Pengaruh pengawasan orang tua terhadap pendidikan akhlak anak di MTs Sa'adatuddarain Mapang Jakarta selatan: studi kasus di MtS Sa'adtudarain Mampang Jakarta Selatan

(1)

Nama : Dias Woro Pertiwi Nim : 205011000292

Jurusan : Pendidikan Agama Islam

Skripsi yang penulis buat berjudul “Pengaruh Pengawasan Orang Tua Terhadap Pendidikan Akhlak Di Mts Sa’adatuddarain Mampang Jakarta Selatan”. Masalah pokok yang diteliti dalam skripsi ini, sebagaimana telah dirumuskan dalam perumusan masalah yaitu: Bagaimana pengaruh pengawasan orang tua terhadap pendidikan akhlak di Mts Sa’adatuddarain Mampang Jakarta Selatan. Apakah pengawasan orang tua berpengaruh positif terhadap pendidikan akhlak anak.

Tujuan penelitian ini antara lain untuk mengumpulkan data empiris mengenai pengawasan orang tua terhadap pendidikan akhlak anak di Mts Sa’adatuddarain Mampang Jakarta Selatan. Serta untuk membuktikan ada atau tidaknya pengaruh pengawasan orang tua terhadap pendidikan akhlak anak. Variabel bebas dalalm penelitian ini adalah pengawasan orang tua (X), dan variable terikatnya adalah pendidikan akhlak anak (Y).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasi deskripsi, kemudian data diolah dengan menggunakan rumus product moment. Sedangkan teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan observasi, wawancara dan angket. Teknik pengambilan sampel ditetapkan secara “random sampling” yaitu proses pengambilan sampel dimana seluruh anggota populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih, adapun jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini sebanyak 40 orang siswa dari populasi yang berjumlah 146 orang. Selanjutnya penulis melakukan pengolahan data dan analisis data secara statistic deskriptif kuantitatif yaitu dengan menggunakan rumus distribusi frekuensi.

Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa ada pengaruh yang positif antara pengawasan orang tua dengan pendidikan akhlak anak. Hal tersebut dapat diketahui berdasarkan hitungan korelasi antara hasil penelitian angket pengaruh pengawasan orang tua terhadap pendidikan akhlak anak di Mts Sa’adatuddarain Mampang Jakarta Selatan sebesar rxy = 0,572 terletk antara rentang 0,40-0,70, yang menunjukkan korelasi yang sedang atau cukup.


(2)

rahmat dan nikmat yang telah diberikan. Shalawat serta salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi besar Muhammad saw, beserta keluarga dan sahabatnya.

Salah satu syarat untuk menyelesaikan studi gelar sarjana strata satu (S1) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, adalah membuat karya tulis ilmiah dalam bentuk skripsi. Dalam rangka itulah, maka dalam penulisan karya ilmiah tersebut penulis beri judul “Pengaruh Pengawasan Orang Tua Terhadap Pendidikan Akhlak Anak di Mts Sa’adatuddarain Mampang Jakarta Selatan.”

Selama penulisan dan penyusunan skripsi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi. Namun berkat kerja keras, kesungguhan hati serta arahan, bimbingan dan motivasi dari semua pihak, akhirnya semua kesulitan tersebut dapat teratasi. Oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Bahri Salim. M. Ag. Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam dan Drs. Sapiuddin Shidiq, M. A, Sekertaris Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Dr. H. AF. Wibisono, MA, selaku dosen pembimbing penulis dengan kerelaan hati dan penuh kesabaran memberikan bimbingan, petunjuk, saran serta arahan dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Seluruh dosen FITK Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan pengalaman dan ilmu pengetahuan kepada penulis. 5. Kepala sekolah serta seluruh guru Mts Sa’adatuddarain Mampang Jakarta

Selatan yang telah memberikan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.


(3)

iii

do’a, tawa dan cucuran air matanyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, yang senantiasa memberikan dukungan moril, spiritual maupun materiil kepada panulis, terima kasih untuk kasih sayang yang kalian berikan.

7. Ibunda Syarifah beserta keluarga, adikku Rini Puspita Sari, yang telah memberikan motivasi dan dukungan kepada penulis.

8. Spesial thanks to suamiku tercinta Onny Tombuloy Mokodompit, SE. yang selalu memotivasi dan mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Teruntuk Anakku tercinta Muhammad Habiby Qalby yang telah menghibur, menyemangati penulis, terima kasih sayang..

9. Sahabat-sahabatku Melyati, Febri, Sa’diyah, Devi, yang telah mengisi dan menemani hari-hari penulis dengan canda, tawa dan semangat hingga penulis menyelesaikan skripsi ini.

10.Teman-teman PAI sperjuangan angkatan 2005-2006. Khususnya PAI kelas A, Mardhiya, Lina, Erdi, Melyana, Liawati, Hotlina, Tatu, serta semua teman-teman yang tidak disebutkan satu persatu semoga kebersamaan tetap terjalin terus dalam ikatan ukhuwah Islamiyah, walaupun jarak dan waktu memisahkan kita.

Mudah-mudahan bantuan, bimbingan, arahan dan do’a yang telah diberikan kepada penulis menjadi amal shaleh dan diterima oleh Allah swt. dan mendapat balasan yang berlipat ganda Amin. Demikian penulis sampaikan semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya bagi pembaca umumnya.

Jakarta, 7 Mei 2010

Dias Woro Pertiwi Penulis


(4)

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR ISI... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah ... 7

1. Perumusan Masalah ... 7

2. Pembatasan Masalah ... 7

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BEFIKIR, PERUMUSAN HIPOTESIS A. Pengawasan Orang Tua... 8

1. Pengertian Orang Tua ... 8

2. Pengertian Pengawasan... 13

3. Pola-Pola Pengawasan Orang Tua ... 14

B. Pendidikan Akhlak ... 18


(5)

2. Akhlak Al-Mazmumah... 26

D. Kerangka Berfikir ... 34

E. Hipotesis... 34

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 35

B. Populasi dan Sampel ... 35

C. Variabel Penelitian ... 36

D. Teknik Pengumpulan Data... 38

E. Teknik Analisa Data... 41

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Objek Penelitian ... 45

1. Sejarah Berdirinya... 45

2. Letak Geografis ... 45

3. Visi, Missi dan Motto ... 45

4. Keadaan Guru dan Siswa MTs Sa’adatuddarain Mampang Jakarta Selatan ... 46

5. Sarana dan Prasarana... 49

6. Struktur Organisasi ... 50

B. Deskripsi Data... 51


(6)

v i

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 70 B. Saran... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 72 LAMPIRAN


(7)

Tabel 1 : Matrix Variabel ... 36

Tabel 2 : Kisi-Kisi Angket Penelitian ... 39

Tabel 3 : Interpretasi Data... 43

Tabel 4 : Keadaan guru MTs Sa’adatuddarain Mampang Jakarta Selatan . 46 Tabel 5 : Keadaan siswa MTs Sa’adatuddarain Mampang Jakarta Selatan 49 Tabel 6 : Sarana dan Prasarana MTs Sa’adatuddarain Mampang Jakarta Selatan ... 49

Tabel 7 : Orang Tua Mengajarkan Anak Untuk Mengucap Salam... 51

Tabel 8 : Mencium Tangan Orang Tua Ketika Hendak Bepergian... 52

Tabel 9 : Menolong Tetangga Yang Kurang Mampu ... 52

Tabel 10 : Menuruti Semua Perintah dan Larangan Orang Tua ... 53

Tabel 11 : Orang Tua Bersikap Lemah Lembut Dalam Memberikan Nasihat ... 53

Tabel 12 : Menyalahgunakan Uang SPP... 54

Tabel 13 : Orang Tua Melarang Sesuatu Dengan Penuh Pengertian ... 54

Tabel 14 : Bermusyawarah Dengan Orang Tua Dalam Menyelesaikan Masalah ... 55

Tabel 15 : Orang Tua Menjelaskan Tentang Makna Perintahnya... 55

Tabel 16 : Melaksanakan Shalat Lima Waktu ... 56

Tabel 17 : Orang Tua Memberikan Kesempatan Untuk Berpendapat ... 56

Tabel 18 : Orang Tua Mengajarkan Puasa Di Bulan Ramadhan ... 57

Tabel 19 : Membantah Nasihat Orang Tua ... 57

Tabel 20 : Menggunakan Uang Jajan Untuk Hal-hal yang Tidak Berguna .. 58

Tabel 21 : Menjaga Kedisiplinan Waktu Untuk Diri Sendiri ... 58


(8)

v iii

Tabel 24 : Memberikan Kesempatan Kepada Teman Yang Berbeda Keyakinan Untuk Beribadah ... 60 Tabel 25 : Menggunakan Tutur Kata Yang Baik ... 61 Tabel 26 : Ikut Tawuran Antar Sekolah ... 61 Tabel 27 : Menghargai Tetangga Yang Berprofesi Sebagai Tukang Sapu ... 62 Tabel 28 : Orang Tua Mengajarkan Agar Tidak Bakhil ... 62 Tabel 29 : Bersikap Dengki Terhadap Teman Yang Mendapat Peringkat ... 63 Tabel 30 : Berteman Dengan Teman Yang Tidak Mampu ... 63 Tabel 31 : Bersikap Sopan Santun Terhadap Seorang Pembantu ... 64 Tabel 32 : Analisis Korelasi Antara Variabel X (Pengawasan Orang Tua)


(9)

A. Latar belakang masalah dan alasan pemilihan judul

Pendidikan dalam keluarga merupakan bagian dari pendidikan informal, yang merupakan pusat pendidik pertama bagi anak dan pendidikannya adalah kedua orang tua sebagai pusat pendidikan pertama maka ia mempunyai tugas yang sangat fundamental dalam mempersiapkan anak bagi peranannya di masa depan.

Yang disebut dengan keluarga adalah orang-orang yang secara terus menerus atau sering tinggal bersama anak, seperti ayah, ibu, kakek, nenek, saudara laki-laki dan saudara perempuan dan bahkan pembantu rumah tangga. Di antara mereka, ayah dan ibu disebabkan mempunyai tanggung jawab menjaga dan memelihara anak dan yang menyebabkan anak terlahir ke dunia, mempunyai peranan yang sangat penting dan kewajiban yang lebih besar bagi pendidikan anak. 1

Semua orang tua menginginkan agar anak-anaknya menjadi pribadi yang berbudi pekerti baik, berakhlak mulia dan berwawasan luas. Meka dari itu mendidik anak tidak hanya sekedar memberikan perintah dan larangan kepada anak, lebih dari itu harus disertai dengan pengawasan. Yang dimaksud pendidikan yang disertai pengawasan yaitu mendapingi anak dalam upaya membentuk akidah dan moral, dan mengawasinya dalam mempersiapkannya secara psikis dan sosial, dan menanyakan secara terus menerus tentang keadaannya, baik dalam hal pendidikan jasmani maupun dalam hal belajarnya. 2

Jika pendidikan yang utama menurut pandangan Islam pada tahap pertama bergantung pada kekuatan perhatian dan pengawasan, maka selayaknyalah bagi para ayah dan ibu, pengajar dan orang yang bertanggung jawab terhadap masalah

1

Ratnawati Shinta, Keluarga Kunci Sukses Anak, (Jakarta: Kompas, 2010), Cet Ke- 2

2

Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak Menurut Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1992), Cet Ke- 1, h. 128


(10)

pendidikan dan moral (akhlak) untuk menghindarkan anak-anak dari gelaja penyimpangan akhlak. 3

Keberhasilan pendidikan anak juga mensyaratkan adanya pengawasan orang tua terhadap mereka. Anak-anak perlu diarahkan kepada hal-hal yang benar dan baik. Mereka juga memerlukan pengawasan dalam hal cara berpikir, serta pengembangan imajinasi dan humanisme. Tentu saja, semua bentuk pengawasan itu harus dilakukan dengan dengan cara yang benar jangan sampai membebani si anak. Dalam waktu-waktu tertentu, sebaiknya orang tua melakukannya dengan cara seakan-akan dia adalah seorang kawan yang sedang mencoba membantu si anak dari kesulitan yang ia hadapi.

Pengawasan yang diberikan sejak dini secara disiplin oleh orang tua akan membekas pada diri anak tersebut, sebaliknya bila orang tua melalaikan pengawasan untuk anaknya, besar ataupun kecil dapat membawa dampak negatif yang dapat merugikan orang lain, orang tua bahkan anak itu sendiri. Sebagaimana kasus berikut ini:

Sebut saja “P”, bukan hanya merugikan orang lain, tapi juga membuat malu kedua orang tuanya beserta keluarga besarnya. “P” ketahuan mencuri sebuah handphone milik tetangganya, dia berniat untuk menjualnya kembali yang kemudian uangnya akan digunakan untuk membayar SPP yang ditunggaknya 2 bulan lalu.

“P” ketahuan mencuri karena orang yang akan membeli handphone curiannya itu adalah teman dekat korban, kemudian calon pembeli dan korban melaporkan perkara tersebut kepada ketua RT untuk diselesaikan, dengan memanggil “P” beserta ibunya ke rumah calon pembeli.

Korban ingin agar “P” diberikan hukuman, sedangkan sang ibu hanya diam menahan rasa malu, korban ingin agar “P” di rendam di empang belakang rumahnya selama 3 jam, sambil membaca surat pernyataan bahwa ia bersalah dan tidak akan mengulangi perbuatannya, ketua RT menanyakan persetujuan kepada

3

Abdullah Nashih Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak Dalam Islam, (Penerbit: Asy- Syifa’, 1981), Cet Ke-III, jilid 1, h. 180


(11)

sang ibu, tetapi sang ibu hanya pasrah, karena dipikirnya memang anak itu yang salah.

Keputusan akhir telah ditentukan, yaitu merendam “P” selama tiga jam di empang sambil membaca surat pernyataan bahwa ia memang benar bersalah dan tidak akan mengulanginya lagi. Sang ibu hanya memandang anaknya dari kejauhan sambil menangis dan merenungi apakah ia telah salah dalam mendidik anaknya. 4

Menjadi ayah dan ibu tidak hanya cukup dengan melahirkan anak, karena yang seperti ini juga dilakukan oleh hewan. Kedua orang tua dikatakan memiliki kelayakan menjadi ayah dan ibu manakala mereka bersungguh-sungguh dalam mendidik anak mereka. Islam menganggap pendidikan sebagai salah satu hak anak, yang jika kedua orang tua melalaikannya berarti mereka telah mendzalimi anaknya dan kelak pada hari kiamat mereka dimintai pertanggung jawabannya. 5

Tidak diragukan lagi bahwa pendidikan ini termasuk dasar terkuat dalam mewujudkan manusia yang seimbang, yang dapat menjalankan kewajibannya dengan baik di dalam kehidupan ini. Dari sinilah ia akan menjadi seorang Muslim yang hakiki, akan menjadi pondasi dalam pembinaan peraturan Islam sebagai prasyarat terwujudnya kejayaan Islam untuk tegaknya dakwah Islamiyah sehingga umat akan loyal terhadap kebudayaan, kedudukan dan perannya. 6

Hal lain yang perlu menjadi catatan adalah bahwa anak yang masih muda memerluka pengawasan yang banyak agar dapat berperilaku baik. Koreksi juga perlu cukup sering dilakukan. Namun kita perlu mengendorkan pengawasan sedikit demi sedikit ketika anak mulai memahami prinsip moral dan mulai dapat mengambil keputusan moralnya sendiri. Sehubungan dengan hal ini, ada dua kecenderungan yang harus kita hindari.

4

http://www.e-psikologi.com/epsi/anak.asp, Tragedi sebuah kesalahan akibat kurangnya pengawasan dan didikan orang tua, Fenny Silfiana, Jakarta 13 Juli 2009

5

Ibrahim Amini, Agar Tidak Salah Mendidik Anak (Jakarta: Al-Huda, 2006) h. 107

6

Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak Menurut Islam (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya 1992) Cet Ke-1 h. 128


(12)

Jadi tujuan orang tua memberi koreksi dan pengawasan adalah untuk secara bertahap membuat anak dapat mengambil keputusan moralnya secara mandiri. 7

Oleh karena itu, mendidik dan mengajar anak merupakan salah satu kewajiban yang sangat penting dan berat yang diletakkan di atas pundak kedua orang tua. Kanak-kanak, terutama pada dua tahun pertama dari usia seorang anak adalah masa yang sangat menentukan. Pada masa itu kepribadian anak belum terbentuk dan ia siap menerima segala macam bentuk pendidikan. Kebetulan, pada periode ini seorang anak berada dalam pelukan kasih saying ibu dan pengawasan ayah, dan berbagai potensinya berkembang di bawah pengaruh perilaku dan perkataan keduanya, begitu juga kepribadian masa depannya. 8

Dalam kondisi sekarang ini yang sarat dengan kejadian dan informasi, baik yang positif maupun yang negatif dari dalam maupun dari luar negeri, yang biasanya diperoleh dengan sangat mudah, tentunya akan sangat berpengaruh bagi anaknya, karena orang tua merupakan orang yang pertama dan terutama yang bertanggung jawab atas pendidikan anaknya.

Oleh karena itu banyak hal yang harus ditanamkan pada mereka agar bisa menjadi generasi yang baik, diantaranya dengan berperilaku sopan dalam setiap hal.

Tanggung jawab orang tua terhadap anak tidak kecil. Merupakan kewajiban orang tua menyelamatkan anak-anaknya dari kehancuran akhlak yang pada akhirnya melalaikan ajaran-ajaran agama. Allah SWT memerintahkan agar setiap orang tua menjaga keluarganya dari api neraka, sebagaimana diterangkan dalam firman Allah SWT: Surat At-Tahrim Ayat:6

7

http://www.e-psikologi.com/epsi/anak.asp, Agar Anak Bermoral Baik, Telaga, Rabu, 14 April 2004,

8


(13)

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” Q.S. At-Tahrim: 6 9

Dalam kaitan ini, Jalaludin mengatakan: “ Pentingnya masalah akhlak ini menyebabkan tidak bisa dianggap sepele dan diabaikan bahkan menjadi prioritas pendidikan dalam upaya pembentukan kepribadian muslim. “ 10

Pendidikan agama merupakan kebutuhan jiwa yang harus dipenuhi dan diperhatikan oleh orang tua bagi anak. Jiwa merupakan sumber dari timbulnya suatu perbuatan. Pendidikan agama sedini mungkin merupakan jalan yang paling tepat untuk menanamkan akhlak terpuji, karena akhlak terpuji adalah tujuan utama dalam risalah Islam.

Pendidikan akhlak anak SMP/ MTs banyak ditentukan oleh orang tuanya terutama pengawasan yang dilakukan orang tua dalam melaksanakan pendidikan akhlak tersebut.

Berdasarkan latar belakang masalah, penulis tertarik membahas hal tersebut dalam penelitian sebuah judul:

“ PENGARUH PENGAWASAN ORANG TUA TERHADAP PENDIDIKAN AKHLAK ANAK MTs SA’ADATUDDARAIN MAMPANG JAKARTA SELATAN “

Adapun alasan untuk memilih judul adalah sebagai berikut:

9

Al-Qur’an Terjemah

10


(14)

1. Betapa pentingnya pendidikan akhlak anak yang harus diberikan sedini mungkin, sebab pendidikan akhlak sejak kecil akan membekas pada masa selanjutnya.

2. Orang tua sebagai pendidik utama dan pertama mempunyai kewajiban untuk mendidik akhlak anak dalam kelurga.

3. Pengawasan orang tua terhadap pendidikan akhlak anak akan mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan akhlak anak untuk masa selanjutnya.

4. Dipilihnya MTS Sa’adatuddarain Mampang Jakarta Selatan sebagai lokasi penelitian, karena tempat tersebut memungkinkan untuk diadakan penelitian tentang akhlak anak tersebut.

B. Identifikasi Masalah

Masalah yang akan dibahas dapat diidentifikasi sebagai berikut: 1. Apa yang di maksud orang tua?

2. Perlukah orang tua mengawasi anak?

3. Bagaimana tipe-tipe pengawasan orang tua, apakah mempunyai pola asuh otoriter, demokratis atau liberal?

4. Diantara pola-pola asuh tersebut, manakah yang lebih baik atau menguntungkan bagi pendidikan anak?

5. Apa yang di maksud dengan pendidikan akhlak? 6. Apakah manusia perlu berakhlak?

7. Apa tujuan pendidikan akhlak ?

8. Terhadap siapakah orang harus berakhlak?

9. Adakah pengaruh pengawasan orang tua terhadap pendidikan akhlak anak?


(15)

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka penulis membatasi masalah pada: “ Pengaruh Pengawasan Orang tua terhadap pendidikan akhlak anak di MTS Sa’adatuddarain Mampang Jakarta Selatan “

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka penulis merumuskan masalahnya sebagai berikut: “ Seberapa jauh pengaruh pengawasan orang tua terhadap pendidikan akhlak anak ?“

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan antara lain:

a. Untuk mengetahui dan mengungkapkan cara-cara pengawasan orang tua.

b. Untuk mengetahui dan mengungkapkan pendidikan akhlak.

c. Untuk mengetahui dan mengungkapkan apakah ada pengaruh antara pengawasan orang tua terhadap pendidikan akhlak.

2. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini antara lain:

a. Untuk pengembangan ilmu, terutama bagi penulis sendiri dalam mendalami masalah-masalah pendidikan yang berkaitan dengan pengawasan orang tua dan pendidikan akhlak.

b. Sebagai bahan masukan bagi penulis, guru dan orang tua tentang cara-cara mendidik akhlak yang baik.


(16)

A. Pengawasan Orang Tua

1. Orang Tua dan Hubungannya dengan Anak

Proses pendidikan terhadap anak dapat terjadi secara formal dan informal. Pendidikan formal terjadi di sekolah atau lembaga lain, sedangkan pendidikan informal adalah pendidikan yang terjadi dalam lingkungan keluarga. Dalam lingkungan keluarga orang tua memiliki peran yang sangat penting terhadap pendidikan anak.

Menurut pandangan sosiologis, keluarga dalam arti luas meliputi semua pihak yang mempunyai hubungan darah atau keturunan, sedangkan dalam arti sempit, keluarga meliputi orang tua dengan anak-anaknya. Keluarga merupakan tempat berlindung, bertanya dan mengarahkan diri bagi anggotanya yang sifat hubungannya bisa berubah dari waktu ke waktu.

Lima ciri khas yang dimiliki keluarga yaitu:

1. Adanya hubungan berpasangan antara kedua jenis kelamin. 2. Adanya perkawinan yang mengokohkan hubungan tersebut. 3. Pengakuan terhadap keturunan.

4. Kehidupan ekonomi bersama. 5. Kehidupan berumah tangga. 1

Keluarga adalah wadah pertama dan utama bagi pertumbuhan dan pengembangan anak. Jika suasana dalam keluarga itu baik dan menyenagkan, maka anak akan tumbuh dengan baik pula. Jika tidak, tentu akan terhambatlah pertumbuuhan anak tersebut. Peranan ibu dalam keluarga sangat penting, dialah yang mengatur dan membuat rumah tangganya menjadi surga bagi anggota keluarganya.

Diantara langkah penciptaan suasana yang baik itu adalah usaha menciptakan terwujudnya sikap saling pengertian, saling menerima, saling

1

Djudju Sudjana, Keluarga Muslim Dalam Masyarakat Modern, (Bandung: Remaja Rosdakarya Offset, 1994), Cet Ke- II, h. 20


(17)

menghargai, saling mempercayai dan saling menyayangi antara seluruh anggota keluarga. Dengan pengertian, penerimaan, pengahragaan, kepercayaan dan kasih sayang yang dilandasi oleh keimanan yang mendalam, yang terpantul ke dalam kehidupan sehari-hari, maka akan dapatlah dihindarkan berbagai masalah negative yang terkadang kerap terjadi di dalam keluarga. 2

Djudju Sudjana, di dalam bukunya Keluarga Muslim Dalam Masyarakat Modern mengatakan, menurut ajaran Islam, keluarga mempunyai tiga macam tanggung jawab, diantaranya:

Pertama,tanggung jawab kepada Allah swt. Karena keluarga dan fungsi-fungsinya itu merupakan pelaksanaan amanat Allah swt., yaitu amanat ibadah dan amanat khilafah.

Kedua, tanggung jawab ke dalam keluarga itu sendiri, terutama tanggung jawab orang tua, sebagai pemimpin dalam keluarga, untuk senantiasa membina dan mengembangkan kondisi kehidupan keluarga ke taraf yang lebih baik.

Ketiga, tanggung jawab keluarga ialah bahwa keluarga, sebagai unit kecil dan bagian dari masyarakat, menunjukkan penampilan yang positif terhadap keluarga lain, bahkan terhadap bangsa dan negaranya. 3

Menurut para pendidik, keluarga merupakan lapangan pendidikan yang pertama, pendidiknya adalah kedua orang tua. Ayah dan Ibu adalah pendidik kodrati, mereka pendidik bagi anak-anaknya, karena secara kodrat, ibu dan bapak diberi anugrah oleh Allah swt berupa naluri orang tua, karena naluri ini timbullah rasa kasih sayang para orang tua kepada anak-anak mereka, sehingga secara moral keduanya merasa bertangung jawab untuk memelihara, merawat, mengawasi, melindungi, serta mendidik keturunan mereka. 4

Dalam pengertian masyarakat umum, keluarga diartikan dalam arti sempit, yaitu meliputi orang tua dan anak-anaknya. Yang dimaksud orang tua adalah pria

2

Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam Dalam Keluarga dan Sekolah, (Jakarta: Ruhama, 1995), Cet Ke- II, h. 47

3

Djudju Sudjana, Keluarga Muslim Dalam Masyarakat Modern, (bandung: Remaja Rosdakarya Offset, 1994), Cet Ke- II, h. 22

4

Sri Harini dan Abu Firdaus al-Halwani, Mendidik Anak Sejak Dini, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2003), Cet Ke- I, h. 30


(18)

atau wanita yang terikat dalam perkawinan, siap sedia untuk memikul tanggung jawab sebagai ayah dan ibu dari anak-anak yang dilahirkan. 5

Zakiah Daradjat mengatakan: “Orang tua adalah Pembina pribadi yang pertama dalam hidup anak, kepribadian orang tua, siakp dan cara hidup mereka merupakan unsure pendidikan yang tidak langsung dengan sendirinya akan masuk dalam pribadi anak. 6

“Orang tua merupakan pendidikan pertama, utama dan kodrati. Dialah yang banyak memberikan pengaruh dan warna kepribadian anak.” 7

Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa orang tua adalah ayah dan ibu sebagai pendidik pertama dan utama, serta mempengaruhi kepribadian anak yang ditunjukkan melalui perilaku, kepribadian, sikap dan cara hidup orang tua.

Pendidikan anak pada dasarnya adalah tanggung jawab orang tua. Hanya karena keterbatasan kemampuan orang tua, maka perlu adanya bentuan dari orang yang mampu dan mau membantu orang tua dalam pendidikan anak-anaknya, terutama dalam mengajarkan berbagai ilmu dan keterampilan yang selalu berkembang dan dituntut pengembangannya bagi kepentingan manusia.

Pada umumnya para pendidik muslim menjadikan Luqmanul hakim sebagai contoh dalam pendidikan, dimana nasihat kepada anaknya terdapat dalam surat Luqman ayat 13-19. Allah mengatakan Luqman dikarunia- Nya hikmah dan kebijaksanaannya.

5

Kartini Kartono, Peran Keluarga Memandu Anak, (Jakarta: Rafaela, 1982), h. 37-38

6

Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1991), Cet Ke- 14, h. 56

7

Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999), Cet Ke- I, h. 21


(19)

⌧ ⌧

(Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmah (kebijaksaan) kepada Luqman yaitu: bersyukur kepada Allah. Dan barang siapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri dan barabf siapa yang tiada bersyukur maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji). Q. S. Luqman: 12

Luqmanul Hakim orang yang diangkat Allah sebagai manusia contoh dalam pendidikan anak, telah dibekali oleh Allah dengan iman dan sifat-sifat terpuji, diantaranya Syukur kepada Allah, yang sudah pasti beriman dan bertakwa kepada-Nya.

Keberadaan orang tua sangat berpengaruh dalam perkembangan anak. Pribadi orang tua, sikap dan cara hidupnya juga membawa pengaruh terhadap kepribadian dan pendidikan anak. Selain itu perlakuan orang tua yang keras, kasar dan ingin menang sendiri tanpa memperhatikan perasaan, pengertian dan lemah lembut, juga akan membawa pengaruh pula bagi anak.

Jika anak sejak masa perkembangannya tidak diajarkan untuk selalu mengingat, takut kepada Allah, maka tidak diragukan lagi bahwa secara bertahap anak akan melakukan hal-hal yang tidak kita inginkan. Untuk itu, seharusnya para orang tua dan pendidik diharuskan menanamkan aqidah agar selalu mengingat dan takut kepada Allah di dalam jiwa anak-anak, menjelaskan akibat negative yang disebabkan oleh hal-hal yang buruk yang seharusnya tidak dilakukan. Juga menjelaskan kepada mereka tentang janji Allah yang akan diberikan kepada orang-orang jahat dan durhaka, seperti tempat kembali yang sangat buruk dan siksa yang amat pedih pada hari kiamat. 8

Pendidikan anak tidak terbatas pada pelaksanaan shalat dan kepatuhan terhadap hukum-hukum agama saja. Pendidikan juga tidak terbatas pada ambisi meraih tingkat pendidikan dan penghargaan-penghargaan bagi anak atau

8

Abdullah Nashih Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak Dalam Islam, (Penerbit: Asy-Syifa, 1981), Cet Ke- III, h. 184


(20)

penyediaan masa depan ekonomi dan materinya. Tetapi pendidikan adalah gabungan antara kedua cara tadi tanpa melebihkan satu dari lainnya, sehingga ayah atau ibu tidak menjadi perwujudan dari orang-orang yang merugi dunia dan akhiratnya. 9

Selain ayah dan ibu, anggota keluarga yang lain, seperti kakek, nenek, kakak, paman atau yang lainnya yang berada dalam keluarga itu juga harus mempunyai kerja sama dalam mendidik anak yang menjadi objek pendidikan dalam pembentukan kepribadian yang baik sesuai dengan harapan orang tuanya. Karena kerja sama mereka akan memberikan hasil yang diinginkan.

Tetapi apabila salah seorang dari mereka bersikap buruk dalam proses pendidikan tersebut, maka hasilnya tidak akan seperti yang diharapkan. Seorang anak harus dibuat mengerti akan tugas-tugasnya, ketika para orang tua memberikan perintah-perintahnya yang bertentangan, maka anak akan menjadi bingung. Terutama jika mereka terpacu pada sesuatu yang bertentangan, maka kemungkinan akan berkibat negative dalam proses pendidikan anak. Kesulitan terbesar dalam pemberian pendidikan terhadap anak adalah ketika ayah membuat sebuah keputusan kepadanya, sedangkan ibu atau anggota keluarga yang lainnya bersikeras menentang.

Oleh karena itu, diperlukan pemahaman yang tinggi dari sebuah perintah yang dibuat oleh salah seorang anggota keluarga tersebut terutama kedua orang tua si anak, sehingga anak dapat secara jelas mengerti apa yang harus ia lakukan.

Dalam situasi yang sulit itulah tanggung jawab orang tua menjadi lebih berat. Kebutuhan dalam situasi sulit itu adalah memberi lebih banyak perhatian terhadap program pendidikan anak. Orang tua harus berupaya secara sungguh-sungguh menanggulangi kekurangan dalam karakter dan sikap mereka, dan memberikan lebih banyak perhatian pada anak. Dengan tindakan yang baik, orang tua dapat menarik perhatian anak dan memberikan teladan yang baik di hadapan

9

Husain Mazhahiri, Pintar Mendidik Anak (Panduan Lengkap bagi Orang Tua, Guru dan Masyarakat Berdasarkan Ajaran Islam), (Jakarta: PT. Lentera Basritama, 1999), Cet Ke- II, h. 12


(21)

mereka. Tindakan orang tua dapat membantu anak untuk memutuskan apa yang baik dan apa yang buruk bagi dirinya. 10

Berdasarkan beberapa pernyataan diatas, maka sebagai orang tua harus berusaha untuk menciptakan suasana yang harmonis, dan penuh kedamaian dalam rumah tangga. Selain itu meluangkan waktunya untuk kepentingan anak, sehingga anak akan menjadi terbuka kepada orang tua dan mudah untuk diarahakan. Karena anak yang sebagian besar waktunya berada dalam lingkungan keluarga, secara otomatis anak menginginkan suasana di dalam keluarga selalu damai, tenang dan harmonis, dengan orang tua sebagai pemimpin dan pendidik informal.

2. Pengertian Pengawasan

Pengawasan menurut bahasa berasal dari kata “awas” yang berarti jeli, teliti, kritis, memperhatikan.

Pengawasan menurut Franklin G. Moore (1964) yang dikutip oleh H. S. Koeswara adalah “tindakan-tindakan yang berkaitan untuk memperbaiki kegiatan”. 11

Sedangkan menurut Justin G. Longenecher yang di kutip oleh H. S. Koeswara adalah “aktivitas yang berkaitan dengan kegiatan pemilikan yang sedang berlangsung, peraturan-peraturan yang harus dilaksanakan oleh setiap orang yang terlibat dan cara-cara yang dilakukan untuk mengatasi kelemahan yang ada”. 12

Pengawasan orang tua dapat diartikan usaha orang tua dalam memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan anak, baik jasmani maupun rohani, melaui bimbingan yang diberikan orang tua. Pengawasan untuk anak usia dini sangat penting diterapkan karena pada usia inilah penanaman akhlak dapat lebih mudah terekam dalam diri anak. Jika sejak dini seorang anak telah ditanamkan akhlak yang baik maka ketika ia tumbh dewasa akhlak yang telah

10

Ibrahim Amini, Anakmu Amanat- Nya, (Jakarta: Al- Huda, 2006), Cet Ke- I, h. 14

11

H. S. Koeswara, Manajemen Lembaga Pendidikan, (Bandung: Patra Gading, 2002), h. 39

12

H. S. Koeswara, Manajemen Lembaga Pendidikan, (Bandung: Patra Gading, 2002), h. 39


(22)

ditanamkan akan membekas dan secara otomatis akan teraplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Pengawasan tidak sebatas hanya tanggung jawab kedua orang tua –ayah dan ibu- semata, lebih dari itu semua anggota keluarga yang masih mempunyai ikatan darah ikut bertnggung jawab atas pengawasan tersebut, membutuhkan kerjasama yang erat agar tujuan orang tua menjadikan anak sebagai anak yang memiliki akhlak yang mulia dapat terwujud.

Peranan orang tua terhadap perkembangan anak tidak hanya terbatas pada situasi sosial- ekonominya saja atau pada keseluruhan struktur dan interaksinya saja, tetapi juga pengawasan dan sikap-sikap dalam pergaulannya memegang peranan penting di dalamnya. Pengawasan orang tua sebagai pemimpin keluarga sangat mempengaruhi kehidupan individu atau anak yang menjadi anggota keluarga tersebut. 13

Pengawasan orang tua dalam mendidik anak-anaknya berbeda-beda, namun setiap orang tua pasti memiliki kecenderungan yang dominan akan tampak digunakan oleh orang tua dalam mendidik. 14

3. Fungsi Pengawasan Orang Tua

Pengawasan yang dilakukan secara efektif dapat berfungsi:

1. Sebagai pengendali perilaku anak, agar anak dapat mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk.

2. Sebagai kesempatan bagi orang tua untuk mengetahui kebiasaan-kebiasaan anak, apa yang senang dilakukan anak dan apa yang tidak disukai anak. 3. Orang tua dapat dengan mudah mengetahui masalah apa yang sedang

dihadapi anak, siapa teman bergaulnya dan dimana tempat begaulnya. 4. Sebagai cerminan bagi anak, agar berperilaku sesuai dengan usianya.

13

W. A. Gerungan, Psikologi Sosial, Ed. III (Bandung: Refika Aditama, 2004) Cet Ke- I, h. 201

14

Suhartini, Cara Mendidik Anak Dalam Keluarga Masa Kini, (Jakarta: Brata Karya Aksara: 1986), h. 65


(23)

4. Macam-macam pola pengawasan orang tua dan kaitannya dengan perilaku anak.

Becker, Deutsch, Kohn, Sheldon, tentang kaitan antara pola pengawasan orang tua terhadap perilaku anak:

a. Kelas bawah cenderung lebih keras dan menggunakan hukuman fisik. b. Kelas menengah cenderung lebih memberikan pengawasan dan perhatian

sebagai orang tua. Para ibunya merasa bertanggung jawab terhadap tingkah laku anak-anaknya dan menerapkan ambisi untuk meraih status tinggi, dan menekan anak untuk mengejar statusnya melalui pendidikan dan pelatihan profesional.

c. Kelas atas cenderung lebih memanfaatkan waktu luangnya dengan kegiatan tertentu, lebih memiliki latar belakang pendidikan yang reputasinya tinggi, dan biasanya senang mengembangkan apresiasi estetikanya, anak-anaknya cenderung memiliki rasa percaya diri dan cenderung memanipulasi aspek realitas.

Macam-macam pengawasan orang tua dan dampaknya terhadap anak: a. Authoritarian

Sikap orang tua: Sikap acceptance rendah namun kontrolnya tinggi, suka menghukum secara fisik, bersikap mengkomando (mamarintah dan melarang anak sesukanya, tanpa ada kompromi), bersikap kaku, cenderung emosional dan bersikap menolak.

Dampak pada anak: Mudah tersinggung, penakut, pemurung, tidak bahagia, mudah terpengaruh, mudah stres, tidak mempunyai arah masa depan yang jelas, tidak bersahabat.

b. Permissive

Sikap orang tua: Sikap acceptance tinggi namun kontrolnya rendah, memberikan kebebasan kepada anak untuk menyatakan dorongan keinginannya.

Dampak pada anak: Bersikap impulsif dan agresif, suka memberontak, kurang memiliki rasa percaya diri dan pengendalian diri, suka mendominasi, tidak jelas arah hidupnya, rendah prestasinya.


(24)

c. Authoritative

Sikap orang tua: Sikap acceptance dan kontrolnya tinggi, bersikap responsif terhadap kebutuhan anak, mendorong anak untuk menyatakan pendapat atau pertanyaan, memberikan penjelasan tentang dampak perbuatan yang baik dan buruk.

Dampak pada anak: Bersikap bersahabat, memiliki rasa percaya diri, mampu mengendalikan diri, bersikap sopan santun, mau bekerja sama, memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, mempunyai arah hidup yang jelas, berorientasi terhadap prestasi. d. Domination

Sikap orang tua: Mendominasi anak.

Dampak pada anak: Bersikap sopan dan sangat berhati-hati, pemalu, penurut, mudah bingung dan tidak dapat bekerja sama.

e. Submission (penyerahan)

Sikap orang tua: Senantiasa memberikan sesuatu yang diminta, anak berperilaku semaunya dirumah.

Dampak pada anak: Tidak patuh, tidak bertanggung jawab, agresif, teledor, bersikap otoriter, terlalu percaya diri.

f. Punitiveness (Overdisiplin)

Sikap oran tua: Mudah memberikan hukuman, menanamkan kedisiplinan secara keras.

Dampak pada anak: Impulsif, tidak dapat mengambil keputusan, nakal, bersikap bermusuhan atau agresif.

5. Pola-Pola Pengawasan Orang Tua

Setiap orang tua pasti menginginkan anaknya menjadi orang yang berkepribadian yang baik, serta berakhlakul karimah. Seperti yang dinyatakan oleh Zakiah Daradjat, bahwa:

“Kepribadian orang tua, sikap dan cara hidupnya merupakan unsure-unsur pendidikan yang secara tidak langsung akan masuk ke dalam pribadi anak yang sedang tumbuh”. 15

15


(25)

Istilah pola asuh berasal dari kata pola dan asuh. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, kata Pola berarti gambar yang dipakai untuk contoh batik atau tenun; potongan kertas yang dipakai contoh dalam membuat baju dan sebagainya; sistem; cara kerja; dan bentuk (struktur yang tetap). 16

Sedangkan kata asuh berarti menjaga (merawat dan mendidik)anak kecil, membimbing (membantu, melatih dan sebagainya) supaya dapat berdiri sendiri memimpin (mengepalai, menyenggarakan) suatu badan kelembagaan. 17 Adapun orang tua disini adalah ayah dan ibu sebagai pemimpin dan pendidik bagi anak.

Dari uraian diatas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa pengertian dari pola asuh orang tua yaknki cara mengasuh, mendidik, atau membimbing anak baik secara fisik maupun mental, yang dilakukan oleh ayah dan ibu dalam suatu keluarga agar anak dapat berprilaku baik sesuai dengan norma yang berlaku serta mampu berdiri sendiri.

Beberapa pola asuh yang digunakan oleh para orang tua dalam mendidik akhlak anak-anaknya, diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Pola Asuh Otoriter

Pola asuh otoriter mempunyai kesan mendidik yang keras dan kaku. Yang dimaksud sikap otoriter adalah sikap mau menang sendiri, sikap main kuasa, sikap paling benar sendiri, dan sikap memaksakan kehendak orang lain. 18

Cara seperti memberi pengertian, berdiskusi, mendorong (memotivasi) tidak pernah dijumpai dalam cara mendidik anak dengan otoriter. Anak- anak yang orang tuanya bersikap otoriter banyak menunjukkan sikap pasif dan menyerahkan segalanya kepada orang tua.

Dalam penelitian Baldwin mendefinisikan sikap- sikap otoriter orang tua adalah sebagai berikut: orang tua banyak memberikan larangan kepada anak-anak

16

Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1999), Cet Ke- 10, Ed. II, h. 77

17

Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1999), Cet Ke- 10, Ed. II, h. 63

18

W. A. Gerungan, Psikologi Sosial, (Bandung: Refika Aditama, 2004), Ed. III, Cet Ke-I, h. 201


(26)

dan harus mereka laksanakan tanpa bertanya jawab, tanpa ada pengertian pada anak. 19

Jadi orang tua yang otoriter sering menanamkan sikap dasar yang keras tanpa toleran kepada anaknya, mereka memberi peraturan yang tidak dapat ditawar lagi oleh anak dan wajib mematuhinya.

Orang tua selalu mengontrol kegiatan anak, dengan ketat dan kaku, orang tua tidak memberikan kesempatan pada anak untuk bertanya, menggunakan perasaan ataupun pendapat dan memberikan alasan-alasan, cara orang tua seperti ini menggambarkan dirinya lebih kuasa, lebih kuat, lebih tahu dan merasa paling benar, padahal bisa saja orang tua melakukan kesalahan yang tidak disadarinya.

Dalam membentuk sikap dan harga diri, sikap otoriter orang tua, ternyata baik diterapkan pada anak usia dini. Tetapi ketika anak telah mampu berpikir sendiri, orang tua harus mengganti sikap otoriter tersebut dengan sikap demokratis. 20

Karateristik Pola Asuh otoriter

• Memberikan peraturan yang tidak dapat ditawar lagi oleh anak dan wajib dipatuhi dengan pengawasan yang ketat.

• Tidak memberikan kesempatan pada anak untuk bertanya, mengungkapkan perasaan atau pendapat serta memberi alasan atau usulan. • Tidak pernah menjelaskan mengenai peraturan-peraturan yang harus

dilakukan anak.

• Bila anak melawan perintah, tidak jarang mereka menggunakan hukuma fisik.

Dengan demikian, akibat dari sikap otoriter orang tua dapat bermacam-macam, yang jelas anak akan menjadi minder atau merasa rendah diri. Dari sifat rendah diri anak pun bias mengalami gejala gugup, apabila dibiarkan terus

19

W. A. Gerungan, Psikologi Sosial, (Bandung: Refika Aditama, 2004), Ed. III, Cet Ke-I, h. 202

20


(27)

menerus dapat menimbulkan cacat lain, akibat lainnya nanti apabila si anak sudah dewasa, ia akan mudah merasa takut. 21

b. Pola Asuh Demokratis

Sikap demokratis orang tua dalam mendidik anak merupakan sikap yang paling baik dalam rangka pembentukan sikap dan harga diri bila dibandingkan dengan sikap-sikap yang lain. Sikap demokratis memberikan kesempatan pada anak untuk berperan dalam kegiatan, pemikiran sesuai realita. 22

Sikap demokratis dari orang tua menimbulkan cirri-ciri berinisiatif, tidak takut, lebih giat, lebih bertujuan, tetapi juga memberikan kemungkinan berkembangnya sikap tidak taat dan tidak mau menyesuaikan diri. Berkaitan dengan hal tersebut Baldwin, sebagaimana dikutip oleh W. A. Gerungan juga sering bertumpu mengenai tindakan-tindakan yang diambil, menerangkan alasan-alasan dan peraturan-peraturan, menjawab pertanyaan anak dan bersikap toleran. 23

Pada pola asuh demokratis ini, orang tua mendidik anak-anaknya tidak menggunakan cara keras, melainkan penuh kebijaksanaan dan saling pengertian. Pendidikan dalam keluarga sangat menentukan sikap demokratis. Penghargaan pada anak sebagai manusia memiliki pandangan sendiri berdasarkan pengalamannya, berawal dari penghargaan orang tua serta anggota keluarganya, suasana demokratis dalam keluarga menyadari bahwa semua kegiatan yang mereka lakukan merupakan suatu proses pemahaman kehidupan itu sendiri.

Kendala untuk mengembangkan sikap demokratis bisa terjadi bila diterapkan budaya yang memandang hak berbicara hanya dimiliki orang tua dan sikap bahwa orang tua tidak pernah salah karena lebih berpengalaman.

Karakteristik Pola Asuh Demokratis

• Orang tua selalu menghargai dan menghormati kedudukan anak

21

Suhartini, Cara Mendidik Anak Dalam Keluarga Masa Kini, (Jakarta: Brata Karya Aksara: 1986), h. 66

22

Suhartini, Cara Mendidik Anak Dalam Keluarga Masa Kini, (Jakarta: Brata Karya Aksara: 1986), h. 66

23

Suhartini, Cara Mendidik Anak Dalam Keluarga Masa Kini, (Jakarta: Brata Karya Aksara, 1986), h. 67


(28)

• Suka bermusyawarah, saling memberi dan menerima pendapat, alasan atau hatikan atau mengontrol tingkah laku anak dalam mengasuhnya.

• Tidak adanya peraturan-peraturan dalam kehidupan sehari-hari sehingga tercermin tidak disiplin

usulan.

• Memper 24

c. Pola Asuh Liberal

Yang dimaksud sikap liberal atau Leizes faire adalah sikap masa bodoh, membiarkan anak tanpa bimbingan orang tua sama sekali. Pola asuh liberal adalah cara mendidik orang tua dengan membiarkan anak mengambil keputusan dan bertindak menurut keinginannya sendiri. 25

Pada dasarnya yang lazim dianggap kebutuhan hanyalah kebutuhan jasmani. Mereka lupa bahwa anak tidak hanya memerlukan sandang, pangan dan papan saja, tetapi juga memerlukan pendidik yang tidak kalah pentingnya dengan kebutuhan jasmani itu. Dengan demikian anak akan kehilangan pegangan dan tuntunan, sehingga hidupnya laksana tumbuh-tumbuhan yang menempel di tanah gersang. Anak yang hidup dengan kebebasan akan mudah terjatuh ke lembah kenistaan dan kejahatan.

Berdasarkan uraian diatas jelas bahwa pola asuh ini orang tua tidak menuntut anak mematuhi peraturan yang dibuat dan sedikit peraturan orang tua terhadap anak-anak. Dengan sedikit perhatian orang tua terhadap anak-anak, maka anak tidak akan mengetahui mana perbuatan yang harus dilakukan dan mana perbuatan yang harus ditinggalkan, sehingga perilakunya sering bertentangan dengan ketentuan agama.

Karakteristik Pola Asuh Liberal

• Tidak ada perhatian yang khusus dari orang tua kepada anak sehingga terkesan masa bodoh

24

Suhartini, Cara Mendidik Anak Dalam Keluarga Masa Kini, (Jakarta: Brata Karya Aksara, 1986), h. 68

25

W. A. Gerungan, Psikologi Sosial, (Bandung: Refika Aditama, 2004), Ed. III, Cet Ke-I, h. 203


(29)

• Anak tidak mengetahui akan baik dan buruknya suatu perbuatan, karena tidak adanya kontrol dari orang tua. 26

ajian dan pemikiran tentang pendidikan terlebih dahulu perlu diketahui sama bentuknya dan sering dipergunakan dalam dunia

ngertian yang sederhana dan

hingga terbentuklah

es usaha sadar yang disengaja dalam membimbing, ngar

rupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi sepanjang

B. Pendidikan Akhlak

K

dua istilah yang hampir

pendidikan, yaitu: pedagogi dan paedagogic. Pedagogi berarti “pendidikan”, sedangkan paedagogic berarti “ ilmu pendidikan”.27

Pendidikan menurut WJS. Poerwadarminta berasal dari kata didik yang berarti memelihara dan memberi latihan. Dalam pe

umum, makna pendidikan sebagai “usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada di masyarakat dan kebudayaan. 28

Hasan Hafidz memberikan devinisi bahwa pendidikan merupakan perubahan atau pengembangan diri anak dalam segala segi se

suatu individu, dapat beradaptasi dan hidup dengan masyarakat luas dengan baik, tentunya ia juga mempunyai rasa tanggung jawab yang besar pada diri sendiri, orang lain dan tuhannya. 29

Berdasarkan uraian mengenai pengertian pendidikan tersebut, maka pendidikan merupakan pros

me ahkan serta mengembangkan anak didik untuk kematangan pribadi yakni anak didik yang kelak dapat melaksanakan tugas hidupnya sebagai individu dan anggota masyarakat.

Pendidikan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari hidup dan kehidpan manusia me

26

Suhartini, Cara Mendidik Anak Dalam Keluarga Masa Kini, (Jakarta: Brata Karya Aksara, 1986), h. 70

27

Fuad Ihsan, Dasar-dasar Kependidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), Cet Ke- II, h. 1

28

Fuad Ihsan, Dasar-dasar Kependidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), Cet Ke- II, h. 2

29

Hasan Hafidz, Dasar-dasar Pendidikan dan Ilmu Jiwa, (Solo: CV. Ramadhani, 1989), Cet Ke- II, h. 12


(30)

hayat. Tanpa pendidikan sama sekali manusia mustahil dapat hidup berkembang, sejahtera dan bahagia menurut konsep pandangan hidup mereka.

Mengenai pengertian akhlak, kata “akhlaq” secara bahasa atau etimologis berasal dari bahasa Arab, bentuk jamak dari “khuluq” yang berarti budi pekerti,

menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan mpan

uk, tanpa embu

ila membiasakan sesuatu maka

ang sama yaitu bahwa kehendak jiwa manusia ng m

(akhlak terpuji) atau terhadap perbuatan

perilaku,

perangai, tingkah laku atau tabiat. 30

Secara terminologis Imam ghazali mendefinisikan akhlak sebagai sifat yang tertanam dalam jiwa yang

ga g dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.

Menurut Ibrahim anis, akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang dengannya lahirlah macam-macam perbuatan, baik atau bur

m tuhkan pemikiran dan pertimbangan. 31

Sedangkan menurut Ahmad Amin, akhlak adalah, kehendak yang dibiasakan. Artinya bahwa kehendak itu b

kebiasaan itu disebut akhlak. 32

Dari beberapa definisi diatas sekalipun berbeda kata-katanya tetapi sebenarnya memiliki maksud y

ya enimbulkan perbuatan dengan mudah karena kebiasaan tanpa memelukan pertimbangan pikiran terlebih dahulu.

Jadi yang dimaksud dengan akhlak ialah suatu perbuatan yang cenderung pada pemilihan perbuatan yang benar

yang jahat (akhlak tercela) tanpa pertimbangan pikiran terlebih dahulu.

Di dalam ajaran Islam, akhlak tidak dapat dipisahkan dari iman. Iman merupakan pengakuan hati, dan akhlak adalah pantulan iman itu pada

ucapan dan sikap. Iman adalah maknawi, sedangkan akhlak adalah bukti keimanan dalam perbuatan, yang dilakukakn dengan kesadaran dan karena Allah semata.

30

Yunahar ilyas, Kuliah Akhlak, (yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 1999), cet Ke- I, h. 1

31

Yunahar ilyas, Kuliah Akhlak, (yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 1999), cet Ke- I, h. 2

32


(31)

Di dalam Al-Qur’an banyak ayat-ayat yang mendorong manusia untuk beriman dan beramal saleh dengan berbagai janji, diantaranya terdapat di dalam

yang dalamnya. setiap mereka diberi rezki

knya adalah: 1.

surat Al-Baqarah ayat 25: 33

“Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di

buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan : "Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu." mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada isteri-isteri yang Suci dan mereka kekal di dalamnya” (QS. Al-Baqarah ayat 25)

Akhlak adalah implementasi dari iman dalam segala bentuk perilaku. iantara contoh akhlak yang diajarkan oleh Luqman kepada ana

D

Akhlak anak terhadap kedua ibu-bapak 2. Akhlak terhadap orang lain

33

Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam Dalam Keluarga dan Sekolah, (Jakarta: Ruhama, 1995), cet Ke- 2, h. 67


(32)

3. Akhlak dalam penampilan diri. 34

Tujuan akhlak ialah hendak menciptakan manusia sebagai makhluk yang akhluk-makhluk lainnya. Akhlak

leh gerak batin atau tin

ingatkan Allah, bagaimana susah dan payahnya ibu menga

g dan tidak angkuh, serta berjalan sederhana dan bersua

g tua. Contoh yang terdapat pada perilaku dan sopan santuun orang

i si anak merasa telah terpenuhi semua kebutuhan pokoknya, maka si anak akan saying dan menghargai

tinggi dan sempurna, dan membedakannya dari m

hendak menjadikan orang berakhlak baik, bertindak tanduk yang baik terhadap manusia, terhadap sesama makhlak dan terhadap Tuhan.

Yang hendak dikendalikan oleh akhlak ialah tindakan lahir. Akan tetapi oleh karena tindakan itu tidak dapat terjadi bila tidak didahului o

dakan hati, maka tindakan batin dan gerak-gerik hati termasuk lapangan yang diatur oleh akhlak. 35

Akhlak terhadap kedua orang tua, dengan berbuat baik dan berterima kasih kepada keduanya. Dan di

ndung dan menyusukan anak sampai umur dua tahun. Bahkan anak harus tetap hormat dan memperlakukan kedua orang tuanya dengan baik, kendati pun mereka mempersekutukan Tuhan, hanya dilarang mengikuti ajakan mereka untuk meninggalkan iman-tauhid.

Adapun akhlak terhadap orang lain adalah adab, sopan santun dalam bergaul, yaitu tidak sombon

ra lembut.

Pendidikan akhlak di dalam keluarga dilaksanakan dengan contoh dan teladan dari oran

tua dalam hubungan dan pergaulan antara ibu dan bapak, perlakuan orang tua terhadap anak-anak mereka, dan perlakuan orang tua terhadap orang lain di dalam lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat. 36

Adapun akhlak, sopan santun dan cara menghadapi orang tuanya, banyak bergantung kepada sikap orang tua terhadap anak. Apalag

34

Zakiah Daradjat, Keluarga Muslim Dalam Masyarakat Modern, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1994), Cet Ke- 2, h. 62

35

Anwar Masy’ari, Akhlak Al-Qur’an, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1990), Cet Ke- I, h. 4

36

Zakiah Daradjat, Keluarga Muslim Dalam Masyarakat Modern, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1994), Cet Ke- 2, h. 63


(33)

serta m

ginkan adalah dengan cara m

hlak. Secara umum pakar kejiwaan berpen

pembentukan keprib

enghormati orang tuanya. Akan tetapi, apabila si anak merasa terhalang pemenuhannya oleh orang tuanya, misalnya ia merasa tidak disayangi atau dibenci, suasana keluarga yang tidak tentram, seringkali menyebabkan rasa takut dan tertekan oleh perlakuan orang tuanya atau orang tuanya tidak adil dalam mendidik dan memperlakukan anak-anaknya maka perilaku anak tersebut boleh jadi bertentangan dengan yang diharapkan oleh orang tuanya, karena ia tidak mau menerima keadaan yang tiadak menyenangkan itu. 37

Terlalu banyak memberikan nasihat seringkali menyebabkan anak-anak menjadi bosan sehingga lambat launn nasihat yang diberikan kehilangan makna. Cara terbaik agar anak-anak belajar hal-hal yang kita in

engamalkannya terlebih dahulu. Sehingga mereka akan dengan mudah dan dengan sendirinya meniru apa yang kita kerjakan. Orang tua adalah contoh terbaik bagi anak-anak. Oleh karena itu, orang tua sendiri hendaknya memiliki sifat-sifat yang ingin dilihat pada anaknya. 38

Pembentukan kepribadian terjadi dalam masa yang panjang, sejak dalam kandungan sampai umur kurang lebih 21 tahun. Pembentukan kepribadian berkaitan erat dengan pembinaan iman dan ak

dapat bahwa kepribadian merupakan suatu mekanisme yang mengendalikan dan mengarahkan sikap dan perilaku seseorang.

Kepribadian terbentuk melalui semua pengalaman dan nilai-nilai yang diserapnya dalam pertumbuhannya, terutama pada tahun-tahun pertama dari umurnya. Apabila nilai-nilai agama banyak masuk ke dalam

adian seseorang, tingkah laku orang tersebut akan diarahkan dan dikendalikan oleh nilai-nilai agama. Disinilah letak pentingnyapengalaman dan

37

Zakiah Daradjat, Keluarga Muslim Dalam Masyarakat Modern, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1994), Cet Ke- 2, h. 63

Ke- I, h. 136

38

Maulana Musa Ahmad Olgar, Tips Mendidik Anak Bagi Orang tua Muslim,


(34)

pendidikan agama pada masa-masa pertumbuhan dan perkembangan seseorang. 39

Akhlak termasuk di antara makna yang terpenting dalam hidup ini. Tingkatannya berada sesudah keimanan/ kepercayaan kepada Allah, Malaikat- Nya, Rasul-rasul- Nya, hari akhirat yang terkandung hasyar, hisab, balasan akhirat dan qadha dan qadhar Allah. 40

Pendidikan Luqman terhadap anaknya mengandung nilai-nilai agama, mulai dari penampilan pribadi Luqman yang beriman, beramal saleh, bersyukur kepada Allah dan bijaksana dalam segala hal. Kemudian yang diajarkan dan dinasihatkan kepada anaknya kebulatan iman kepada Allah semata, akhlak dan sopan santun kepada kedua orang tua dan kepada semua manusia, serta taat beribadah. 41

C. Macam-macam Akhlak a. Akhlak Al- Mahmudah

Kita semua tentu telah paham, bahwa yang dimaksud dengan akhlakul mahmudah adalah akhlak terpuji, semua perilaku dan dirihai Allah swt. Maka selayaknyalah kita menghayati dengan sebenarnya arti dari akhlakul mahmudah. 42

Menghayati sesuatu berarti menjadikannya bagian dari kepribadiannya, menya

tu dan tidak terpisahkan lagi. Jadi menghayati akhlakul mahmudah, berarti semua bentuk dari akhlakul mahmudah yang telah diketahui itu masuk menjadi bagian dari pribadi, dan tidak terpisahkan lagi. Yang berakibat selanjutnya,

39

Zakiah Daradjat, Keluarga Muslim Dalam Masyarakat Modern, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1994), Cet Ke- 2, h. 65

40

Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2008), Cet Ke- 4, h. 156

41

Zakiah Daradjat, Keluarga Muslim Dalam Masyarakat Modern, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1994), Cet Ke- 2, h. 65

42

Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, (Jakarta: Ruhama, 1995), cet Ke- 2, h. 70


(35)

adalah pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap akan mempengaruhi oleh sesuatu yang telah dihayati itu. 43

Menerapkan akhlakul mahmudah dalam kehidupan sehari-hari sangat penting bagi para pendidik, sebab apa yang mereka kerjakan, gerak-gerik mereka akan ditiru oleh anak didik dan lebih jauh akan mempengaruhi pembentukan dan pembinaan akhlak. Maka dari itu sepatutnya setiap pendidik menyadari bahwa peranan dan pengaruhnya terhadap anak didiknya amat penting. Jika pengaruh yang terjadi adalah yang tidak baik, maka kerusakan yang terjadi tidak hanya pada anak didik itu saja, akan tetapi mempengaruhi anak cucu dan keturunannya serta anak didiknya bila kelak ia menjadi pendidik. 44

Akhlak mahmudah atau akhlak yang terpuji sangat banyak jumlahnya, namun dilihat dari segi hubungan manusia dengan Tuhan dan manusia dengan manusia, akhlak yang terpuji itu dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:

1. Akhlak Terhadap Allah

Titik tolak akhlak terhadap Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan melainkan Allah. Banyak alasan mengapa manusia harus berakhlak baik terhadap Allah, diantaranya adalah hal-hal sebagai berikut:

• Karena Allah telah menciptakan manusia dengan segala keistimewaan dan kesempurnaannya.

• Karena Allah telah memberikan perlengkapan panca indera, hati nurani dan naluri kepada manusia.

• Karena Allah menyediakan berbagai bahan dan sarana kehidupan yang terdapat di bumi, seperti tumbuh-tumbuhan, air, udara, binatang dan lain sebagainya.

43

Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, (Jakarta: Ruhama, 1995), cet Ke- 2, h. 71

44

Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, (Jakarta: Ruhama, 1995), cet Ke- 2, h. 72


(36)

2. Akhlak Terhadap Diri Sendiri

Selaku individu, manusia diciptakan oleh Allah SWT dengan segala kelengkapan jasmaniah dan rohaniahnya. Dengan kelengkapan rohani ini manusia dapat memecahkan berbagai masalah yang dihadapinya secara konseptual dan terencana, dapat menimbang antara baik dan salah, dapat memberikan kasih sayang, dapat mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi kebudayaan dan peradaban. 45

Berakhlak yang baik terhadap diri sendiri dapat diartikan menghargai, menghormati, menyayangi dan menjaga diri sendiri dengan sebaik-baiknya, karena sadar bahwa dirinya itu sebagai ciptaan dan amanah Allah yang harus dipertanggung jawabkan dengan sebaik-baiknya.

Manusia yang berakhlak baik terhadap dirinya sendiri adalah manusia yang terbina sumber dayanya secara optimal. Sebaliknya manusia yang tidak terbina sumber dayanya scara baik ia akan menjadi penonton dan dengan sendirinya akan tersisih.

3. Akhlak Terhadap Sesama Manusia

Manusia adalah sebagai makhluk sosial yang kelanjutan eksistensinya secara fungsional dan optimal banyak bergantung pada orang lai. Untuk itu, ia perlu bekerja sama dan saling tolong menolong dengan orang lain. 46

Islam menganjurkan berakhlak yang baim kepada saudara, karena ia berjasa dalam ikut serta mendewasakan kita dan merupakan orang yang paling dekat dengan kita. Caranya dapat dilakukan dengan memuliakannya, memberikan bantuan, pertolongan, menghargainya dan sebagainya.

b. Akhlak Al-mazmumah

45

Abu Bakar Jabir Al-Juzairy, Pedoman dan Program Hidup Manusia, (Semarang: CV. Toha Putera, 1989), Cet. Ke-1, h. 27

46

Yunahar Ilyas, Lc, MA, Kuliah Akhlak, (Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengalaman Islam, 1970), Cet. Ke-1, h. 208


(37)

Akhlak yang tercela (Akhlak Al-mazmumah) secara umum adalah sebagai lawan atau kebalikan dari akhlak yang baik sebagaimana tersebut di atas. Namun ajaran Islam tetap membicarakan secara terperinci dengan tujuan agar dapat dipahami dengan benar, dan dapat diketahui cara-cara menjauhinya.

Berdasarkan petunjuk ajaran Islam dijumpai berbagai macam akhlak yang tercela, diantaranya:

1. Berbohong atau berdusta

Bohong atau dusta adalah kebalikan dari benar, dan ia termasuk sifat yang tercela. Dusta benar-benar merupakan suatu perbuatan yang rendah, yang akan menimbulkan kerusakan pada dirinya dan menimbulkan kejahatan yang mendorong pada perbuatan dosa, yang dilakukan bukan karena terpaksa. 47

Bohong adalah penyakit yang paling buruk dari berbagai penyakit lidah. Ia juga bisa disebut penyakit jiwa bila kawannya tidak cepat mengobati, maka akan menyeret dia ke api neraka, sebagai tempat yang paling buruk.

Bila kejujuran adalah syiar kaum mukminin, maka bohong adalah tanda kaum menafikin. Allah swt. Berfirman:

Q. S Al- Munafikin: 1. 48

"Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: "Kami mengakui, bahwa Sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah". dan Allah mengetahui bahwa Sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah

47

Anwar Masy’ari, Akhlak Al-Qur’an, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1990), Cet Ke- I, h. 167

48

Abdullah bin Jarullah bin Ibrahim Al- Jarullah, Indahnya Shidiq Buruknya Bohong,


(38)

mengetahui bahwa Sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta.”

Sebagaimana ditegaskan oleh Rasulullah saw. Dalam sebuah hadits yang berbunyi:

لﺎ

ﷲا

ﻰﺿر

دﻮ

ا

و

:

ﷲا

لﻮ ر

لﺎ

و

:

ﺮ ا

ﻰ إ

ىﺪﻬ

قﺪ ا

نإ

,

ﺔ ا

ﻰ إ

ىﺪﻬ ﺮ ا

ناو

,

نإو

ﺎ ﺪ

ﷲا

قﺪ

ﺮ ا

,

ﻰ إ

ىﺪﻬ

بﺬﻜ ا

نإو

رﻮ ا

,

رﺎ ا

ﻰ إ

ىﺪﻬ

رﻮ ا

نإو

,

بﺬﻜ

ﺮ ا

ناو

ﺎ اﺬآ

ﷲا

.

.

“Ibnu Mas’ud r.a berkata: Rasulullah saw. Bersabda: sesungguhnya berkata benar itu membawa kepada kebaikan dan kebaikan itu membawa ke surge. Dan seseorang membiasakan diri berkata dan berlaku benar hingga tercatat di sisi Allah seorang shidiq (yang sungguh benar). Dan dusta itu membawa kepada lacur durhaka, dan durhaka itu menuju ke neraka.Dan seorang selalu berdusta hingga tercatat di sisi Allah sebagai pendusta.” (Bukhari Muslim) 49

Seorang pembohong meski rapat menutupi kebohongannya, maka cepat atau lambat akan di buka oleh Allah swt. Di akan terhina karena dosa-dosanya, maka tidak mengherankan bila di tidak banyak teman dan tidak disukai orang-orang sekitarnya.

Seorang muslim harus menjauhi segala macam bentuk kebohongan, baik dalam bentuk pengkhianatan, mungkir janji, kesaksian palsu, fitnah, gunjing ataupun bentuk-bentuk lainnya. Berikut ini diuraikan beberapa bentuk kebohongan yang biasa terjadi di tengah masyarakat:

1. Khianat

Khianat adalah sejelek-jelek sifat bohong yang dimiliki seseorang. Mudaratnya langsung menimpa orang lain.

2. Mungkir Janji

Sifat mungkir janji menunjukkan pelakunya memiliki kepribadian yang lemah. Sifat itu mencabut kasih sayang dan mendatangkan kemudharatan.

49

Imam Abu Zakaria Yahya, Riyadhus Shalihin, (Bandung: PT. Al- Ma’arif, 1987), Jilid.II h. 421


(39)

Mungkir janji menyebabkan waktu terbuang sia-sia dan menciptakan angan-angan kosong.

3. Kesaksian palsu

Kebohongan jenis ini mendatangkan kemudharatan besar bagi masyarakat. Orang yang tidak bersalah bias dijatuhi hukuman berat, nyawa bias melayang, harta benda bisa hilang, semuanya karena kesaksian palsu. 4. Fitnah

Biasanya seseorang memfitnah orang lain dengan maksud menjatuhkan nama baik atau menggagalkan usahanya

5. Gunjing

Sifat ini menunjukkan bahwa pelakunya memiliki jiwa yang sakit, tidak ada yang menjadi keinginannya kecuali melihat orang bertengkar dan bermusuhan. 50

2. Takabur Atau Sombong

Lawan dari sikap tawadhu adalah takabur atau sombong, yaitu sikap menganggap diri lebih dan meremehkan orang lain. Karena sikapnya itu orang sombong akan menolak kebenaran, kalau kebenaran itu datang dari pihak yang statusnya dia anggap lebih rendah dari dirinya. 51

Kesombongan adalah salah satu sifat keburukan social yang dapat menanam benih perpecahan dan permusuhan di antara individu masyarakat sehingga menghilangkan semangat tolong menolong dan cinta kasih sesama mereka. 52

Karena orang yang sombong selalu menganggap dirinya benar, maka dia tidak mau menerima kritikan dan nasihat dari orang lain. Dia akan

50

Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak, (Yogyakarta: Putaka Pelajar Offset, 1999), Cet Ke- I, h. 85

51

Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak, (Yogyakarta: Putaka Pelajar Offset, 1999), Cet Ke- I, h. 125

52

Abdullah bin Jarullah, Tawadhu dan Takabur, (Jakarta: Pustaka Al- Kautsar, 1996), Cet Ke- I, h. 57


(40)

menutuptelinganya kecuali untuk mendengarkan pujian-pujian terhadap dirinya. Oleh sebab itu sudah merupakan sunatullah kalau kemudian Allah memalingkan orang yang sombong dari tanda-tanda kekuasaan Allah. Allah swt berfirman: Q. S. Al-A’raf: 146 53

“Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku. mereka jika melihat tiap-tiap ayat(Ku), mereka tidak beriman kepadanya. dan jika mereka melihat jalan yang membawa kepada petunjuk, mereka tidak mau menempuhnya, tetapi jika mereka melihat jalan kesesatan, mereka terus memenempuhnya. yang demikian itu adalah Karena mereka mendustakan ayat-ayat kami dan mereka selalu lalai dari padanya”. (QS. Q. S. Al-A’raf: 146)

Karena sangat buruknya sombong, sehingga Rasulullah saw menegaskan dalam sebuah hadits yang berbunyi:

ﷲا

ﻰﺿر

ةﺮ ﺮه

ﻰ أ

و

:

ﷲا

ﷲا

لﻮ ر

نأ

لﺎ

و

:

اور

ﻬﻜ هأ

ﻮﻬ

سﺎ ا

ﻚ ه

ﺮ ا

لﺎ

اذإ

.

“Abu Hurairah r.a berkata: Rasulullah saw. Bersabda: Jika seorang berkata karena sombong. Celakalah manusia. Maka ia akan menjadi paling binasa.” (Muslim)54

53

Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak, (Yogyakarta: Putaka Pelajar Offset, 1999), Cet Ke- I, h. 125

54

Imam Abu Zakaria Yahya, Riyadhus Shalihin, (Bandung:PT. Al-Ma’arif, 1987), Jilid II, h. 459


(41)

Karena orang mukmin adalah cermin bagi saudara seimannya dan agama adalah nasehat, sebagaimana yang ditegaskan oleh Rasulullah, maka harus diingat bahwa agama mengajarkan, “teman yang sejati adalah yang berlaku jujur dan benar bukan yang membenarkan apa yang kita lakukan.” Maksudnya adalah bahwa setiap muslim dituntut untuk terus saling memberi nasehat dan menunjukkan jalan kebenaran, semata karena perintah Allah. 55

Adapun bentuk-bentuk kesombongan yang sering ditemui dalam pergaulan masyarakat, diantaranya adalah:

1. Jika mendatangi suatu majlis, dia ingin dan senang kalau para hadirin berdiri menyambutnya.

2. Kalau berjalan, dia ingin ada orang yang mengikuti dibelakangnya agar terlihat dia hebat dan lebih mulia dari yang lainnya.

3. Tidak mau mengunjungi orang yang statusnya dianggap lebih rendah dari dirinya.

4. Merasa malu dan hina mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan kalau belanja tidak mau membawa sendiri barang belanjaannya. 56

Dari uraian diatas, semakin jelas sudah bahwa sikap takabur atau sombong adalah akhlak yang tercela dan diharamkan dengan keras dalam agama Islam. Jadi kesombongan adalah penyakit hati yang berbahaya dan berakibat besar yang dialami oleh sebagian jiwa manusia, sehingga membuat mereka berpaling dari kebenaran, bangga diri, bangga dan angkuh.

4. Dengki

Dengki ialah rasa sikap tidak senang atas kenikmatan yang diperoleh orang lain tersebut, baik dengan maksud supaya itu berpindah ke tangan sendiri atau tidak. 57

55

Abdullah bin Jarullah, Tawadhu dan Takabur, (Jakarta: Pustaka Al- Kautsar, 1996), Cet Ke- I, h. 62

56

Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak, (Yogyakarta: Putaka Pelajar Offset, 1999), Cet Ke- I, h. 127


(42)

Mencapai hal yang terbaik adalah keinginan setiap orang, namun bersikap iri dengan berkeinginan agar kebaikan pada orang lain tersebut hilang merupakan kepribadian yang buruk. Sifat seperti itu disebut hasud. Sifat hasud ini bisa muncul disebabkan: sifat kikir yang berlebihan, takabur, kalah bersaing dalam merebut simpati orang atau dalam usaha, cinta dunia dan sejenisnya, merasa sakit jika orang lain memiliki kelebihan dan tidak beriman terhadap qadha dan qadar.

Orang yang hasud atau disebut juga pendengki, di samping selalu merasa tidak puas dengan apa yang telah diraihnya, juga bahagia manakala orang lain mendapat kerugian atau kecelakaan. Orang seperti ini biasanya tidak cukup kuat untuk menahan gejolak emosinya atas ketidak puasan terhadap dirinya dan ketidak senangan terhadap orang lain. Ketidakpuasan itu sering dilampiaskan melalui tindakan negatif yang merugikan orang lain dan tidak peduli siapa yang akan menjadi korbannya. Cara yang paling lazim dilakukan oleh pendengki adalah memfitnah dan menggunjing sesama.

Secara umum, sifat hasud membahayakan bagi remaja muslim, baik dalam hubungannya dengan sesama remaja maupun dengan Allah swt. 58

Sebagaimana ditegaskan dalam hadits Rasulullah saw. yang berbunyi:

ﷲا

ﻰﺿر

ةﺮ ﺮه

ﻰ ا

و

:

و

ﷲا

ﻰ ا

نأ

لﺎ

:

ﺪ او

آﺎ إ

,

ا

آ

ﺄ ﺎآ

تﺎ

ا

آﺄ

ﺪ ا

نﺈ

رﺎ

لﺎ

وأ

ﻄ ا

:

ﺸ ا

.

دوادﻮ ا

اور

.

“Abu Hurairah r.a berkata: bersabda Nabi saw.: Awaslah kamu daripada dengki (hasud), karena hasud itu akan memakan semua amal kebaikan sebagaimana api memakan kayu atau rumput.” (Abu Dawud)59

57

Muslich Shabir, Tanbihul Ghafilin, (Semarang: CV. Toha Putera, 1993), Cet. Ke-1, h. 161

58

Luqman Haqani, Perusak Pergaulan dan Kepribadian Remaja Muslim, (Bandung: Pustaka Ulumuddin, 2004), Cet. Ke-1, h. 32

59

Imam Abu Zakaria Yahya, Riyadhus Shalihin, (Bandung:PT. Al-Ma’arif, 1987), Jilid II, h. 445


(43)

Dalam semua keadaan, sikap hasud hukumnya adalah haram, terkecuali nikmat yang diperoleh orang zalim atau orang kafir. Kebencian kepada nikmat menentang qadha (takdir). Juga berarti tidak rela melihat Allah melebihkan hamba- Nya terhadap yang lain. Sikap dengki pada manusia, senantiasa disindir Allah dalam Al- Qur’an:

Q. S. Al- Imran: 120 60

“Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya. jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan.” (QS. Q. S. Al- Imran: 120)

5. Bakhil

Bakhil artinya kikir, orang yang kikir ialah orang yang sangat hemat dengan apa yang menjadi miliknya, tetapi hematnya demikian sangat sukar baginya mengurangi sebagian dari apa yang dimilikinya itu untuk diberikan kepada orang lain.

Pada umumnya, sifat bakhil dihubungkan dengan hak milik berupa harta benda. Karena itu orang bakhil, maksudnya adalah bakhil harta benda kebakhilan termasuk sifat buruk, jadi termasuk kelompok akhlak al-mazmumah (tercela). 61

Sebagaimana Allah berfirman dalam surat Ali Imran ayat 180:

60

Immun El Blitary, Pandangan Al- Ghazali Tentang Dengki, (Surabaya: Al- Ikhlas), h. 28

61

Muslich Shabir, Tanbihul Ghafilin, (Semarang: CV. Toha Putera, 1993), Cet. Ke-1, h. 162


(44)

“Sekali-kali janganlah orang-orang yang kikir dengan harta benda yang dikaruniakan oleh Allah dari keutamaan-Nya itu menyangka bahwa yang demikian itu baik bagi mereka, bahkan hal itu amat buruk untuk mereka sendiri. Harta-harta yang mereka kikirkan itu nanti akan dikalungkan di leher mereka pada hari kiamat.” (Q. S. Ali-Imran: 180)

Sabda Rasulullah saw:

نﺎآ

ﻚ هأ

ﺸ او

آﺎ ا

.

ﺎ داﻮﻜ

نأ

ﻬ رﺎ

اﻮ

و

هء

“Jauhilah kamu semua akan sifat kikir, sebab itulah yang menyebabkan karusakan orang-orang yang sebelummu dahulu. Itulah pula yang membawa mereka suka mengalirkan darah sesamanya serta menghalalkan apa-apa yang dilarangkan kepada mereka.” (H. R Muslim) 62

Kekikiran tergolong satu dari sekian akhlak yang buruk, termasuk di antara hal-hal yang menunjukkan kekosongan agama dan moral. Dan termasuk perbuatan yang akan menyebabkan penderitaan bagi pelakunya di dunia maupun diakhirat. Orang yang kikir akan jauh dari Allah, jauh dari hamba Allah dan jauh dari surganya Allah.

D. Kerangka Berfikir

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa pengawasan orang tua merupakan pendorong untuk mencapai tujuan dalam pendidikan akhlak anak. Pengawasan orang tua besar sekali pengaruhnya terhadap pendidikan akhlak seseorang sebab dengan adanya pengawasan orang tua seseorang akan bersungguh-sungguh dalam melakukan usaha untuk mencapai akhlak yang baik.

62

Anwar Masy’ari, Akhlak Al-Qur’an, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1990), Cet. Ke-1, h. 205


(45)

Anak yang mendapatkan pengawasan orang tua dengan baik, mempunyai akhlak yang baik terhadap orang lain. Sebaliknya anak memiliki akhlak yang buruk karena kurangnya pengawasan yang dilakukan oleh orang tua.

Pengawasan orang tua berperan penting dalam pendidikan akhlak karena pengawasan diartikan sebagai cara-cara yang dilakukan untuk mengatasi kelemahan-kelemahan atau peraturan-peraturan yang harus dilaksanakan oleh setiap orang. Dengan kata lain adanya pengawasan orang tua yang baik dalam kehidupan sehari-hari akan menghasilkan akhlak anak yang baik. Karena pengawasan orang tua adalah salah satu faktor keberhasilan pendidikan akhlak anak.

Dengan adanya pengaruh pengawasan orang tua terhadap pendidikan akhlak anak di lingkungan MTs Sa’adatudarain Mampang Jakarta Selatan, penulis mempunyai kerangka berfikir: “Jika ada pengawasan orang tua yang baik, efektif dan terus menerus (berkesinambungan), maka seorang anak akan dapat melaksanakan pendidikan akhlak yang baik atau memiliki akhlak al-mahmudah”.

E. Hipotesis

Kajian teori dan kerangka berfikir di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

Ha: Ada pengaruh pengawasan orang tua terhadap pendidikan akhlak anak Ho: Tidak ada pengaruh pengawasan orang tua terhadap pendidikan akhlak anak


(46)

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 23 November sampai 8 Desember 2009, yang bertempat di Madrasah Tsanawiyah Sa’adatuddarain Mampang Jakarta Selatan. Madrasah tersebut merupakan lembaga pendidikan yang berada di bawah naungan Yayasan pendidikan Islam Sa’adatudarain yang dipimpin oleh Bapak H. Ahmad Fahmi S. Ag. 1

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Menurut Hadari Nawawi yang dikutip oleh S. Margono, populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang terdiri dari manusia, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala atau peristiwa-peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu di dalam penelitian. 2

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa/ siswi kelas VII yang berjumlah sebanyak 146 orang, dengan perincian sebagai berikut:

Kelas VII A: 38 orang Kelas VII B: 36 orang Kelas VII C: 38 orang Kelas VII D: 36 orang 2. Sampel

Sampel merupakan wakil dari populasi yang diteliti dari populasi tersebut. Sampel diambil dari penelitian ini sebanyak 28 % dari jumlah populasi yang ada, dan menggunakan cara rendum sampling, yaitu dengan mengambil sample dari populasi yang ada secara acak.

1

Ahmad Fahmi, Hasil Wawancara Kepala Mts. Sa’adatuddarain Mampang Jakarta Selatan, 23 November 2009

2

S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2005), Cet- 5, h. 118


(47)

Jadi sample yang diambil 28 X 100 % = 40 orang. 146

C. Variabel Penelitian

Yang dimaksud variabel penelitian adalah “objek penelitian yang bervariasi atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian”. 3

Dalam penelitian ini ada dua variabel:

1. Variabel Bebas ( Independen Variabel), yaitu pengawasan orang tua 2. Variabel Terikat ( Dependen Variabel), yaitu pendidikan akhlak anak

Tabel 1 Variabel Penelitian

No Variable Dimensi Indikator

1 Variable X Pengawasan Orang Tua

- Kegiatan orang tua dalam

pemberian pengawasan.

a. Menyuruh anak didik selalyu berbuat baik.

b. Menjelaskan makna yang di suruh.

- Aturan-aturan

yang harus dilaksanakan

a. Harus selalu berbuat baik. b. Menjauhi

segala yang dilarang orang tua.

3

S. Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1998), Cet- 11, h. 97


(48)

- Cara-cara orang tua memberikan

pengawasan

- Fungsi

Pengawasan orang tua

a. Bersikap lemah lembut. b. Memberikan

penuh pengertian. c. Dilakukan

secara demokratis. a. Mengendalikan

perilaku anak. b. Mengetahui

kebiasaan-kebiasaan anak. c. Mengetahui

masalah yang sedang dihadapi anak.

2 Variable Y

Pendidikan Akhlak Anak

Akhlak terpuji: -Akhlak kepada Allah

a. Beriman kepada Allah. b. Melaksanakan

segala

perintah-Nya. c. Menjauhi

segala

larangan-Nya. - Akhlak terhadap

diri sendiri

a. Menghargai diri sendiri. b. Menyayangi


(49)

diri sendiri. c. Menjaga diri

sendiri. - Akhlak terhadap

sesama manusia

a. Memuliakan sesama. b. Menghormati

sesama. c. Memberikan

bantuan terhadap sesama. d. Menghargai

sesama. - Akhlak tercela a. Berbohong.

b. Takabur. c. Iri hati. d. Bakhil.

D. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang dibutuhkan dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, antara lain:

1. Observasi

Observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencetakan secara sistematis terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. 4

2. Wawancara

4

S. Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1998), h. 73


(50)

Wawancara atau interview adalah tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih secara langsung. 5 Wawancara dalam penelitian ini ditujukan kepada kepala sekolah dan guru agama Madrasah Tsanawiyah Sa’adatudarain.

3. Angket

Angket atau Quesioner adalah suatu daftar yang berisikan suatu rangkaian pertanyaan yang disusun secara tertulis mengenai satu hal atau dalam suatu bidang. 6

Tabel 2

Kisi-kisi angket penelitian mengenai pengaruh pengawasan orang tua terhadap pendidikan akhlak anak

No Dimensi Indikator Nomor Item Jumlah Item

1. - Kegiatan orang tua dalam

memberikan pengawasan

a. Menyuruh anak didik selalu berbuat baik

b. Menjelaskan makna yang disuruh 1, 2 9 2 1

2. - Aturan-aturan yang harus dilaksanakan

a. Harus selalu berbuat baik b. Menjauhi segala

yang dilarang

19

4, 6

1

2

3. - Cara-cara orang tua memberikan pengawasan

a. Bersikap lemah lembut

b. Memberikan penuh pengertian 5 7 8, 11 1 1 2 5

S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2005), Cet- 5, h. 118

6

Koetjara Ningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: Gramedia, 1989), h. 173


(51)

c. Dilakukan secara demokratis 4. - Akhlak terhadap

Allah

a. Beriman kepada Allah

b. Melaksanakan segala perintah- Nya

c. Menjauhi segala larangan- Nya 10 12 13 1 1 1

5. - Akhlak baik terhadap diri sendiri

a. Menghargai diri sendiri

b. Menyayangi diri sendiri

c. Menjaga diri sendiri 15 14 20 1 1 1

6. - Akhlak terhadap sesama manusia

a. Memuliakan sesama b. Menghormati

sesama c. Memberikan

bantuan

terhadap sesama d. Menghargai

sesama 16 18, 25 3 21 1 2 1 1

7. - Akhlak tercela a. Berbohong b. Takabur c. Dengki

d. Bakhil atau kikir 17 24 23 22 1 1 1 1


(1)

Tua) dengan variabel Y (Pendidikan Akhlak Anak) berada pada derajat yang sedang atau cukup, karena berada pada rentangan 0,40 – 0,70. Hal ini berarti bahwa pengawasan orang tua cukup berpengaruh terhadap pendidikan akhlak anak.

2. Interpretasi dengan menggunakan tabel nilai “r” product moment

Untuk mengetahui signifikasi rxy melalui product moment, langkah pertama yang harus ditempuh adalah mencari df (degrees of freedom) atau derajat bebasnya terlebih dahulu dengan rumus df = N – nr. Dalam penelitian ini sampel yang diteliti sebanyak 40 orang, berarti N = 40. Variabel yang diteliti korelasinya sebanyak 2 variabel yaitu X dan Y, berarti nr = 2. Dengan demikian diketahui df = 40 – 2 = 38.

Setelah konsultasi pada tabel nilai “r” product moment, ternyata df = 38 tidak terdapat dalam tabel, maka penulis menggunakan df = 40. Dengan df sebesar 40 diperoleh r tabel pada taraf signifikasi 1% diperoleh r tabel sebesar 0, 393, sedangkan taraf signifikasi 5% diperoleh r tabel sebesar 0,304.

Ternyata rxy atau r0 lebih besar daripada harga pada r tabel pada taraf signifikasi 5% maupun pada taraf signifikasi 1%. Dengan demikian, Hipotesis Alternatif diterima atau terbukti kebenarannya dan Hipotesis Nol ditolak. Berarti memang benar antara variabel X dan variabel Y terdapat korelasi positif dimana pengawasan orang tua berpengaruh terhadap pendidikan akhlak anak.

Selanjutnya untuk mengetahui seberapa besar kontribusi variabel X terhadap variabel Y dalam bentuk prosentase maka harud dihitung dahulu suatu koefisien yang disebut dengan coefficient of determination (korelasi penentuan) dengan rumus sebagai berikut:

KD = r2 x 100% = (0,572) x 100% = 0,327 x 100% = 32,7%

Dari hasil penelitian coefficient of determination diatas menunjukkan bahwa r2 diperoleh dari nilai sebesar 0,327. Ini berarti variabel X (Pengaruh


(2)

69

Pengawasan Orang Tua) memberikan kontribusi sebesar 32,7 % terhadap pendidikan akhlak anak.


(3)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentng pengaruh pegawasan orang tua terhadap pendidikan akhlak anak yang penulis lakukan di Mts. Sa’adatuddarain, dapat disimpulkan:

1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada korelasi antara pengawasan orang tua terhadap akhlak anak di Mts Sa’adatuddarain sebesar 0,572. Dengan demikian, korelasi antara variable X (Pengaruh Pengawasan Orang Tua) dengan variable Y (Pendidikan Akhlak Anak) berada pada derajat yang sedang atau cukup, karena berada pada rentangan 0,40 – 0,70. Hal ini berarti bahwa pengawasan orang tua cukup berpengaruh terhadap pendidikan akhlak anak.

2. Koefisien tersebut bertanda positif yaitu 0,572, yang apabila berkonsultasi pada tabel nilai “r” product moment, pada taraf signifikasi 5% dan 1% nilai rxy lebih besar dari nilai rtabel, sehingga Hipotesa Alternatif diterima dan Hipotesa nol ditolak. Ini berarti pada taraf signifikasi 5% dan 1% terhadap korelasi positif yang signifikan antara variable X dengan variable Y, artinya pengawasan orang tua mempengaruhi pendidikan akhlak anak. 3. Besar kontribusi variable adalah 0,327. Ini berarti pengaruh pengawasan

orang tua memberikan kontribusi sebesar 32,7% terhadap pendidikan akhlak anak.

B. Saran-saran

Berdasarkan hasil penelitian ini maka penulis mengajukan saran sebagai berikut:

1. Orang tua merupakan guru pertama bagi anak yang dapat mempengaruhi pendidikan akhlak anak, untuk itu orang tua hendaknya menjadi contoh teladan yang baik bagi anaknya, jangan hanya member perintah dan


(4)

71

melarang saja sedangkan mereka (orang tua) tidak konsisten dalam menjalankannya.

2. Diharapkan kepada orang tua lebih mendalami ajaran agama sehingga mampu mendidik dan membimbing anak dalam mengamalkan ajaran-ajaran agama terutama pendidikan akhlak sehingga anak mempunyai akhlak yang baik kepada semua makhluk ciptaan Allah.

3. Kepada masyarakat diharapkan partisipasinya dengan mendukung terciptanya masyarakat yang berakhlak baik sesuai dengan ajaran Islam sehingga dapat mengokohkan keyakinan anak untuk selalu berbuat baik.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an Terjemah

Amini, Ibrahim, Agar Tidak Salah Mendidik Anak, Jakarta: Al-Huda, 2006

Arikunto, S. Suharsini, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1998

Blitary, El Immun, Pandangan Al-Ghazali Tentang Dengki, Surabaya: Al-Ikhlas Daradjat, Zakiah, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Bulan Bintang, 1991

_____________, Keluarga Muslim Dalam Masyarakat Modern, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1994. Cet Ke-II

_____________, Pendidikan Islam Dalam Keluarga dan Sekolah, Jakarta: ruhama, 1995, Cet Ke- II

Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1999 Koswara, H. S , Manajemen Lembaga Pendidikan, Bandung: Patra Gading, 2002 Gerungan, W. A, Psikologi Sosial, Edisi III, Bandung: Refika Aditama, 2004 Hafidz, Hasan, Dasar-dasar Pendidikan dan Ilmu Jiwa, Solo: CV. Ramadhani,

1989

Halwani, Abu Firadus dan Harini Sri, Mendidik Anak Sejak Dini, Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2003, Cet Ke- I

Haqani, Luqman, Perusak Pergaulan dan Kepribadian Remaja Muslim, Bandung: Pustaka Ulumuddin, 2004, Cet Ke- I

Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, Jakarta: raja Grafindo Persada, 1999 Ihsan, Fuad, Dasar-dasar Kependidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2001, Cet Ke- II Ilyas, Yunahar, Lc, MA, Kuliah Akhlak, Yogyakarta: Lembaga Pengkajian Dan

Pengalaman Islam, 1970


(6)

73

Jarullah, bin Abdullah, Indahnya Shidiq dan Buruknya Bohong, Solo: CV. Pustaka Mantiq, 1995. Cet Ke- I

___________________, Tawadhu dan Takabur, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1996. Cet Ket-I

Kartono, Kartini, Peran Keluarga Memandu Anak, Jakarta: Rafaela, 1982

Margono, S., Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2005 Masy’ari, Anwar, Akhlak Al-Qur’an, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1990

Mazhahiri, Husain, Pintar Mendidik Anak (Panduan Lengkap Bagi Orang Tua, Guru dan Masyarakat Berdasarkan Ajaran Islam), Jakarta: PT. Lentera Basritama, 1999, Cet Ke- II

Musthofa, Ahmad, Akhlak Tasawuf, Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997

Ningrat, Koetjara, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta: Gramedia, 1989

Olgar, Maulana Musa Ahmad, Tips Mendidik Anak Bagi Orang Tua Muslim, Yogyakarta: Citra media, 2006, Cet Ke- I

Shabir, Muslich H., Ma, Tanbihul Ghafilin, Semarang: CV. Toha Putera, 1993 Shinta, Ratnawati, Keluarga Kunci Sukses Anak, Jakarta: Kompas 2009

Silfiana, Fenny http: //www.e.psikologi.com/epsi/anak.asp, Tragedi Sebuah Kesalahan Akibat Kurangnya Pengawasan dan Didikan Orang Tua, Jakarta 13 Juli 2009

Sudjana, Djuju, Keluarga Muslim Dalam Masyarakat Modern, Bandung: Remaja Rosdakarya Offset, 1994, Cet Ke- II

Suhartini, Cara Mendidik Anak Dalam Keluarga Masa Kini, Jakarta: Bratara Karya Aksara, 1986

Ulwan, Abdullah Nashih, DR, Pendidikan Anak Menurut Islam, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1992, Cet Ke- I

____________________, Pedoman Pendidikan Anak Dalam Islam, Penerbit: Asy-Syifa, 1981, Cet Ke- III

Yahya, Imam Abu Zakaria, Riyadhus Shalihin, Bandung: PT. Al- Ma’arif, 1987, jilid 2