Tempat dan Waktu Penelitian Alat-alat Identifikasi Tumbuhan Analisis Kualitatif

16

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU pada bulan September – Nopember 2014.

3.2 Bahan-bahan

3.2.1 Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun kari yang diambil pada pekarangan rumah di kawasan jalan pembangunan dr. Mansyur USU Medan. Sampel tersebut terdiri dari daun kari segar dan daun kari rebus.

3.2.2 Pereaksi

Semua bahan yang digunakan dalam penelitian ini berkualitas pro analisis keluaran E. Merck kecuali disebutkan lain yaitu asam nitrat 65 vv, H 2 SO 4 96 vv, etanol 96 vv, larutan standar kalsium, kalium dan natrium dan akua demineralisata Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU.

3.3 Alat-alat

Spektrofotometer Serapan Atom Hitachi Z-2000 dengan tipe nyala udara- asetilen lengkap dengan lampu katoda Ca, K dan Na, neraca analitik ANDGF 200, tanur Stuart, blender, hot plate, kertas saring Whatman no. 42, krus porselen, spatula, botol kaca dan peralatan gelas Pyrex. 17

3.4 Pembuatan Pereaksi

3.4.1 Larutan HNO

3 1:1 Diencerkan sebanyak 50 mL larutan HNO 3 65 dengan 50 mL air suling Ditjen BPOM, 1979.

3.4.2 Larutan Asam Pikrat 1 bv

Dilarutkan 1 g asam pikrat dengan air suling hingga 100 mL Ditjen POM, 1979.

3.4.3 Larutan H

2 SO 4 1 N Dipipet 3 mL H 2 SO 4 96 dan dimasukkan perlahan-lahan melalui dinding labu tentukur 100 mL yang telah berisi air suling setengahnya. Dicukupkan volumenya dengan air suling hingga garis tanda.

3.5 Prosedur Penelitian

3.5.1 Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan secara sampling purposif yaitu ditentukan atas dasar pertimbangan bahwa sampel yang diambil mempunyai karakteristik yang sama dengan sampel yang ada dan dianggap sebagai sampel representatif Sudjana, 2002.

3.5.2 Penyiapan Sampel

a. Daun Kari Segar Sebanyak 1 kg daun kari segar dibersihkan dari pengotoran, dicuci bersih dengan air mengalir, kemudian dicuci kembali dengan akua demineralisata dan ditiriskan beberapa saat. Kemudian dikeringkan dengan cara diangin-anginkan, lalu dipotong-potong kira-kira ± 1 cm dan dihaluskan dengan blender. 18 b. Daun Kari Rebus Sebanyak 1 kg daun kari segar dibersihkan dari pengotoran, dicuci bersih dengan air mengalir, kemudian dicuci kembali dengan akua demineralisata. Kemudian direbus dalam panci yang berisi air mendidih sebanyak 2000 mL. Selama proses perebusan, panci ditutup dan sesekali dilakukan pengadukan agar sampel terebus secara merata. Selanjutnya sampel diangkat dan ditiriskan beberapa saat. Kemudian dikeringkan dengan cara diangin-anginkan, lalu dipotong-potong kira- kira ± 1 cm dan dihaluskan dengan blender.

3.5.3 Proses Destruksi Kering

Sampel yang telah dihaluskan masing-masing ditimbang sebanyak 10 g, dimasukkan ke dalam krus porselen, lalu diarangkan di atas hot plate selama 10 jam, kemudian diabukan dengan tanur pada temperatur awal 100°C dan dinaikkan perlahan-lahan hingga 500°C dengan interval 25°C setiap 5 menit. Pengabuan dilakukan selama 45 jam dan dibiarkan hingga dingin dalam desikator. Abu ditambahkan 5 mL larutan HNO 3 1:1, kemudian diuapkan pada hote plate sampai kering. Krus porselen dimasukkan kembali ke tanur dengan temperatur awal 100°C dan dinaikkan perlahan-lahan hingga suhu 500°C dengan interval 25°C setiap 5 menit. Pengabuan dilakukan selama 1 jam dan dibiarkan hingga dingin dalam desikator Isaac, 1990.

3.5.4 Pembuatan Larutan Sampel

Dilarutkan sampel hasil destruksi dengan 5 mL HNO 3 dan dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 mL, dibilas krus porselen hingga tiga kali, kemudian larutan dicukupkan dengan akua demineralisata hingga garis tanda Horwitz, 2000. Kemudian disaring filtratnya dengan kertas Whatman No.42, dibuang 5 mL filtrat 19 pertama untuk menjenuhkan kertas saring, kemudian ditampung filtrat selanjutnya dalam botol. Filtrat ini digunakan sebagai larutan sampel untuk dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif.

3.5.5 Analisis Secara Kualitatif

3.5.5.1 Kalsium

a. Uji Nyala NiCr Dibersihkan kawat NiCr dengan HCl pekat, lalu dipijar pada api bunsen sampai tidak memberikan warna khusus pada nyala bunsen. Kemudian dicelupkan kawat pada sampel daun kari segar dan daun kari rebus, lalu dipijar pada api bunsen, diamati warna yang terjadi pada nyala bunsen. Jika terdapat kalsium akan terbentuk warna merah bata pada nyala bunsen Vogel, 1990. b. Uji Kristal Kalsium dengan Asam Sulfat 1 N Diteteskan larutan sampel sebanyak 1-2 tetes pada object glass, kemudian ditetesi dengan larutan asam sulfat dan etanol 96 akan terbentuk endapan putih, lalu diamati di bawah mikroskop. Jika terdapat ion kalsium akan terlihat kristal berbentuk jarum Vogel, 1990.

3.5.5.2 Kalium

a. Uji Nyala NiCr Dibersihkan kawat NiCr dengan HCl pekat, lalu dipijar pada api bunsen sampai tidak memberikan warna khusus pada nyala bunsen. Kemudian dicelupkan kawat pada sampel daun kari segar dan daun kari rebus, lalu dipijar pada api bunsen, diamati warna yang terjadi pada nyala 20 bunsen. Jika terdapat kalium akan terbentuk warna ungu pada nyala bunsen Vogel, 1990. b. Uji Kristal Kalium dengan Asam Pikrat Diteteskan larutan sampel sebanyak 1-2 tetes pada object glass, kemudian ditetesi dengan larutan asam pikrat, dibiarkan ± 5 menit, lalu diamati dibawah mikroskop. Jika terdapat ion kalium akan terlihat kristal berbentuk jarum besar Vogel, 1990.

3.5.5.3 Natrium

a. Uji Nyala NiCr Dibersihkan kawat NiCr dengan HCl pekat, lalu dipijar pada api bunsen sampai tidak memberikan warna khusus pada nyala bunsen. Kemudian dicelupkan kawat pada sampel daun kari segar dan daun kari rebus, lalu dipijar pada api bunsen, diamati warna yang terjadi pada nyala bunsen. Jika terdapat natrium akan terbentuk warna kuning keemasan pada nyala bunsen Vogel, 1990. b. Uji Kristal Natrium dengan Asam Pikrat Diteteskan 1-2 tetes larutan sampel pada object glass, kemudian ditetesi dengan larutan asam pikrat, dibiarkan ± 5 menit, lalu diamati di bawah mikroskop. Jika terdapat ion natrium, akan terlihat kristal berbentuk jarum halus Vogel, 1990.

3.5.6 Analisis Secara Kuantitatif

3.5.6.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi Kalsium

Dipipet larutan baku kalsium 1000 µgmL sebagai LIB I sebanyak 1 mL, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 mL dan dicukupkan dengan akua 21 demineralisata hingga garis tanda konsentrasi 10 µgmL digunakan sebagai LIB II. Dari larutan LIB II tersebut 10 µgmL dipipet masing-masing 5,0 mL; 10 mL; 15 mL; 20 mL dan 25 mL, kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 mL dan dicukupkan dengan akua demineralisata hingga garis tanda sehingga diperoleh konsentrasi berturut-turut 2,0 µgmL; 4,0 µgmL; 6,0 µgmL; 8,0 µgmL dan 10,0 µgmL. Kemudian diukur kurva kalibrasi kalsium pada panjang gelombang 422,7 nm dengan tipe nyala udara-asetilen.

3.5.6.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi Kalium

Dipipet larutan baku kalium 1000 µgmL sebagai LIB I sebanyak 1 mL, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 mL dan dicukupkan dengan akua demineralisata hingga garis tanda konsentrasi 10 µgmL digunakan sebagai LIB II. Dari larutan LIB II tersebut 10 µgmL dipipet masing-masing 5,0 mL; 10 mL; 15 mL; 20 mL dan 25 mL, kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 mL dan dicukupkan dengan akua demineralisata hingga garis tanda sehingga diperoleh konsentrasi berturut-turut 2,0 µgmL; 4,0 µgmL; 6,0 µgmL; 8,0 µgmL dan 10,0 µgmL. Kemudian diukur kurva kalibrasi kalium pada panjang gelombang 766,5 nm dengan tipe nyala udara-asetilen.

3.5.6.3 Pembuatan Kurva Kalibrasi Natrium

Dipipet larutan baku natrium 1000 µgmL sebagai LIB I sebanyak 1 mL, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 mL dan dicukupkan dengan akua demineralisata hingga garis tanda konsentrasi 10 µgmL digunakan sebagai LIB II. Dari larutan LIB II tersebut 10 µgmL dipipet masing-masing 1,0 mL; 2,0 mL; 3,0 mL; 4,0 mL dan 5,0 mL, kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 mL dan dicukupkan dengan akua demineralisata hingga garis tanda sehingga diperoleh 22 konsentrasi berturut-turut 0,2 µgmL; 0,4 µgmL; 0,6 µgmL; 0,8 µgmL dan 1,0 µgmL. Kemudian diukur kurva kalibrasi natrium pada panjang gelombang 589,0 nm dengan tipe nyala udara-asetilen.

3.5.6.4 Penetapan Kadar Kalsium

Dipipet masing-masing larutan sampel daun kari segar dan daun kari rebus sebanyak 0,5 mL, dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 mL faktor pengenceran = 100 kali dan dicukupkan dengan akua demineralisata hingga garis tanda. Lalu diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom yang telah dikondisikan dan diatur metodenya, dimana penetapan kadar kalsium dilakukan pada panjang gelombang 422,7 nm. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku kalsium. Konsentrasi kalsium dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi pada kurva kalibrasi.

3.5.6.5 Penetapan Kadar Kalium

Dipipet masing-masing larutan sampel daun kari segar dan daun kari rebus sebanyak 0,1 mL, dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 mL faktor pengenceran = 500 kali dan dicukupkan dengan akua demineralisata hingga garis tanda. Lalu diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom yang telah dikondisikan dan diatur metodenya, dimana penetapan kadar kalium dilakukan pada panjang gelombang 766,5 nm. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku kalium. Konsentrasi kalium dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi pada kurva kalibrasi. 23

3.5.6.6 Penetapan Kadar Natrium

Dipipet masing-masing larutan sampel daun kari segar dan daun kari rebus sebanyak 0,2 mL, dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 mL faktor pengenceran = 250 kali dan dicukupkan dengan akua demineralisata hingga garis tanda. Lalu diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom yang telah dikondisikan dan diatur metodenya, dimana penetapan kadar natrium dilakukan pada panjang gelombang 589,0 nm. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku natrium. Konsentrasi natrium dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi pada kurva kalibrasi.

3.5.6.7 Perhitungan Kadar Kalsium, Kalium dan Natrium dalam Sampel

Kadar kalsium, kalium dan natrium dalam sampel dapat dihitung dengan cara sebagai berikut: Kadar µgg = C × V × Fp W Keterangan: C = konsentrasi logam dalam larutan sampel µgmL V = volume larutan sampel mL Fp = faktor pengenceran W = berat sampel g

3.5.7 Analisis Data Secara Statistik

Menurut Gandjar dan Rohman 2007, kadar kalsium, kalium dan natrium yang diperoleh dari hasil pengukuran masing-masing larutan sampel diuji secara statistik dengan cara menghitung standar deviasi menggunakan rumus sebagai berikut: �� = � ∑Xi − X� 2 n − 1 24 Keterangan: Xi = kadar sampel �� = kadar rata-rata sampel N = jumlah pengulangan Kadar yang diperoleh dari hasil pengukuran masing-masing ke enam larutan sampel diuji secara statistik dengan uji t . Dengan adanya uji t maka dapat diketahui data ditolak atau diterima dan dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: t hitung = � ��− �� �� √� � � Hasil pengujian atau nilai t hitung yang diperoleh ditinjau terhadap tabel distribusi t, apabila t hitung t tabel maka data tersebut ditolak. Menurut Sudjana 2002, untuk mengetahui kadar kalsium, kalium dan natrium di dalam sampel dengan interval kepercayaan 99 , α = 0,05, dk = n-1, dapat digunakan rumus sebagai berikut: μ = � � ± � 1 2 �, �� x SD √n ⁄ Keterangan: µ = kadar mineral �� = kadar rata-rata sampel t = harga t tabel sesuai dk = n -1 α = tingkat kepercayaan SD = standar deviasi n = jumlah perlakuan

3.5.8 Validasi Metoda Analisis

3.5.8.1 Uji Kecermatan Accuracy

Menurut Harmita 2004, kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali recovery larutan baku yang ditambahkan. Uji kecermatan accuracy dilakukan dengan metode adisi penambahan larutan baku. Metode adisi ini dapat 25 dilakukan dengan menambahkan sejumlah larutan baku dengan konsentrasi tertentu pada sampel yang diperiksa, lalu dianalisis dengan metode tersebut. Persen perolehan kembali ditentukan dengan menentukan berapa persen larutan baku yang ditambahkan tadi dapat ditemukan. Dalam metode ini, penambahan larutan bakunya adalah 10 dan konsentrasi semua larutan baku yang digunakan adalah 1000 µgmL. Larutan baku yang ditambahkan yaitu kalsium 1,8 mL 1,8 mg, kalium 10,4 mL 10,4 mg dan natrium 0,4 mL 0,4 mg. Sampel yang telah dihaluskan ditimbang secara seksama sebanyak 10 g dalam krus porselen, dilanjutkan dengan proses destruksi kering. Kemudian dibuat larutan sampel dan dianalisis secara kuantitatif yaitu diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom dan konsentrasinya berdasarkan persamaan regresi pada kurva kalibrasi. Kadar analit dalam metode penambahan baku dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: � � + � = � 1 � 2 Keterangan: C = kadar analit dalam sampel S = kadar analit yang ditambahkan pada sampel R 1 = respon yang diberikan sampel R 2 = respon yang diberikan campuran sampel dengan tambahan analit Perhitungan perolehan kembali dapat juga ditetapkan dengan rumus sebagai berikut: Perolehan Kembali = C F − C A C ∗ A × 100 Keterangan: 26 C A = konsentrasi sampel sebelum penambahan baku C F = konsentrasi sampel setelah penambahan baku C ∗ A = konsentrasi analit yang ditambahkan

3.5.8.2 Uji Keseksamaan Presisi

Menurut Harmita 2004, Keseksamaan diukur sebagai simpangan baku atau simpangan baku relatif koefisien variasi. Adapun rumus untuk menghitung simpangan baku relatif adalah: ��� = �� �� × 100 Keterangan : �� = Kadar rata-rata sampel SD = Standar Deviasi RSD = Relative Standard Deviation koefisien variasi 3.5.8.3 Penentuan Batas Deteksi Limit of Detection dan Batas Kuantitasi Limit of Quantitation Batas deteksi merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan. Batas deteksi merupakan parameter uji batas. Penentuan batas deteksi ini ditentukan dengan mendeteksi analit dalam sampel Harmita, 2004. Batas kuantitasi merupakan parameter pada analisis renik dan diartikan sebagai kuantitasi terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama Harmita, 2004. Batas deteksi LOQ dan batas kuantitasi LOD dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: Simpangan Baku = � ∑Y−Yi 2 n −2 Batas Deteksi LOD = 3× �� ����� Batas Kuantitasi LOQ = 10× �� ����� 27

3.5.8.4 Pengujian Beda Nilai Rata-Rata Antar Sampel

Dalam penelitian biasanya menggunakan dua sampel atau lebih sebagai objek penelitiannya. Sampel-sampel tersebut dibandingkan untuk melihat ada atau tidaknya perbedaan setelah sampel-sampel tersebut diberi perlakuan berbeda. Oleh karena itu dilakukan uji perbedaan nilai rata-rata antar sampel. Menurut Sudjana 2002, prinsip pengujian beda nilai rata-rata adalah melihat ada atau tidaknya perbedaan variasi kedua kelompok data dengan menggunakan rumus: � � = � 1 2 � 2 1 Keterangan: F o = beda nilai yang dihitung � 2 = standar deviasi sampel 1 mg100 g � 2 = standar deviasi sampel 2 mg100 g Apabila dari hasilnya diperoleh F o tidak melewati nilai kritis F, maka dilanjutkan uji dengan distribusi t dengan rumus: t � = X � 1 − X� 2 Sp �1 n 1 + 1 n 2 ⁄ ⁄ S � = � n 1 − 1S 1 2 + n 2 − 1S 2 2 n 1 + n 2 − 2 Keterangan: �� 1 = kadar rata-rata sampel 1 �� 2 = kadar rata-rata sampel 2 Sp = simpangan baku � 1 = jumlah perlakuan sampel 1 � 2 = jumlah perlakuan sampel 2 Jika Fo melewati nilai kritis F maka dilanjutkan uji dengan distribusi t dengan rumus: t � = X � 1 − X� 2 Sp X � S 1 2 n 1 � + S 2 2 n 2 � 28 Keterangan: �� 1 = kadar rata-rata sampel 1 �� 2 = kadar rata-rata sampel 2 S 1 = standar deviasi sampel 1 S 2 = standar deviasi sampel 2 � 1 = jumlah perlakuan sampel 1 � 2 = jumlah perlakuan sampel 2 Kedua sampel dinyatakan berbeda apabila t � yang diperoleh melewati nilai kritis t dan juga sebaliknya. 29

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Identifikasi Tumbuhan

Identifikasi tumbuhan dilakukan oleh bagian Herbarium Bogoriense Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi LIPI Bogor. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa tumbuhan yang digunakan adalah daun kari dengan jenis Murraya koenigii L. Spreng dari suku Rutaceae. Data hasil identifikasi tumbuhan dapat dilihat pada Lampiran 1, halaman 42.

4.2 Analisis Kualitatif

Analisis kualitatif dilakukan sebagai analisis pendahuluan untuk mengidentifikasi mineral kalsium, kalium dan natrium. Data hasil analisis kualitatif dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan pada Lampiran 4, halaman 46. Tabel 4.1 Hasil Analisis Kualitatif pada Daun Kari No. Mineral Pereaksi Hasil Reaksi Hasil 1. Kalsium Uji Nyala Nyala Merah Bata + H 2 SO 4 1N + Etanol 96 ↓ Putih + Kristal Bentuk Jarum +

2. Kalium

Uji Nyala Nyala Ungu + Asam Pikrat 1 bv ↓ Kuning + Kristal Jarum Kasar +

3. Natrium

Uji Nyala Nyala Kuning Keemasan + Asam Pikrat 1 bv Kristal Jarum Halus + Keterangan : + = mengandung mineral 30 Pada Tabel 4.1 menunjukkan bahwa sampel daun kari mengandung mineral kalsium, kalium dan natrium. Sampel dinyatakan positif mengandung mineral kalsium karena menghasilkan endapan putih dengan penambahan asam sulfat 1 N dan etanol 96, kemudian diamati secara mikroskopis berupa kristal bentuk jarum serta memberikan nyala warna merah bata setelah dilakukan uji nyala dengan menggunakan kawat NiCr. Sampel dinyatakan positif mengandung mineral kalium karena menghasilkan endapan kuning dengan penambahan asam pikrat 1 bv, kemudian diamati secara mikroskopis berupa kristal bentuk jarum kasar serta memberikan nyala warna ungu setelah dilakukan uji nyala dengan menggunakan kawat NiCr. Sampel dinyatakan positif mengandung mineral natrium karena dengan penambahan asam pikrat 1 bv dan diamati secara mikroskopis berupa kristal bentuk jarum halus serta memberikan nyala warna kuning keemasan setelah dilakukan uji nyala dengan menggunakan kawat NiCr Vogel, 1990. 4.3 Analisis Kuantitatif 4.3.1 Kurva Kalibrasi Kalsium, Kalium dan Natrium