Akan tetapi, pada masa Orde Baru dari tahun 1966-1998, militer sepenuhnya menjadi alat kekuasaan politik Soeharto yang memimpin secara
otokratis. Militer menjadi tonggak politik Orde Baru dan lebih setia pada personal Soeharto serta meninggalkan jati dirinya sebagai tentara rakyat, tentara pejuang,
dan tentara nasional yang profesional. Militer menjadi milik dan alat Golkar dan tidak menjadi milik seluruh rakyat lagi, serta tidak bersifat nasional. Sangat
luasnya peran sosial politik militer pada masa itu mengakibatkan demokrasi tidak berkembang dan tentara tidak bersikap profesional lagi.
58
B. Reformasi Internal dan Paradigma Baru Militer
Saat awal-awal reformasi mulai bergulir, tepatnya pada bulan Maret 1997, kalangan TNI telah berupaya melakukan beberapa perubahan mendasar, terutama
mengenai sikap dan visi TNI ke depan. Bertempat di Seskoad, Bandung, pembahasan tersebut telah menghasilkan dokumen yang diterbitkan oleh Markas
Besar Mabes TNI-AD dengan judul “Aktualisasi Dwi Fungsi ABRI Menghadapi Perkembangan Zaman”
Bandung: Seskoad, Maret 1997.
59
Naskah penting itu berisi beberapa visi TNI sebagai langkah menghadapi perubahan politik ke depan. Secara umum visi tersebut dibagi dua, yakni visi yang
bersifat dasar dan visi yang bersifat kontekstual. Visi dasar merupakan visi yang sangat esensial bagi upaya menjaga tegaknya Negara Kesatuan Republik
Indonesia NKRI, mengamankan dan menyelamatkan Pancasila dan UUD 45, serta membantu pembangunan nasional untuk mewujudkan cita-cita nasional.
58
Abdoel Fatah, Demiliterisasi Tentara, h. 198.
59
Abdoel Fatah, Demiliterisasi Tentara, h. 202.
Sementara visi kontekstual berkembang sejalan dengan perkembangan permasalahan yang dihadapi bangsa sehingga akan melahirkan persepsi untuk
memecahkan masalah secara proporsional dan bersifat kontekstual pada setiap aspek kehidupan nasional.
Visi yang bersifat dasar meliputi tiga masalah pokok yang berkaitan langsung dengan kehidupan bangsa Indonesia. Ketiga visi tersebut adalah:
Pertama , visi TNI terhadap negara. TNI menganggap NKRI adalah bentuk final
dari negara yang diproklamirkan pada 17 Agustus 1945. Oleh karena itu, eksistensi dan keutuhan kesatuan Indonesia menjadi kata kunci visi dasar TNI.
Kedua , visi TNI terhadap bangsa. Menurut TNI bangsa Indonesia adalah majemuk
dalam suku, agama, budaya, dan istiadat. TNI sebagai integrator bangsa memiliki tugas berat untuk mempertahankan kesatuan Republik ini dengan menghormati
perbedaan-perbedaan tersebut. Ketiga, visi TNI tentang perjuangan bangsa dalam pencapaian cita-cita nasional. Dalam melaksanakan tugas tersebut TNI
memerlukan spesifikasi tugas, fungsi, dan peran yang dilandasi oleh nilai Pancasila dan UUD 1945. fungsi sosial politik TNI merupakan wujud
keikutsertaan TNI dalam perjuangan bangsa guna mencapai cita-cita nasional.
60
Sedangkan visi kontekstual terdiri dari beberapa hal, sebagai berikut. Pertama
, visi TNI terhadap aspek hankam. Fungsi TNI adalah sebagai alat negara yang bertugas untuk menjaga pertahanan dan keamanan negara. Kedua, visi TNI
terhadap aspek ideologi. Bagi TNI ideologi Pancasila merupakan prinsip final dari ideologi negara Indonesia. Ketiga, visi TNI tentang aspek politik. TNI harus
60
Berbagai visi ABRI ini dikutip dari Mabes TNI AD, Seskoad 1997, “Makalah Aktualisasi Dwi Fungsi ABRI Menghadapi Perkembangan Zaman
” Bandung, 1997, hlm. 57-65.
memperdayakan kehidupan politik bangsa Indonesia yang ditandai dengan nilai- nilai kebersamaan dan gotong royong serta tradisi dalam menyelesaikan
permasalahan. TNI harus mampu mendorong partisipasi politik rakyat yang bersifat terbuka dan mau menampung serta menyalurkan aspirasi rakyat. Keempat,
visi TNI tentang ekonomi. TNI harus bisa menciptakan ketertiban dan keamanan yang bisa mendukung stabilitas ekonomi. Kelima, visi TNI tentang aspek sosial
budaya.TNI sebagai suatu intitusi yang integralistik, yang mampu menjaga aspek sosial budaya yang berbeda-beda di masyarakat.
61
Memasuki era reformasi, militer memiliki kesempatan untuk introspeksi diri atas apa yang telah dilakukan pada masa sebelumnya. Dalam hal ini militer
merumuskan paradigma baru dan melakukan reformasi internal yang disertai dengan serangkaian konsep redefinisi, reposisi, dan reaktualisasi perannya dalam
kehidupan kebangsaan dan kenegaraan untuk menatap masa depan. Apa yang dilakukan, pada hakikatnya merupakan usaha memperbaiki dan meningkatkan
image serta prestasi militer.
Oleh karena itu, pada tanggal 22-24 September 1998. Sekolah Staf dan Komando Sesko TNI Bandung mengadakan seminar bertajuk peran ABRI Abad
XXI . Dalam seminar tersebut terungkap bahwa doktrin Dwifungsi ABRI telah
mengalami distorsi penafsiran yang cukup serius selama pemerintahan Orde Baru. Selama masa itu dwifungsi ABRI telah direkayasa sedemikian rupa sehingga TNI
telah menjadi alat kekuasaan yang berpusat pada satu orang.
62
61
Mabes TNI AD, Seskoad 1997, “Makalah Aktualisasi, h. 60.
62
Lihat Transkrip Seminar “Peran TNI Abad XXI.” Bandung: Seskoad, 1.
Kemudian bertepatan dengan hari ABRI, tanggal 5 Oktober 1998, MenhankamPangab Jenderal TNI Wiranto menerbitkan hasil diskusi tersebut
dengan meluncurkan sebuah buku yang menjelaskan secara rinci tentang peran dan posisi di masa datang. Catatan-catatan penting sebagai pegangan untuk
melakukan reformasi internal ABRI itu sendiri diberi judul yang cukup menjanjikan: TNI Abad XXI: Redefinisi, Reposisi dan Reaktualisasi Peran TNI
dalam Kehidupan Bangsa . Buku tersebut berisikan empat keputusan penting
untuk menyikapi peran sosial politiknya ke depan. Pertama
, militer akan mengubah posisi dan metodenya untuk tidak selalu harus di depan dan mendominasi. Posisi yang mereka nikmati saat Orde Baru
diserahkan kepada institusi fungsional yang lebih kompeten. Kedua, mengubah konsep menduduki menjadi mempengaruhi. Artinya posisi militer yang dulu
menguasai posisi strategis, saat ini harus dibatasi. Mempengaruhi bukan berarti mengintervensi, tetapi lebih pada kontribusi TNI terhadap pembangunan. Ketiga,
mengubah cara mempengaruhi secara langsung menjadi tidak langsung. Hal ini penting dilakukan untuk menghindari keterlibatan TNI yang berlebihan dalam
berbagai kegiatan yang tidak berkaitan dengan tugas utamanya. Keempat, kesediaan untuk secara bersama-sama melakukan pengambilan keputusan penting
kenegaraan dan pemerintahan dengan komponen bangsa lainnya.
63
Pertimbangan utama yang menjadi latar belakang reformasi internal TNI ialah menyesuaikan TNI dengan perubahan dunia yang begitu cepat berubah,
menyesuaikan tantangan TNI di abad ke-21 yang begitu besar, kompleks, dan
63
Mabes TNI, TNI Abad XXI: Redefinisi, Reposisi, dan Reaktualisasi Peran TNI dalam Kehidupan Bangsa
, Jakarta: Mabes TNI, 1999, hlm. 22-25.
multidimensional, ini memungkinkan TNI senantiasa harus mau dan mampu mendengar dan merespons aspirasi rakyat; mengakui secara jujur bahwa di masa
lalu, ada kekurangan dan penyimpangan sebagai akibat logis dari format Orde Baru.
64
Hakikat reformasi internal TNI tersebut menunjukkan bahwa secara konsepsual TNI telah bertekad meninggalkan paradigma lamanya dan
membangun paradigma baru, khususnya kesadaran akan perlunya profesionalisme dan pembangunan demokrasi, karena TNI merupakan alat pertahanan negara.
Mengenai paradigma baru yang dilakukan militer, secara garis besar ada dua peran yang sangat urgen dalam membentuk image militer yang dapat
mengembalikan peran militer yang bersih dari peran aktifnya dalam panggung politik di Indonesia. Dua peran tersebut adalah sebagai berikut:
1. Militer sebagai Alat Pertahanan Negara
Pada masa Orde Baru, militer memiliki tugas dan fungsi di bidang pertahanan dan di bidang sosial politik, bahkan ada yang mengatakan militer
memiliki multi fungsi. Karena itu, dalam rangka reformasi, militer mengatur kembali tugas dan fungsinya sebagai alat pertahanan negara dan telah dikukuhkan
dengan ketetapan MPR No. VIIMPR2000 dan Undang-Undang No. 3 Tahun 2002 serta Undang-Undang No. 34 Tahun 2004. Dengan itu, militer tidak
melakukan banyak fungsi lagi dan tidak akan terlibat dalam politik praktis.
65
Fungsi pertahanan pada hakikatnya merupakan fungsi untuk menghadapi ancaman luar yang mengancam kedaulatan dan integritas negara serta melindungi
64
Mabes TNI 1999, TNI Abad XXI: Redefinisi, Reposisi, h. 16-17.
65
Abdoel Fatah, Demiliterisasi Tentara, h. 206.
bangsa dan negara dengan kekuatan bersenjata. Namun, TNI bisa juga dilibatkan dalam masalah internal negara, jika wilayah nasional atau sebagian wilayah
nasional berada dalam keadaan darurat militer. Selain itu, semasa keadaan damai, TNI bisa juga melibatkan diri dalam masalah dalam negeri atas permintaan
institusi pemilik fungsi yang sah, sesuai dengan undang-undang yang membenarkannya bertindak demikian. Dalam UU TNI pada pasal 7, 17, dan 19,
yang menyatakan bahwa dalam melakukan tugas pokoknya TNI berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara, sedangkan kewenangan dan tanggung
jawab pengerahan kekuatan TNI berada pada presiden yang harus mendapat persetujuan DPR. Alasannya, TNI adalah sarana utama respons fungsi pertahanan,
sedangkan sarana utama respons fungsi keamanan dalam negeri ialah POLRI.
66
2. Militer sebagai Tentara Rakyat, Tentara Pejuang, dan Tentara
Nasional yang Profesional
Jati diri TNI yang pertama ialah sebagai tentara rakyat, karena TNI lahir dari haribaan rakyat pejuang. Oleh sebab itu, TNI tidak bisa dipisahkan dari
rakyat, dan harus senantiasa berjuang membela kepentingan rakyat dan bangsa. Dari segi sejarahnya pun, kelahiran TNI adalah dengan menggunakan nama
rakyat, yaitu Tentara Keamanan Rakyat TKR, kemudian berubah menjadi TNI. Pada masa reformasi, dengan paradigma barunya, TNI ingin kembali
kepada jalan yang benar, ke jati dirinya sebagai pembela dan pelindung rakyat. Jati diri TNI yang kedua ialah sebagai tentara pejuang, yaitu tentara yang berjiwa
patriot, kesatria, dan perwira. TNI lahir pada masa perang kemerdekaan oleh para
66
Mabes ABRI 2001, TNI Abad XXI: Redefinisi, Reposisi, h. 3-9.
pejuang, makna tentara pejuang ialah tentara tidak mengenal menyerah, yang senantiasa memiliki sikap hidup dan perilaku yang sedia berkorban, siap
menderita, serta mendahulukan kepentingan bangsa dan negara. Jati diri TNI yang ketiga adalah sebagai tentara nasional, menunjukan bahwa TNI merupakan milik
nasional yang berjuang untuk kepentingan seluruh bangsa dan seluruh tanah air Indonesia.
Dalam hal ini, Tim peneliti dari pusat penelitian pengembangan politik dan kewilayahan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia PPW-LIPI dengan tepat
sekali menggambarkan salah satu identitas TNI ini sebagai berikut: Yang paling ideal adalah apabila sipil dan militer dapat
menjalankan perannya masing-masing secara proposional. Ini sesuai bidang tugas, panggilan hati nurani, dan kapasitas sipil dan militer. Sipil
melakukan tugas dan perannya sesuai dengan hak, tanggung jawab dan fungsinya sebagai sipil, demikian pula militer dengan fungsi dan perannya
sebagai militer. Kedua bidang keahlian itu tidak dapat mengambil alih satu dengan lainnya dan tidak pula bisa saling menguasai. Hanya dengan cara
ini akan tumbuh suatu rasa saling percaya dan kerja sama satu sama lain.
67
Pada masa Orde Baru, ABRI telah menyimpang dari amanat tersebut karena digunakan untuk alat kekuasaan. Peneliti CSIS Kristiadi, menyatakan:
“ABRI tidak lagi memainkan peran sebagai penjaga kedaulatan bangsa dan negara yang berada di atas segala kepentingan individu dan kelompok. Ia menjadi
terkontrol dan digunakan semata demi kepentingan politik presiden Soeharto.”
68
Jati diri militer bisa dilihat, antara lain dalam amanat Panglima Besar Soedirman yang tertulis dalam Order Harian Panglima Besar tanggal 4 Oktober
1949 sebagai berikut: “Angkatan Perang Republik Indonesia lahir di medan perjuangan kemerdekaan nasional, di tengah-tengah dan dari revolusi rakyat
67
Abdoel Fatah, Demiliterisasi Tentara, h. 212.
68
J.Kristiadi, Masa Depan Politik ABRI, Bandung: Unisia, 1999, h. 31.
dalam pergolakan membela kemerdekaan itu. Karena itu, Angkatan Perang Republik Indonesia adalah tentara nasional, tentara rakyat, dan tentara revolusi.”
69
C. Perkembangan Paradigma Baru Militer