: Survey analitik (explanatory study), yaitu penelitian yang diarahkan untuk menjelaskan suatu keadaan atau situasi (Notoatmojo, 2002). Penelitian ini dilakukan mempelajari dinamika regresi (pengaruh) variabel bebas terhadap variabel tergantung yang diobservasi pada setiap unit data yang ditemukan dari setiap responden.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Puskesmas dan rumah sakit terkait program PMTCT Kota Medan. Waktu penelitian diestimasi dimulai pada pertengahan bulan Maret dan selesai di pertengahan bulan Agustus 2010.

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah seluruh bidan yang telah mendapatkan pelatihan PMTCT yang berjumlah (N) = 33 orang di Dinas Kesehatan Kota Medan.

Dari fakta bahwa populasi dari pihak bidan yang sudah memiliki kompetensi dasar melaksanakan PTMCT (33 orang bidan) di mana populasi tersebut dibatas minimal maka ditetapkan bahwa semua populasi bidan terlatih PMTCT tersebut dijadikan responden pada penelitian.


(59)

3.4. Metode Pengumpulan Data

Dilihat dari sumbernya, data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dalam penelitian ini dikumpulkan dengan cara wawancara dan observasi mengenai hal-hal yang dipertanyakan dalam instrumen kuesioner ke pada individu bidan pelaksana.

Untuk mendukung penelitian ini, maka diambil data sekunder adalah catatan pada dokumentasi klinik VCT yang ada di kota Medan yaitu Puskesmas dan Rumah Sakit yang memiliki klinik VCT Disetiap klinik ada buku registrasi peserta VCT yaitu pasien atau pasangan rujukan kasus ibu atau pasangan yang memeriksakan diri secara sukarela.

3.4.1. Uji Validitas

Validitas alat ukur adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevaliditasannya atau kesahihan sesuatu instrument. Uji Validitas instrument penelitian yang digunakan adalah validitas konstruk dengan mengetahui nilai total setiap item pada analisis reability yang tercantum pada nilai correlation corrected item. Suatu pertanyaan yang dikatakan valid atau bermakna sebagai alat pengumpul data bila korelasi hasil hitung hitung) lebih besar dari angka kritik nilai korelasi (r-tabel), pada taraf signifikansi 95% (Riduwan, 2005). ), dalam penelitian ini diambil10 responden (bidan yang sudah dilatih PMTCT) di Kabupaten Deli Serdang dengan melakukan uji konsistensi para responden memberi jawaban terhadap pertanyaan yang telah dibentuk walau dilakukan uji coba berkali-kali dalam rentang waktu


(60)

sekitar 2 minggu (One questionaire with two shots). Nilai validitas isi yang materi yang diukur dapat dianggap valid karena materi yang dipertanyakan adalah khas materi yang diketahui oleh para responden secara profesi yang diakui dan diberi lisiensi oleh institusi Dinas Kesehatan. Nilai r – Hitung dalam penelitian ini untuk sampel pengujian 10 Tenaga Kesehatan adalah sebesar 0,75, maka ketentuan dikatakan valid, jika :

1. Jika nilai r Hitung variable ≥ 0,75 , maka dinyatakan valid 2. Jika nilai r Hitung variable < 0,75 maka dinyatakan tidak valid

Tabel 3.1. Skor Korelasi Antara Tiap-Tiap Kuesioner Dengan Nilai Total Nomor Pertanyaan Corrected Item Total Correlation Hasil

P1 0,7688 Valid

P2 0,7844 Valid

P3 0,7682 Valid

P4 0,8846 Valid

P5 0,8144 Valid

P6 0,8124 Valid

P7 0,8075 Valid

P8 0,8274 Valid

P9 0,7999 Valid

P10 0,8052 Valid

P11 0,8050 Valid

P12 0,8355 Valid

P13 0,8800 Valid

P14 0,8575 Valid

P15 0,7591 Valid

P16 0,7837 Valid

P17 0,7839 Valid

P18 0,7578 Valid

P19 0,7565 Valid

P20 0,8334 Valid

P21 0,7876 Valid

P22 0,8121 Valid


(61)

3.4.2 Uji Reliabilitas

Uji Reliabilitas bertujuan untuk melihat bahwa sesuatu instrument cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrument tersebut sudah baik. Apabila datanya memang benar dan sesuai kenyataan, maka berapa kalipun diambil tetap akan sama. Tehnik yang dipakai untuk menguji kuesioner penelitian adalah tehnik Alpha Cronbach yaitu dengan menguji coba instrument kepada sekelompok responden pada satu kali pengukuran, juga pada taraf kepercayaan pengujian adalah 95% (Riduwan, 2005), dalam penelitian ini diambil10 responden (bidan yang sudah dilatih PMTCT) di Kabupaten Deli Serdang dengan melakukan uji konsistensi para responden memberi jawaban terhadap pertanyaan yang telah dibentuk walau dilakukan uji coba berkali-kali dalam rentang waktu sekitar 2 minggu (Onequestionaire with two shots) dengan karakteristik yang sama. maka nilai r tabel dalam penelitian ini untuk sampel pengujian 10 Bidan adalah sebesar 0,50, maka ketentuan dikatakan valid, dan relialibel jika :

1. Jika nilai r- Hitung variable ≥ 0,50, dikatakan valid dan relialibel 2. Jika nilai r- Hitung variable < 0,50, dikatakan tidak valid dan relialibel


(62)

Tabel 3.2. Skor Korelasi Antara Tiap-Tiap Kuesioner Dengan Nilai Total Nomor Pertanyaan Corrected Item Total Correlation Hasil

P1 0,6209 Reliabel

P2 0,6201 Reliabel

P3 0,5470 Reliabel

P4 0,6364 Reliabel

P5 0,5782 Reliabel

P6 0,6175 Reliabel

P7 0,6256 Reliabel

P8 0,5652 Reliabel

P9 0,6073 Reliabel

P10 0,6284 Reliabel

P11 0,5888 Reliabel

P12 0,5949 Reliabel

P13 0,5728 Reliabel

P14 0,6210 Reliabel

P15 0,5867 Reliabel

P16 0,5684 Reliabel

P17 0,6097 Reliabel

P18 0,6320 Reliabel

P19 0,6597 Reliabel

P20 0,6397 Reliabel

P21 0,6209 Reliabel

P22 0,6190 Reliabel

P23 0,6190 Reliabel

Berdasarkan Tabel 3.1 dan table 3.2 diketahui bahwa secara keseluruhan variabel komponen komunikasi yang meliputi komunikasi, pesan media dan komunikan dapat dikatakan valid , karena nilai hasil pengujian pada Corrected item- total Correlation menunjukkan > 0,75, demikian juga dengan realibilitas alat ukur juga dapat dikatak realibel, karena diperoleh hasil Alpha Cronbach > 0,50.

3.5. Variabel dan Definisi Operasional

Secara operasional variabel perlu didefenisikan yang bertujuan untuk menjelaskan makna variabel penelitian. Singarimbun (1987:23) memberikan pengertian tentang pengertian defenisi operasional adalah unsur penelitian yang


(63)

memberikan petunjuk bagaimana variabel itu diukur. Variabel penelitian terdiri dari dua variabel yaitu: empat variabel bebas/independen dan satu variabel terikat/dependen.

3.5.1. Variabel Penelitian 3.5.1.1.Variabel Independen

Komunikator Pesan

Media Komunikan

3.5.1.2. Variabel Dependen

Variabel Dependen adalah jumlah kunjungan pasien PMTCT ke klinik VCT.

3.5.2. Definisi Operasional

3.5.2.1.Variabel Komunikator (X1) adalah manusia yang mengambil inisiatif dalam

berkomunikasi serta mewujudkan motif komunikasi (bidan). Variabel ini mewakili nilai ideal keberadaan pihak komuniktor, berdasarkan kemampuan berkomunikasi, pelatihan dan keterampilan, kompetensi, kelincahan mental berfikir, menjalankan tugas, motivasi bekerja, faktor disiplin.

3.5.2.2. Variabel Pesan (X2) adalah segala sesuatu, verbal maupun non verbal, yang


(64)

yang disampaikan harus bisa dicerna oleh masyarakat si penerima pesan . materi pesan yang disampaikan yaitu tentang prong1, prong2, prong3, prong4. 3.5.2.3.Variabel Media (X3) adalah jalan yang dilalui pesan komunikator untuk

sampai ke komunikannya. Unsur pertama dari media komunikasi adalah pemilihan dan penggunaan alat perantara yang dilakukan komunikator dengan sengaja. Artinya, hal ini mengacu kepada pemilihan dan penggunaan teknologi media komunikasi. Media yang dipakai yaitu penggunaan leaflet, penggunaan TV/ VCD atau penggunaan media terbuka.

3.5.2.4.Variabel komunikan (X4) adalah penerima pesan. Dalam proses komunikasi,

utamanya dalam tataran antar pribadi, peran komunikator dan komunikan bersifat dinamis. Variabel ini mewakili penerimaan komunikan dan pemahaman tentang pesan.

3.5.2.5.Variabel Y adalah jumlah pasien yang diketahui oleh bidan merujukkan diri ke VCT berdasarkan pengaruh komunikasi yang dilakukan ketika pasien diberi informasi tentang HIV AIDS. Datanya diperoleh dari klinik-klinik VCT di Medan. Bandingkan jumlah yang diharapkan datang ke VCT dengan fakta jumlah yang datang memeriksakan diri ke VCT

3.6. Metode Pengukuran

Pada jenis penelitian dengan statistik parametrik dan metode hitung regresi multivariat. Alat ukur penelitian ini berbentuk angket / kuesioner dengan tingkat pengukuran skala interval, kategori jawaban terdiri atas 5 tingkatan. Untuk analisis


(65)

secara kuantitatif, maka alternatif jawaban tersebut diberi skor, dari nilai 1 – 5 atau mewakili persentasenya sebagai berikut:

5 = sangat baik 4 = baik 3 = cukup baik 2 = kurang baik 1 = tidak baik

Penilaian dari hasil alat pengukuran yaitu dengan kriteria : Baik = ≥ median

Kurang = < median

Untuk memenuhi persyaratan normatif, terhadap kuesioner dan data dilaksanakan prosedur uji validitas dan uji reliabilitas menurut ketentuan teoritis (Riduwan ,2008).

Matrik Variabel dan Definisi Operasional

Sebagai kelengkapan dalam pengertian variabel-variabel terpakai, dan cara pengukuran di bawah ini ditampilkan dalam matriks.


(1)

HASIL ANALISIS MULTIVARIAT

Logistic Regression

Case Processing Summary

Unweighted Casesa N Percent

Included in Analysis 33 100.0

Missing Cases 0 .0

Selected Cases

Total 33 100.0

Unselected Cases 0 .0

Total 33 100.0

a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.

Dependent Variable Encoding

Original Value Internal Value


(2)

Dependent Variable Encoding

Original Value Internal Value

TDK BERKUNJUNG 0

BERKUNJUNG 1

Block 1: Method = Enter

Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.

Step 10.368 4 .035

Block 10.368 4 .035

Step 1

Model 10.368 4 .035

Model Summary

Step -2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

1 28.305a .270 .391

a. Estimation terminated at iteration number 20 because maximum iterations has been reached. Final solution cannot be found.

Classification Tablea

Predicted kat.VCT

Observed KURANG BAIK

Percentage Correct

KURANG 5 4 55.6

Step 1 kat.VCT


(3)

Overall Percentage 72.7 a. The cut value is ,500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

kat.kom 2.197 1.196 3.374 1 .066 8.994

kat.psn .957 1.119 .731 1 .392 2.603

kat.Med -.577 1.150 .251 1 .616 .562

kat.PK -19.431 1.722E4 .000 1 .999 .000

Step 1a

Constant 36.110 3.444E4 .000 1 .999 4.814E15

a. Variable(s) entered on step 1: kat.kom, kat.psn, kat.Med, kat.PK.

Block 0: Beginning Block

Classification Tablea,b

Predicted kat.VCT

Observed KURANG BAIK

Percentage Correct

KURANG 0 9 .0

kat.VCT

BAIK 0 24 100.0

Step 0

Overall Percentage 72.7

a. Constant is included in the model. b. The cut value is ,500


(4)

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 0 Constant .981 .391 6.297 1 .012 2.667

Variables not in the Equation

Score df Sig.

kat.kom 6.920 1 .009

kat.psn 2.977 1 .044

kat.Med .190 1 .663

Variables

kat.PK 2.210 1 .137

Step 0

Overall Statistics 8.411 4 .078

Case Processing Summary

Unweighted Casesa N Percent

Included in Analysis 33 100.0

Missing Cases 0 .0

Selected Cases

Total 33 100.0

Unselected Cases 0 .0

Total 33 100.0

a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.


(5)

Original Value Internal Value

kurang 0

baik 1

Block 1: Method = Enter

Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.

Step 8.585 2 .014

Block 8.585 2 .014

Step 1

Model 8.585 2 .014

Model Summary

Step -2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

1 30.088a .229 .332

a. Estimation terminated at iteration number 5 because parameter estimates changed by less than ,001.

Classification Tablea

Predicted kat.VCT

Observed kurang baik

Percentage Correct

kurang 5 4 55.6

kat.VCT

baik 5 19 79.2

Step 1

Overall Percentage 72.7

a. The cut value is ,500


(6)

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

kat.kom 2.357 1.165 4.091 1 .043 10.561

kat.psn .865 .917 .889 1 .346 2.374

Step 1a

Constant -3.452 1.806 3.654 1 .056 .032

a. Variable(s) entered on step 1: kat.kom, kat.psn.

Block 0: Beginning Block

Classification Tablea,b

Predicted kat.VCT

Observed kurang baik

Percentage Correct

kurang 0 9 .0

kat.VCT

baik 0 24 100.0

Step 0

Overall Percentage 72.7

a. Constant is included in the model. b. The cut value is ,500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 0 Constant .981 .391 6.297 1 .012 2.667

Variables not in the Equation

Score df Sig.

kat.kom 6.920 1 .009

Variables

kat.psn 2.977 1 .084

Step 0


Dokumen yang terkait

Perilaku Bidan KIA/KB dalam Pelaksanaan Program Prevention of Mother to Child Transmission (PMTCT) di Rumah Sakit Haji Kota Medan Tahun 2013

7 114 134

Faktor – Faktor Yang Berhubungan dengan Niat Ibu Hamil Untuk memanfaatkan Layanan VCT (Voluntary Counseling and Testing) Di wilayah Kerja Puskesmas Ciputat, Kota Tangerang Selatan Provinsi Banten Tahun 2014

5 30 193

Persepsi Lelaki Seks Lelaki (LSL) tentang HIV/AIDS dan VCT dalam Peningkatan Demand pada Pelayanan Voluntary Counseling and Testing (VCT) di Klinik IMS dan VCT Puskesmas Teladan Kota Medan

7 56 148

Peranan Laboratorium Dalam Prevention of Mother to Child Transmission (PMTCT) HIV

0 0 10

Evaluasi Program Prevention of Mother to Child HIV Transmission (PMTCT) di RSAB Harapan Kita Jakarta

0 0 6

KAJIAN SITUASI PELAKSANAAN PREVENTION OF MOTHER-TO CHILD TRANSMISSION (PMTCT) DI RSUD KOTA C JAWA BARAT

0 0 7

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Perilaku Bidan KIA/KB dalam Pelaksanaan Program Prevention of Mother to Child Transmission (PMTCT) di Rumah Sakit Haji Kota Medan Tahun 2013

0 0 15

Perilaku Bidan KIA/KB dalam Pelaksanaan Program Prevention of Mother to Child Transmission (PMTCT) di Rumah Sakit Haji Kota Medan Tahun 2013

0 0 13

STUDI TENTANG PREVENTION OF MOTHER-TO CHILD TRANSMISSION OF HIV (PMTCT) DAN FAKTOR RESIKO HIVAIDS PADA IBU HAMIL DI PUSKESMAS GEDONGTENGEN KOTA YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI - Studi tentang Prevention of Mother-to Childtransmission of HIV (PMTCT) di Puskesm

0 0 14

PENGARUH PENYULUHAN PMTCT (PREVENTION OF MOTHER-TO-CHILD TRANSMISSION OF HIV) TERHADAP SIKAP IBU HAMIL PADA TES HIV SUKARELA DI PUSKESMAS GONDOKUSUMAN II YOGYAKARTA

0 0 11