23
3.5.6.6 Penetapan Kadar Natrium
Dipipet masing-masing larutan sampel daun kari segar dan daun kari rebus sebanyak 0,2 mL, dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 mL faktor pengenceran =
250 kali dan dicukupkan dengan akua demineralisata hingga garis tanda. Lalu diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom yang
telah dikondisikan dan diatur metodenya, dimana penetapan kadar natrium dilakukan pada panjang gelombang 589,0 nm. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada
dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku natrium. Konsentrasi natrium dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi pada kurva kalibrasi.
3.5.6.7 Perhitungan Kadar Kalsium, Kalium dan Natrium dalam Sampel
Kadar kalsium, kalium dan natrium dalam sampel dapat dihitung dengan cara
sebagai berikut: Kadar µgg =
C × V × Fp W
Keterangan: C
= konsentrasi logam dalam larutan sampel µgmL V
= volume larutan sampel mL Fp
= faktor pengenceran W
= berat sampel g
3.5.7 Analisis Data Secara Statistik
Menurut Gandjar dan Rohman 2007, kadar kalsium, kalium dan natrium yang diperoleh dari hasil pengukuran masing-masing larutan sampel diuji secara
statistik dengan cara menghitung standar deviasi menggunakan rumus sebagai berikut:
�� = � ∑Xi − X�
2
n − 1
24 Keterangan: Xi
= kadar sampel �� = kadar rata-rata sampel
N = jumlah pengulangan
Kadar yang diperoleh dari hasil pengukuran masing-masing ke enam larutan sampel diuji secara statistik dengan uji
t
. Dengan adanya uji
t
maka dapat diketahui data ditolak atau diterima dan dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
t
hitung
=
�
��− �� ��
√� �
�
Hasil pengujian atau nilai t
hitung
yang diperoleh ditinjau terhadap tabel distribusi t, apabila t
hitung
t
tabel
maka data tersebut ditolak. Menurut Sudjana 2002, untuk mengetahui kadar kalsium, kalium dan
natrium di dalam sampel dengan interval kepercayaan 99 , α = 0,05, dk = n-1,
dapat digunakan rumus sebagai berikut:
μ = � � ± �
1 2
�, ��
x SD √n
⁄
Keterangan: µ
= kadar mineral �� = kadar rata-rata sampel
t = harga t tabel sesuai dk =
n
-1 α
= tingkat kepercayaan SD = standar deviasi
n = jumlah perlakuan
3.5.8 Validasi Metoda Analisis
3.5.8.1 Uji Kecermatan Accuracy
Menurut Harmita 2004, kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali recovery larutan baku yang ditambahkan. Uji kecermatan accuracy
dilakukan dengan metode adisi penambahan larutan baku. Metode adisi ini dapat
25 dilakukan dengan menambahkan sejumlah larutan baku dengan konsentrasi tertentu
pada sampel yang diperiksa, lalu dianalisis dengan metode tersebut. Persen perolehan kembali ditentukan dengan menentukan berapa persen larutan baku yang
ditambahkan tadi dapat ditemukan. Dalam metode ini, penambahan larutan bakunya adalah 10 dan konsentrasi
semua larutan baku yang digunakan adalah 1000 µgmL. Larutan baku yang ditambahkan yaitu kalsium 1,8 mL 1,8 mg, kalium 10,4 mL 10,4 mg dan natrium
0,4 mL 0,4 mg. Sampel yang telah dihaluskan ditimbang secara seksama sebanyak 10 g dalam krus porselen, dilanjutkan dengan proses destruksi kering. Kemudian
dibuat larutan sampel dan dianalisis secara kuantitatif yaitu diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom dan konsentrasinya
berdasarkan persamaan regresi pada kurva kalibrasi. Kadar analit dalam metode penambahan baku dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut:
� � + �
= �
1
�
2
Keterangan: C = kadar analit dalam sampel
S = kadar analit yang ditambahkan pada sampel R
1
= respon yang diberikan sampel R
2
= respon yang diberikan campuran sampel dengan tambahan analit Perhitungan perolehan kembali dapat juga ditetapkan dengan rumus sebagai berikut:
Perolehan Kembali = C
F
− C
A
C
∗ A
× 100 Keterangan:
26 C
A
= konsentrasi sampel sebelum penambahan baku C
F
= konsentrasi sampel setelah penambahan baku C
∗ A
= konsentrasi analit yang ditambahkan
3.5.8.2 Uji Keseksamaan Presisi
Menurut Harmita 2004, Keseksamaan diukur sebagai simpangan baku atau simpangan baku relatif koefisien variasi. Adapun rumus untuk menghitung
simpangan baku relatif adalah: ��� =
�� ��
× 100 Keterangan :
�� = Kadar rata-rata sampel SD = Standar Deviasi
RSD = Relative Standard Deviation koefisien variasi 3.5.8.3
Penentuan Batas Deteksi Limit of Detection dan Batas Kuantitasi Limit of Quantitation
Batas deteksi merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat
dideteksi yang masih memberikan respon signifikan. Batas deteksi merupakan parameter uji batas. Penentuan batas deteksi ini ditentukan dengan mendeteksi analit
dalam sampel Harmita, 2004. Batas kuantitasi merupakan parameter pada analisis renik dan diartikan
sebagai kuantitasi terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama Harmita, 2004.
Batas deteksi LOQ dan batas kuantitasi LOD dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Simpangan Baku
= �
∑Y−Yi
2
n −2
Batas Deteksi LOD
=
3× ��
�����
Batas Kuantitasi LOQ
=
10× ��
�����
27
3.5.8.4 Pengujian Beda Nilai Rata-Rata Antar Sampel
Dalam penelitian biasanya menggunakan dua sampel atau lebih sebagai objek penelitiannya. Sampel-sampel tersebut dibandingkan untuk melihat ada atau tidaknya
perbedaan setelah sampel-sampel tersebut diberi perlakuan berbeda. Oleh karena itu dilakukan uji perbedaan nilai rata-rata antar sampel.
Menurut Sudjana 2002, prinsip pengujian beda nilai rata-rata adalah melihat ada atau tidaknya perbedaan variasi kedua kelompok data dengan menggunakan
rumus:
�
�
= �
1 2
�
2 1
Keterangan: F
o
= beda nilai yang dihitung �
2
= standar deviasi sampel 1 mg100 g �
2
= standar deviasi sampel 2 mg100 g Apabila dari hasilnya diperoleh F
o
tidak melewati nilai kritis F, maka dilanjutkan uji dengan distribusi t dengan rumus:
t
�
= X
�
1
− X�
2
Sp �1 n
1
+ 1 n
2
⁄ ⁄
S
�
= �
n
1
− 1S
1 2
+ n
2
− 1S
2 2
n
1
+ n
2
− 2 Keterangan:
��
1
= kadar rata-rata sampel 1 ��
2
= kadar rata-rata sampel 2 Sp = simpangan baku
�
1
= jumlah perlakuan sampel 1 �
2
= jumlah perlakuan sampel 2 Jika Fo melewati nilai kritis F maka dilanjutkan uji dengan distribusi t dengan rumus:
t
�
= X
�
1
− X�
2
Sp X �
S
1 2
n
1
� + S
2 2
n
2
�
28 Keterangan:
��
1
= kadar rata-rata sampel 1 ��
2
= kadar rata-rata sampel 2 S
1
= standar deviasi sampel 1 S
2
= standar deviasi sampel 2 �
1
= jumlah perlakuan sampel 1 �
2
= jumlah perlakuan sampel 2 Kedua sampel dinyatakan berbeda apabila
t
�
yang diperoleh melewati nilai kritis t dan juga sebaliknya.
29
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Identifikasi Tumbuhan
Identifikasi tumbuhan dilakukan oleh bagian Herbarium Bogoriense Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi LIPI Bogor. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa
tumbuhan yang digunakan adalah daun kari dengan jenis Murraya koenigii L. Spreng dari suku Rutaceae. Data hasil identifikasi tumbuhan dapat dilihat pada
Lampiran 1, halaman 42.
4.2 Analisis Kualitatif
Analisis kualitatif dilakukan sebagai analisis
pendahuluan untuk mengidentifikasi mineral kalsium, kalium dan natrium. Data hasil analisis kualitatif
dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan pada Lampiran 4, halaman 46.
Tabel 4.1 Hasil Analisis Kualitatif pada Daun Kari
No. Mineral
Pereaksi Hasil Reaksi
Hasil
1. Kalsium
Uji Nyala Nyala Merah Bata
+ H
2
SO
4
1N + Etanol 96 ↓ Putih
+ Kristal Bentuk Jarum
+
2. Kalium
Uji Nyala Nyala Ungu
+ Asam Pikrat 1 bv
↓ Kuning +
Kristal Jarum Kasar +
3. Natrium
Uji Nyala Nyala Kuning Keemasan
+ Asam Pikrat 1 bv
Kristal Jarum Halus +
Keterangan : + = mengandung mineral
30 Pada Tabel 4.1 menunjukkan bahwa sampel daun kari mengandung mineral
kalsium, kalium dan natrium. Sampel dinyatakan positif mengandung mineral kalsium karena menghasilkan endapan putih dengan penambahan asam sulfat 1 N
dan etanol 96, kemudian diamati secara mikroskopis berupa kristal bentuk jarum serta memberikan nyala warna merah bata setelah dilakukan uji nyala dengan
menggunakan kawat NiCr. Sampel dinyatakan positif mengandung mineral kalium karena menghasilkan endapan kuning dengan penambahan asam pikrat 1 bv,
kemudian diamati secara mikroskopis berupa kristal bentuk jarum kasar serta memberikan nyala warna ungu setelah dilakukan uji nyala dengan menggunakan
kawat NiCr. Sampel dinyatakan positif mengandung mineral natrium karena dengan penambahan asam pikrat 1 bv dan diamati secara mikroskopis berupa kristal
bentuk jarum halus serta memberikan nyala warna kuning keemasan setelah dilakukan uji nyala dengan menggunakan kawat NiCr Vogel, 1990.
4.3 Analisis Kuantitatif 4.3.1 Kurva Kalibrasi Kalsium, Kalium dan Natrium
Kurva kalibrasi kalsium, kalium dan natrium diperoleh dengan cara mengukur absorbansi dari larutan baku kalsium; kalium dan natrium pada panjang gelombang
422,7 nm; 766,5 nm dan 589,0 nm. Dari pengukuran kurva kalibrasi masing-masing diperoleh persamaan regresi diantaranya adalah Y= 0,038547 X + 0,004881 pada
kalsium; Y= 0,04501 X - 0,01113 pada kalium dan Y= 0,140129 X – 0,000886 pada natrium. Kurva kalibrasi larutan baku kalsium, kalium dan natrium dapat dilihat pada
Gambar 4.1.
31 a.
b.
c.
Gambar 4.1
Kurva Kalibrasi Secara Spektrofotometri Serapan Atom a.
Kalsium b.
Kalium c.
Natrium
32 Berdasarkan kurva kalibrasi pada Gambar 4.1, maka diperoleh hubungan yang
linear antara absorbansi y dengan konsentrasi x. Dimana nilai koefisien korelasi r masing-masing dari kurva kalibrasi yaitu kalsium sebesar 0,9996; kalium sebesar
0,9992 dan natrium sebesar 0,9998. Semua kurva kalibrasi logam nilai r ≥ 0,997
menunjukkan adanya kolerasi linear antara absorbansi dengan konsentrasi Ermer dan McB. Miller, 2005.
4.3.2 Penetapan Kadar Mineral Kalsium, Kalium dan Natrium pada Sampel
Sampel yang digunakan pada pengujian kadar mineral kalsium, kalium dan
natrium adalah daun kari yang terdiri dari daun kari segar dan daun kari rebus.
Sampel daun kari dapat dilihat pada Lampiran 2, halaman 43. Penetapan kadar mineral kalsium, kalium dan natrium dilakukan dengan
metode spektrofotometri serapan atom. Sumber nyala yang digunakan adalah Udara- Asetilen UA dengan suhu nyala 2200°C yang dapat mengatomisasi hampir semua
elemen. Kalsium yang membutuhkan suhu yang tinggi dalam proses atomisasi hanya dapat teratomisasi sempurna menggunakan sumber nyala ini dengan penambahan
unsur-unsur penyangga seperti Sr dan La Gandjar dan Rohman, 2011. Namun
kekurangan unsur-unsur penyangga tersebut adalah bernilai mahal. Kalium dan natrium pada dasarnya merupakan logam alkali yang dapat teratomisasi sempurna
dengan sumber nyala Udara-Propana UP ataupun dapat menggunakan grafit furnace, akan tetapi dalam hal ini keterbatasan alat dan bahan sangat diperhitungkan.
Konsentrasi mineral kalsium, kalium dan natrium pada sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi pada kurva kalibrasi masing-masing mineral
tersebut. Data hasil penetapan kadar mineral kalsium, kalium dan natrium pada sampel secara kuantitatif ini dapat dilihat pada Lampiran 9, halaman 55 dan contoh
perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 10, halaman 57.
33 Analisis dilanjutkan dengan perhitungan statistik. Data perhitungan statistik
kadar mineral dapat dilihat pada Lampiran 12, halaman 62; Lampiran 13, halaman 66; dan Lampiran 14, halaman 70. Data hasil penetapan kadar mineral kalsium,
kalium dan natrium pada sampel dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Hasil Penetapan Kadar Mineral Kalsium, Kalium dan Natrium pada
Sampel Daun Kari Segar DKS dan Daun Kari Rebus DKR. Mineral
Kadar Mineral mg100 g
Penurunan Kadar Mineral
DKS DKR
Kalsium 193,5287 ± 0,9231 182,4140 ± 0,3628
5,7432 Kalium
1139,6203 ± 4,3952 1042,4144 ± 3,3526
8,5297
Natrium 43,0720 ± 0,3970 37,8909 ± 1,4803
12,0289 Keterangan :
DKS = Daun Kari Segar DKR = Daun Kari Rebus
Berdasarkan hasil penetapan kadar mineral kalsium, kalium dan natrium yang tercantum pada Tabel 4.2, daun kari segar mengandung mineral kalsium, kalium dan
natrium lebih tinggi dibandingkan dengan daun kari rebus. Mineral kalsium dalam keadaan segar sebesar 193,5287 ± 0,9231 mg100 g dan rebus sebesar 182,4140 ±
0,3628 mg100 g. Mineral kalium dalam keadaan segar sebesar 1139,6203 ± 4,3952 mg100 g, rebus sebesar 1042,4144 ± 3,3526 mg100 g. Mineral natrium
dalam keadaan segar sebesar 43,0720 ± 0,3970 mg100 g, rebus sebesar 37,8909 ± 1,4803 mg100 g. Penurunan kadar mineral diantaranya kalsium sebanyak 5,7432,
kalium sebanyak 8,5297 dan natrium sebanyak 12,0289.
34
Gambar 4.2 Diagram Kadar Mineral Kalsium, Kalium dan Natrium pada Sampel
Daun Kari Segar DKS dan Daun Kari Rebus DKR.
Berdasarkan diagram pada Gambar 4.2, menunjukkan bahwa kadar mineral daun kari mengalami penurunan kadar secara signifikan dalam jumlah tertentu
setelah proses perebusan. Hal ini diduga karena proses perebusan memberikan peningkatan terhadap kelarutan mineral yang terkandung di dalam sampel sehingga
dapat mengakibatkan terjadinya pemutusan interaksi mineral dengan komponen lainnya pada sampel tersebut seperti protein, karbohidrat, lemak, vitamin, serat dan
komponen-komponen kimia lainnya Santoso, dkk., 2006. Berbeda dari literatur yang menyatakan bahwa kadar mineral kalsium 166
mg100 g Sakhale, dkk., 2007, kalium 811 mg100 g dan natrium 79,8 mg100 g Subramanian, dkk., 2012, penelitian ini justru menghasilkan kadar kalsium lebih
rendah serta kadar kalium dan natrium lebih tinggi dibandingkan dengan kadar kalsium, kalium dan natrium pada literatur. Hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor seperti tempat tumbuh tanaman, kesuburan tanaman, perlakuan terhadap tanaman dan iklim Rosmarkam dan Yuwono, 2002.
200 400
600 800
1000 1200
1400
Kadar Mineral
Mineral
Kadar Mineral Kalsium, Kalium dan Natrium pada Sampel
Kadar mg100 g
35
4.3.3 Uji Kecermatan