dan terpuji, baik dari segi akal dan syara’,maka ia disebut akhlak yang baik. Dan jika yang lahir darinya perbuatan tercela, maka sikap tersebut disebut akhlak yang
buruk.”
9
Menurut Al Ghazali akhlak mempunyai empat syarat: a.
Perbuatan baik dan buruk b.
Kesanggupan melakukannya c.
Mengetahuinya d.
Sikap mental yang membuat jiwa cenderung kepada salah satu dari dua sifat tersebut, sehingga mudah melakukan yang baik atau yang
buruk.
10
Dari beberapa definisi diatas secara subtansial tampak saling melengkapi, bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang tertanam kuat dalam jiwa
seseorang sehingga telah menjadi kepribadiannya.Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah tanpa pemikiran, maksudnya adalah
seseorang yang sudah terbiasa dan mendarah daging melakukan shalat ketika saat adzan berkumandang ia tidak akan merasa berat lagi mengerjakannya,dan tanpa
pikr-pikir ia dengan mudah dan ringan mengerjakannya.Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dalam diri orang yang mengerjakannya tanpa ada paksaan
atau tekanan dari luar dan merupakan perbuatan yang dilakukan dengan sungguh- sungguh bukan bersandiwara ikhlas semata-mata karena Allah SWT.
Dari penjabaran di atas dapat di simpulkan bahwa makna Aqidah Akhlak adalah : Ikatan dari suatu system keyakinan yang di yakini kebenarannya,yang
tertanam dalam hati,diucapkan dengan lisan dan diamalkan dengan perbuatan yang terpuji sesuai dengan ajaran Al-
Qur’an dan Hadits.
11
2. Pendidikan Aqidah Akhlak
Usaha Pendidikan bukanlah semata mata mengetahui belaka, tetapi lebih dari usaha pendidikan adalah juga proses aplikasi pengetahuan kedalam
kehidupan real. Hal ini seperti dijelaskan dalam kamus Besar Bahasa Indonesia
9
Ismail Thaib, Risalah Akhlak. Yogyakarta:CV. Bina Usaha, 1984, Cet-1, hal 2
10
H. Moh. Ardani, Akhlak –Tasawuf. Jakarta: CV. Karya Mulia, 2005, Cet-2, hal 27
11
Drs. H. Achmad Gholib, MA, Studi Islam II Aqidah Akhlak, Jakarta, FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta,2011 Cet-1,h.121
yang mendefinisikan kata”pendidikan sebagai proses perubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok oaring dalam mendewasakan manusia melalui
upaya pengajaran dan pelatihan”.
12
Hal yang hampir sama juga diungkapkan oleh Ahmad D. Marimba yang menjelaskan bahwa “….pendidikan adalah proses bimbingan secara sadar oleh si
pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama…”.
13
Pengetahuan tentang baik buruk dalam pengertian akhlak adalah merupakan salah satu topic utama dalam pelajaran pendidikan aqidah akhlak.
Karenanya berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, idealnya seorang siswa yang mempunyai prestasinyang baik dalam pelajaran pendidikan aqidah akhlak
maka ia pun seharusnya memiliki akhlak yang baik dalam kehidupannya sehari- hari. Hal ini sebagaimana diyakini Socrates, seorang filsuf Yunani yang sangat
yakin bahwa orang berbuat baik benar apabila ia mengetahui apa yang baik bagi dirinya. Perbuatan buruk salah terjadi karena kurangnya pengetahuan manusia
tentang apa yang baik.
14
Dari pembahasan di atas tidak mengherankan jika kemudian pendidikan aqidah akhlak menjadi sesuatu yang sangat penting dalam dunia pendidikan.
Pendidikan sebagai suatu aktivitas manusia untuk meningkatkan dan mengembangkan seluruh potensi-potensi pribadinya baik rohani maupun jasmani.
Aqidah Akhlak di Madarsah Ibtidaiyah merupakan salah satu mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yang mempelajari tentang rukun iman yang
dikaitkan dengan pengenalan dan penghayatan terhadap al- asma’ al-husna, serta
penciptaan suasana keteladanan dan pembiasaan dalam mengamalkan akhlak terpuji dan adab islami melalui pemberian contoh-contoh perilaku dan cara
mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Secara subtansial mata pelajaran Aqidah Akhlak memiliki kontribusi dalam memberikanmotivasi kepada peserta
12
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Buku, Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 1994, h..22.
13
Ahmad D. Marimba, Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Al Ma’arif, 1980, h. 19
14
13 Tokoh Filsafat Etika, Sejak Zaman Yunani Sampai Abad Ke-19, Yogyakarta: Kanisius, 2001, h. 58