Hubungan Kadar Adiponektin Dan Trigliserida Serum Dengan Volume Infark Dan Outcome Pada Pasien Stroke Iskemik Akut

(1)

HUBUNGAN KADAR ADIPONEKTIN

DAN TRIGLISERIDA SERUM DENGAN VOLUME

INFARK DAN

OUTCOME

PADA PASIEN STROKE

ISKEMIK AKUT

T E S I S

Oleh

BENNY MARIDUK SILAEN Nomor Register CHS : 16312

DEPARTEMEN NEUROLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN USU / RSUP.H. ADAM MALIK

MEDAN


(2)

HUBUNGAN KADAR ADIPONEKTIN

DAN TRIGLISERIDA SERUM DENGAN VOLUME

INFARK DAN

OUTCOME

PADA PASIEN STROKE

ISKEMIK AKUT

T E S I S

Untuk memperoleh spesialisasi dalam Program Studi Ilmu Penyakit Saraf pada Program Pendidikan Dokter Spesialis I

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Oleh

BENNY MARIDUK SILAEN Nomor Register CHS : 16312

PROGRAM STUDI ILMU PENYAKIT SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN USU / RSUP.H. ADAM MALIK

MEDAN


(3)

(4)

Telah diuji pada :

Selasa, 25 Nopember 2008

PANITIA PENGUJI TESIS

1. Prof. DR. Dr. Hasan Sjahrir, Sp.S(K) 2. Prof. Dr. Darulkutni Nasution, Sp.S(K) 3. Dr. Darlan Djali Chan, Sp.S

4. Dr. Yuneldi Anwar, Sp.S(K) 5. Dr. Rusli Dhanu, Sp.S(K)

6. Dr. Kiking Ritarwan, MKT, Sp.S 7. Dr. Aldy S. Rambe, Sp.S

8. Dr. Puji Pinta O. Sinurat, Sp.S 9. Dr. Khairul P. Surbakti, Sp.S 10. Dr. Cut Aria Arina, Sp.S 11. Dr. Kiki M. Iqbal, Sp.S


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah Yang Maha Kuasa atas segala berkah, rahmat dan kasihNya yang telah memberikan kesempatan untuk menyelesaikan penulisan tesis ini.

Tulisan ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan salah satu tugas akhir dalam program pendidikan spesialis di Bidang Ilmu Penyakit Saraf di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan.

Dengan segala keterbatasan, penulis menyadari dalam penelitian dan penulisan tesis ini masih dijumpai banyak kekurangan, oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua pihak untuk kebaikan dimasa yang akan datang.

Pada kesempatan ini perkenankan penulis menyatakan penghargaan dan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya, kepada :

Yang terhormat Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. H. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K), atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan spesialisasi.

Yang terhormat Prof. Dr. T. Bahri Anwar, Sp.JP(K) (Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara saat penulis diterima sebagai PPDS), yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti program pendidikan Dokter Spesialis Saraf di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Yang terhormat Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD(KGEH), atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan spesialisasi.

Yang terhormat Prof. Dr. Darulkutni Nasution, Sp.S(K) (Kepala Bagian Neurologi saat penulis diterima sebagai PPDS), yang telah


(6)

menerima saya untuk menjadi peserta didik serta memberikan bimbingan selama mengikuti program pendidikan spesialisasi ini.

Yang terhormat Ketua Departemen / SMF Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Prof. DR. Dr. Hasan Sjahrir, Sp.S(K), yang telah memberikan kesempatan, kepercayaan serta bimbingan selama mengikuti program pendidikan spesialisasi ini.

Yang terhormat Dr. H. Hasanuddin Rambe, Sp.S(K), (Ketua Program Studi Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara saat penulis diterima sebagai PPDS), yang telah bersedia menerima penulis menjadi peserta didik serta memberi bimbingan dalam menjalankan proses pendidikan.

Yang terhormat Ketua Program Studi Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Dr. Rusli Dhanu, Sp.S(K) yang telah memberikan kesempatan serta bimbingan dan arahan dalam menjalani pendidikan spesialisasi ini.

Terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada Dr. Yuneldi Anwar, Sp.S(K) dan Prof. Dr. Darulkutni Nasution, Sp.S(K), selaku pembimbing yang dengan sepenuh hati telah mendorong, membimbing dan mengarahkan penulis mulai dari perencanaan, pembuatan dan penyelesaian tesis ini.

Kepada guru-guru saya, Dr. Syawaluddin Nasution, Sp.S(K), almarhum., Dr. Ahmad Syukri Batubara, Sp.S(K), almarhum., Dr. LBM. Sitorus, Sp.S., Dr. Darlan Djali Chan, Sp.S., Dr. Irsan NHN. Lubis, Sp.S., Dr. Dadan Hamdani, Sp.S., Dr. Kiking Ritarwan, MKT, Sp.S., Dr. Aldy S. Rambe, Sp.S., Dr. Puji Pinta O. Sinurat, Sp.S., Dr. Khairul P. Surbakti, Sp.S., Dr. Cut Aria Arina, Sp.S., Dr. Kiki M. Iqbal, Sp.S dan lain-lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, baik di Departemen Neurologi maupun Departemen / SMF lainnya di lingkungan FK – USU / RSUP. H. Adam Malik Medan, terima kasih yang setulus-tulusnya penulis sampaikan atas segala bimbingan dan didikan yang telah penulis terima.


(7)

Kepada Drs. Abdul Jalil A. A, M.Kes, selaku pembimbing statistik yang telah banyak membimbing, membantu dan meluangkan waktunya dalam pembuatan tesis ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Pimpinan Laboratorium Prodia yang telah memberikan bantuan dan fasilitas pada penelitian ini sehingga dapat terlaksana dengan baik.

Direktur RSUP. H. Adam Malik Medan, yang telah memberikan kesempatan, fasilitas dan suasana kerja yang baik sehingga penulis dapat mengikuti pendidikan spesialisasi ini sampai selesai.

Direktur Rumah Sakit Tembakau Deli, Kepala Rumkit Putri Hijau, Direktur RSU. Ferdinand Lumban Tobing Sibolga, Direktur RS. Sri Pamela Tebing Tinggi yang telah menerima saya saat menjalani stase pendidikan spesialisasi, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Ucapan terima kasih penulis kepada seluruh teman sejawat peserta PPDS-I Departemen Neurologi FK-USU / RSUP. H. Adam Malik Medan , Abanganda Amran Sitorus dan Sukirman Ariwibowo, serta seluruh perawat dan pegawai yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus penulis ucapkan kepada kedua orang tuaku, Lancer Silaen dan Asnauli Veronika Sinaga, yang telah membesarkan saya dengan penuh kasih sayang, membekali saya dengan pendidikan, kebiasaan hidup disiplin, jujur, kerja keras dan bertanggungjawab, memberikan bimbingan, dorongan, semangat dan nasehat serta doa yang tulus agar penulis tetap sabar dan tegar dalam mengikuti pendidikan ini sampai selesai.

Ucapan terima kasih kepada kedua Bapak / Ibu mertua saya, Ir. Djarani Frans Limbong dan Masta Sinurat, yang selalu memberikan dorongan, semangat dan nasehat serta doa yang tulus agar tetap sabar dan tegar dalam mengikuti pendidikan sampai selesai.

Teristimewa kepada istriku tercinta Gusti El Citra Limbong, ST., dan ananda Karmel Benedict Almora Silaen yang selalu dengan sabar dan


(8)

penuh pengertian, mendampingi dengan penuh cinta dan kasih sayang dalam suka dan duka, saya ucapkan terimakasih yang setulus-tulusnya.

Kepada kakakku Dr. Rita Elisabeth Silaen, Dr. Rosmery Anna Silaen, Dr. Corry Catharina Silaen, Sp.PD dan adikku Tujuan Sanggam Silaen, ST beserta seluruh keluarga yang senantiasa membantu, memberi dorongan, pengertian, kasih sayang dan doa dalam menyelesaikan pendidikan ini, penulis haturkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Kepada semua rekan dan sahabat yang tidak mungkin saya sebutkan satu persatu yang telah membantu saya sekecil apapun, saya haturkan terima kasih yang sebesar-besarnya, semoga Allah melimpahkan rahmat dan kasihnya kepada kita semua. Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Nopember 2008


(9)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap : Dr. Benny Mariduk Silaen Tempat / tanggal lahir : Medan, 01 Januari 1972

Agama : Katholik

Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil

NIP : 140 355 770

Pangkat / Golongan : Penata Tingkat I, III/d

Nama Ayah : Lancer Silaen

Nama Ibu : Asnauli Veronika Sinaga

Nama Istri : Gusti El Citra Limbong, ST.

Nama Anak : Karmel Benedict Almora Silaen

Riwayat Pendidikan

1. Sekolah Dasar di SD. Negeri Percobaan tamat tahun 1984.

2. Sekolah Menengah Pertama di SMP.Putri Cahaya Medan tamat tahun 1987.

3. Sekolah Menengah Atas di SMA. Negeri 1 Medan tamat tahun 1990. 4. Fakultas Kedokteran di Universitas Sumatera Utara tamat tahun 1996.

Riwayat Pekerjaan

1. Dokter di RS.Vita Insani Pematang Siantar (Oktober 1996 – Juli 1997) 2. Kepala Puskesmas Janji Angkola / Dokter Pegawai Tidak Tetap (PTT)

Kecamatan Purbatua Kab. Tapanuli Utara (Agustus 1997- Juli 2000). 3. Dokter PERTAMINA BPPKA untuk anjungan minyak / gas bumi lepas

pantai (Agustus 2000-April 2001).

4. Kepala Puskesmas Sarulla Kecamatan Pahae Jae Kab. Tapanuli Utara (Mei 2001- September 2003).


(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR SINGKATAN ... xi

DAFTAR LAMBANG ... xiv

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

ABSTRAK ... xix

ABSTRACT ... xx

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

I.1. Latar Belakang ... 1

I.2. Perumusan Masalah ... 11

I.3. Tujuan Penulisan ... 11

I.3.1. Tujuan Umum ... 11

I.3.2. Tujuan Khusus ... 11

I.4. Hipotesis ... 12

I.5. Manfaat Penelitian ... 13

I.5.1. Manfaat penelitian untuk ilmu pengetahuan... 13


(11)

HALAMAN

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 14

II.1. STROKE ISKEMIK ... 14

II.1.1. Definisi ... 14

II.1.2. Epidemiologi ... 14

II.1.3. Klasifikasi ... 15

II.1.4. Faktor Resiko ... 16

II.1.5. Patofosiologi ... 18

II.2. ADIPONEKTIN ... 18

II.2.1. Efek Adiponektin Pada Struktur Dan Fungsi Vaskuler ... 20

II.2.2. Adiponektin dan Stroke Iskemik ... 21

II.2.3. Mekanisme Kerja Adiponektin ... 21

II.2.3.1. Metabolisme lemak dan karbohidrat ... 21

II.2.3.2. Sensitifitas insulin ... 24

II.2.3.3. Anti inflamasi ... 25

II.2.3.4. Anti aterogenik ... 26

II.2.3.5. Anti trombotik ... 27

II.3. TRIGLISERIDA ... 28

II.4. COMPUTED TOMOGRAPHY SCAN (CT-scan) DAN VOLUME INFARK ……….. 30

II.5. OUTCOME STROKE DAN INSTRUMEN ………... 31


(12)

HALAMAN

BAB III. METODE PENELITIAN ... 36

III.1. TEMPAT DAN WAKTU ... 36

III.2. SUBJEK PENELITIAN ... 36

III.3. BATASAN OPERASIONAL ... 37

III.4. RANCANGAN PENELITIAN ……….. 41

III.5. PELAKSANAAN PENELITIAN ……….. 41

III.5.1. Instrumen ………... 41

III.5.2. Pengambilan Sampel ………... 42

III.5.3. Kerangka Operasional ………... 43

III.5.4. Variabel Yang Diamati ………. 43

III.5.5. Analisa Statistik ………... 44

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 46

IV.1. HASIL PENELITIAN ... 46

IV.1.1. Karakteristik Penelitian ... 46

IV.1.2. Distribusi rerata nilai adiponektin, profil lemak, volume infark dan letak lesi ... 48

IV.1.2.1. Rerata nilai adiponektin, profil lemak dan volume infark ... 48

IV.1.2.2. Distribusi letak lesi berdasarkan hasil Head CT- scan ... 49

IV.1.3. Distribusi rerata nilai NIHSS, BI dan mRS ... 50

IV.1.3.1. Rerata nilai NIHSS, BI dan mRS ... 50

IV.1.3.2. Distribusi rerata nilai NIHSS, BI dan mRS berdasarkan titik potong volume infark 50 cm3 53


(13)

HALAMAN IV.1.4. Distribusi rerata kadar adiponektin berdasarkan

variabel ... 54

IV.1.4.1. Berdasarkan jenis kelamin, suku dan kelompok umur ... 54

IV.1.4.2. Berdasarkan faktor resiko stroke ... 56

IV.1.4.3. Berdasarkan profil lemak ... 57

IV.1.4.4. Berdasarkan volume infark dan lateralisasi ... 58

IV.1.5. Distribusi rerata kadar trigliserida berdasarkan variabel ... 59

IV.1.5.1. Berdasarkan jenis kelamin, suku dan umur ... 59

IV.1.5.2. Berdarakan faktor resiko stroke ... 60

IV.1.5.3. Berdasarkan volume infark dan lateralisasi ... 62

IV.1.6. Distribusi rerata nilai NIHSS, BI, mRS dan volume infark berdasarkan titik potong kadar adiponektin 6,07 g/mL ... 62

IV.1.7. Hubungan antara kadar adiponektin dengan skor NIHSS, BI, mRS dan volume infark ……….. 63

IV.1.8. Distribusi rerata nilai NIHSS, BI, mRS dan volume infark berdasarkan titik potong kadar trigliserida 150 mg/dl ... 67

IV.1.9. Hubungan kadar trigliserida dengan skor NIHSS, BI, mRS dan volume infark ... 68

IV.1.10.Hubungan antara volume infark dengan skor NIHSS, BI dan mRS ... 69

IV.2. PEMBAHASAN ... 71

IV.2.1. Karakteristik demografi subjek penelitian ... 72


(14)

HALAMAN

IV.2.3. Hubungan variabel dengan kadar trigliserida ... 78

IV.2.4. Hubungan adiponektin dengan skor NIHSS, BI, mRS dan volume infark ... 80

IV.2.5. Hubungan trigliserida dengan skor NIHSS, BI, mRS dan volume infark ... 81

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 82

V.1. KESIMPULAN ... 82

V.2. SARAN ... 83

DAFTAR PUSTAKA ... 84


(15)

DAFTAR SINGKATAN

ACC : Acetyl Coenzyme-A Carboxylase

ACE : Angiotensin Converting Enzyme

AMP : Adenosine Mono Phosphate

AMPK : AMP-activated protein kinase

ANOVA : Analysis of variance

ARBs : Angiotensin Receptor Blockers

ASNA : Asean Neurological Association

BI : Barthel Index

BMI : Body Mass Index BMT : Bentuk Molekul Tinggi CHD : Coronary Heart Disease

CIMT : Common Carotid Artery Intima-Media Thickness

CPT-1 : Carnitine Palmytoyl-Transferase-1

CRP : C-reactive protein

CT : Computed Tomography

CVD : Cerebrovascular Disease

DM : Diabetes Mellitus

ELISA : Enzyme-Linked Immunosorbent Assay

HbA1C : Hemoglobin-A1c


(16)

ICIDH : International Classification of Impairments, Disabilities and Handicaps

LDL : Low Density Lipoprotein

LPL : Lipoprotein Lipase

MoABs : Monoclonal Antibodies

mRS : Modified Rankin Scale

MI : Myocard Infarct

NCCT : Non-Contrast Computed Tomography

NEFA : Non-Esterified Fatty Acid

NF : Nuclear Factor

NIHSS : National Institute of Health Stroke Scale

NO : Nitric Oxyde

oxLDL : oxydated LDL

PAI : Plasminogen Activator Inhibitor

PDGF : Platelet Derived Growth Factor

PJK : Penyakit Jantung Koroner

PPAR : Peroxisome Proliferators-Activators Receptor

RR : Relative Risk

SD : Standart Deviation

SKG : Skala Koma Glasgow

SKRT : Survey Kesehatan Rumah Tangga

SM : Sindroma Metabolik


(17)

SPSS : Statistical Product and Science Service

SSS : Scandinavian Stroke Scale

TG : Trigliserida

TGF : Tissue Growth Factor

TIA : Transient Ischemic Attack

TNF- : Tumor Necrosis Factor- TRL : Trygliceride Rich Lipoprotein

TZD : Thiazolidinediones

VCAM : Vascular Cell Adhesion Molecule

VLDL : Very Low Density Lipoprotein


(18)

DAFTAR LAMBANG

d : Desi g : Gram L : Liter

n : Besar sampel p : Tingkat kemaknaan r : Koefisien korelasi

: alfa : beta

: mikro

: kappa O2 : Oksigen

Z : Nilai baku normal berdasarkan nilai (0,01) yang telah ditentukan å 1,96

Z : Nilai baku berdasarkan nilai (0,15) yang ditentukan oleh peneliti å 1,036


(19)

DAFTAR TABEL

HALAMAN Tabel 1. Efek seluler adiponektin pada pembuluh darah ... 20 Tabel 2. Karakteristik subjek penelitian ... 47 Tabel 3. Rerata nilai adiponektin, profil lemak dan volume infark 49 Tabel 4. Distribusi letak lesi berdasarkan hasil Head CT-scan .. 50 Tabel 5. Rerata nilai NIHSS, BI dan mRS ... 52 Tabel 6. Distribusi rerata nilai NIHSS, BI dan mRS berdasarkan

titik potong volume infark 50 cm3 ... 53 Tabel 7. Distribusi rerata nilai adiponektin berdasarkan jenis

kelamin, suku dan kelompok umur ... 55 Tabel 8. Distribusi rerata nilai adiponektin berdasarkan faktor

resiko stroke ... 57 Tabel 9. Distribusi rerata nilai adiponektin berdasarkan profil

lemak ... 58 Tabel 10. Distribusi rerata adiponektin berdasarkan volume

infark dan lateralisasi hemisfer ... 59 Tabel 11. Distribusi rerata nilai trigliserida berdasarkan jenis

kelamin dan kelompok umur ... 60 Tabel 12. Distribusi rerata nilai trigliserida berdasarkan faktor

resiko stroke ... 61 Tabel 13. Distribusi rerata trigliserida berdasarkan volume infark

dan lateralisasi hemisfer ... 62 Tabel 14.Distribusi rerata skor NIHSS, BI, mRS dan volume infark berdasarkan titik potong kadar adiponektin 6,07 g/mL 63 Tabel 15. Hubungan kadar adiponektin dengan nilai NIHSS, BI,


(20)

HALAMAN Tabel 16. Distribusi rerata skor NIHSS, BI, mRS dan volume infark berdasarkan titik potong kadar trigliserida 150 mg/dL 68 Tabel 17. Hubungan kadar trigliserida dengan nilai NIHSS, BI,

mRS dan volume infark ………. 69 Tabel 18. Hubungan antara volume infark dengan NIHSS, BI dan mRS ... 70


(21)

DAFTAR GAMBAR

HALAMAN Gambar 1. Adiponektin mengaktifasi AMPK dan PPAR pada

hati dan otot skelet ... 23

Gambar 2. Peran adiponektin pada kaskade inflamasi ... 25

Gambar 3. Proses pembentukan aterosklerosis (plak) ... 27

Gambar 4. Kerangka Konsepsional ... 35

Gambar 5. Kerangka Operasional ... 43

Gambar 6. Grafik linier hubungan antara kadar adiponektin dengan skor NIHSS hari pertama, ketujuh dan keempat belas ... 65

Gambar 7. Grafik linier hubungan antara kadar adiponektin dengan skor BI hari pertama, ketujuh dan keempat belas ... 66

Gambar 8. Grafik linier hubungan antara kadar adiponektin dengan skor mRS hari pertama, ketujuh dan keempat belas ... 66

Gambar 9. Grafik linier hubungan antara kadar adiponektin dengan volume infark ... 65


(22)

DAFTAR LAMPIRAN

HALAMAN Lampiran 1. Surat Persetujuan Ikut dalam Penelitian ... 89 Lampiran 2. Lembar Pengumpul Data ... 90 Lampiran 3. National Institute of Health Stroke Scale ……….. 93 Lampiran 4. Barthel Index ... 95 Lampiran 5. Modified Rankin Scale ……….. 96 Lampiran 6. Surat Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan

FK-USU ... 97 Lampiran 7. Karakteristik Data Sampel ... 98


(23)

ABSTRAK

Latar belakang : Stroke merupakan suatu abnormalitas fungsi otak akibat terputusnya sirkulasi ke otak. Beberapa studi menyatakan adiponektin dan trigliserida serum berhubungan dengan volume infark dan outcome pasca stroke, sehingga berguna untuk memprediksi kerusakan otak dan

outcome yang terjadi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kadar adiponektin dan trigliserida serum dengan volume infark dan outcome pada pasien stroke iskemik akut.

Metode : Penelitian ini merupakanstudi observasional terhadap 32 pasien stroke iskemik akut yang dirawat di Bangsal Neurologi FK-USU/RSUP.H.Adam Malik Medan periode Pebruari 2008 hingga Oktober 2008. Diagnosis stroke dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan klinis dan neurologik serta neuroimejing. Pengambilan darah vena untuk pemeriksaan kadar adiponektin dan trigliserida dilakukan dalam 72 jam setelah pasien masuk rumah sakit. Pengukuran outcome dilakukan dengan National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS), Barthel Index

(BI) dan Modified Rankin Scale (mRS) pada hari pertama, ketujuh dan keempat belas.

Hasil : Subjek terdiri dari 17 laki-laki (53,1%) dan 15 perempuan (46,9%) dengan rerata umur 62,16 tahun. Nilai rerata adiponektin dan trigliserida masing-masing 6,07±11,51 g/mL dan 120,53±46,93 mg/dL. Terdapat korelasi negatif antara kadar adiponektin dengan : skor NIHSS hari pertama (r=-0,407 p=0.021), hari ketujuh (r=-0,390 p=0,027), hari keempat belas (r=-0,270 p=0,135) dan mRS hari pertama (r=-0,447 p=0,010), hari ketujuh (r=-0,400 p=0,023), hari keempat belas (r=-0,393 p=0,026) ; serta berkorelasi positif dengan skor BI hari pertama (r=0.504 p=0,003), hari ketujuh (r=0,467 p=0,007) dan hari keempat belas (r=0,452 p=0,009). Terdapat korelasi negatif antara kadar trigliserida dengan : skor NIHSS hari pertama (r=-0,137 p=0.455), hari ketujuh (r=-0,115 p=0,532), hari keempat belas (r=-0,079 p=0,667) dan mRS hari pertama (r=-0,182 p=0,319), hari ketujuh 0,127 p=0,488) dan hari keempat belas (r=-0,103 p=0,577); serta berkorelasi positif dengan skor BI hari pertama (r=0.504 p=0,003), hari ketujuh (r=0,467 p=0,007) dan hari keempat belas (r=0,452 p=0,009). Volume infark berkorelasi negatif dengan kadar adiponektin (r=-0,139 p=0,449) dan trigliserida (r=-0,340 p=0,057).

Kesimpulan : Peningkatan kadar adiponektin serum berhubungan bermakna dengan penurunan skor NIHSS dan mRS; dan peningkatan skor BI. Peningkatan kadar trigliserida serum berhubungan dengan : penurunan skor NIHSS dan mRS; dan peningkatan skor BI, namun tidak bermakna. Peningkatan kadar adiponektin dan trigliserida serum berhubungan dengan penurunan volume infark, namun tidak signifikan.

Kata Kunci : Adiponektin – Trigliserida - Stroke iskemik - Barthel Index - Modified Rankin Scale - National Institute of Health Stroke Scale


(24)

ABSTRACT

Background : Stroke is an abnormality of brain function caused by distrubtion of the circulation to brain. Several studies stated that adiponectin and triglyceride serum associated with infarct volume and post stroke outcomes, so it is useful to predict the brain damage and outcome. Our objectives was to study relationship between serum adiponectin and triglyceride with infarct volume and outcome in acute ischemic stroke.

Methods : This was an observational study of 32 acute ischemic stroke patients admitted to Neurological ward at School of Medicine, University of Sumatera Utara / H.Adam Malik Hospital Medan, from February 2008 to October 2008. Diagnosis of stroke was established on history, physical and neurological examinations and neuroimaging. Blood vein was drawn for adiponectin and triglyceride in 72 hours since admission. Outcome was measured with National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS), Barthel Index (BI) and Modified Rankin Scale (mRS) on first, seventh and fourteenth days.

Results : The subjects were consisted of 17 male (53,1%) and 15 female (46,9%), mean age was 62,16 years. The mean of adiponectin and triglyceride level were 6,07±11,51 g/mL and 120,53±46,93 mg/dL. There were negative correlation between adiponectin level with NIHSS score in first day (r=-0,407 p=0.021), seventh day (r=-0,390 p=0,027), fourteenth day (r=-0,270 p=0,135) and mRS score in first day (r=-0,447 p=0,010), seventh day (r=-0,400 p=0,023), fourteenth day (r=-0,393 p=0,026) ; and positive correlation with BI score in first day (r=0.504 p=0,003), seventh day (r=0,467 p=0,007) and fourteenth day (r=0,452 p=0,009). There were negative correlation between triglyceride level with : NIHSS score in first day (r=-0,137 p=0.455), seventh day (r=-0,115 p=0,532), fourteenth day (r=-0,079 p=0,667) and mRS score in first day (r=-0,182 p=0,319), seventh day (r=-0,127 p=0,488) and fourteenth day (r=-0,103 p=0,577); and positive correlation with BI score in first day (r=0.504 p=0,003), seventh day (r=0,467 p=0,007) and fourteenth day (r=0,452 p=0,009). Infarct volume had negative correlation with adiponectin level (r=-0,139 p=0,449) and triglyceride (r=-0,340 p=0,057).

Conclusion : Increased in serum adiponectin level correlated significantly with: decreased NIHSS and mRS scores; and increased BI score. Increased in serum triglyceride level correlated with: decreased NIHSS and mRS scores; and increased BI score, but not significant. Increased in adiponectin and triglyceride level correlated with decreased infarct volume but not significant.

Key words : Adiponectin – Triglyceride - Ischemic Stroke - Barthel Index - Modified Rankin Scale - National Institute of Health Stroke Scale


(25)

BAB I PENDAHULUAN

I.1. LATAR BELAKANG

Stroke merupakan penyebab kematian yang ketiga terbanyak di Amerika Serikat setelah penyakit jantung dan kanker, demikian juga diberbagai negara di dunia dan setiap tahunnya 700.000 orang akan mengalami stroke baru atau berulang. Kira-kira 500.000 merupakan serangan pertama dan 200.000 merupakan serangan ulang (Hacke dkk, 2003; William, 2001; Rosamond dkk, 2007).

Meskipun data studi epidemiologi stroke secara komprehensif dan akurat belum ada di Indonesia, dengan meningkatnya harapan hidup orang Indonesia tendensi peningkatan kasus stroke akan meningkat pada masa yang akan datang. Di Indonesia, menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) dilaporkan bahwa proporsi stroke di rumah sakit antara tahun 1984-1986 meningkat yaitu 0,72 per 100 penderita tahun 1984 dan naik menjadi 0,89 per 100 penderita pada tahun 1985 dan 0,96 per 100 penderita pada tahun 1986. Dilaporkan pula bahwa prevalensi stroke pada tahun 1986 adalah 35,6 per 100.000 penduduk, sedangkan di Jogyakarta pada penelitian Lamsudin dkk (cit. Sjahrir, 2003), dilaporkan bahwa proporsi morbiditas stroke di rumah sakit di Jogyakarta tahun 1991 menunjukkan kecenderungan meningkat hampir 2 kali lipat (1,79 per 100


(26)

penderita) dibandingkan dengan laporan penelitian sebelumnya pada tahun 1989 (0,96 per 100 penderita).

Penelitian yang berskala cukup besar di Indonesia dilakukan oleh Survei ASNA (ASEAN Neurological Association) di 28 rumah sakit diseluruh Indonesia, pada penderita stroke akut yang dirawat di rumah sakit, dan dilakukan survey mengenai faktor-faktor resiko, lama perawatan, mortalitas dan morbiditasnya. Penderita laki-laki lebih banyak dari perempuan dan profil usia dibawah 45 tahun cukup banyak yaitu 11,8%, usia 45-64 tahun berjumlah 54,7% dan diatas usia 65 tahun 33,5% (Misbach, 2007).

Stroke juga merupakan penyebab utama gangguan fungsional dengan 20% penderita yang masih bertahan hidup membutuhkan perawatan institusi setelah 3 bulan dan 15-30% menjadi cacat permanen. Stroke juga merupakan kejadian yang dapat merubah kehidupan, bukan hanya mengenai seseorang yang dapat menjadi cacat tetapi juga seluruh keluarga dan pengasuh yang lain (Goldstein dkk, 2006).

Meskipun dapat mengenai semua usia, insiden stroke meningkat dengan bertambahnya usia dan merupakan penyebab kecacatan yang utama diantara semua orang dewasa dan merupakan penyebab utama kecacatan yang memerlukan fasilitas perawatan jangka panjang diantara populasi usia tua (Johnson dan Kubal, 1999; Ropper dan Brown, 2005; Gilroy, 2000; Hacke dkk, 2003).


(27)

Penelitian-penelitian terhadap stroke menekankan pada strategi obat-obat baru, operasi dan intervensi yang bertujuan mengurangi perluasan sekaligus mempengaruhi morbiditas dan mortalitasnya. Secara bersamaan penelitian juga menekankan prevensi stroke melalui modifikasi tingkah laku yang meningkatkan stroke seperti mengatur pola makan yang sehat, menghentikan merokok, menghindari minum alkohol dan penyalahgunaan obat, melakukan olahraga yang teratur serta menghindari stress dan beristirahat yang cukup (Caplan, 2000).

Heterogenitas stroke menyebabkan sulitnya memprediksi outcome

fungsional yang terjadi secara akurat dan prediktor apa yang paling menentukan outcome. Sejumlah prediktor untuk outcome fungsional telah diajukan dan pengukuran outcome stroke stroke mempunyai berbagai masalah tergantung pada perjalanan penyakitnya (Caplan, 2000). Pemilihan outcome yang tepat lebih sulit oleh karena jenis stroke, berat, lokasi dan kecepatan pemulihannya sangat bervariasi (Brass, 2001).

Pada uji klinis terhadap stroke akut, berbagai pengukuran dilakukan dalam menentukan outcome dan sering timbul hasil dengan interpretasi yang berbeda. Belum ada konsensus mengenai pada tingkat mana

outcome digunakan, metode pengukuran yang digunakan, ataupun waktu

serta cut off points yang paling tepat. Beberapa laporan studi terbaru mengenai terapi akut stroke telah melahirkan kontroversi oleh karena terdapat ketidak konsistenan antara berbagai outcome pada tiap-tiap studi. Untuk menentukan berhasil tidaknya outcome sering cut off points


(28)

dipilih secara berubah-ubah. Dan bila ingin menentukan saat penilaian

outcome harus dipertimbangkan perjalanan waktu pemulihan suatu stroke. Lima hingga 6 bulan setelah stroke merupakan waktu yang tepat dalam mengukur outcome neurologis dan fungsional (Duncan dkk, 2000).

Cara yang paling luas digunakan dan umumnya dapat diterima pada saat ini adalah model yang diajukan oleh WHO, The International Classification of Impairments, Disabilities, and Handicaps (ICIDH). Istilah disabilitas dan handicap telah digantikan dengan istilah yang lebih positif yaitu keterbatasan dalam beraktifitas dan berpartisipasi. Didalam WHO-ICIDH ini, outcome dapat diukur pada tingkat yang berbeda. Setiap intervensi diharapkan akan memberi efek perubahan yang spesifik, pada kebanyakan kasus obat dengan melihat efek pengurangan volume kerusakan otak sebagai suatu efek pada tingkat patologi. Akan tetapi pasien lebih mungkin menilai kemampuannya dalam beraktifitas atau berpartisipasi dalam peran sosial (Duncan dkk, 2000).

Meskipun upaya-upaya untuk mengkontrol faktor resiko tradisional, stroke tetap merupakan penyakit yang sangat umum dan menimbulkan kecacatan. Identifikasi marker baru bagi pasien yang beresiko tinggi terkena stroke akan membantu penatalaksanaan faktor resiko dan menawarkan cara baru untuk terapi preventif. Adiponektin suatu sitokin yang baru ditemukan, sebelumnya telah diteorikan terlibat dalam perkembangan penyakit aterosklerosis. Adiponektin tampaknya memiliki fungsi anti inflamasi dan anti aterogenik, sehingga diduga terdapat


(29)

hubungan yang berlawanan antara kadar serum adiponektin dan mortalitas serebrovaskuler (Clark, 2005).

Proses inflamasi memainkan suatu peran mendasar pada penyakit aterosklerosis serebrovaskuler dan stroke. Sejauh ini hanya sedikit informasi yang ada tentang hubungan antara adiponektin dengan stroke, dimana data kemaknaan prognostik protein ini pada pasien yang telah terkena stroke belum ada (Efstathiou dkk,2005). Beberapa studi telah melakukan penelitian kadar adiponektin dalam serum terhadap resiko terjadinya stroke iskemik dan penyakit jantung antara lain :

Pischon dkk (2004) melakukan studi case control secara prospektif apakah konsentrasi plasma adiponektin berhubungan dengan resiko

myocard infarct (MI) pada pria berusia 40-75 thn. Partisipan pada quintile tertinggi dibandingkan dengan quintile terendah secara signifikan memiliki resiko MI yang berkurang (RR. 0,39 ; P<0,001) dan disimpulkan konsentrasi plasma adiponektin yang tinggi berhubungan dengan resiko MI yang lebih rendah pada pria.

Rothenbacher dkk (2005) melakukan studi hubungan kadar serum adiponektin dengan resiko penyakit jantung koroner (PJK) pada 312 pasien. Kadar adiponektin lebih rendah pada pasien PJK jika dibandingkan dengan kelompok kontrol , baik pada pria (4,95 mol/L vs 5,58 mol/L; P=0,004) maupun wanita (9,64 mol/L vs 11,60 mol/L; P=0.018).


(30)

Soderberg dkk (2004) melakukan penelitian apakah leptin dan adiponektin merupakan marker resiko untuk stroke yang pertama pada 276 kasus (234 dengan iskemik dan 42 stroke hemoragik). Didapatkan bahwa adiponektin tidak berhubungan dengan kejadian stroke.

Chen dkk (2005) melakukan studi case-control adanya hipoadiponektinemia pada pasien dengan cerebrovascular disease (CVD) iskemik pada 534 pasien diabetes tipe 2 dan non diabetes dengan atau tanpa CVD iskemik. Kadar rerata plasma adiponektin dari 228 pasien CVD iskemik secara signifikan lebih rendah daripada 306 pasien tanpa CVD iskemik (4,2±3,7 g/mL vs 12,7±12,3 g/ml ; p<0,001). Penurunan konsentrasi adiponektin secara independen dan signifikan berhubungan dengan resiko CVD yang lebih tinggi.

Efstathiou dkk, 2005 meneliti hubungan antara kadar plasma adiponektin dengan 5-year survival pasca stroke iskemik yang pertama 160 pasien. Kemungkinan untuk meninggal adalah 92,8%, 52,5% dan 10,5% bagi pasien yang distratifikasi berdasarkan tertil adiponektin (<4 g/mL, 4-7 g/mL, dan >7 g/mL). Resiko relatif kematian adalah 8,1 untuk individu dengan kadar adiponektin pada tertil terendah dibandingkan dengan tertil tertinggi. Volume infark saat awal berhubungan dengan kadar adiponektin (r=-0,51; p=0,002). Adiponektin <4 g/mL, skor NIHSS >15 dan penyakit jantung koroner secara independen berhubungan dengan kematian.


(31)

Iglseder dkk (2005) melakukan studi hubungan kadar plasma adiponektin dengan fenotipe sonografi aterosklerosis subklinis yang dapat menyatakan tahapan berbeda dari penyakit pada 1515 populasi kulit putih usia pertengahan yang sehat. Common carotid artery intima-media thickness (CIMT) dan adanya plak aterosklerosis dinilai dengan B-mode ultrasound. Setelah disesuaikan faktor resikonya, setiap penurunan 1

g/mL adiponektin CIMT meningkat rata-rata 3,48 m pada pria dan 2,39 m pada wanita. Perbedaan rerata CIMT antara subjek dengan kadar adiponektin yang rendah dan tinggi adalah 20,42 m pada pria dan 20,75 m pada wanita. Tidak dijumpai hubungan signifikan antara kadar adiponektin dan adanya plak aterosklerosis. Hasil ini memperlihatkan hubungan negatif yang independen antara kadar adiponektin dan CIMT, yang menyarankan hipoadiponektinemia sebagai suatu faktor resiko dalam perkembangan aterosklerosis dini.

Hegener dkk (2006) melakukan studi prospektif kemungkinan hubungan kelima variasi gen adiponektin (rs266729; rs182052; rs822396; rs2241766; dan rs1501299) dengan resiko insiden infark miokard dan stroke iskemik. Setelah di sesuaikan untuk faktor resiko, tampak hubungan dari rs266729 dan rs182052 dengan penurunan resiko stroke iskemik. Studi ini memberikan bukti peran protektif gen variasi adiponektin dalam resiko stroke iskemik yang independen dari adanya diabetes.

Bang dkk (2007) meneliti hubungan antara kadar adiponektin dengan subtipe stroke iskemik pada 231 pasien. Kadar adiponektin


(32)

berbeda berdasarkan subtipe stroke, dimana yang tertinggi pada kelompok kardioemboli dan terendah pada kelompok aterosklerosis intrakranial. Pada analisa regresi multipel, kadar serum adiponektin secara independen berhubungan dengan aterosklerosis intrakranial.

Matsubara dkk (2002) meneliti hubungan antara adiponektin dengan metabolisme lemak pada 352 wanita non diabetes berusia 16-86 tahun. Kadar plasma adiponektin pada tertil tertinggi trigliserida berkurang dibandingkan dengan tertil tengah dan terendah, dan adiponektin berkorelasi negatif dengan trigliserida serum.

Schulze dkk (2004) meneliti hubungan antara kadar plasma adiponektin dengan HbA1c, lipid darah dan marker inflamasi pada 741

pasien diabetes tipe 2. Kadar plasma adiponektin berhubungan positif dengan high density lipoprotein (HDL) kolesterol dan berhubungan negatif dengan trigliserida, apolipoprotein B-100, C-reactive protein (CRP) dan fibrinogen. Setiap peningkatan 10 g/mL plasma adiponektin berhubungan dengan penurunan trigliserida 0,39 mmol/L, HbA1c 0,21%

poin, apoB100 0,04 g/L, CRP 0,51 mg/L, fibrinogen 0,53 mol/L dan

peningkatan kolesterol HDL 0,13 mmol/L.

Faktor resiko mayor untuk terjadinya stroke iskemik akut termasuk merokok sigaret, inaktifitas fisik, unhealthy diet, dan penyakit / gangguan tertentu seperti obesitas, diabetes mellitus, arteriosklerosis, hipertensi dan atrial fibrilasi. Kadar serum trigliserida yang lebih tinggi juga merupakan


(33)

suatu faktor resiko independen untuk terjadinya stroke iskemik (Pikija dkk, 2006).

Tanne dkk (2001) melakukan suatu studi kohort berskala besar pada 11.177 pasien pria dan wanita yang menderita coronary heart disease (CHD) untuk menilai peran spesifik serum trigliserida yang lebih tinggi dalam memprediksi stroke iskemik dan transient ischemic attack

(TIA). Setelah di follow-up 6-8 tahun, terdapat 487 pasien yang mengalami stroke iskemik / TIA (temuan klinis dan CT sken otak) dimana pasien-pasien ini memiliki kadar rerata serum trigliserida yang lebih tinggi. Disimpulkan bahwa serum trigliserida yang lebih tinggi merupakan suatu faktor resiko independen untuk stroke iskemik / TIA.

Weir dkk (2003) melakukan studi retrospektif hubungan antara trigliserida dan outcome pada 1.310 pasien stroke nondiabetik. Kadar serum trigliserida yang lebih rendah secara independen memprediksi mortalitas yang lebih tinggi. Disimpulkan bahwa konsentrasi trigliserida yang rendah secara kuat memprediksi mortalitas yang lebih tinggi menyertai stroke, sedangkan kadar serum kolesterol bukan merupakan prediktor independen. Outcome pada stroke berhubungan lebih kuat terhadap trigliserida daripada kolesterol.

Dharmalingam dkk (2004) melakukan studi hubungan kadar serum trigliserida puasa dan post-prandial dengan ketebalan tunika intima karotis pada 194 subjek (145 diabetes dan 49 kontrol). Terdapat hubungan bermakna antara kadar trigliserida puasa dengan ketebalan tunika intima,


(34)

tetapi tidak terdapat hubungan bermakna antara kadar trigliserida post-prandial dengan ketebalan tunika intima karotis.

Dziedzic dkk (2004) melakukan suatu studi hubungan kadar serum trigliserida dengan keparahan stroke saat masuk rumah sakit pada 836 pasien stroke iskemik akut dimana tingkat keparahan stroke saat masuk dinilai dengan Scandinavian Stroke Scale (SSS). Pasien dengan stroke yang parah secara signifikan memiliki kadar serum trigliserida yang lebih rendah dibandingkan pasien dengan stroke ringan / sedang. Hasil ini menyarankan bahwa kadar serum trigliserida yang lebih rendah berhubungan dengan stroke yang lebih parah.

Pikija dkk (2006) melakukan suatu studi hubungan antara kadar serum trigliserida dengan keparahan stroke iskemik akut dengan menggunakan volume infark pada CT sken otak sebagai marker pada 121 pasien stroke iskemik akut. Pasien dengan kadar serum trigliserida puasa yang lebih tinggi (dalam 24 jam setelah masuk rumah sakit) berhubungan dengan volume infark yang lebih kecil. Hasil ini menyarankan suatu hubungan independen antara kadar serum trigliserida dan keparahan stroke.


(35)

I.2. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang penelitian-penelitian terdahulu seperti yang telah diuraikan diatas dirumuskan masalah sebagai berikut :

Bagaimanakah hubungan antara kadar serum adiponektin dan trigliserida dengan volume infark dan outcome fungsional pada penderita stroke iskemik akut.

I.3. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan :

I.3.1. Tujuan umum

Untuk mengetahui hubungan antara kadar serum adiponektin dan trigliserida dengan volume infark dan outcome fungsional pada stroke iskemik akut.

I.3.2. Tujuan khusus

1. Untuk mengetahui hubungan antara kadar serum adiponektin dengan volume infark pada penderita stroke iskemik di RSUP.H.Adam Malik Medan.

2. Untuk mengetahui hubungan antara kadar serum adiponektin dengan outcome fungsional pada penderita stroke iskemik di RSUP.H.Adam Malik Medan.


(36)

3. Untuk mengetahui hubungan antara kadar serum trigliserida dengan volume infark pada penderita stroke iskemik di RSUP.H.Adam Malik Medan.

4. Untuk mengetahui hubungan antara kadar serum trigliserida dengan outcome fungsional pada penderita stroke iskemik di RSUP.H.Adam Malik Medan.

5. Untuk mengetahui hubungan antara kadar serum adiponektin dengan karakteristik demografi pada penderita stroke iskemik di RSUP.H.Adam Malik Medan.

6. Untuk mengetahui hubungan antara kadar serum trigliserida dengan karakteristik demografi pada penderita stroke iskemik di RSUP.H.Adam Malik Medan.

7. Untuk mengetahui hubungan antara volume infark dan outcome

pada penderita stroke iskemik di RSUP. H.Adam Malik Medan.

I.4. HIPOTESIS

Ada hubungan antara kadar serum adiponektin dan trigliserida dengan volume infark dan outcome pada pasien stroke iskemik akut


(37)

I.5. MANFAAT PENELITIAN

I.5.1. Manfaat penelitian untuk ilmu pengetahuan

Dengan mengetahui adanya hubungan antara kadar serum adiponektin dan trigliserida dengan volume infark dan outcome yang terjadi pada pasien stroke iskemik, maka dapat memprediksi prognosa pasien yang dirawat di bangsal neurologi RSUP.H. Adam Malik Medan dan sebagai dasar untuk salah satu tindakan preventif bagi pasien yang memiliki faktor resiko.

5.2. Manfaat penelitian untuk masyarakat

Dengan diketahuinya pengaruh kadar adiponektin dan trigliserida serum pada seseorang yang memiliki faktor resiko stroke, maka keluarga dari penderita stroke akan dapat mempersiapkan tindakan perawatan / pengasuhan jika suatu saat anggota keluarga mengalami serangan stroke dikemudian hari.


(38)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. STROKE ISKEMIK II.1.1. Definisi

Stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global), dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler (Kelompok Studi Serebrovaskuler & Neurogeriatri Perdossi, 1999).

Stroke iskemik adalah tanda klinis disfungsi atau kerusakan jaringan otak yang disebabkan kurangnya aliran darah ke otak sehingga mengganggu kebutuhan darah dan oksigen di jaringan otak (Sjahrir,2003).

II.1.2. Epidemiologi

Insiden stroke bervariasi di negara-negara Eropa, diperkirakan diantara 100-200 kasus stroke baru per 100.000 penduduk pertahun (Hacke dkk, 2003). Di Jerman didapatkan insiden pertahun 1,74 per 1000 penduduk (pria 1,47 dan wanita 2,01) (Kolominsky-Rabas dkk, 1998). Di Amerika Selatan rerata insiden pertahun 0,35-1,83 per 1000 penduduk (Saposnik, 2003). Insiden pertahun di Australia adalah 2,06 per 1000 penduduk (pria 1,95 dan wanita 2,17) (Thrift dkk, 2000). Di Jepang


(39)

didapatkan insiden pertahun pada populasi usia > 35 tahun adalah pria 2,687 per 1000 penduduk dan wanita 1,675 (Kita , 1999).

Penelitian yang dilakukan oleh Machfoed di beberapa rumah sakit di Surabaya diperoleh data bahwa dari 1.397 pasien yang didiagnosa dengan stroke, 808 adalah pria dan 589 adalah wanita. Sebanyak 1001 (71,73%) pasien adalah stroke iskemik dan 396 (28,27%) adalah stroke hemoragik. Umur rata-rata untuk semua pasien stroke adalah 76,43 tahun dengan umur rata-rata untuk pasien stroke iskemik 77,43 tahun dan 75,21 tahun untuk stroke hemoragik (Machfoed, 2003).

II.1.3. Klasifikasi Stroke

Dikenal bermacam-macam klasifikasi stroke berdasarkan atas patologi anatomi (lesi), stadium dan lokasi (sistem pembuluh darah) (Misbach, 1999).

I. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya : 1. Stroke iskemik

a. Transient Ischemic Attack (TIA) b. Trombosis serebri

c. Emboli serebri 2. Stroke Hemoragik

a. Perdarahan intraserebral b. Perdarahan subarakhnoid II. Berdasarkan stadium


(40)

1. TIA

2. Stroke in evolution 3. Completed stroke

III. Berdasarkan lokasi (sistem pembuluh darah) 1. Tipe karotis

2. Tipe vertebrobasiler

II.1.4. Faktor Resiko

Faktor resiko untuk terjadinya stroke yang pertama dapat diklasifikasikan berdasarkan pada kemungkinannya untuk dimodifikasi (nonmodifiable, modifiable, or potentially modifiable) dan bukti yang kuat (welldocumented or less well documented) (Goldstein, 2006)

1. Non-modifiable risk factors : 1. Age

2. Sex

3. Low birth weight

4. Race / ethnicity

5. Genetic

2. Modifiable risk factors

a. Well-documented and modifiable risk factor

1. Hipertensi

2. Terpapar asap rokok 3. Diabetes


(41)

4. Atrial fibrillation and certain other cardiac condition

5. Dislipidemia

6. Stenosis arteri carotis 7. Sickle cell disease

8. Terapi hormon postmenopause 9. Poor diet

10. Physical inactivity

11. Obesitas dan distribusi lemak tubuh b. Less well-documented and modifiable risk factor

1. Sindroma metabolik 2. Alcohol abuse

3. Penggunaan kontrasepsi oral 4. Slepp-disordered breathing

5. Nyeri kepala migren 6. Hiperhomosisteinemia 7. Peningkatan lipoprotein (a)

8. Elevated lipoprotein-associated phospholipase 9. Hypercoagulability

10. Inflamasi 11. Infeksi


(42)

II.1.5. Patofisiologi Stroke Iskemik

Iskemik otak mengakibatkan perubahan dari sel neuron otak secara bertahap (Sjahrir, 2003) :

Tahap 1 : a. Penurunan aliran darah b. Pengurangan O2

c. Kegagalan energi

d. Terminal depolarisasi dan kegagalan homeostatsis ion Tahap 2. : a. Eksitoksitas dan kegagalan homeostasis ion

b. Spreading depression

Tahap 3 : Inflamasi Tahap 4 : Apoptosis

II.2. ADIPONEKTIN

Jaringan lemak merupakan organ yang secara pasif menyimpan kelebihan energi (seperti trigliserida). Namun bukti terkini menyarankan bahwa jaringan lemak khususnya jaringan lemak visceral dipertimbangkan sebagai organ endokrin. Pada kenyataannya, akumulasi lemak visceral saat ini dikenal sebagai pemeran utama dalam terjadinya berbagai faktor resiko dan dalam perubahan vaskular. Studi eksperimental pada adiposit mencatat bahwa adiposit menghasilkan dan mensekresi berbagai substansi yang disebut adipositokin. Terdapat 2 tipe adipositokin : adipose-tissue-specific bioactive substances (true


(43)

jaringan lemak tetapi tidak spesifik untuk jaringan lemak. Contoh dari

adipose-spesifik adipositokin adalah adiponektin dan leptin, sedangkan yang non spesifik adalah plasminogen activator inhibitor (PAI-I) dan tumor necrosis factor (TNF)- (Tarquini dkk, 2007).

Adiponektin (disebut juga ACRP30, AdipoQ, apM1, dan GBP28) adalah suatu peptida hormon dengan 247 asam amino yang ditemukan pada tahun 1995. Adiponektin diinduksi pada awal diferensiasi sel-sel lemak (adiposit) dan sekresinya distimulasi oleh insulin, terdiri dari suatu kolagen dengan terminal N dan domain globular dengan terminal C, dan memiliki struktur yang homolog dengan subunit faktor komplemen C1q. Berlawanan dengan hormon lain yang berasal dari jaringan adiposa, adiponektin bersirkulasi dengan konsentrasi yang relatif tinggi pada aliran darah, terhitung sebanyak 0,05% dari total serum protein. Terdapat 2 reseptor adiponektin yaitu adipoR1 dan adipoR2. AdipoR1 diproduksi terutama di otot skelet, sementara adipoR2 ditemukan di jaringan hepatik. (Meiliana dkk, 2006).

Kadar plasma adiponektin berkisar 3,0-30 g/L, sedangkan kadar adiponektin pada liquor serebrospinal dilaporkan 1-4% dari kadar serum. Walaupun belum sepenuhnya jelas apakah adiponektin dapat melewati

blood-brain barrier, terdapat bukti-bukti adiponektin mamalia dapat melewatinya. Waktu paruh (t½) adiponektin adalah sekitar 14 jam (Peterlin dkk, 2007). Konsentrasi adiponektin dalam serum mempunyai variabilitas circardian yang kecil, tidak tergantung pada status puasa dan


(44)

menunjukkan variasi konsentrasi yang kecil pada individu (Meiliana dkk, 2006).

II.2.1. Efek adiponektin pada struktur dan fungsi vaskuler

Studi-studi pada hewan percobaan dan manusia telah memperlihatkan hubungan antara kadar adiponektin dan fungsi endotel. Efek seluler adiponektin pada pembuluh darah dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1. Efek seluler adiponektin pada pembuluh darah

Meningkatkan endothelium – dependent vasodilation. Meningkatkan endothelium – independent vasodilation. Menekan aterosklerosis

Menekan ekspresi vascular adhesion molecules scavenger receptor.

Mengurangi kadar TNF dan menekan efek inflamasi TNF pada fungsi endotel.

Melemahkan efek growth factor pada sel otot polos.

Menghambat efek oxLDL terhadap sel endotel, diantaranya menekan proliferasi, pembentukan superoxide dan aktivasi AMPK.

Meningkatkan produksi NO. Stimulasi angiogenesis.

Mengurangi penebalan neointima dan proliferasi sel otot polos pada arteri yang cedera.

Inhibisi proliferasi dan migrasi sel endotel.

Dikutip dari : Goldstein, B.J., Scala, R. 2004. Adiponectin : A novel adipokine linking adipocytes and vascular function. J. Clin Endocrinol Metab. 89 : 2563-2568.


(45)

II.2.2. Adiponektin dan Stroke

Proses inflamasi memainkan peran utama pada penyakit serebrovaskular aterosklerotik dan stroke. Adiponektin diketahui memiliki sifat antiaterogenik dan anti-inflamasi (Tarquini dkk, 2007). Adiponektin mungkin memiliki efek protektif terhadap aterosklerosis dan adiponektin berkurang pada orang dewasa dengan aterosklerosis tahap dini dan lanjut. Hipoadiponektinemia berhubungan dengan obesitas dapat memainkan peran dalam perkembangan sindroma metabolik (SM), resistensi insulin dan DM tipe 2. Pasien tanpa SM dapat mengalami hipoadiponektinemia dan hipoadiponektinemia primer akibat penyakit genetik telah dilaporkan, sehingga hipoadiponektinemia mungkin suatu penyakit yang sangat penting tanpa memandang adanya SM. Namun hubungan antara kadar adiponektin dan stroke iskemik belum jelas (Bang dkk, 2007).

II.2.3. Mekanisme kerja adiponektin

II.2.3.1. Metabolisme lemak dan karbohidrat

Selain pengaruhnya terhadap metabolisme glukosa tubuh dan sensitifitas insulin, adiponektin dapat juga memodulasi kadar lipid dalam plasma, baik secara langsung maupun tidak langsung. Beberapa studi melaporkan adanya korelasi negatif antara adiponektin dengan trigliserida dan low density lipoprotein (LDL) dan memiliki korelasi positif dengan kolesterol HDL. Mekanisme bagaimana adiponektin dapat memodulasi


(46)

kadar lipid dalam plasma belum diketahui dengan jelas. Adiponektin meningkatkan oksidasi asam lemak dalam sirkulasi dan di otot sklelet melalui aktivasi AMP-activated protein kinase (AMPK), pada kadar adiponektin yang rendah terjadi akumulasi trigliserida (Meiliana dkk, 2006).

Adiponektin globular dan adiponektin yang utuh menstimulasi fosforilasi dan aktivasi AMPK di otot skelet, sedangkan hanya adiponektin yang utuh melakukannya di hati. Paralel dengan kerjanya mengaktivasi AMPK, adiponektin menstimulasi fosforilasi Acetyl Coenzyme-A Carboxylase (ACC), pembakaran asam lemak, ambilan glukosa, produksi laktak di miosit, dan juga stimulasi fosforilasi ACC serta menyebabkan reduksi dari molekul-molekul yang terlibat dalam glukoneogenesis di hati, yang dapat dinyatakan sebagai efek penurunan glukosa akut dari adiponektin secara in vivo (Meiliana dkk, 2006).


(47)

Gambar 1. Adiponektin mengaktivasi AMPK dan PPAR pada hati dan otot skelet

Dikutip dari : Kadowaki, T., Yamauchi, T. 2005. Adiponectin and Adiponectin Receptors. Endocrine Reviews. 26:439-451.

Efek adiponektin pada metabolisme Triglyceride Rich Lipoprotein

(TRL) mungkin melibatkan perubahan intrinsik pada metabolisme lemak di otot skelet dan pengaruh terhadap aktivitas lipoprotein lipase (LPL) baik di otot skelet maupun di adiposit. Adiponektin dapat menurunkan akumulasi trigliserida di otot skelet dengan meningkatkan oksidasi asam lemak melalui aktivasi acetyl-coA oxidase, Carnitine Palmytoyl-Transferase-1

(CPT-1), dan AMPK. Adiponektin juga dapat menstimulasi LPL, suatu enzim lipolitik yang mengkatabolis very low-density lipoprotein (VLDL), maupun ApoC-III dengan peningkatan ekspresi Peroxisome Proliferators-Activator Receptor-g (PPAR- ) di hati dan adiposit. Pada tingkat hepatik,


(48)

adiponektin dapat menurunkan suplai Non-Esterified fatty Acid (NEFA) ke hati untuk glukoneogenesis, oleh karena itu dapat menurunkan sintesis trigliserida. Secara bersama-sama, konsentrasi adiponektin yang rendah dapat menunda pembuangan TRL oleh hati dan jaringan perifer melalui peningkatan kompetisi antara kilomikron dan VLDL untuk lipolisis LPL, dan antara remnan kilomikron dan VLDL untuk klirens yang dimediasi oleh reseptor LDL (Meiliana dkk, 2006).

II.2.3.2. Sensitifitas insulin

Beberapa studi yang menggunakan model hewan coba mendukung hipotesis bahwa adiponektin berfungsi sebagai suatu insulin sensitizer

melalui penurunan keluaran glukosa hepatik dan oleh karena itu berkontribusi pada pengaturan homeostasis glukosa seluruh tubuh. Efek sensitisasi insulin dari agonis PPAR telah diketahui. Tetapi masih sering diperdebatkan jaringan mana yang menunjukkan lokasi kerja agonis PPAR yang paling kritis, dan gen target yang relevan dalam memediasi perbaikan sensitifitas insulin. Sel yang memiliki kadar PPAR tertinggi adalah adiposit, sehingga adiposit merupakan sel kandidat yang baik dalam pencarian mediator untuk kerja agonis PPAR . Adiponektin yang disekresikan oleh adiposit mengalami peningkatan regulasi sebagai respon terhadap adanya paparan agonis PPAR , dan kadar adiponektin dalam serum akan meningkat secara signifikan (Meiliana dkk,2006).


(49)

II.2.3.3. Anti inflamasi

Secara in vitro, adiponektin menghambat signal transkripsi nuclear

factor (NF)- di endotel, yang memediasi efek TNF- dan sitokin

proinflamasi lain. Adiponektin juga menunjukkan dapat menstimulasi produksi nitric oxyde (NO) di sel endotel vaskular dan menghambat ekspresi molekul-molekul adhesi, menghambat ekspresi reseptor

scavenger kelas A di makrofag dan menghambat proliferasi dan migrasi sel-sel otot polos aorta pada manusia (Meiliana dkk, 2006)

Gambar 2. Peran adiponektin pada kaskade inflamasi

Dikutip dari : Peterlin, B.L., Bigal, M.E., Tepper, S.J., Urakaze, M., Sheftell, F.D., Rapoport, A.M. 2007. Migraine and adiponectin : is there a conection ? Cephalalgia. 27: 435-446.


(50)

II.2.3.4. Anti aterogenik

Adiponektin bersifat antiaterogenik melalui penekanan respon inflamasi pada endotel, menghambat proliferasi sel otot polos, dan menurunkan ekspresi mRNA vascular cell adhesion molecule (VCAM)-1. Adiponektin juga dapat menghambat perubahan ekspresi molekul adhesi monosit yang diinduksi oleh tumour necrosis factor (TNF)- dan menekan transformasi makrofag menjadi sel busa. Adiponektin secara negatif mengatur pertumbuhan sel progenitor myelomonotik dan produksi TNF- di makrofag, adiponektin menekan proliferasi yang diinduksi oleh platelet derived growth factor (PDGF), efek dari TGF -1 dan connective tissue growth factor. Adiponektin juga menghambat ekspresi reseptor scavenger

kelas A-1 di makrofag, menghasilkan penurunan LDL teroksidasi dan menghambat pembentukan sel busa. Dilaporkan juga efek penekanan secara selektif terhadap apoptosis sel endotel melalui aktivasi AMPK oleh adiponektin bentuk berat molekul tinggi (BMT) (Meiliana dkk, 2006).


(51)

Gambar 3 . Proses pembentukan aterosklerosis (plak)

Dikutip dari : Kadowaki, T., Yamauchi, T. 2005. Adiponectin and Adiponectin Receptors. Endocrine Reviews. 26:439-451.

II.2.3.5. Anti trombotik

Penelitian Kato dkk (2006) menyatakan bahwa adiponektin bekerja sebagai faktor antitrombotik endogen. Walaupun kemungkinan efek antitrombotik in vivo adiponektin mungkin sebagian diperantarai oleh kerjanya pada sel vaskuler. Studi ini secara jelas menunjukkan bahwa adiponektin mempengaruhi fungsi platelet pada kondisi tidak adanya sel vaskuler. Overekspresi adiponektin pada tikus WT melemahkan pembentukan trombus secara in vitro. Data ini memberikan suatu pandangan baru dimana adiponektin mungkin merupakan kandidat baru untuk menjadi obat antitrombotik.


(52)

II.3. TRIGLISERIDA

Trigliserida adalah ester dari tryhidric alcohol glycerol dengan 3 asam lemak rantai panjang. Trigliserida disintesis di hati dan juga terdapat dalam makanan. Trigliserida juga diduga merupakan penentu utama dari esterifikasi kolesterol atau transfer kolesterol dan remodelling HDL dalam plasma manusia (Susanti, 2006).

Kadar trigliserida sangat bervariasi, membuat peningkatan kadar sulit untuk dievaluasi sebagai faktor resiko untuk stroke. Peningkatan trigliserida merupakan komponen dari SM. Kecenderungan terhadap kadar trigliserida yang lebih tinggi pada pasien yang sebelumnya mengalami stroke telah dilaporkan. Pada suatu studi 11.117 subjek dengan PJK, kejadian serebrovaskular iskemik secara signifikan berhubungan dengan trigliserida yang tinggi dan kadar kolesterol yang rendah (Goldstein dkk, 2006).

Berbagai studi dan meta analisa memperlihatkan peningkatan kadar trigliserida berhubungan dengan peningkatan resiko penyakit jantung kongestif. Beberapa studi case-control menemukan suatu hubungan antara trigliserida yang tinggi dengan stroke iskemik. Beberapa studi prospektif menilai hubungan trigliserida dan stroke dengan hasil yang tidak konsisten. Selain efek aterogenik langsung TRL, trigliserida yang tinggi tampaknya merupakan marker perubahan potensial aterogenik dan protrombotik (Tanne dkk, 2001).


(53)

Pada kenyataannya setiap terapi hipolipidemik akan mengakibatkan perubahan pada spektrum lipid dan apoprotein plasma, termasuk perubahan pada ukuran lipoprotein, perubahan dalam esterifikasi kolesterol serta kecepatan lipolitik. Oleh karena itu trigliserida berperan sebagai regulator interaksi lipoprotein dan bukan sebagai penanda resiko independen (Susanti, 2006).

Studi terdahulu memperlihatkan bahwa konsentrasi trigliserida yang rendah memprediksi kuat mortalitas yang lebih tinggi dalam 6 bulan setelah stroke. Dari hasil studi Dziedzic dkk, 2004 menyarankan bahwa kadar trigliserida yang lebih rendah berhubungan dengan stroke yang lebih berat yang dinilai saat masuk. Kemungkinan mekanisme biologis yang bertanggung jawab untuk hubungan kadar trigliserida dengan keparahan stroke belum diketahui. Walaupun malnutrisi pasca stroke akut merupakan faktor resiko untuk outcome yang buruk, hal ini tidak menerangkan keparahan stroke saat masuk rumah sakit.

Diyakini bahwa penjelasan alternatif yang difokuskan pada sifat neuroprotektif potensial dari kolesterol harus dipertimbangkan. Diduga bahwa kolesterol yang tinggi kemungkinan bersifat protektif melalui peningkatan gamma-glutamyltransferase. Enzym ini memainkan peran pada uptake dan transport asam amino dan dapat mengurangi efek neurotoksik asam amino. Kolesterol juga dapat menyediakan proteksi antioksidan. Pada studi percobaan miokard iskemik, tikus yang diberi diet tinggi kolesterol selama 12 minggu memperlihatkan area infark miokard


(54)

yang lebih kecil secara bermakna dibandingkan dengan tikus yang mendapat diet biasa (Dziedzic dkk, 2004).

II.4. COMPUTED TOMOGRAPHY (CT-scan) DAN VOLUME INFARK

Sejak diperkenalkan tahun 1973, CT telah merubah pendekatan akan diagnosa stroke. Dengan CT memungkinkan dengan jelas membedakan iskemia otak dengan perdarahan dan menetukan ukuran dan lokasi dari infark dan hemorhage (Furlan, 2001 ; Caplan, 2000). CT sken tanpa kontras (Non-Contrast Computed Tomography / NCCT) merupakan pemeriksaan radiologi rutin yang pertama di unit gawat darurat untuk menilai pasien dengan stroke akut, dan masih tetap merupakan pemeriksaan imejing stroke akut yang standart. Peran standart dari NCCT dalam mendiagnosa stroke akut dengan cepat mendeteksi perdarahan otak (Lev dkk, 2001).

Pada infark otak akut menurut standart pendidikan bahwa CT adalah normal dalam 24 jam pertama setelah onset stroke (Furlan, 2001). Pada iskemia, pada stadium awal sering normal atau hanya sedikit abnormalitas. Selama hari-hari pertama onset stroke, infark biasanya bulat atau oval dan batasnya kurang tegas. Kemudian menjadi lebih hipodense dan gelap, dan lebih seperti baji (wedge-like) dan berbatas. Sebagian infark yang tadinya hipodens menjadi isodens setelah minggu kedua dan ketiga onset. Hal ini yang disebut sebagai fogging effect kadang-kadang dapat mengaburkan lesi (Caplan, 2000).


(55)

Pantano dkk (1998) melaporkan bahwa sekitar dua pertiga pasien ukuran infark ditegakkan dalam 24-36 jam setelah onset stroke, sedangkan sisanya perubahan volume lesi dapat terjadi sesudah 24-36 jam pertama.

II.5. OUTCOME STROKE DAN INSTRUMEN

Kehilangan fungsi yang terjadi setelah stroke sering digambarkan sebagai impairments, disabilitas dan handicaps. Oleh WHO membuat batasan sebagai berikut (Caplan, 2000) :.

1. Impairments : menggambarkan hilangnya fungsi fisiologis, psikologis dan anatomis yang disebabkan stroke. Tindakan psikoterapi, fisioterapi, terapi okupasional ditujukan untuk menetapkan kelainan ini. 2. Disabilitas adalah setiap hambatan, kehilangan kemampuan untuk

berbuat sesuatu yang seharusnya mampu dilakukan orang yang sehat seperti : tidak bisa berjalan, menelan dan melihat akibat pengaruh stroke.

3. Handicaps adalah halangan atau gangguan pada seseorang penderita stroke berperan sebagai manusia normal akibat ”impairment” atau “disability” tersebut .

Pada berbagai penelitian klinis, skala Barthel Index dan Modified Rankin Scale umumnya digunakan untuk menilai outcome karena mudah digunakan, pengukuran yang sensitif terhadap keparahan stroke dan memperlihatkan interrater reliability (Sulter dkk, 1999 ; Weimar dkk, 2002).


(56)

Instrumen

Dalam uji klinik Barthel Index (BI) dan Modified Rankin Scale

(mRS) merupakan skala yang sering digunakan untuk menilai outcome

dan merupakan pengukuran yang dapat dipercaya yang memberi penilaian yang lebih objektif terhadap pemulihan fungsional setelah stroke (Sulter dkk, 1999).

Barthel Index telah dikembangkan sejak tahun 1965, dan kemudian dimodifikasi oleh Granger dkk sebagai suatu tehnik yang menilai pengukuran performasi pasien dalam 10 aktifitas hidup sehari-hari yang dikelompokkan kedalam 2 kategori yaitu (Sulter dkk, 1999) :

- Kelompok yang berhubungan dengan self-care antara lain : makan, membersihkan diri, mandi, berpakaian, perawatan buang air besar dan buang air kecil, penggunaan toilet.

- Kelompok yang berhubungan dengan morbiditas antara lain : berjalan, berpindah dan menaiki tangga.

Skor maksimum dari BI ini adalah 100, yang menunjukkan bahwa fungsi fisik pasien benar-benar tanpa bantuan, dan nilai terendah adalah 0 yang menunjukkan ketergantungan total (Sulter dkk, 1999).

Skala mRS lebih mengukur ketergantungan daripada performasi aktifitas spesifik, dalam hal ini mental demikian juga adaptasi fisik digabungkan dengan defisit neurologi. Skala ini terdiri dari 6 derajat, yaitu dari 0-5, dimana 0 berarti tidak ada gejala dan 5 berarti cacat/


(57)

ketidakmampuan yang berat (Sulter dkk, 1999). Skala mRS adalah lebih sensitif untuk penilaian pada penderita dengan disabilitas ringan dan sedang (Weimar dkk, 2002). Meskipun kedua skala tersebut diatas mudah digunakan dan dapat dipercaya, belum ada konsensus mengenai bagaimana skala tersebut seharusnya digunakan untuk menentukan outcome pada uji klinik (Sulter dkk, 1999).

Sulter dkk (1999) melakukan trial pada beberapa penelitian yang menggunakan skala BI dan mRS pada stroke iskemik, dimana pada studi Granger dkk menemukan bahwa skor 60 pada BI berhubungan dengan pergeseran dari dependent menjadi independent. Dan skor 85 menunjukkan peralihan dari memerlukan bantuan minimal ke-tanpa bantuan (independent).

Pengukuran National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS) untuk menilai impairment terdiri dari 12 item pertanyaan (tingkat kesadaran, respon terhadap pertanyaan, respon terhadap perintah, gaze palsy, pemeriksaan lapangan pandang, fasial palsy, motorik, ataksia, sensori, bahasa disartria, dan ekstensi/inattention). Skala ini telah banyak digunakan pada penelitian-penelitian dalam terapi stroke akut dan merupakan pemeriksaan standar dalam penelitian klinis. Nilai skor NIHSS saat pasien mengalami stroke akan dapat digunakan sebagai prediksi perawatan pada saat setelah masa akut, dimana setiap peningkatan 1 poin skor secara signifikan akan menambah lama rawatan di rumah sakit. Ada 3 rentang skor NIHSS yang secara signifikan berhubungan dengan


(58)

perawatan pasien stroke, yaitu skor ≤ 5 (ringan) pasien dapat keluar dari rumah sakit, skor 6-13 (sedang) pasien memerlukan rehabilitasi dan > 13 (berat) akan memerlukan fasilitas perawatan yang lama (Meyer dkk, 2002; Schlegel dkk, 2003).


(59)

II.6. KERANGKA KONSEPSIONAL

Matsubara dkk, 2004: Adiponektin berhub. negatif dgn. TG serum

Adiponektin

Schulze dkk, 2004 :

Adiponektin berhub. dgn. kadar TG

Trigliserida TG)

Clark, 2005: adiponektin terlibat dalam aterosklerosis

Tanne dkk, 2001 : serum TG merupakan faktor

resiko stroke Soderberg dkk, 2004tdk. berhub. dgn terjadinya stroke : adiponektin

Chen dkk, 2005 : t adiponektin berhub. dgn resiko PSV

Dharmalingan dkk, 2004: terdapat hubungan TG

puasa dengan CIMT Iglseder dkk, 2005: t 1 g/mL adiponektin å CIMT 3,48 m pada

dan 2,39 m pada

Bang dkk, 2007:adiponektin berhub. dgnaterosklerosis intrakranial

Tarquini dkk, 2007 : adiponektin å sifat anti aterogenik & anti inflamasi

Aterosklerosis

Stroke Iskemik

Pikija dkk, 2006 : TG puasa berhub. dgn. volume infark t

Infark

Weir dkk, 2003 : outcome stroke

berhubungan dengan TG Efstathiou dkk, 2005: adiponektin <4 g/mL berhub. dgn resiko kematian

Dziedzic dkk, 2004: TG berhub. dgn. keparahan stroke

Sulter dkk, 1999 : BI & mRS å sensitive thd. keparahan stroke

Outcome :

NIHSS, BI, mRS Weimar dkk, 2002 : mRS lebih sensitive utk menilai disabilitas ringan sedang

Meyer dkk, 2002 ; Schlegel dkk,


(60)

BAB III

METODE PENELITIAN

III.1. TEMPAT DAN WAKTU

Penelitian dilakukan di Departemen Neurologi FK-USU/RSUP.H.Adam Malik Medan dari tanggal 1 Pebruari 2008 s/d 31 Oktober 2008.

III.2. SUBJEK PENELITIAN

Subjek penelitian diambil dari populasi pasien rumah sakit. Penentuan subjek penelitian dilakukan menurut metode sampling non random

secara konsekutif. Populasi Sasaran

Semua penderita stroke iskemik akut yang ditegakkan dengan pemeriksaan klinis dan CT sken otak.

Populasi Terjangkau

Semua penderita stroke iskemik yang dirawat di ruang rawat inap terpadu (Rindu) A4 Departemen Neurologi FK-USU/RSUP.H.Adam Malik Medan.

Besar Sampel

Ukuran sampel dihitung menurut rumus (Madiyono, 1995) n = Z + Z 2

0,5 ln[(1+r)/(1-r)

Z = nilai baku normal berdasarkan nilai yang telah ditentukan ( =0,05) Z = 1,96


(61)

Z = 1,036 ( = 15%) å ditetapkan oleh peneliti r = koefisien korelasi å 0,51 (dari pustaka) n = 1,96 + 1,036 2

0,5 ln[(1+0,51)/(1-0,51) n = 31,34 ~ 32

Dibutuhkan sampel minimal sebesar 32 kasus

Kriteria Inklusi

1. Semua penderita stroke isekmik pada fase akut yang dirawat di Bangsal Neurologi Rindu A4 RSUP.H.Adam Malik Medan

2. Memberikan persetujuan untuk ikut serta dalam penelitian ini. Kriteria Eksklusi

1. Penderita stroke yang tidak dikonfirmasi dengan pemeriksaan CT sken otak.

2. Pasien dengan serangan stroke berulang 3. Pasien dengan gangguan fungsi hati

4. Pasien yang menggunakan obat Thiazolidinediones (TZDs), obat golongan ACE inhibitors, ARBs, dan obat golongan statin.

III.3. BATASAN OPERASIONAL

Stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global), dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau menyebabkan kematian,


(62)

tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler (Kelompok Studi Serebrovaskuler & Neurogeriatri Perdossi, 1999).

Stroke iskemik adalah tanda klinis disfungsi atau kerusakan jaringan otak yang disebabkan kurangnya aliran darah ke otak sehingga mengganggu kebutuhan darah dan oksigen di jaringan otak (Sjahrir,2003).

Fase akut stroke adalah jangka waktu antara awal mula serangan stroke berlangsung sampai 1 minggu (Misbach, 1999).

Kadar adiponektin : Rentang nilai kadar adiponektin serum adalah 3,0 hingga 30 g/ml (Peterlin dkk, 2007). Pemeriksaan kadar adiponektin diukur dengan menggunakan alat R&D Systems dengan metode sandwich enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) dengan 2 macam anti-human adiponectin mouse monoclonal antibody (MoAbs) . Pada penelitian ini nilai rujukan kadar adiponektin adalah 2,54-6,06

g/mL.

Kadar trigliserida : Nilai normal trigliserida serum adalah < 150 mg/dL (Bang dkk, 2007). Pemeriksaan kadar trigliserida pada penelitian ini menggunakan alat Hitachi 902 automatic analyzer. Hasil pengukuran memiliki nilai normal antara 40-160 mg/dL. Pemeriksaan trigliserida puasa dilakukan dalam 72 jam setelah masuk rumah sakit.

Kadar HDL : Nilai normal kadar HDL serum adalah ≥ 40 mg/dL (Bang dkk, 2007).

Kadar LDL : Nilai normal kadar LDL serum adalah < 130 mg/dl (Bang dkk, 2007).


(63)

Kadar kolesterol total : Nilai normal kadar kolesterol total adalah < 240 mg/dL (Chen dkk, 2007).

Hipertensi : dinyatakan ada jika ada riwayat memakan obat anti hipertensi dan atau tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg (Bang dkk, 2007)

Diabetes mellitus : dinyatakan ada jika terdapat riwayat mengkonsumsi obat anti diabetes dan atau pemeriksaan gula darah puasa ≥ 110 mg/dL (Bang dkk, 2007).

Body mass index (BMI) adalah berat badan dibagi dengan kuadrat tinggi badan dalam m2. Nilai normal BMI adalah < 25 kg/m2 (Bang dkk, 2007).

Computed tomography scan: yang akan digunakan adalah X-ray

CT system, merk Hitachi seri W 450. Pengukuran mean volume

ditentukan dengan metode estimator volume dari software computer

analisa, dengan ketebalan pemotongan/slice 5-10 mm. Hasilnya akan dibaca oleh Dokter Spesialis Radiologi. Pemeriksaan CT sken dilakukan dalam 72 jam pasca onset serangan stroke.

Volume Infark : Untuk mengukur volume infark digunakan formula A X B X C/2 (ml) (Pantano dkk, 1999 ; Worp dkk, 2001), dimana :

A = diameter terpanjang lesi iskemik B = diameter tegak lurus lesi iskemik


(64)

dengan satuan dalam cm3 dan dikategorikan dalam 2 kelompok . Pada studi ini volume lesi akan dikategorikan dalam 2 kelompok yaitu kelompok dengan volume lesi kecil (< 50 cm3) dan kelompok dengan volume lesi besar yaitu ≥ 50 cm3 (Sjahrir, 2003).

Barthel Index (BI) : mengevaluasi 10 aktifitas dasar dalam mengurus diri sendiri (makan, membersihkan diri, berpakaian, perawatan buang air besar dan buang air kecil, penggunaan toilet) dan mobilitas (berjalan, berpindah dan menaiki tangga). Skor maksimum dari BI adalah 100 (fungsi fisik benar-benar tanpa bantuan), dan nilai terendah 0 (fungsional bergantung total) (Sulter dkk, 1999 ; Weimar dkk, 2002)

Modified Rankin Scale (mRS) : merupakan skala rating outcome global dengan nilai dari 0 (tidak ada gangguan) hingga 5 (hanya terbaring ditempat tidur, inkontinensia, membutuhkan perawatan dan perhatian menetap) dan 6 (outcome fatal) (Weimar dkk, 2002). Bila MRS 1-3, dikelompokkan sebagai outcome baik sedangkan MRS 4-6 dikelompokkan sebagai outcome jelek (Painthakar dan Dabhi, 2003).

National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS) : merupakan pengukuran kuantitatif defisit neurologis berkaitan dengan stroke yang dapat memprediksi outcome stroke jangka panjang, terdiri dari 12 item pertanyaan (tingkat kesadaran, respon terhadap pertanyaan, respon terhadap perintah, gaze palsy, pemeriksaan lapangan pandang, facial palsy, motorik, ataksia, sensori, bahasa disartria, dan ekstensi/inattentian). Penilaian terdiri atas tiga yaitu ≤ 5 (stroke ringan), 6-13 (stroke sedang)


(65)

dan >13 (stroke berat) (Meyer dkk, 2002 ; Schlegel dkk, 2003 ; William dkk, 2000)

III.4. RANCANGAN PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian observasional tanpa perlakuan dengan sumber data primer diperoleh dari semua penderita stroke iskemik fase akut yang dirawat di Departemen Neurologi FK-USU / RSUP.H.Adam Malik Medan.

a. Studi observasi dilakukan untuk memperoleh gambaran kadar adiponektin dan trigliserida serum, nilai volume infark, nilai BI, mRS dan NIHSS.

b. Studi korelasi dilakukan untuk mengetahui hubungan antara kadar adiponektin dan trigliserida dengan volume infark, BI, MRS dan NIHSS.

III.5. PELAKSANAAN PENELITIAN III.5.1. Instrumen :

- Pemeriksaan laboratorium : adiponektin, trigliserida, kolesterol total, kolesterol HDL, kolesterol LDL, KGD puasa dan 2 jam PP

- Head CT-scan

- National Institute of Health Stroke Scale

- Barthel Index


(66)

III.5.2. Pengambilan Sampel

Semua penderita stroke iskemik akut yang telah ditegakkan dengan pemeriksaan CT sken otak yang dirawat di Bangsal Neurologi Rindu A4 RSUP.H.Adam Malik Medan yang diambil secara konsekutif yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak ada kriteria eksklusi, diambil darah venanya sebanyak 15 ml setelah terlebih dahulu berpuasa lebih kurang 8 jam. Darah yang didapat (10 ml) segera dikirim ke Laboratorium Klinik Prodia untuk dilakukan pemeriksaan, dan sisanya dikirim ke Laboratorium Patologi Klinik RSUP.H.Adam Malik. Penilaian BI, mRS dan NIHSS dilakukan oleh dokter pemeriksa pada hari pertama, hari ketujuh dan hari keempat belas.


(67)

III.5.3. Kerangka Operasional

Suspek Penderita Stroke

Anamnese Pemeriksaan Umum Pemeriksaan Neurologis

CT sken otak

Kriteria Inklusi Kriteria Eksklusi

Pemeriksaan kadar trigliserida puasa Pemeriksaan kadar Adiponektin

Pemeriksaan BI, MRS dan NIHSS (hari ke-1, 7, 14)

III.54. Variabel yang diamati

Variabel bebas : - kadar adiponektin serum - kadar trigliserida serum


(68)

Variabel terikat : - volume infark - Barthel Index

- Modified Rankin Scale

- National Institute of Health Stroke Scale

III.5.5. Analisa Statistik

Data hasil penelitian akan dianalisa secara statistik dengan bantuan program komputer Windows SPSS (Statistical Product and Science Service).

Analisis dan penyajian data dilakukan sebagai berikut :

1. Analisis deskriptif digunakan untuk melihat gambaran umur, jenis kelamin, suku bangsa, pekerjaan, BMI, letak lesi, riwayat hipertensi, riwayat merokok, riwayat dislipidemia, riwayat diabetes, kadar adiponektin, kadar trigliserida, skor NIHSS, skor BI dan skor mRS.

2. Untuk melihat hubungan skor volume infark, BI, MRS dan NIHSS dengan kadar adiponektin digunakan uji korelasi Pearson.

3. Untuk melihat hubungan skor volume infark, BI, MRS dan NIHSS dengan kadar trigliserida digunakan uji korelasi Spearman.

4. Untuk melihat perbedaan skor BI, MRS dan NIHSS berdasarkan nilai volume infark digunakan uji t-independent.

5. Untuk melihat perbedaan kadar adiponektin berdasarkan jenis kelamin, ada tidaknya faktor resiko stroke, profil lemak, volume infark dan


(69)

lateralisasi hemisfer digunakan uji t-independent, sedangkan berdasarkan suku dan kelompok umur digunakan uji Anova.

6. Untuk melihat perbedaan kadar trigliserida berdasarkan jenis kelamin, ada tidaknya faktor resiko stroke, volume infark dan lateralisasi hemisfer digunakan uji t-independent, sedangkan berdasarkan suku dan kelompok umur digunakan uji Anova.

7. Untuk melihat perbedaan skor NIHSS, BI, mRS dan volume infark berdasarkan titik potong kadar adiponektin 6,07 g/mL digunakan uji

t-independent.

8. Untuk melihat perbedaan skor NIHSS, BI, mRS dan volume infark berdasarkan titik potong kadar trigliserida 150 mg/dL digunakan uji

t-independent.

9. Untuk melihat hubungan antara volume infark dengan skor NIHSS, BI dan mRS digunakan uji korelasi Pearson.


(70)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

IV.1. HASIL PENELITIAN IV.1.1. Karakteristik penelitian

Dari keseluruhan pasien stroke yang dirawat di Bangsal Neurologi RSUP. H. Adam Malik Medan pada periode Februari 2008 hingga Oktober 2008, terdapat 32 pasien dengan stroke iskemik yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sehingga diikutkan dalam penelitian.

Dari 32 orang penderita stroke iskemik akut yang dianalisa, terdiri dari 17 orang (53,1%) pria dan 15 orang (46,9%) wanita. Rentang usia subjek adalah 42 tahun hingga 85 tahun, dimana kelompok usia terbanyak adalah 60-69 tahun yaitu 13 orang (40,6%). Sedangkan jumlah terkecil pada kelompok usia ≥ 80 tahun hanya 2 orang (6,3%).

Dari 32 orang sampel penelitian, suku terbanyak adalah suku Batak yaitu 14 orang (43,7%) dan yang paling sedikit adalah suku Minang yaitu 1 orang (3,1%). Waktu tiba di Rumah Sakit yang paling banyak dalam 1-24 jam sebanyak 15 orang. Indeks massa tubuh ≥ 25 kg/m2 terdapat pada 20 orang pasien (62,5%) . Untuk lateralisasi hemisfer, terdapat lateralisasi di hemisfer kanan sebanyak 17 pasien (53,1%). Dari beberapa faktor resiko yang diperiksa, terdapat penderita dengan hipertensi sebanyak 25 orang (78,1%) dan penderita dengan riwayat dislipidemia hanya 2 orang (6,3%). Data lengkap mengenai subjek penelitian ini disajikan pada Tabel 2.


(71)

Tabel 2. Karakteristik subjek penelitian

Karakteristik sampel n (%)

Kelompok umur

40 – 49 tahun 5 15,6

50 – 59 tahun 7 21,9

60 – 69 tahun 13 40,6

70 – 79 tahun 5 15,6

≥80 tahun 2 6,3

Jenis kelamin

Laki-laki 17 53,1

Perempuan 15 46,9

Status perkawinan

Menikah 32 100

Suku

Batak 14 43,7

Jawa 7 21,9

Karo 6 18,8

Aceh 2 6,3

Melayu 2 6,3

Minang 1 3,1

Pekerjaan

Ibu rumah tangga 11 34,4

Pensiunan 8 25

Wiraswasta 5 15,6

Petani 5 15,6

Pegawai Negeri Sipil 3 9,4

Tiba di Rumah Sakit

1 – 24 jam 15 46,9

25 – 48 jam 9 28,1

49 – 72 jam 8 25

Body mass index

< 25 kg/m2 12 37,5

≥ 25 kg/m2 30 62,5

Lateralisasi hemisfer

Kiri 15 46,9

Kanan 17 53,1

Faktor resiko

Hipertensi 25 78,1

Diabetes mellitus 9 28,1

Merokok 15 46,9

Riwayat dislipidemia 2 6,3


(72)

IV.1.2. Distribusi rerata nilai adiponektin, profil lemak , volume infark dan letak lesi

IV.1.2.1. Rerata nilai adiponektin, profil lemak dan volume infark

Nilai rerata kadar adiponektin serum dan standart deviation (SD) pada seluruh sampel 6,07±5,37 g/mL dengan nilai terendah 1,29 g/mL dan tertinggi 22,78 g/mL. Nilai rerata kadar total kolesterol adalah 195,28±48,97 mg/dL dengan nilai terendah 84 mg/dL dan tertinggi 290 mg/dL. Terdapat 28 pasien (87,5%) dengan kadar kolesterol < 240 mg/dL dan 4 pasien (12,5%) dengan kadar kolesterol ≥ 240 mg/dL.

Nilai rerata dan SD kadar trigliserida adalah 120,53±46,93 mg/dL dengan nilai terendah 47 mg/dL dan tertinggi 247 mg/dL. Terdapat 26 pasien (81,4%) dengan kadar trigliserida < 150 mg/dL dan 6 pasien (18,7%) dengan kadar trigliserida ≥ 150 mg/dL. Nilai rerata dan SD dari HDL kolesterol adalah 34,84±8,58 mg/dL dengan nilai terendah 36 mg/dL dan tertinggi 54 mg/dL. Terdapat 25 pasien (78,1%) dengan kadar HDL kolesterol < 40 mg/dL dan 7 pasien (21,9%) dengan kadar HDL kolesterol

≥ 40 mg/dL.

Nilai rerata dan SD kadar LDL kolesterol adalah 138,03±45,29 mg/dL dengan nilai terendah 36 mg/dL dan tertinggi 214 mg/dL. Terdapat 13 pasien (40,6%) dengan kadar LDL kolesterol < 130 mg/dL dan 19 pasien (59,4%) dengan kadar LDL ≥ 130 mg/dL. Nilai rerata dan SD volume infark adalah 34±57,63 cm3 dengan nilai terendah 0 cm3 dan tertinggi 218 cm3. Terdapat 25 pasien (78,1%) dengan volume infark < 50 cm3 dan 7 pasien (21,9%) dengan volume infark ≥ 50 cm3 (Tabel 3).


(73)

Tabel 3. Rerata nilai adiponektin, profil lemak dan volume infark Nilai n(%) X (SD) Range

Adiponektin, g/mL 6,07 (5,37) 1,29 – 22,78 Total kolesterol, mg/dL 195,28 (48,97) 84 – 290

< 240 28 (87,5)

≥ 240 4 (12,5)

Trigliserida, mg/dL 120,53 (46,93) 47 – 247 < 150 26 (81,4)

≥ 150 6 (18,7)

HDL kolesterol, mg/dL 34,84 (8,58) 15 – 54

< 40 25 (78,1)

≥ 40 7 (21,9)

LDL kolesterol, mg/dL 138,03 (45,29) 36 – 214 < 130 13 (40,6)

≥ 130 19 (59,4)

Volume infark, cm3 34 (57,63) 0 – 218 < 50 25 (78,1)

≥ 50 7 (21,9)

IV.1.2.2. Distribusi letak lesi berdasarkan hasil Head CT-scan

Berdasarkan hasil pencitraan dengan Head CT-scan, terdapat 14 pasien (43,75%) dimana tampak lesi di hemisfer kanan dan 11 pasien (34,37%) tampak lesi di hemisfer kiri, sedangkan pada 7 pasien (21,88%) tidak tampak lesi pada pencitraan. Lesi paling banyak dijumpai di daerah basal ganglia pada 10 pasien (31,25%) dimana 4 (12,50%) di hemisfer kiri dan 6 (18,75%) di hemisfer kanan. Data mengenai distribusi letak lesi disajikan pada Tabel 4.


(74)

Tabel 4. Distribusi letak lesi berdasarkan hasil Head CT-scan

Letak lesi Hemisfer

Kiri, n(%) Kanan, n(%)

Frontal - 1 (3,13)

Temporal 2 (6,25) -

Parietal - 1 (3,13)

Oksipital 1 (3,13) -

Basal ganglia 4 (12,50) 6 (18,75)

Frontoparietal 2 (6,25) -

Temporoparietal - 3 (9,37)

Temporal + basal ganglia - 2 (6,25)

Frontotemporoparietal 2 (6,25) -

Frontotemporoparietooksipital - 1 (3,13) Tidak tampak lesi 4 (12,50) 3 (9,37)

IV.1.3. Distribusi rerata nilai NIHSS, BI dan mRS IV.1.3.1. Rerata nilai NIHSS, BI dan mRS

Nilai rerata dan SD skor NIHSS pada hari pertama adalah 8,72±6,5 dengan nilai terendah 3 dan tertinggi 26, dimana terdapat 13 pasien (40,6%) dengan NIHSS ringan, 13 pasien (40,6%) dengan NIHSS sedang dan 6 pasien (18,8%) dengan NIHSS berat. Nilai rerata dan SD skor NIHSS hari ketujuh adalah 7,98±6,21 dengan nilai terendah 2 dan tertinggi 26, dimana terdapat 16 pasien (50,0%) dengan NIHSS ringan, 10 pasien (31,2%) dengan NIHSS sedang dan 6 pasien (18,8%) dengan NIHSS berat. Untuk NIHSS hari ke-14, nilai rerata dan SD adalah 6,59±4,84


(75)

dengan nilai terendah 1 dan tertinggi 19, dimana 18 pasien (56,3%) dengan NIHSS ringan, 9 pasien (28,1%) dengan NIHSS sedang dan 5 pasien (15,6%) dengan NIHSS berat.

Nilai rerata dan SD skor BI pada hari pertama adalah 50,16±29,28 dengan nilai terendah 0 dan tertinggi 100, dimana terdapat 16 pasien (50%) dengan BI jelek, 14 pasien (43,7%) dengan BI sedang dan 2 pasien (6,3%) dengan BI baik. Nilai rerata dan SD skor BI hari ketujuh adalah 55,16±30,47 dengan nilai terendah 0 dan tertinggi 100, dimana terdapat 14 pasien (43,7%) dengan BI jelek, 14 pasien (43,8%) dengan BI sedang dan 4 pasien (12,5%) dengan BI baik. Untuk BI hari ke-14, nilai rerata dan SD adalah 60,00±29,97 dengan nilai terendah 10 dan tertinggi 100, dimana 12 pasien (37,5%) dengan BI jelek,13 pasien (40,6%) dengan BI sedang dan 7 pasien (21,9%) dengan BI baik.

Nilai rerata dan SD skor mRS pada hari pertama adalah 3,34±1,38 dengan nilai terendah 1 dan tertinggi 5, dimana terdapat 16 pasien (50%) dengan mRS baik dan 16 pasien (50%) dengan mRS jelek. Nilai rerata dan SD skor mRS hari ketujuh adalah 3,12±1,34 dengan nilai terendah 1 dan tertinggi 5, dimana terdapat 19 pasien (59,4%) dengan mRS baik dan 13 pasien (40,6%) dengan mRS jelek. Untuk mRS hari ke-14, nilai rerata dan SD adalah 2,66±1,28 dengan nilai terendah 1 dan tertinggi 5, dimana 21 pasien (65,6%) dengan mRS baik dan 11 pasien (34,4%) dengan mRS jelek (Tabel 5).


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)