lebih besar daripada pasca krisis. Hal tersebut dapat mengindikasikan bahwa pemerintahan pada rejim Orde Baru terus berupaya meningkatkan
pertumbuhan dengan peningkatan pengeluaran pembangunan. Walau demikian sangat disayangkan karena pengeluaran pembangunan tersebut
ternyata dibiayai oleh utang luar negeri yang pada akhirnya membawa Indonesia pada ketergantungan IMF.
4.1.3 Perkembangan Defisit Anggaran
Nilai defisit APBN terjadi sejak awal rejim Orde Lama hingga tahun saat ini. Walaupun menggunakan asas anggaran berimbang, sebenarnya
anggaran selalu mengalami defisit. Pembiayaan defisit dapat dilakukan melalui pencetakan uang atau
monetization, utang luar negeri, dan utang domestik. Dalam APBN, pembiayaan defisit terbagi menjadi dua pos yaitu pembiayaan dalam negeri
dan pembiayaan luar negeri. Pembiayaan dalam negeri dapat bersumber dari perbangkan dan non-perbangkan. Pembiayaan melalui sektor perbankan
dapat melalui bank sentral dan bank umum. Defisit anggaran yang melalui sektor perbankan tersebut dapat ditelusuri melalui neraca otoritas moneter
dan neraca konsolidasi bank umum yang berupa perubahan net claim central government Joko Waluyo, 2006. Sementara itu, pembiayaan melalui
sektor non-perbankan dapat berupa privatisasi, penjualan aset, surat berharga negara, dan dana investasi pemerintah.
Pada tahun 1960-an defisit dibiayai oleh pencetakan uang baru yang mengakibatkan hiperinflasi hingga 128,84 pada tahun 1968. Untuk
menghindari kesalahan yang sama, defisit selanjutnya dibiayai dengan utang luar negeri. Sejak saat itu tepatnya pada tahun 1968 hingga tahun 2000
utang luar negeri menjadi sumber pembiayaan defisit yang paling dominan. Tahun 2001 pembiayaan defisit melalui utang luar negeri mulai ditekan.
Alternatif pembiayaan dari dalam negeri mulai menjadi sumber pembiayaan yang dominan. Hingga saat ini pun pembiayaan dalam negeri menjadi
sumber pembiayaan defisit yang diandalkan.
Tabel 4. 3 Realisasi Defisit APBN dalam Milyar Rupiah
Tahun Defisit Nominal
Defisit Riil
1986 5.422,60
364,67 1987
5.379,80 313,33
1988 9.838,30
508,18 1989
8.225,10 386,34
1990 5.178,90
225,76 1991
9.545,50 382,43
1992 11.649,10
442,93 1993
12.604,90 440,12
1994 8.342,00
270,23 1995
6.201,00 183,14
1996 10.230,00
277,54 1997
23.360,00 563,03
1998 114.586,00
1.575,50 1999
44.100,00 531,20
2000 16.100,00
161,00 2001
40.500,00 354,33
2002 23.600,00
194,99 2003
35.100,00 274,91
2004 29.900,00
215,74 2005
12.400,00 78,25
2006 40.000,00
221,26 2007
58.300,00 289,79
2008 60.100,00
252,60
Sumber : APBN dan Nota Keuangan berbagai tahun. Diolah
4.2 Analisis Data 4.2.1 Uji Stasioneritas Data