BAB II KEKUATAN EKSEKUTORIAL SERTIFIKAT JAMINAN
FIDUSIA DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN KEPADA PEMEGANG HAK FIDUSIA DALAM KEPAILITAN
A. Tinjauan Umum Jaminan Fidusia dan Kepailitan
1. Tinjauan Umum Tentang Jaminan Fidusia
a. Pengertian Fidusia
Pengaturan umum yang berkaitan dengan lembaga jaminan di Indonesia diatur dalam Pasal 1131 KUHPerdata, dimana ditentukan bahwa segala kebendaan pihak yang berutang
atau debitur, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru ada di kemudian hari menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan.
Selanjutnya Pasal 1132 KUHPerdata mengatur bahwa kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan padanya, pendapatan penjualan benda-
benda itu dibagi menurut keseimbangan besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila di antara pihak yang mempunyai piutang tersebut terdapat alasan-alasan yang sah
untuk didahulukan. Mengenai lembaga jaminan ini Mariam Darus B., menyatakan bahwa yang
dimaksud dengan jaminan adalah suatu tanggungan yang diberikan oleh seorang debitur dan atau pihak ketiga kepada kreditur untuk menjamin kewajibannya dalam suatu perikatan
54
. Keberadaan lembaga jaminan diberikan guna melindungi kepentingan kreditur atas
pengembalian modal yang telah diberikannya kepada debitur melalui suatu perikatan khusus yang bersifat accessoir dari perjanjian pokok oleh debitur dengan kreditur.
Jaminan yang diatur dalam perundang-undangan di Indonesia objeknya dapat berupa benda bergerak maupun benda tak bergerak, bersifat hak kebendaan sebagaimana diatur dalam
Pasal 528 KUHPerdata yang absolut mutlak, dapat dipertahankan terhadap siapapun dan droit de suite yaitu mengikuti benda pada siapapun yang menguasainya. Selain itu juga bersifat
Anggiat Ferdinan : Kekuatan Eksekutorial Sertifikat Jaminan Fidusia Terhadap Objek Jaminan Dalam Kepailitan, 2009 USU Repository © 2008
accessoir atau ikutan yaitu suatu hak yang hapusnya bergantung pada perjanjian pokoknya, yang biasanya berupa perjanjian pinjam uang, serta adanya hak preferen yaitu hak yang
didahulukan pemenuhannya dari piutang lain. Mengenai hak preferen ini diatur dalam Pasal 1133, 1134 dan 1198 KUHPerdata.
Jenis jaminan terbagi atas jaminan perorangan dimana adanya pernyataan pihak ketiga untuk menjamin pemenuhan kewajiban debitur kepada kreditur dalam hal debitur
wanprestasi dan jaminan kebendaan yaitu jaminan berupa harta kekayaan, baik benda maupun hak kebendaan,
55
yang diberikan dengan cara pemisahan bagian dari harta kekayaan baik debitur maupun pihak ketiga guna menjamin pemenuhan kewajiban debitur jika wanprestasi.
Yang dapat digunakan sebagai jaminan bisa berupa benda berwujud, benda bergerak, benda tidak bergerak dan benda tidak berwujud. Guna melindungi kepentingan kreditur agar ia
mendapat hak preferen dalam mengembalikan utang dan sebagai alat bukti yang sah, maka terhadap jaminan yang diberikan debitur haruslah dilakukan dengan pengikatan atau
pembebanan hak. Karena bentuk jaminan tersebut merupakan perjanjian accessoir
56
yang dibuat mengikuti perjanjian pokok antara kreditur dengan debitur.
Perjanjian pokok tersebut menimbulkan suatu perikatan antara kreditur dengan debitur, dimana pihak kreditur memberikan pinjaman modalnya sedangkan pihak debitur
berkewajiban mengembalikan modal tersebut. Syarat sah dari perjanjian pokok menjadi dasar dan melahirkan adanya suatu jaminan sangatlah penting agar jaminan tersebut dapat
dilaksanakan. Terhadap perjanjian pokok demikian juga dengan perjanjian jaminan tersebut syarat-syarat mengenai sahnya suatu perjanjian tunduk pada ketentuan Pasal 1320
KUHPerdata jo. Pasal 1338 KUHPerdata. Dalam Pasal 1320 KUHPerdata disebutkan bahwa suatu perjanjian dianggap sah apabila telah memenuhi unsur-unsur sebagai berikut :
54
Bactiar Sibarani, Aspek Hukum Eksekusi Jaminan Fidusia, Makalah disampaikan pada Seminar Sosialisasi UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, Jakarta, 9-10 Mei 2000.
55
Hak kebendaan adalah hak yang memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda, yang dapat dipertahankan terhadap tiap orang.
56
Adalah suatu perjanjian yang merupakan suatu “embel-embel” atau buntut daripada suatu perjanjian lain yang dinamakan “perjanjian pokok” yang lazimnya adalah suatu perjanjian
pinjam uang. kamus hukum oleh Subekti dan R. Tjitrosoedibyo, Pradnya Paramita, Jakarta, 1980, hal. 8.
Anggiat Ferdinan : Kekuatan Eksekutorial Sertifikat Jaminan Fidusia Terhadap Objek Jaminan Dalam Kepailitan, 2009 USU Repository © 2008
a. Kesepakatan antara pihak yang mengadakan perjanjian ;
b. Kecakapan dari para pihak yang mengadakan perjanjian tersebut ;
c. Adanya objek yang dijadikan perjanjian ;
d. Adanya suatu sebab yang halal.
Syarat dari point a dan b disebut juga dengan syarat subjektif karena melihat dari subjek atau para pihak yang akan mengadakan perjanjian. Kata sepakat antara pihak
diperlukan untuk adanya suatu perjanjian. Kesepakatan ini harus terlepas dari adanya paksaan baik terhadap pihak itu sendiri maupun terhadap kerabat dekatnya yang berpengaruh terhadap
pihak yang akan mengadakan perjanjian. Juga adanya unsur kehilafan dan penipuan dari salah satu pihak dapat membatalkan adanya kesepakatan tersebut. Kesepakatan tersebut
dilakukan oleh pihak-pihak yang cakap menurut undang-undang untuk melakukan perbuatan hukum yang akan menimbulkan hak dan kewajiban bagi dirinya, juga dalam kedudukannya
baik sebagai kuasa maupun sebagai wali atau pengampu. Syarat subjektif tersebut dalam hal tidak dipenuhi dalam perjanjian maka berakibat pihak yang merasa dirugikan dapat
mengajukan pembatalan. Syarat selanjutnya adalah dalam point c dan d merupakan syarat objektif suatu
perjanjian, dimana apabila tidak dipenuhinya syarat tersebut akan berakibat perjanjian tersebut batal demi hukum. Yaitu adanya suatu objek yang akan diperjanjikan, secara logis apabila
objek yang diperjanjikan tidak ada maka perjanjian itu sendiri tidak ada. Sedangkan syarat adanya suatu sebab yang halal berhubungan dengan adanya sebab-sebab yang secara jelas
dalam undang-undang, kesusilaan maupun ketertiban umum yang berlaku dalam masyarakat disebutkan sebagai sebab yang dilarang karena akan membawa dampak buruk terhadap
masyarakat. Kebebasan para pihak untuk membuat perjanjian apapun sepanjang telah
dipenuhinya syarat-syarat tersebut oleh undang-undang diberikan perlindungan. Perjanjian yang memenuhi syarat-syarat di atas secara hukum telah mengikat para pihak dan harus
dilaksanakan karena bagi para pihak berlaku sebagai undang-undang. Termasuk di dalamnya hak dan kewajiban bagi para pihak yang telah di sepakati dan di tuangkan dalam bentuk
Anggiat Ferdinan : Kekuatan Eksekutorial Sertifikat Jaminan Fidusia Terhadap Objek Jaminan Dalam Kepailitan, 2009 USU Repository © 2008
perjanjian. Karena perjanjian tersebut melahirkan suatu perikatan yang memberikan kepada pihak yang satu untuk memberikan prestasi dan pihak yang lain untuk menuntut prestasi
tersebut. Prestasi menurut undang-undang dapat berupa :
57
1. Menyerahkan suatu barang ;
2. Melakukan suatu perbuatan ;
3. Tidak melakukan suatu perbuatan.
Sesuai dengan tata cara pembebannya maka bentuk jaminan tersebut akan memberikan kekuatan eksekutorial kepada para pemegangnya, yaitu suatu eksekusi atau
pelaksanaan putusan dengan tanpa perlu adanya putusan pengadilan karena hak jaminan tersebut telah memberikan kekuatan untuk langsung melaksanakannya.
Dewasa ini dikenal sejumlah bentuk jaminan yang telah diatur oleh pemerintah, yaitu hak tanggungan diatur dalam UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan beserta benda-
benda yang ada di atasnya. Hipotik diatur dalam Pasal 1162 sd 1232 KUHPerdata dan Pasal 314 KUHD. Untuk benda bergerak, jaminan gadai diatur dalam Pasal 1150 – 1160
KUHPerdata. Untuk Jaminan fidusia telah dikeluarkan UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Serta jaminan pribadi borgtochtpersonal guarantee diatur dalam Pasal
1820–1850 KUHPerdata. Jaminan fidusia merupakan lembaga yang diperuntukkan terhadap benda-benda
bergerak baik berwujud maupun tidak berwujud. Keadaanlah yang menimbulkan lembaga jaminan ini. Karena dengan kemudahan yang diberikan yaitu bagi debitur dapat memperoleh
pinjaman sebagai modal usaha tanpa harus menyerahkan benda yang dijadikan sebagai jaminan. Apalagi jika benda tersebut adalah alat yang dipergunakan untuk menjalankan
usahanya. Sebagai hak jaminan maka diberikan suatu keistimewaan oleh undang-undang yaitu dengan adanya kekuatan eksekutorial sama dengan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap bagi pemegang jaminan fidusia apabila debitur
57
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Cetakan XXVI Jakarta : Intermasa, 1984 hal.123.
Anggiat Ferdinan : Kekuatan Eksekutorial Sertifikat Jaminan Fidusia Terhadap Objek Jaminan Dalam Kepailitan, 2009 USU Repository © 2008
wanprestasi. Hak istimewa ini diberikan untuk memberikan jaminan bagi kepentingan kreditur dari debitur yang mencoba menghindari kewajibannya.
Fidusia merupakan istilah yang sudah lama dikenal dalam bahasa Indonesia. UU No. 42 Tahun 1999 menggunakan istilah fidusia sehingga istilah tersebut telah menjadi yang resmi
dalam hukum Indonesia. Pengertian fidusia dapat pula diartikan sebagai penyerahan hak milik secara kepercayaan. Dalam bahasa Belanda disebut Fiduciare Eigendom Overdracht,
sedangkan dalam bahasa Inggris dikenal dengan Fiduciary Transfer of Ownership. Fidusia adalah hak kepemilikian suatu benda atas dasar kepercayaan dengan
ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.
58
Yang dimaksud dengan jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud dan tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang
tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana diatur dalam undang-undang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan debitur atau pemberi fidusia sebagai
agunan
59
bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur atau penerima fidusia terhadap kreditur lainnya.
60
Pengalihan hak kepemilikan tersebut semata-mata sebagai jaminan bagi pelunasan utang, bukan untuk
seterusnya dimiliki oleh kreditur atau penerima fidusia. Jaminan fidusia muncul dalam perkembangan akan kebutuhan suatu lembaga
jaminan yang dapat memberikan kemudahan baik kepada kreditur maupun debitur. Adanya lembaga jaminan sangat diperlukan untuk memberikan perlindungan dan kepastian serta rasa
aman dalam dunia perekonomian. Kebutuhan akan modal yang terus meningkat dalam rangka memajukan suatu usaha tidak terlepas dari adanya lembaga jaminan ini. Modal
diperlukan baik untuk memulai suatu usaha maupun untuk mengembangkan menjadi lebih maju dan dapat bersaing di pasaran. Kebutuhan akan peningkatan modal ini dapat diperoleh
58
Pasal 1 butir 1 UUJF.
59
Agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah Pasal 1 ayat 23
UU No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan.
Anggiat Ferdinan : Kekuatan Eksekutorial Sertifikat Jaminan Fidusia Terhadap Objek Jaminan Dalam Kepailitan, 2009 USU Repository © 2008
salah satunya dengan cara memperoleh kredit baik dari bank maupun non bank sebagai pihak kreditur. Sehingga akan tercipta suatu perikatan, dalam hal ini hubungan hutang piutang.
Pihak kreditur akan memberikan modal kepada debitur dengan kewajiban debitur untuk mengembalikannya sesuai dengan yang diperjanjikan dan pihak kreditur berhak untuk
memperoleh pengembalian atas modalnya beserta bunganya. Kreditur akan memberikan suatu pinjaman modal kepada debitur dengan terlebih dahulu memperoleh keyakinan akan
mendapatkan modalnya kembali bahkan dengan memperoleh keuntungan. Untuk itu pihak kreditur akan memberikan syarat-syarat yang dirasa dapat melindungi kepentingannya. Salah
satu syarat di antaranya dengan adanya suatu jaminan dari pihak debitur. Demikianlah lembaga jaminan dirasakan perlu keberadaan dalam dunia perekonomian. Jaminan bagi pihak
kreditur dalam hukum Indonesia telah dilindungi dalam Pasal 1131 KUHPerdata.
b. Sifat Jaminan Fidusia
Ketentuan UUJF secara tegas menyatakan jaminan fidusia adalah agunan atas kebendaan atau jaminan kebendaan zakelijke zekerheid, security right in rem yang
memberikan kedudukan diutamakan kepada penerima fidusia, yaitu hak yang didahulukan terhadap kreditur lainnya.
61
Hak ini tidak hapus karena adanya kepailitan danatau likuidasi pemberi fidusia.
62
Pasal 4 UUJF juga secara tegas menyatakan bahwa jaminan fidusia merupakan perjanjian assesoir dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak
untuk memenuhi suatu prestasi yang berupa memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu. Sebagai suatu perjanjian assesoir, perjanjian jaminan fidusia memiliki sifat
sebagai berikut :
63
a. sifat ketergantungan terhadap perjanjian pokok ;
b. keabsahannya semata-mata ditentukan oleh sah tidaknya perjanjian pokok ;
60
Pasal 2 butir 2 UUJF.
61
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op. Cit., hal. 131.
62
Perhatikan ketentuan dalam Pasal 27 ayat 3 UUJF.
63
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op. Cit., hal. 131.
Anggiat Ferdinan : Kekuatan Eksekutorial Sertifikat Jaminan Fidusia Terhadap Objek Jaminan Dalam Kepailitan, 2009 USU Repository © 2008
c. sebagai perjanjian bersyarat, maka hanya dapat dilaksanakan jika ketentuan yang
disyaratkan dalam perjanjian pokok telah atau tidak dipenuhi. Penerima fidusia adalah kreditur baik perseorangan maupun korporasi yang
memberi piutang kepada debitur yang menerima penyerahan hak milik dari tangan pemberi fidusia untuk kemudian penguasaannya diberikan kembali kepada debitur untuk
dimanfaatkan. Kreditur berkedudukan sebagai penerima jaminan, oleh karena benda atau barang yang dijaminkan tersebut merupakan hak milik, maka kreditur dapat melakukan
beberapa tindakan seperti layaknya seorang pemilik barang. Kreditur dalam hal ini adalah pemilik dari barang atau benda yang dijaminkan akan tetapi penguasaannya diserahkan
kembali kepada debitur. Pihak kreditur tidak menjadi pemilik sepenuhnya, karena kedudukannya sebagai
pemegang jaminan, sedangkan kewenangan sebagai pemilik yang dipunyainya adalah kewenangan yang masih berhubungan dengan jaminan itu sendiri, sehingga dengan demikian
kewenangannya adalah terbatas. Bentuk perjanjian fidusia harus dibuat dalam bahasa Indonesia dengan akta notaris. Akta notaris merupakan akta otentik.
64
Hal ini berhubungan dengan kedudukan kreditur dalam hal mengeksekusi benda jaminan, kedudukan
pembuktiannya terhadap keabsahan perjanjian jaminan menjadi kuat. Suatu akta notaris yang memuat tentang jaminan fidusia memual hal-hal sebagai berikut :
1. Identitas pihak pemberi fidusia yaitu nama, agama, tempat tinggal, tempat lahir, tanggal
lahir, jenis kelamin, status perkawinan serta pekerjaan ; 2.
Identitas pihak penerima fidusia yaitu nama, agama, tempat tinggal, tempat lahir, tanggal lahir, jenis kelamin, status perkawinan serta pekerjaan ;
3. Mencantumkan hari, tanggal dan jam pembuatan akta fidusia ;
64
Akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna, yaitu kekuatan pembuktian lahiriah yang dimaksudkan sebagai kemampuan dari akta itu sendiri untuk
membuktikan dirinya sebagai akta otentik. Kekuatan pembuktian formal, dibuktikan bahwa pejabat yang bersangkutan telah menyatakan dalam tulisan itu, sebagaimana yang tercantum dalam
akta itu dan selain dari kebenaran dari apa yang diuraikan oleh pejabat dalam akta itu sebagai yang dilakukan dan disaksikannya dalam menjalankan jabatannya, serta kekuatan pembuktian material,
yaitu akta itu memberikan pembuktian yang lengkap tentang kebenaran dari apa yang tercantum dalam akta itu.
Anggiat Ferdinan : Kekuatan Eksekutorial Sertifikat Jaminan Fidusia Terhadap Objek Jaminan Dalam Kepailitan, 2009 USU Repository © 2008
4. Data perjanjian pokok yang dijamin dengan fidusia ;
5. Uraian mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia, yaitu tentang identifikasi
benda tersebut, dan surat bukti kepemilikannya. Jika bendanya berupa barang pesediaan, maka disebutkan tentang jenis, merek dan kualitas dari barang tersebut ;
6. Jumlah nilai penjaminan ;
7. Nilai benda yang menjadi objek jaminan fidusia.
c. Tahap-tahap Pembebanan Jaminan Fidusia
Pembebanan jaminan fidusia melalui beberapa tahap yaitu :
65
1. Tahap perjanjian pokok kredit.
Tahap ini merupakan tahap awal dari adanya suatu jaminan fidusia, karena perjanjian jaminan fidusia bersifat perjanjian accesoir, yaitu perjanjian ikutan yang pembebanannya
akan hapus apabila perjanjian pokoknya hapus ; 2.
Tahap perjanjian yang bersifat konsensuil dan obligatoir. Perjanjian kredit antara kreditur dan debitur dengan jaminan fidusia. Diantara pihak
pemberi dan penerima fidusia diadakan perjanjian dimana ditentukan bahwa debitur meminjam sejumlah uang dengan janji akan menyerahkan hak miliknya secara fidusia
sebagai jaminan kepada pemberi kredit ; 3. Tahap penyerahan secara Constutum Possesorium.
Adanya perjanjian kebendaan di antara pihak pemberi dan penerima fidusia dilakukan penyerahan secara constutum possesorium dimana benda tetap dikuasasi oleh pemberi
fidusia. Tahap ini mengandung penyerahan semu, sebab benda fidusia tersebut masih tetap berada dalam kekuasaan pemberi fidusia. Penyerahan ini ditentukan sebagai cara
yang sah untuk lahirnya hak jaminan kebendaan yang baru, walaupun penyerahannya tidak merupakan penyerahan nyata dikenal bagi benda bergerak.
Anggiat Ferdinan : Kekuatan Eksekutorial Sertifikat Jaminan Fidusia Terhadap Objek Jaminan Dalam Kepailitan, 2009 USU Repository © 2008
4. Adanya perjanjian pinjam pakai. Tahap ini ditentukan dalam akta notaris, bahwa antara pemberi fidusia dan penerima
fidusia terjadi perjanjian pinjam pakai terhadap barang yang di fidusia kan. Bahwa pemberi fidusia meminjam pakai hak miliknya yang telah berada dalam kekuasaan
penerima fidusia. Dalam UUJF pembebanan jaminan fidusia dilakukan 2 dua tahap yaitu perjanjian pinjam
uang dengan akte notaris dan pendaftaran jaminan.
d. Obyek Jaminan Fidusia
Pasal 2 UUJF mengatur mengenai ruang lingkup objek jaminan fidusia yang berlaku terhadap setiap perjanjian yang bertujuan untuk membebani benda dengan jaminan fidusia.
Untuk selanjutnya Pasal 3 mempertegas mengenai objek jaminan yang secara tegas menyatakan bahwa UUJF tidak berlaku terhadap :
66
a. Hak tanggungan yang berkaitan dengan tanah dan bangunan, sepanjang peraturan
perundang-undangan yang berlaku menentukan jaminan atas benda-benda tersebut wajib didaftar. Akan tetapi hubungan di atas tanah milik orang lain tidak dapat dibebani hak
tanggungan dapat dijadikan objek jaminan fidusia ; b.
Hipotek atas kapal yang terdaftar dengan isi kotor berukuran 20m³ dua puluh meter kubik atau lebih ;
c. Hipotek atas pesawat terbang ;
d. Gadai.
Berdasarkan ketentuan di atas, maka selain dari yang tersebut di atas adalah objek jaminan fidusia. Selanjutnya dapat disimpulkan dari ketentuan-ketentuan Pasal 1 ayat 4,
Pasal 9, Pasal 10 dan Pasal 20 bahwa yang menjadi objek jaminan fidusia adalah sebagai berikut :
67
65
Mariam Darus Badrulzaman, Bab-Bab Tentang Creditverband, Gadai dan Fiducia, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1991, hal. 90-92.
66
Pasal 3 UUJF.
67
Munir Fuady, Jaminan Fidusia, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2000, hal. 22.
Anggiat Ferdinan : Kekuatan Eksekutorial Sertifikat Jaminan Fidusia Terhadap Objek Jaminan Dalam Kepailitan, 2009 USU Repository © 2008
a. Benda tersebut harus dapat dimiliki dan dialihkan secara hukum ;
b. Dapat atas benda berwujud ;
c. Dapat juga atas benda tidak berwujud, termasuk piutang ;
d. Benda bergerak ;
e. Benda tidak bergerak yang tidak dapat diikat dengan hak tanggungan ;
f. Benda tidak bergerak yang tidak dapat diikat dengan hipotek ;
g. Baik atas benda yang sudah ada maupun terhadap benda yang akan diperoleh kemudian ;
h. Dapat atas satu satuan atau jenis benda ;
i. Dapat juga atas lebih dari satu jenis atau satuan benda ;
j. Termasuk hasil dari benda yang telah menjadi objek jaminan fidusia ;
k. Termasuk juga hasil klaim asuransi dari benda yang menjadi objek jaminan fidusia ;
l. Benda persediaan stock perdagangan dapat juga menjadi objek jaminan fidusia.
e. Pendaftaran Jaminan Fidusia
Jaminan fidusia berdasarkan UUJF lahir pada saat didaftarkan dan dicatatkan di Kantor Pendaftaran Fidusia pada Buku Daftar Fidusia.
68
Perlunya pendaftaran tersebut untuk memenuhi asas publisitas dari jaminan fidusia tersebut. Hal ini merupakan suatu hal yang
baru, dimana dapat melindungi kepentingan kreditur terhadap debitur yang beritikad tidak baik, selain itu juga agar dapat diketahui oleh pihak ketiga sehingga dapat mengikat pihak
ketiga. Asas publisitas merupakan suatu hal yang penting dalam perkembangan jaminan hutang di masa dewasa ini. Karena semakin terpublikasinya jaminan utang akan semakin
baik, karena akan menjadi lebih baik terhadap jaminan-jaminan utang yang fisik objek jaminannya tidak diserahkan kepada kreditur seperti jaminan fidusia. Kepada pihak penerima
fidusia diberikan sertifikat fidusia yang merupakan salinan sesuai dengan aslinya dari buku daftar fidusia sebagai bukti memiliki hak fidusia. Permohonan pendaftaran fidusia
disampaikan kepada Kantor Pendaftaran Fidusia yang terdapat di setiap Kantor Wilayah
68
Pasal 13 sub 3 UUJF.
Anggiat Ferdinan : Kekuatan Eksekutorial Sertifikat Jaminan Fidusia Terhadap Objek Jaminan Dalam Kepailitan, 2009 USU Repository © 2008
Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia. Dalam permohonan dilampirkan pernyataan pendaftaran fidusia yang memuat hal-hal sebagai berikut :
a. Identitas pihak pemberi fidusia ; b. Identitas pihak penerima fidusia ;
c. Tanggal dan nomor akta jaminan fidusia ; d. Nama dan tempat kedudukan notaris yang memuat akta jaminan fidusia ;
e. Data perjanjian pokok yang dijamin dengan fidusia ; f. Uraian mengenai benda objek jaminan fidusia ;
g. Nilai penjaminan ; h. Nilai benda yang menjadi objek jaminan fidusia.
Setelah permohonan diterima, petugas kantor pendaftaran akan memeriksa kebenaran dari pernyataan pendaftaran fidusia dengan yang tercantum dalam akta notaris. Selanjutnya
berkas pernyataan pendaftaran akan di scan untuk selanjutnya dicetak menjadi buku daftar fidusia. Pengisian pernyataan pendaftaran dilakukan oleh pemohon, sehingga keterangan yang
terdapat dalam buku daftar fidusia adalah sesuai dengan keterangan yang diisi oleh pemohon. Demikian pula dengan keterangan yang terdapat dalam sertifikat jaminan fidusia. Dalam
sertifikat jaminan fidusia ini terdapat irah-irah ”DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”, sehingga dengan demikian sertifikat ini mempunyai
kekuatan eksekutorial yang dipersamakan dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Berarti bahwa sertifikat jaminan fidusia ini dapat langsung
dipergunakan untuk mengeksekusi objek jaminan fidusia apabila debitur cidera janji atau wanprestasi. Tanpa diperlukan adanya proses persidangan dan pemeriksaan melalui
pengadilan dan bersifat final serta mengikat para pihak untuk melaksanakan putusan tersebut. Pelaksanaan eksekusi objek jaminan fidusia berdasarkan ketentuan Pasal 29 UUJF,
yang dapat dilakukan dengan cara : a.
Melaksanakan titel eksekutorial ;
Anggiat Ferdinan : Kekuatan Eksekutorial Sertifikat Jaminan Fidusia Terhadap Objek Jaminan Dalam Kepailitan, 2009 USU Repository © 2008
b. Penjualan benda yang menjadi objek jaminan fidusia melalui lelang atas kekuasaan
penerima sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan ;
c. Menjual objek jaminan fidusia secara dibawah tangan atas dasar kesepakatan pemberi dan
penerima fidusia jika dengan cara demikian diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak.
Pelaksanaan eksekusi sesuai dengan Pasal 29 tersebut pada intinya dilaksanakan dengan cara melalui pelelangan di depan umum atau dengan cara penjualan di bawah tangan,
disesuaikan dengan perkiraan memperoleh hasil penjualan yang dapat menghasilkan nilai penjualan yang lebih tinggi. Untuk penjualan di bawah tangan harus dengan persetujuan dari
pemberi dan penerima fidusia serta di lakukan setelah lewat waktu 1 satu bulan sejak di beritahukan secara tertulis oleh pemberi dan penerima fidusia kepada pihak-pihak yang
berkepentingan serta diumumkan sedikitnya dalam 2 dua surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan. Selanjutnya Pasal 30 menyatakan pemberi fidusia diwajibkan
menyerahkan objek jaminan fidusia dalam rangka pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia. Apabila objek jaminan fidusia tidak diserahkan oleh pemberi fidusia, maka pemberi fidusia
berhak mengambil objek jaminan dan bila perlu meminta bantuan pihak yang berwenang.
2. Tinjauan Umum Tentang Kepailitan