Penelitian ini tidak sesuai dengan pendapat Siagian 2000 bahwa makin tinggi pendidikan seseorang makin besar keinginannya untuk memanfaatkan
pengetahuan dan keterampilan. Hasil penelitian ini sependapat dengan Utami 2004 dan Rumintang 2006 yang mengatakan bahwa pada perawat tidak ada
hubungan pendidikan dengan kinerja, namun secara proporsional ada kecenderungan perawat yang berpendidikan lebih tinggi mempunyai kinerja yang
baik.
5.4. Hubungan Antara Motivasi dengan Kompetensi Sanitarian di Puskesamas
Kota Medan
Hasil penelitian didapat bahwa p value 0,001 artinya bahwa ada hubungan yang signifikan antara motivasi dengan kompetensi sanitarian. Sanitarian yang
kompetensinya baik ternyata motivasinya dalam bekerja juga baik yaitu 9 orang 81,8 dan yang berkompetensi rendah paling banyak adalah sanitarian yang
bermotivasi rendah yaitu 6 orang 75,0, tetapi ketika peneliti melihat kinerja pengumpulan datapembuatan data tentang industri makanan baik yang
memerlukan izin industri maupun yang tidak memerlukan izin industri, data katering, data kantin sekolah, ternyata belum semua sanitarian membuat data yang
lengkap bahkan ada yang tidak dapat menunjukkan data tersebut. Maka peneliti ingin mengetahui apa penyebab tidak tersedianya data tersebut dengan
menanyakan apa alasannya kepada sanitarian sehingga peneliti mendapat kesimpulan bahwa hal ini antara lain terjadi disebabkan oleh kewenangan yang
tidak diterapkan dengan baik antara sanitarian puskesmas dan pelaku-pelaku lain
DOHARNI DAULAY : HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DENGAN KOMPETENSI SANITARIAN DALAM PELAKSANAAN PENYEHATAN MAKANAN DI PUSKESMAS KOTA MEDAN TAHUN 2006, 2008.
di atas mereka seperti Balai POM dan Dinas Kesehatan Kota Medan, walaupun sebenarnya secara organisatoris hal tersebut merupakan wewenang mereka juga,
tapi karena puskesmas adalah UPT Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kota Medan yang berarti bahwa kegiatan-kegiatan penyehatan makanan yang
bersifat teknis di wilayah kerja puskesmas adalah merupakan tanggung jawab sanitarian, maka apabila petugas Balai POM dan Dinas Kesehatan Kota Medan
seperti dari Subdis Promosi Kesehatan dan Penyehatan Lingkungan dan Seksi Registrasi dan Akreditasi yang mengelola perizinan sarana industri rumah tangga
turun ke lapangan seharusnya mengikut sertakan sanitarian puskesmas agar sanitarian tersebut mengetahui apa maksud, tujuan, kegiatan yang dilakukan, hal
ini sangat diperlukan dalam pembinaan sarana industri rumah tangga tersebut karena sarana industri rumah tangga di Kota Medan ini cukup banyak tidak
sebanding dengan jumlah sanitarian Dinas Kesehatan Kota Medan dan petugas Registrasi dan Akreditasi, sehingga untuk melakukan pembinaan yang
berkesinambungan lebih memungkinkan dilakukan oleh sanitarian puskesmas. Hal ini selama ini tidak dilakukan yang menyebabkan sanitarian tidak berfungsi
sebagaimana mestinya dan hal ini tidak memberi contoh yang baik terhadap sanitarian dan masyarakat industri rumah tangga. Inilah antara lain yang
menyebabkan menurunnya motivasi dan minat sanitarian puskesmas untuk turun ke lapangan mendata, membina, mengawasi sarana industri makanan di wilayah
kerja masing-masing.
DOHARNI DAULAY : HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DENGAN KOMPETENSI SANITARIAN DALAM PELAKSANAAN PENYEHATAN MAKANAN DI PUSKESMAS KOTA MEDAN TAHUN 2006, 2008.
Hal ini sejalan dengan yang dikatakan oleh Gibson 1997 bahwa motivasi adalah konsep yang menguraikan tentang kekuatan-kekuatan yang ada dalam diri
seseorang yang memulai dan mengarahkan perilaku penggunaan. Variabel yang mempengaruhi perilaku kerja terdiri dari 3 variabel yaitu
variabel individu terdiri dari sub variabel kemampuan, keterampilan, latar belakang dan demografis, variabel psikologis terdiri dari sub variabel motivasi,
persepsi, sikap, kepribadian, belajar, dan variabel organisasi terdiri dari sub variable sumber daya, kepemimpinan, struktur dan desain pekerjaan.
Hal ini juga sesuai dengan Pinder 1998 yang mengatakan bahwa motivasi adalah sebagai sebuah set kekuatan internal dan eksternal yang
merangsang perilaku yang berhubungan dengan pekerjaan. Motivasi dapat menentukan bentuk perilaku yang berhubungan dengan pekerjaan.
Motivasi yang tinggi perlu diarahkan dan dipelihara melalui pelatihan, mentoring, bimbingan karir dan sebagainya, sehingga membuat seseorang mampu
bersikap profesional dan dapat diberdayakan. Apabila motivasi sudah menjadi bagian dari perilaku maka akan terlihat dari sikap seseorang sebagai seseorang
yang termotivasi, hal ini dapat meningkatkan kompetensi individu dan pada saat yang sama dapat meningkatkan nilai organisasi.
Motivasi penting karena motivasi adalah hal yang menyebabkan, menyalurkan dan mendukung perilaku manusia supaya mau bekerja giat dan
antusias mencapai hal yang optimal.
DOHARNI DAULAY : HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DENGAN KOMPETENSI SANITARIAN DALAM PELAKSANAAN PENYEHATAN MAKANAN DI PUSKESMAS KOTA MEDAN TAHUN 2006, 2008.
5.5. Hubungan antara Minat dengan Kompetensi Sanitarian di Puskesamas Kota