Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS 2. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum Kerangka Teori

Telah diuji pada Tanggal 17 Juli 2009 PANITIA PENGUJI TESIS Ketua : Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH Anggota :

1. Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS 2. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum

3. Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum 4. Dr. T. Keizerina Devi A., SH, CN, M.Hum

Anggiat Ferdinan : Kekuatan Eksekutorial Sertifikat Jaminan Fidusia Terhadap Objek Jaminan Dalam Kepailitan, 2009 USU Repository © 2008 ABSTRAK Berdasarkan titel eksekutorial, pemegang hak jaminan fidusia dapat langsung mengeksekusi hak-haknya atas benda jaminannya untuk mengambil pelunasan piutangnya yang tidak hapus oleh kepailitan dan likuidasi si pemberi fidusia. Dalam kepailitan ditetapkan seorang hakim pengawas untuk mengeluarkan ketetapan-ketetapan yang diperlukan dalam pemberesan harta pailit, serta kurator yang melaksanakan pengurusan harta kekayaan debitur pailit dapat mengekang kebebasan pemegang hak jaminan fidusia dalam mengeksekusi jaminannya. Sertifikat jaminan fidusia dengan titel eksekutorial memiliki kekuatan hukum terhadap objek jaminan dalam kepailitan, hal demikian menghendaki kejelasan sehubungan kedudukan preferensi pemegang fidusia. Penelitian dilakukan untuk mengetahui kekuatan eksekutorial sertifikat jaminan fidusia terhadap objek jaminan dalam kepailitan. Sifat penelitian adalah penelitian normatif. Bahan kepustakaan dan studi dokumen dijadikan sebagai bahan utama, sementara data lapangan melalui wawancara sebagai data pendukung. Data yang terkumpul dipilah dan dianalisis secara yuridis, dan terhadap data yang sifatnya kualitatif ditafsirkan secara logis sistematis dengan metode deduktif dan induktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekuatan eksekutorial sertifikat jaminan fidusia memiliki kekuatan eksekutorial yang dipersamakan dengan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap. Eksekusi jaminan fidusia berupa eksekusi fidusia dengan titel eksekutorial ; eksekusi secara parate dilakukan melalui pelelangan umum atau dapat dilakukan dengan penjualan di bawah tangan. Pelaksanaan eksekusi terhadap jaminan fidusia yang dinyatakan pailit memperhatikan pembatasan dalam ketentuan Pasal 56 yang menangguhkan hak untuk didahulukan tersebut selama 90 sembilan puluh hari. Sedangkan kendala-kendala eksekusi jaminan fidusia adalah objek jaminan fidusia tidak mau deserahkan oleh debitur ; objek jaminan fidusia telah beralih ke pihak ketiga ; persediaan barangstok barang saat dieksekusi tidak ada ; nilai objek jaminan fidusia berubah ; mahalnya biaya lelang dan penyelenggaraan lelang. Permasalahan dalam praktek peradilan adalah benda jaminan fidusia dalam keadaan rusak atau tidak diketahui keberadaannya ; benda jaminan fidusia merupakan harta bersama. Selain itu ditemukan pula kendala dalam tahap pemberesan harta pailit oleh kurator. Pembatasan berupa penangguhan eksekusi, diharapkan tidak digunakan untuk melakukan upaya yang merugikan kreditur, dalam hal ini peran hakim pengawas, kurator sangat dibutuhkan untuk mencegahnya. Berbagai putusan pengadilan diharapkan sebagai masukan bagi perkembangan pembentukan peraturan atau regulasi baru untuk menjamin rasa keadilan dan kepastian hukum bagi semua pihak. Kata Kunci : Kekuatan Eksekutorial, Sertifikat Jaminan Fidusia, Kepailitan. Anggiat Ferdinan : Kekuatan Eksekutorial Sertifikat Jaminan Fidusia Terhadap Objek Jaminan Dalam Kepailitan, 2009 USU Repository © 2008 ABSTRACT Based on executorial title, the holder of fiduciary guarantee reserve a right to execute his rights on the collateral to take the full payment of his account receriveble that can not eliminated by bankrutcy and liqudation of fiduciary giver. In bankruptcy case, a supervisor judge assingned to take a decision in settlement the bankrupted property and curator who handle the properties of bankrupt debtor that limit the freedom of the fiduciary holder in execution of the collateral. Fiduciary guarantee object with executorial title has a law power to the collateral in bankruptcy, need a description about the preferential position of fiduciary holder. This research aims to study the executorial power of fiduciary certificate on the collateral in bankruptcy. This is a normative study. The liberary and document study is a field temporary rata collected throught interview as support data. The collated data is classified and analyzed juridically and the quantitative data is predicate by logical systematic by deductive and inductive method. The result of study indicates that the executorial power of fiduciary certificate has an equal executorial power as well as the decision of court that a permanent law power. Executorial on fiduciary certificate such as fiduciary executive with executorial title; execution by prate execution in the general auction or execution in prate underhand. The execution on fiduciary collateral in bankruptcy must consider the trem of Artcle 56 that postpone the right for proceeded during 90 ninety days. While the execution obstacles on fiduciary collateral is collateral the of fiduciary that did not handover by debitor; the collateral had transferred to the third party; there are not stock of collateral when execution; the value of fiduciary collateral price is changed; the higher price of auction cost. The problem in justice is the fiduciary collateral is a mutual property. In addition, there is obstacles in handle the property of bankrupts by curator. The limitation such as postponement of execution will applied to do any effort that make the the lost to creditor in which the role of supervisor jugde, curator is very necessary to prevent the lost. Various decision of the court will be input for the development of the new rule and regulation to assure the justice and law certainity for the any people. Keywords: Executorial Power, Fiduciary Collateral, Bankruptcy. Anggiat Ferdinan : Kekuatan Eksekutorial Sertifikat Jaminan Fidusia Terhadap Objek Jaminan Dalam Kepailitan, 2009 USU Repository © 2008 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat dan hikmatnya, karena Penulis dapat menyelesaikan studi pada Sekolah Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara. Sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Magister Humaniora, Penulis harus melengkapi syarat tersebut dengan menulis suatu karya ilmiah dalam bentuk tesis dengan judul ”Kekuatan Eksekutorial Sertifikat Jaminan Fidusia Terhadap Objek Jaminan Dalam Kepailitan”. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan kemampuan Penulis. Untuk itu dengan segala kerendahan hati, Penulis mengharapkan berbagai kritik yang sehat dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak untuk perbaikannya dikemudian hari. Dalam kesempatan ini, Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat : 1. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia BPSDM Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, dan Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan bea siswa mengikuti pendidikan Sekolah Pascasarjana ; 2. Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTMH., SpAK, para Pembantu Rektor, para Kepala Biro dan Lembaga atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada Penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Sekolah Pascasarjana S2 ; Anggiat Ferdinan : Kekuatan Eksekutorial Sertifikat Jaminan Fidusia Terhadap Objek Jaminan Dalam Kepailitan, 2009 USU Repository © 2008 3. Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc ; Ketua Program Studi Ilmu Hukum, Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, SH., MH ; Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum, Ibu Dr. Sunarmi, SH., M.Hum., beserta seluruh staf ; 4. Komisi Pembimbing : Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, SH., MH., selaku ketua ; Bapak Prof. Dr. Tan Kamello, SH., MS., dan Ibu Dr. Sunarmi, SH., M.Hum., selaku anggota. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M.Hum beserta Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH., CN., M.Hum selaku Dosen Penguji. Pada kesempatan ini, Penulis juga menyampaikan terima kasih dan rasa hormat kepada isteri tercinta Linda Lasmawati br. Nababan ; anak-anakku Evan Salomo Panjaitan, Veryan Lawrence Panjaitan dan Devita Priskilia br. Panjaitan yang dengan hati tulus terus berdoa untuk memberikan dukungan dan dorongan kepada Penulis untuk menyelesaikan perkuliahan dan penulisan tesis ini. Terlebih kepada sahabatku Kurniaman Telaumbanua, SH., M.Hum., yang telah banyak membantu dan meluangkan waktu, pikiran, saran dan pendapat, sehingga Penulis merasa terpacu untuk secepatnya menyelesaikan penulisan tesis ini. Juga kepada semua pihak yang tidak bisa saya sebut satu persatu yang turut serta membantu penyusunan tesis ini. Anggiat Ferdinan : Kekuatan Eksekutorial Sertifikat Jaminan Fidusia Terhadap Objek Jaminan Dalam Kepailitan, 2009 USU Repository © 2008 Akhirnya, semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi dunia pendidikan dan terutama bagi Penulis sendiri dan semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan rahmat dan anugerahnya kepada kita semua. Amin. Medan, Juli 2009 Penulis ANGGIAT FERDINAN Anggiat Ferdinan : Kekuatan Eksekutorial Sertifikat Jaminan Fidusia Terhadap Objek Jaminan Dalam Kepailitan, 2009 USU Repository © 2008 DAFTAR TABEL Nomor Judul Hal 1 Jumlah permohonan pendaftaran jaminan fidusia di Kantor Pendaftaran Fidusia............................................................... 5 Anggiat Ferdinan : Kekuatan Eksekutorial Sertifikat Jaminan Fidusia Terhadap Objek Jaminan Dalam Kepailitan, 2009 USU Repository © 2008 DAFTAR GAMBAR Nomor Judul Hal 1 Prosedur lelang pada KP2NL.......................................... 120 Anggiat Ferdinan : Kekuatan Eksekutorial Sertifikat Jaminan Fidusia Terhadap Objek Jaminan Dalam Kepailitan, 2009 USU Repository © 2008 DAFTAR SINGKATAN BHP : Balai Harta Peninggalan BW : Burgelijk Wetboek CV : Comanditaire Vennotschap HAM : Hak Asasi Manusia HIR : Herziene Indonesische Reglement Kanwil : Kantor Wilayah KP2LN : Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara KUHD : Kitab Undang-Undang Hukum Dagang KUHPerdata : Kitab Undang-Undang Hukum Perdata KUHPidana : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana PERPU : Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang PN : Pengadilan Niaga PT : Perseroan Terbatas RBg : Reglement voor de Buiten gewesten Rv : Reglement of Verordening Tbk : Terbuka UU : Undang-Undang UUHT : Undang-Undang Hak Tanggungan UUJF : Undang-Undang Jaminan Fidusia UUK dan PKPU : Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Anggiat Ferdinan : Kekuatan Eksekutorial Sertifikat Jaminan Fidusia Terhadap Objek Jaminan Dalam Kepailitan, 2009 USU Repository © 2008

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari keperluan akan dana guna menggerakkan roda perekonomian dirasakan semakin meningkat. Di satu sisi ada masyarakat yang kelebihan dana, tetapi tidak memiliki kemampuan untuk mengusahakannya, dan di sisi lain ada kelompok masyarakat lain yang memiliki kemampuan untuk berusaha namun terhambat pada kendala karena hanya memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki dana sama sekali. Untuk mempertemukan keduanya diperlukan intermediary yang akan bertindak selaku kreditor yang akan menyediakan dana bagi debitor. Dari sinilah timbul perjanjian utang piutang atau pemberian kredit. 1 Kredit merupakan tulang punggung bagi pembangunan bidang ekonomi. 2 Ini berarti perkreditan mempunyai arti penting dalam berbagai aspek pembangunan seperti bidang perdagangan, perindustrian, perumahan, transportasi, dan sebagainya. Perkreditan juga memberikan perlidungan kepada golongan ekonomi lemah dalam pengembangan usahanya. 3 Namun harus dipahami bahwa pemberian kredit khususnya oleh perbankan kepada pengusaha selalu mengandung risiko, sehingga sangat diperlukan unsur pengamanan dalam pengembaliannya. Unsur pengamanan safety adalah salah satu prinsip dasar dalam peminjaman kredit selain unsur keserasian suitability dan keuntungan profitability. Bentuk pengamanan kredit dalam praktik perbankan dilakukan dengan pengikatan jaminan. Fidusia sebagai salah satu jaminan adalah unsur pengaman kredit bank, yang dilahirkan dengan didahului oleh perjanjian kredit bank. 4 Hal ini menunjukkan bahwa perjanjian jaminan 1 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2003, hal. Vii. 2 Tan Kamello, Perkembangan Lembaga Jaminan Fidusia : Suatu Kajian Terhadap Pelaksanaan Jaminan Fidusia Dalam Putusan Pengadilan Di Sumatera Utara, Disertasi, 2002, hal. 1, sebagaimana dikutip dari Ali Said, Pidato Pengarahan Menteri Kehakiman R.I Dalam Simposium Aspek-Aspek Hukum Masalah Perkreditan, Jakarta : BPHN, 1985. 3 Ibid, sebagaimana dikutip dari Sumardi Mangunkusumo, Aspek-aspek Hukum Perkreditan Golongan Ekonomi Lemah, Kertas Kerja dalam Simposium Aspek-Aspek Hukum Masalah Perkreditan, Jakarta : BPHN Departemen Kehakiman, 1985, hal. 97. 4 Tan Kamello, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, Bandung : PT. Alumni, 2006, hal. 28. Anggiat Ferdinan : Kekuatan Eksekutorial Sertifikat Jaminan Fidusia Terhadap Objek Jaminan Dalam Kepailitan, 2009 USU Repository © 2008 fidusia memiliki karakter assessor yang dianut oleh Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia selanjutnya ditulis UUJF, 5 dimana dalam pemberian perjanjian jaminan selalu diikuti dengan adanya perjanjian yang mendahuluinya, yaitu perjanjian utang piutang yang disebut dengan perjanjian pokok. Perjanjian jaminan ini tidak dapat berdiri sendiri melainkan selalu mengikuti perjanjian pokoknya. Apabila perjanjian pokoknya berakhir, maka perjanjian jaminannya juga berakhir. 6 Sebagai suatu perjanjian assesoir dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi yang berupa memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu, yang dapat dinilai dengan uang. Sebagai suatu perjanjian assesoir, perjanjian jaminan fidusia memiliki sifat sebagai berikut : 7 1. Sifat ketergantungan terhadap perjanjian pokok ; 2. Keabsahan semata-mata ditentukan oleh sah tidaknya perjanjian pokok ; 3. Sebagai perjanjian bersyarat, maka hanya dapat dilaksanakan jika ketentuan yang disyaratkan dalam perjanjian pokok telah atau tidak terpenuhi. Sebagai salah satu hak kebendaan, jaminan fidusia menganut prinsip droit de preference yaitu hak didahulukan terhadap kreditur lain untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda jaminan, dan hak tersebut tidak hapus oleh karena kepailitan dan likuidasi si pemberi fidusia. 8 Dengan adanya prinsip mendahului ini, kreditur pemegang hak jaminan fidusia dapat langsung mengeksekusi hak-haknya atas benda jaminannnya untuk memenuhi utang dari debitur, hal ini juga terdapat dalam kepailitan yang menyatakan bahwa kreditur pemegang hak jaminan dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan Pasal 55 UU No. 37 Tahun 2004. 5 Pasal 4 UUJF menyatakan, “Jaminan Fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi”. 6 Euginia Liliawati Muljono, Tinjauan Juridis Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Dalam Kaitannya Dengan Pemberian Kredit Oleh Perbankan, Jakarta : Harvarindo, 2003, hal. 18. 7 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2003, hal. 131. 8 Pasal 27 UUJF. Anggiat Ferdinan : Kekuatan Eksekutorial Sertifikat Jaminan Fidusia Terhadap Objek Jaminan Dalam Kepailitan, 2009 USU Repository © 2008 Sebagaimana dengan hak tanggungan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, UUJF juga mengatur sertifikat jaminan fidusia mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama kekuatannya dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Berdasarkan titel eksekutorial tersebut, penerima fidusia kreditur dapat langsung mengeksekusi melalui pelelangan umum atas objek jaminan fidusia tanpa melalui pengadilan, di samping UUJF juga memberikan kemudahan eksekusi kepada penerima fidusia kreditur melalui lembaga parate eksekusi. 9 Dalam eksekusi ini, bank sebagai kreditur fidusia memiliki kepentingan atas jaminan fidusia berdasarkan perjanjian jaminan khusus. 10 Apabila debitur wanprestasi maka bank dapat mengambil pelunasan utang dari hasil penjualan barang jaminan fidusia. Dalam hal terjadi kepailitan, maka menarik untuk dianalisa bagaimana status barang jaminan fidusia yang telah dibebani dengan fidusia. Apakah kreditur fidusia diakui sebagai kreditur murni sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 27 ayat 3 UUJF. Sejauhmana sertifikat jaminan fidusia dengan titel eksekutorial yang dimiliki oleh kreditur memiliki kekuatan hukum terhadap objek jaminan dalam kepailitan, hal demikian menghendaki kejelasan sehubungan dengan kedudukan preferensi pemegang fidusia. Terlepas dari masih adanya berbagai permasalahan hukum dalam pelaksanaan titel eksekutorial sertifikat jaminan fidusia, lembaga jaminan fidusia tetap menjadi lembaga pengamanan kredit bank. Dari data pra penelitian yang diperoleh dari Kantor Pendaftaran Fidusia di Medan sejak tahun 2003 sampai dengan Maret 2009 jumlah permohonan pendaftaran jaminan fidusia sebanyak 24.985 permohonan dengan perincian sebagai berikut: 9 Fred B.G. Tumbuan, Mencermati Pokok-Pokok Rencana Undang-Undang Fidusia, Penelitian Hukum Newsletter, No. 38XSeptember1999, hal. 18. 10 Perjanjian jaminan khusus maksudnya perjanjian jaminan yang bukan lahir karena Pasal 1131 KUH Perdata melainkan perjanjian yang dibuat antara kreditur penerima fidusia dengan debitur pemberi fidusia dengan menunjuk benda-benda tertentu sebagai jaminan fidusia, sebagaimana dikutip dari, Tan Kamello, Perkembangan Lembaga Jaminan Fidusia : Suatu Kajian Terhadap Pelaksanaan Jaminan Fidusia Dalam Putusan Pengadilan Di Sumatera Utara, Disertasi, 2002, hal. 18. Anggiat Ferdinan : Kekuatan Eksekutorial Sertifikat Jaminan Fidusia Terhadap Objek Jaminan Dalam Kepailitan, 2009 USU Repository © 2008 Tabel 1. Jumlah Permohonan Pendaftaran Jaminan Fidusia di Kantor Pendaftaran Fidusia Medan No Tahun Jumlah Permohonan 1. 2003 2.542 2. 2004 2.506 3. 2005 3.077 4. 2006 2.342 5. 2007 3.907 6. 2008 8.333 7. sd Maret 2009 2.278 Jumlah 24.985 Sumber: Divisi Pelayanan Hukum dan HAM Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM Sumatera Utara. Krisis moneter yang telah melanda negara-negara Asia termasuk Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 telah menimbulkan pengaruh yang tidak menguntungkan terhadap perekonomian dan perdagangan nasional, sehingga kinerja perekonomian di Indonesia menurun tajam dan berubah menjadi krisis yang berkepanjangan di segala bidang. Krisis tersebut antara lain telah menimbulkan kesulitan pengembangan usaha yang sangat mempengaruhi kemampuannya untuk memenuhi kewajiban pembayaran utangnya kepada kreditur, dikarenakan perbedaan nilai tukar rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat yang sangat tinggi, utang dalam mata uang asing tidak dapat dibayar dalam mata uang rupiah. Dalam penyelesaian utang piutang, diberikan kesempatan kepada kreditur dan debitur untuk menyelesaikan masalah utang piutang secara adil, cepat, terbuka dan efektif dari suatu Anggiat Ferdinan : Kekuatan Eksekutorial Sertifikat Jaminan Fidusia Terhadap Objek Jaminan Dalam Kepailitan, 2009 USU Repository © 2008 perangkat hukum yang mendukungnya. Salah satu sarana hukum yang menjadi landasan bagi penyelesaian utang piutang tersebut adalah Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. 11 Oleh karena itu lembaga kepailitan merupakan salah satu kebutuhan pokok dalam dunia usaha, karena dengan adanya status pailit merupakan salah satu sebab pelaku bisnis keluar dari pasar. Apabila pelaku bisnis tidak mampu lagi untuk bermain di arena pasar, maka dapat keluar dari pasar atau terpaksa bahkan mungkin dipaksa keluar dari pasar, dalam hal inilah kemudian lembaga kepailitan itu berperan. 12 Perkara permohonan kepailitan adalah perkara yang diajukan pada Pengadilan Niaga. Permohonan dapat diajukan oleh debitur, kreditur atau para kreditur, kejaksaan untuk kepentingan umum, Bank Indonesia apabila menyangkut debitur yang merupakan bank, serta Badan Pengawas Pasar Modal bila menyangkut debitur yang merupakan perusahaan efek. Apabila permohonan pailit diterima oleh pengadilan, maka akan ditetapkan siapa Hakim Pengawas yang ditunjuk dari Hakim Pengadilan Niaga untuk mengawasi pengurusan dan pemberesan harta pailit serta untuk mengeluarkan ketetapan yang diperlukan dalam proses pasca kepailitan. Di samping itu ditetapkan juga seorang kurator untuk melaksanakan pengurusan dan pemberesan harta pailit yang meliputi penyelamatan, pengelolaan, penjaminan, dan penjualan harta pailit yang dilakukan dimuka umum dengan seizin Hakim Pengawas. Permasalahan yang akan dihadapi oleh kreditur separatis yang kedudukannya secara tegas telah dijamin oleh UUJF sebagai kreditur yang mempunyai hak-hak untuk didahulukan terhadap kreditur lainnya dan dapat melaksanakan eksekusi terhadap objek hak jaminan fidusia berdasarkan kekuasaannya sendiri tanpa memerlukan ijin dari pengadilan 13 , tetapi dalam kepailitan telah ditetapkannya seorang hakim pengawas untuk mengeluarkan ketetapan-ketetapan yang diperlukan dalam pemberesan harta pailit dalam proses pasca kepailitan serta kurator yang akan melaksanakan pengurusan dan pemberesan terhadap harta kekayaan debitur pailit yang dapat 11 Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan, Jakarta : Pustaka Utama Grafiti, 2002, hal. 32. 12 Rahayu Hartini, Hukum Kepailitan, Jakarta : Proyek Peningkatan Penelitian Pendidikan Tinggi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, 2002, hal.2 13 Ibid, hal. 131. Anggiat Ferdinan : Kekuatan Eksekutorial Sertifikat Jaminan Fidusia Terhadap Objek Jaminan Dalam Kepailitan, 2009 USU Repository © 2008 mengekang kebebasan hak dari kreditur separatis, khususnya kreditur pemegang hak jaminan fidusia dalam mengeksekusi jaminannya. Berdasarkan uraian di atas, permasalahan hukum yang ada dalam jaminan fidusia khususnya mengenai kekuatan eksekutorial sertifikat jaminan fidusia terhadap objek jaminan fidusia dalam hukum kepailitan, menarik untuk diteliti sebagai suatu karya ilmiah dalam bentuk tesis dengan judul, ”Kekuatan Eksekutorial Sertifikat Jaminan Fidusia Terhadap Objek Jaminan Dalam Kepailitan”.

B. Permasalahan

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang, maka permasalahan yang akan diteliti untuk dianalisa dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana kekuatan eksekutorial sertifikat jaminan fidusia dapat memberikan perlindungan kepada pemegang hak jaminan fidusia dalam kepailitan ? 2. Bagaimana proses pelaksanaan eksekusi terhadap objek jaminan fidusia dalam kepailitan ? 3. Kendala-kendala apa yang dapat menghambat proses eksekusi terhadap objek jaminan fidusia dalam kepailitan ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan permasalahan, maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui dan menganalisis kekuatan eksekutorial sertifikat jaminan fidusia dapat memberikan perlindungan kepada pemegang hak fidusia dalam kepailitan ; 2. Untuk mengetahui proses pelaksanaan eksekusi terhadap objek jaminan fidusia dalam kepailitan ; 3. Untuk mengatasi solusi terhadap kendala-kendala yang dapat menghambat proses eksekusi terhadap objek jaminan fidusia dalam kepailitan.

D. Manfaat Penelitian

Anggiat Ferdinan : Kekuatan Eksekutorial Sertifikat Jaminan Fidusia Terhadap Objek Jaminan Dalam Kepailitan, 2009 USU Repository © 2008 Terjawabnya permasalahan-permasalahan yang telah dirumuskan serta tercapainya tujuan penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat baik dalam tataran akademis maupun dalam tataran praktis, yakni a. Secara teoretis hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya Ilmu Hukum yang berkaitan dengan hukum jaminan fidusia dan hukum kepailitan ; b. Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi praktisi hukum sebagai bahan masukan dalam menangani masalah yang terjadi dalam eksekusi objek jaminan dalam kepailitan yang dibebani dengan jaminan fidusia.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran yang dilakukan di perpustakaan Universitas Sumatera Utara Medan, penelitian terdahulu mengenai hukum jaminan fidusia dan kepailitan sudah pernah dilakukan antara lain: “Praktik Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Ditinjau dari Aspek Keamanan Kredit Bank dan Perkembangannya”, oleh Dwi Pujo Prayitno NIM: 923105006; “Perjanjian Jaminan Fidusia Yang Bertendensi Hukum Setelah UU No. 421999 Studi Kasus Pada Pengadilan Medan”, oleh Ade Sofia Siregar NIM: 027005027; “Eksekusi Barang Jaminan Fidusia Yang Lahir Dari Perjanjian Kredit Bank Studi Pada Bank Pemerintah di Kota Medan”, oleh Emmi Rahmiwita NIM: 027005007; “Analisis Yuridis Fungsi dan Peran Kantor Pendaftaran Fidusia Ditinjau Dari UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia Suatu Penelitian di Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM Sumut”, oleh Juraini Sulaiman NIM: 047005035; namun penelitian ini berbeda dalam topik dan permasalahannya. Dengan demikian, penelitian tesis ini dapat dikatakan “asli”, jauh dari unsur plagiat yang bertentangan dengan asas-asas keilmuan yakni kejujuran, rasional, objektif dan terbuka, sehingga kebenaran penelitian juga dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Anggiat Ferdinan : Kekuatan Eksekutorial Sertifikat Jaminan Fidusia Terhadap Objek Jaminan Dalam Kepailitan, 2009 USU Repository © 2008

F. Kerangka Teori dan Konsepsional

1. Kerangka Teori

Di dalam melakukan suatu penelitian diperlukan adanya kerangka teoritis sebagaimana yang dikemukakan oleh Ronny H. Soemitro bahwa “untuk memberikan landasan yang mantap pada umumnya setiap penelitian harus selalu disertai dengan pemikiran teoritis”. 14 Tugas yang sangat fundamental hukum adalah menciptakan ketertiban, sebab ketertiban merupakan suatu syarat dari adanya masyarakat yang teratur. Hal ini berlaku bagi masyarakat manusia dalam segala bentuknya. Oleh karena itu pengertian manusia, masyarakat dan hukum tak akan mungkin dipisah-pisahkan. 15 Selanjutnya agar tercapai ketertiban dalam masyarakat, diusahakanlah untuk mengadakan kepastian. Kepastian di sini diartikan sebagai kepastian dalam hukum dan kepastian oleh karena hukum. Hal ini disebabkan karena pengertian hukum mempunyai dua segi. Segi pertama adalah bahwa ada hukum yang pasti bagi peristiwa yang kongkret, segi kedua adalah adanya suatu perlindungan hukum terhadap kesewenang-wenangan. 16 Inti kepastian hukum bukanlah terletak pada batas daya berlakunya menurut wilayah atau golongan masyarakat tertentu. Hakekatnya adalah suatu kepastian, tentang bagaimana para warga masyarakat menyelesaikan masalah hukum, bagaimana peranan dan kegunaan lembaga hukum bagi masyarakat, apakah hak dan kewajiban para warga masyarakat, dan seterusnya. 17 Berkaitan dengan penyelesaian masalah hukum yang terjadi di antara para warga masyarakat dan bagaimana peran dan kegunaan lembaga hukum bagi masyarakat, menurut teori konvensional, tujuan hukum adalah mewujudkan keadilan rechtsgerechtigheid, kemanfaatan rechtsutiliteit dan kepastian hukum rechtszekerheid. 18 Dalam hal mewujudkan keadilan, Adam Smith 1723-1790, Guru Besar dalam bidang filosofi moral dan sebagai ahli teori hukum dari Glasgow University pada tahun 1750, 19 telah melahirkan ajaran mengenai keadilan justice. Smith 14 Ronny H. Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta : Ghalia, 1982, hal. 37. 15 Soerjono Soekanto, Penegakan Hukum, Jakarta : Binacipta, 1983, hal. 42. 16 Ibid. 17 Ibid. 18 Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis, Jakarta : PT. Gunung Agung Tbk, 2002, hal 85. 19 Bismar Nasution, Mengkaji Ulang Hukum sebagai Landasan Pembangunan Ekonomi, Pidato pada Pengukuhan sebagai Guru Besar, USU – Medan, 17 April 2004, hal. 4-5. Anggiat Ferdinan : Kekuatan Eksekutorial Sertifikat Jaminan Fidusia Terhadap Objek Jaminan Dalam Kepailitan, 2009 USU Repository © 2008 mengatakan bahwa : ‘Tujuan keadilan adalah untuk melindungi diri dari kerugian’ the goal of justice is to secure from injury. 20 Menurut Satjipto Rahardjo, “Hukum melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingan tersebut. Pengalokasian kekuasaan ini dilakukan secara terukur, dalam arti, ditentukan keluasaan dan kedalamannya. Kekuasaan yang demikian itulah yang disebut hak. Tetapi tidak setiap kekuasaan dalam masyarakat bisa disebut sebagai hak, melainkan hanya kekuasaan tertentu yang menjadi alasan melekatnya hak itu pada seseorang. 21 Salah satu filosofi hukum kepailitan ialah adanya nilai keadilan sehingga hukum dapat memberikan tujuan yang sebenarnya yaitu memberi manfaat, kegunaan dan kepastian hukum. Keadilan menurut Aristoteles ialah perlakuan yang sama bagi mereka yang sederajat di depan hukum, tetap menjadi urusan tatanan politik untuk menentukan siapa saja yang harus diperlakukan sama atau sebaliknya. 22 Aristoteles menyatakan bahwa ukuran keadilan adalah bahwa : 23 a. Seorang tidak melanggar hukum yang berlaku, sehingga keadilan berarti “lawfull” yaitu hukum tidak boleh dilanggar dan aturan hukum harus diikuti, dan ; b. Seseorang tidak boleh mengambil lebih dari haknya, sehingga keadilan berarti persamaan hak. Menurut W. Friedman, suatu undang-undang haruslah memberikan keadilan yang sama kepada semua walaupun terdapat perbedaan-perbedaan di antara pribadi-pribadi tersebut. 24 Oleh karena itu hak preferen dari kreditur pemegang hak jaminan fidusia tersebut ditangguhkan agar memberikan keadilan kepada debitur agar tercapai perdamaian, kepada kreditur selain kreditur separatis agar harta pailit dapat dioptimalkan sehingga dapat dibagikan kepada setiap kreditur Sebagaimana dikutip dari Neil Mac Cormick, “Adam Smith on Law”, Valvaraiso University Law Review, Vol. 15, 1981 hal, 244 20 Ibid, sebagaimana dikutip dari R.L. Meek, D.D. Raphael dan P.G. Stein, e.d, Lecture of jurisprudence, Indianapolis, Liberty Fund, 1982, hal. 9 21 Satjipto Rajardjo, Ilmu Hukum, Bandung : Citra Aditya Bakti, Cetakan ke – V, 2000, hal. 53. 22 Lawrance M. Friedman, American Law an Introduction, Terjemahan Wishnu Bhakti, Jakarta : PT. Tata Nusa, 2001, hal. 4. 23 Aristoteles, Ethics, Terjemahan kedalam Bahasa Inggeris oleh JAK Thomson, Harmondsworth, Middlesex, England : Penguin Book Ltd, 1970, hal. 140. 24 W. Friedman, Teori dan Filsafat Hukum Dalam Buku Telaah Kritis Atas Teori-Teori Hukum, diterjemahkan dari buku aslinya Legal Theory oleh Muhammad Arifin, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1993, hal. 7. Anggiat Ferdinan : Kekuatan Eksekutorial Sertifikat Jaminan Fidusia Terhadap Objek Jaminan Dalam Kepailitan, 2009 USU Repository © 2008 sesuai dengan haknya masing-masing, dan juga kepada kurator agar dapat mengoptimalkan hasil kerjanya. 25 Selanjutnya jika dikaitkan nilai keadilan dan kepastian hukum yang terkandung dalam hukum kepailitan dengan lembaga fidusia maka keduanya terdapat hubungan hukum yang telah ditentukan oleh undang-undang. Fidusia secara etimologi berasal dari kata “Fides” yang berarti kepercayaan. Sesuai dengan arti kata ini, korelasi yuridis antara debitur pemberi fidusia dan kreditur penerima fidusia merupakan hubungan hukum yang berdasarkan kepercayaan. Pemberi fidusia percaya bahwa Penerima Fidusia akan bersedia mengembalikan hak milik barang yang telah diserahkan setelah dilakukan pelunasan utang. 26 Dalam sejarahnya lembaga jaminan fidusia 27 di Indonesia lebih dikenal dengan istilah “penyerahan hak milik secara kepercayaan”. Munculnya lembaga ini dikarenakan adanya perkembangan dari dunia perdagangan yang pesat, dimana kebutuhan akan modal dalam jumlah banyak juga sangat besar. Para pengusaha termasuk para importir sering kali melihat barang dagangannya sebagai benda yang bisa mempunyai nilai tinggi, akan tetapi mengingat bahwa barang-barang dagangan itu berupa barang- barang bergerak yang apabila dijaminkan bendabarang tersebut harus diserahkan kepada kreditur, sedangkan mereka menginginkan suatu jaminan yang bendabarang jaminannya tetap di tangan mereka dengan tujuan bendabarang tersebut tetap menghasilkan nilai atau mungkin mendapatkan nilai yang lebih. Akan tetapi apabila melakukan hal tersebut, maka mereka terbentur pada ketentuan Pasal 1152 KUHPerdata tentang gadai dikarenakan pada gadai asas umum mengenai bezit adalah tidak memperbolehkan adanya penyerahan secara constitutum posessorium. 25 Pasal 56 UUK dan PKPU. 26 Lihat dalam Gunawan Widjaja Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, Seri Hukum Bisnis, Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2000, hal.113. 27 Pasal 1 UU No.42 Tahun 1999, ayat 1 menyatakan “Fidusia adalah hak kepemilikian suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang kepemilikannya dialihkan tetap dalam penguasaan pemilik benda.” Bandingkan dalam ayat 2 memberikan pengertian tentang “Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya.” Anggiat Ferdinan : Kekuatan Eksekutorial Sertifikat Jaminan Fidusia Terhadap Objek Jaminan Dalam Kepailitan, 2009 USU Repository © 2008 Hukum jaminan dalam pengaturannya berdasarkan kepada KUHPerdata yang mengenal prinsip pembagian benda. KUHPerdata membagi benda menjadi 2 dua kelompok besar yaitu benda bergerak dan benda tetap atau tidak bergerak Pasal 504 KUHPerdata. Pembagian benda tersebut lebih dijabarkan dalam Hukum Jaminan, yaitu untuk benda bergerak disediakan lembaga jaminan gadai Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160 KUHPerdata, sedangkan untuk benda tetap disediakan lembaga jaminan hipotik Pasal 1162 sampai dengan Pasal 1232 KUHPerdata. Dalam Pasal 1131 KUHPerdata 28 disebutkan tentang dasar tanggung jawab perdata seseorang atas perikatanhutang-hutangnya yaitu, ”segala kebendaan si berhutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari menjadi tanggungan untuk segala perikatannya perseorangan”. Adapun yang dimaksudkan dengan pengertian perikatan dalam ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata tersebut adalah hutang-hutang perikatan, atau dengan perkataan lain, kewajiban prestasi perikatan yang berdasarkan Pasal 1234 KUHPerdata yang dapat dikelompokkan menjadi kewajiban untuk memberikan sesuatu, melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. Maka dapat dikatakan bahwa Pasal 1131 KUHPerdatalah diatur prinsip tanggung jawab orang atas hutang-hutangnya. Di dalam Pasal 1132 KUHPerdata ini dikenal dengan prinsip persamaan kedudukan dari para kreditur yaitu pada asasnya para kreditur sama tinggi, baik yang tagihannya sudah lama maupun masih baru. Perwujudan persamaan itu dirumuskan dalam bentuk pembagian hasil penjualan harta kekayaan debitur secara pond’s-gewijs, yaitu menurut perimbangan besar kecilnya masing-masing tagihan. Perkecualian atas prinsip persamaan kedudukan dari semua kreditur hanya bisa berlaku bila ada alasan yang sah untuk mendahulukan kreditur tertentu. Maksud mendahulukan kreditur dalam hal mengambil perlunasan atas hasil eksekusi harta kekayaan debitur, sehingga kreditur tersebut termasuk kedalam kelompok yang didahulukan kreditor preferen. 28 Secara umum untuk pengertian benda seperti yang telah disebutkan dalam pasal ini sesuai dengan pasal 504 KUHPerdata dibagi dalam 2 dua kelompok besar yaitu benda yang bergerak dan yang tidak bergerak, maka tanggung jawab si berhutang menurut pasal tersebut diatas pada asasnya adalah meliputi harta si berhutang. Anggiat Ferdinan : Kekuatan Eksekutorial Sertifikat Jaminan Fidusia Terhadap Objek Jaminan Dalam Kepailitan, 2009 USU Repository © 2008 Dalam hukum acara perdata terdapat tiga jenis pelaksanaan putusan yaitu : 29 1. Eksekusi yang menghukum pihak yang dikalahkan untuk membayar sejumlah uang yang diwajibkan adalah membayar sejumlah uang, eksekusi ini diatur dalam Pasal 196 HIR atau Pasal 208 RBg. Apabila seseorang enggan untuk dengan sukarela memenuhi bunyi putusan dimana ia dihukum untuk membayar sejumlah uang, maka sebelum putusan dijatuhkan telah dilakukan sita jaminan, maka setelah sita jaminan itu dinyatakan sah dan berharga menjadi sita eksekutorial, kemudian eksekusi dilakukan dengan cara melelang barang milik orang yang dikalahkan. Sehingga mencukupi jumlah yang harus dibayar menurut putusan hakim, ditambah biaya sehubungan dengan pelaksanaan putusan tersebut. 30 2. Eksekusi yang menghukum orang untuk melakukan suatu perbuatan. Hal ini diatur dalam Pasal 225 HIR atau Pasal 259 RBg. Pasal tersebut mengatur pelaksanaan putusan hakim dimana seseorang dihukum untuk melakukan atau perbuatan, misalnya memperbaiki pagar, saluran air yang dirusak olehnya, memasang kembali pipa gas yang karena kesalahannya untuk telah diangkat dan sebagainya. Perbuatan semacam itu tidak dapat dilaksanakan dengan paksa. Seandainyapun ada penghukuman uang paksa untuk tiap hari keterlambatan memperbaiki misalnya, tergugat dihukum untuk membayar uang paksa sebesar Rp. 1000,- apabila tergugat tidak mau membayarnya, maka ia tidak dapat dipaksakan untuk melakukannya. Tidak dapat misalnya tergugat dibawa kekantor polisi untuk ditahan, tidak dapat misalnya disuruh untuk mengerjakan apa yang ia harus kerjakan itu dengan ditodong atau ditunggu atau diawasi oleh yang berwajib. Menurut Pasal 225 HIR yang dapat dilakukan ialah menilai perbuatan yang dilakukan tergugat dalam bentuk jumlah uang. 31 3. Eksekusi riil. Eksekusi riil 32 tidak diatur dalam HIR, tetapi diatur dalam pasal 1033 Rv, yang dimaksudkan di sini ialah pelaksanaan putusan hakim yang memerintahkan pengosongan benda tetap. Apabila orang yang dihukum itu tidak mau memenuhi surat perintah hakim untuk 29 M. Yahya Harahap membagi eksekusi dalam 2 dua bentuk ditinjau dari segi sasaran yang hendak dicapai yaitu eksekusi riil dan eksekusi pembayaran sejumlah uang; M. Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan EKSEKUSI Bidang Perdata, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1993, hal. 20. 30 Ny. Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan Praktik, Bendung : Mandar Maju, 1989, hal.1. 31 Ibid, hal. 127-128. 32 Menurut M. Yahya Harahap, ada kalanya sasaran hubungan hukum yang hendak dipenuhi sesuai dengan amar dictum putusan ialah melakukan tindakan nyata atau tindakan riil, sehingga eksekusi semacam ini disebut eksekusi riil, M. Yahya Harahap, Op. Cit., hal. 21. Anggiat Ferdinan : Kekuatan Eksekutorial Sertifikat Jaminan Fidusia Terhadap Objek Jaminan Dalam Kepailitan, 2009 USU Repository © 2008 mengosongkan benda tetap itu, maka hakim akan merintahkan kepada juru sita dengan bantuan panitera pengadilan untuk mengosongkannya. Jika perlu dengan bantuan alat hukum negara, agar barang tetap itu dikosongkan oleh orang yang dihukum beserta keluarganya. Dari beberapa teori dan pendapat para ahli tentang pelaksanaan putusan eksekusi, bahwa di dalam jaminan fidusia apabila debitur wanprestasi ingkar janji 33 , sangat sulit dalam pengeksekusiannya. Hal ini dikarenakan barang jaminan seringkali tidak dapat ditemukan, ada tetapi tidak dalam kondisi yang baik ataupun habis terpakai. Di dalam jaminan fidusia menurut UUJF, pelaksanaan dari eksekusi jaminan atas barang yang disita digunakan beberapa cara, yaitu : 34 1. Dengan memakai title eksekutorial, yakni lewat suatu penetapan pengadilan ; 2. Secara parate eksekusi, yakni dengan menjual tanpa perlu penetapan pengadilan di depan pelelangan umum ; 3. Dijual di bawah tangan oleh pihak kreditur sendiri. Dalam hal kreditur penerima fidusia mengambil pelunasan hutang atas tagihan dalam hal debitur wanprestasi, dapat menggunakan beberapa cara yaitu : 1. Melalui gugatan biasa ; 2. Mendasarkan kepada grosse sertifikat jaminan fidusia ; 3. Melalui parate eksekusi. Walaupun tidak secara tegas dijelaskan, tetapi sesuai dengan pengertian parate eksekusi yang selama ini dianut, maka kreditur dapat melaksanakan parate eksekusi berdasarkan Pasal 15 ayat 3 Undang-Undang Jaminan Fidusia, tanpa harus mengikuti prosedur hukum acara, tanpa perlu fiat eksekusi dari pengadilan, tanpa memerlukan penyitaan dan tanpa perantaraan juru sita. Akan tetapi untuk melindungi kepentingan pemberi jaminan fidusia, pelaksanaan eksekusi harus dilaksanakan di depan umum melalui juru lelang, kecuali untuk benda-benda tertentu, penjualannya dapat dilakukan menurut cara yang disebutkan dalam Pasal 31 UUJF, yaitu, “dalam 33 Istilah wanprestasi dalam UU Jaminan Fidusia adalah cidera janji atau ingkar janji. Hal ini tertuang dalam Pasal 15 ayat 3, Pasal 21 2 dan 4, Pasal 29 ayat 1 dan Pasal 38. Lihat Tan Kamello, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, Bandung : Alumni, 2004, hal. 238. Anggiat Ferdinan : Kekuatan Eksekutorial Sertifikat Jaminan Fidusia Terhadap Objek Jaminan Dalam Kepailitan, 2009 USU Repository © 2008 hal benda yang menjadi Objek Jaminan Fidusia terdiri atas benda perdagangan atau efek yang dapat dijual dipasar atau bursa, penjualannya dapat dilakukan ditempat-tempat tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Bila diteliti antara Pasal 1155 KUHPerdata dengan Pasal 15 ayat 3 Undang-Undang Jaminan Fidusia memiliki perbedaan yang penting yaitu tentang pengaturan pelaksanaan parate eksekusi. Di dalam Pasal 15 ayat 3 Undang-Undang Jaminan Fidusia tidak mengatur pelaksanaan daripada parate eksekusi, sedangkan dalam Pasal 1155 KUHPerdata ditetapkan bahwa eksekusi itu harus dilaksanakan melalui suatu penjualan di muka umum yang berarti harus dilelang menurut kebiasaan-kebiasaan setempat serta dengan syarat-syarat yang lazim berlaku. Pasal 29 ayat 1 Undang-Undang Jaminan Fidusia hanya menyatakan bahwa penjualan berdasarkan parate eksekusi dilakukan melalui pelelangan umum. Untuk objek jaminan fidusia dapat dilihat tentang pembagian benda yang dikenal dalam Buku II KUHPerdata, 35 yaitu benda dapat dibedakan atas benda bergerak dan benda tidak bergerak. Sedangkan dalam Pasal 1 ayat 4 UU Jaminan Fidusia memberikan pengertian bahwa benda yang dimaksud adalah benda yang berwujud dan tidak berwujud, yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar, yang bergerak dan yang tidak bergerak yang tidak dapat dibebani hak tanggungan atau hipotek. 36 Fidusia sendiri sebagai lembaga jaminan kebendaan dapat dibebankan terhadap benda bergerak yang meliputi benda bergerak berwujud dan benda bergerak tidak berwujud. Untuk benda bergerak berwujud seperti barang-barang perniagaan, inventaris, ternak, kapal yang tidak terdaftar, kendaraan bermotor, hasil pertanian, barang-barang rumah tangga dan lain-lain. 37 Sedangkan benda bergerak tidak berwujud seperti piutang atas nama. 38 34 Perhatikan Pasal 29 ayat 1 Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Fidusia. 35 Menurut Mariam Darus Badrulzaman, Objek fidusia meliputi benda bergerak dan benda tidak bergerak, sepanjang benda tidak bergerak itu tunduk kepada peraturan pendaftaran : Mariam Darus Badrulzaman, Aneka hukum Bisnis, Bandung : Alumni, 1994, hal. 99. 36 Lihat pengertian benda pada Pasal 1 ayat 4 UU Jaminan Fidusia. 37 Mariam Darus Badrulzaman, Bab-Bab tentang Credietverband Gadai Fidusia, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1991, hal. 102. Mengingat luasnya benda bergerak yang dapat dijaminkan secara fidusia, maka Mariam Darus berpendapat perlu adanya pembatasan-pembatasan objek fidusia untuk melindungi rakyat Anggiat Ferdinan : Kekuatan Eksekutorial Sertifikat Jaminan Fidusia Terhadap Objek Jaminan Dalam Kepailitan, 2009 USU Repository © 2008 Mengenai benda tidak bergerak tetap sebagai objek jaminan fidusia di dalam pandangan para sarjana terdapat perbedaan, seperti pendapat Pitlo yang dikutip Sri Soedewi di dalam bukunya bahwa fidusia juga dapat dilaksanakan terhadap benda-benda tetap, meskipun dalam praktik tidak banyak terjadi karena jika dibandingkan dengan hipotik bagi para berpiutang, bentuk jaminan hipotik lebih kuat. 39 Sekalipun dalam praktik, jaminan fidusia dapat diletakkan atas benda bergerak dan benda tetap, namun pengadilan hanya mengakui fidusia atas benda bergerak. Hal ini dapat dilihat dari Keputusan Pengadilan Tinggi Surabaya tanggal 22 Maret 1951 Nomor 1581950 dan Keputusan Mahkamah Agung tanggal 1 September 1971 Nomor 372 KSip1970 yang berpendapat bahwa objek jaminan fidusia hanya dapat dipergunakan untuk barang-barang bergerak, tetapi apabila dilihat kembali UUJF, penangguhan hak preferen dari kreditur separatis yang dilakukan oleh UUK dan PKPU tersebut merupakan tindakan yang dapat mengekang hak dari kreditur separatis tersebut dan kurang dihormatinya lembaga jaminan tersebut. Hal ini karena ketentuan penangguhan tersebut yang terdapat dalam Pasal 56 UUK dan PKPU merupakan pelanggaran prinsip hukum yang ada di dalam Pasal 55 UUK dan PKPU dan prinsip hukum jaminan. Pada penjelasan Pasal 56 dikatakan tujuan penangguhan tersebut antara lain untuk memperbesar kemungkinan tercapainya perdamaian, atau untuk memperbesar kemungkinan mengoptimalkan harta pailit, atau untuk memungkinkan Kurator melaksanakan tugasnya secara optimal. Sebenarnya perdamaian dalam kepailitan lebih diutamakan kepada kreditor bersaing atau kreditur konkuren dan tidak terlalu memperhatikan kreditur separatis sebagaimana yang tersirat pada Pasal 162 UUK dan PKPU. 40 Dengan adanya pengekangan hak kreditur separatis dan adanya ketidakpastian hukum dari UUK dan PKPU itu sendiri mengakibatkan kurangnya perlindungan hukum terhadap kreditur separatis tersebut terutama dalam saat eksekusi benda jaminan fidusia tersebut. kecil dan pengusaha ekonomi lemah sehingga objek fidusia hanya untuk barang-barang perniagaan saja. 38 Sri Soedewi, Bebarapa Masalah Pelaksanaan Lembaga Jaminan Khususnya Fidusia Di Dalam Praktik Dan Pelaksanaannya di Indonesia, Bandung : Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, 1977, hal.32. 39 Ibid., hal. 32. Anggiat Ferdinan : Kekuatan Eksekutorial Sertifikat Jaminan Fidusia Terhadap Objek Jaminan Dalam Kepailitan, 2009 USU Repository © 2008 Roscoe Pond dalam bukunya Scope and Purpose Of Sociological Jurisprudence, 41 menyebutkan ada beberapa kepentingan yang harus mendapat perlindungan atau dilindungi oleh hukum, yaitu : Pertama, kepentingan terhadap Negara sebagai suatu badan yuridis, Kedua, kepentingan Negara sebagai penjaga kepentingan sosial, Ketiga, kepentingan terhadap perseorangan terdiri dari pribadi, hubungan-hubungan domestik, kepentingan substansi. Dari pendapat Roscoe Pond tersebut, dapat dilihat bahwa sangat diperlukannya suatu perlindungan hukum terhadap kepentingan perseorangan, karena dengan adanya perlindungan hukum akan tercipta suatu keadilan. Melalui teori hukum jaminan yang menyatakan apabila si debitur mengalami kepailitan, maka benda yang ia jaminkan kepada kreditur pemegang hak jaminan fidusia berada di luar boedel kepailitan. Oleh karena itu kreditur separatis berhak atas pendahuluan akan haknya dari kreditur lainnya yaitu atas pelunasan utang dari debitur melalui mengeksekusi benda jaminan tersebut. Hal ini didukung oleh UUJF yang tersirat pada Pasal 27 UUJF dan juga pada UUK dan PKPU yang tersirat pada Pasal 55 UUK dan PKPU. Kurator tidak berhak mengambil benda jaminan yang ada pada si debitur karena benda jaminan tersebut tidak termasuk dalam harta pailit si debitur. Oleh karena itu maka penangguhan hak kreditur separatis oleh UUK dan PKPU tidak dapat dilakukan karena dapat memberikan ketidakadilan bagi kreditur separatis tersebut.

2. Konsepsional

Dokumen yang terkait

Analisis Yuridis Kekuatan Eksekutorial Jaminan Fidusia Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor Yang Telah Didaftarkan (Studi Pada Kantor Wilayah Kementrian Hukum Dan HAM Sumatera Utara)

3 60 89

Eksekusi Di Bawah Tangan Objek Jaminan Fidusia Atas Kredit Macet Kepemilikan Mobil Di Lembaga Keuangan Non-Bank PT. Batavia Prosperindo Finance Cabang Medan

2 115 132

Tinjauan Atas Pelaksanaan Penghapusan Jaminan Fidusia (Studi Pada Lembaga Pendaftaran Fidusia Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Propinsi Aceh)

1 60 128

Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya dilihat Dari Aspek Sistem Hukum

3 39 120

Fungsi Pendaftaran Fidusia Dalam Eksekusi Terhadap Objek Jaminan

0 23 131

Eksekusi Barang Jaminan Fidusia Yang Lahir Dari Perjanjian Kredit Bank

0 27 2

Tanggungjawab Kreditur (Bank) Dalam Mengembalikan Piutang Dengan Jaminan Fidusia (Studi Pada Bank Perkreditan Rakyat Mitra Dana Madani Medan)

2 73 113

Analisa Hukum Terhadap Kekuatan Eksekutorial Sertipikat Jaminan Fidusia (Berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia)

4 24 95

KEDUDUKAN SERTIFIKAT JAMINAN FIDUSIA SECARA ELEKTRONIK TANPA MENCANTUMKAN URAIAN MENGENAI BENDA YANG MENJADI OBJEK JAMINAN FIDUSIA DIKAITKAN DENGAN KETENTUAN MENGENAI JAMINAN FIDUSIA.

0 0 2

BAB III HAK KREDITOR ATAS EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA BILAMANA DEBITOR PAILIT 3.1. Klasifikasi Pemegang Jaminan Fidusia Atas Eksekusi Objek Jaminan Fidusia Bilamana Debitor Pailit 3.1.1. Prosedur Pengajuan Kepailitan - EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA AT

0 0 28