Permasalahan dan Pemecahan Masalah

5.8 Permasalahan dan Pemecahan Masalah

5.8.1 Pengadaan Bahan Baku Bahan baku merupakan bahan utama yang diperlukan oleh perusahaan untuk melakukan proses produksi. Oleh karena itu, pihak perusahaan harus menjaga kontinuitas ketersediaan bahan baku tersebut. Salah satu kendala utama yang dihadapi oleh pihak perusahaan dalam hal pengadaan bahan baku adalah ketersediaan bahan baku yang sangat fluktuatif. Ketersediaan bahan baku yang fluktuatif ini menyebabkan terbatasnya jumlah bahan baku tertentu pada periode tertentu pula.

Keterbatasan bahan baku ini dapat diatasi dengan cara substitusi bahan baku pakan. Ketergantungan terhadap penggunaan jagung sebanyak 50% sebagai bahan utama yang jumlahnya terbatas. Penggunaan jagung dapat juga digantikan dengan menggunakan gaplek. Substitusi bahan baku ini tentunya akan menyebabkan adanya perubahan formulasi pakan, sehingga formulasi pakan pada perusahaan ini dibuat berdasarkan jumlah dan jenis bahan baku pakan yang tersedia.

Bahan baku pakan yang digunakan pada umumnya berupa hasil pertanian, hasil ikutan pertanian dan limbah agroindustri sehingga ketersediaannya bersifat musiman. Hal ini bertolak belakang dengan jumlah kebutuhan bahan baku pakan yang relatif tetap dan meningkat sejalan dengan meningkatnya populasi ternak yang dipelihara. Oleh karena itu, perusahaan harus memiliki perencanaan yang matang untuk pengadaan bahan baku yang akan digunakan.

Kartasudjana (2001), menyatakan bahwa perencanaan matang untuk pengadaan bahan pakan yang akan digunakan sangatlah penting. Perencanaan Kartasudjana (2001), menyatakan bahwa perencanaan matang untuk pengadaan bahan pakan yang akan digunakan sangatlah penting. Perencanaan

Kendala lain yang dihadapi oleh perusahaan ini adalah ketersediaan jagung sebagai bahan baku utama. Jagung termasuk produk musiman yang digunakan dalam proses produksi dengan proporsi penggunaan yang paling besar dibandingkan bahan baku pakan lainnya sehingga ketersediaannya harus dimaksimalkan. Ketersediaan jagung ini dapat ditingkatkan dengan memaksimalkan potensi perkebunan jagung lokal. Perkebunan jagung lokal saat ini kurang berkembang karena kurangnya dukungan dari pihak pemerintahan sehingga produksi jagung lokal kurang bisa bersaing dengan jagung impor. Pemanfaatan jagung lokal ini sebenarnya dapat ditingkatkan jika ada peranan dari para produsen yang menggunakan jagung sebagai bahan baku produksi yang utama, termasuk produsen pakan unggas. Oleh karena itu, pihak produsen sebaiknya membantu pengembangan produksi jagung lokal dengan cara bekerjasama dengan para petani jagung untuk menyediakan bahan baku jagung lokal agar kebutuhan produksinya dapat terpenuhi.

Pemasokan bahan baku jagung biasanya dilakukan pada musim kemarau karena kadar air jagung tidak terlalu tinggi. Akan tetapi, pemasokan bahan baku jagung yang dilakukan pada musim kemarau tidak dapat memenuhi kebutuhan akan penggunaan jagung tersebut sehingga pemasokan jagung juga dilakukan pada musim hujan. Jagung yang dibeli pada musim hujan pada umumnya memiliki kadar air yang cukup tinggi. Hal ini dapat menjadi masalah pada saat penyimpanan bahan baku jagung karena kadar air jagung yang tinggi dapat menyebabkan jagung menjadi mudah rusak dan apabila langsung disimpan di dalam silo dapat menyebabkan terjadinya spontaneous combustion .

Penyebab terjadinya spontaneous combustion adalah komposisi kimia atau nutrisi yang terkandung dalam bahan baku pakan dan kadar air yang tinggi akan menyebabkan terjadinya respirasi dan fermentasi sehingga akan terbentuk panas. Keberadaan panas yang dihasilkan akan menstimulir reaksi berikutnya, sehingga merupakan reaksi berantai yang dimulai dari reaksi coklat ( browning reaction ) (Utomo dkk., 2008). Pemecahan masalah yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah ini adalah dengan melakukan pengeringan jagung menggunakan alat pengering ( dryer ) sebelum jagung tersebut disimpan di dalam silo .

Pengeringan jagung dengan menggunakan dryer ini menyebabkan perusahaan harus mengeluarkan biaya tambahan untuk mengurangi kadar air jagung. Untuk menekan biaya yang ditimbulkan akibat hal tersebut, maka perusahaan menetapkan pemotongan harga jagung untuk kadar air yang melebihi standar bahan baku. Penekanan biaya juga dilakukan perusahaan dengan cara menggunakan bahan bakar untuk dryer berupa batu bara. Hal ini didukung oleh adanya ketersediaan batu bara yang cukup melimpah dan harga batu bara yang relatif murah.

5.8.2 Pengambilan Sampel Bahan Baku PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk, Unit Gedangan, Sidoarjo melakukan pengambilan sampel bahan baku sebanyak 2 kali untuk bahan baku lokal. Suparjo

(2010 a ), menyatakan industri pakan unggas di Indonesia seperti PT. Japfa Comfeed Indonesia, PT. Charoen Pokphand Indonesia, PT. Gold Coin Indonesia

dan PT. Sierad Produce, Tbk, biasanya melakukan 2 kali pengambilan sampel untuk bahan baku lokal. Sampling pertama saat bahan baku datang dan sampling kedua dilakukan saat pembongkaran. Kualitas bahan baku yang tidak seragam merupakan alasan utama dilakukannya sistem 2 kali pengambilan sampel. Sistem pengambilan sampel bahan baku ini merupakan bentuk ketidakpercayaan perusahaan terhadap pemasok bahan baku lokal.

Dilihat dari sisi teknis pengambilan sampel dan penerimaan bahan baku, sistem ini kurang tepat. Pengambilan sampel pertama tidak representatif karena hanya dilakukan pada bahan baku yang terlihat sehingga tidak dapat dijadikan sebagai pedoman untuk menerima atau menolak dan melakukan pembongkaran Dilihat dari sisi teknis pengambilan sampel dan penerimaan bahan baku, sistem ini kurang tepat. Pengambilan sampel pertama tidak representatif karena hanya dilakukan pada bahan baku yang terlihat sehingga tidak dapat dijadikan sebagai pedoman untuk menerima atau menolak dan melakukan pembongkaran

Pemasok yang secara sengaja atau tidak sengaja menempatkan bahan baku berkualitas lebih rendah pada timbunan yang sulit dijangkau pada waktu pemeriksaan pertama menjadi kendala yang sering dijumpai oleh perusahaan. Hal tersebut akan menyebabkan pengambilan sampel menjadi tidak representatif sehingga hasil analisis kualitas bahan baku menjadi tidak tepat. Hal ini dapat diatasi oleh pihak perusahaan dengan melakukan kontrol kualitas secara tepat pada saat bongkar muat bahan baku di dalam gudang sehingga bahan baku yang kualitasnya rendah dapat ditolak dan tidak sampai tersimpan di dalam gudang.

5.8.3 Kontrol Kualitas Bahan Baku Kontrol kualitas bahan baku merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan karena kualitas bahan baku yang digunakan pada proses produksi akan sangat menentukan kualitas pakan jadi yang dihasilkan oleh perusahaan. Kontrol kualitas bahan baku mulai dilakukan pada saat pemasok menawarkan bahan baku kepada pihak perusahaan. Kontrol kualitas ini perlu dilakukan secara cepat agar pemasok bahan baku tidak terlalu lama menunggu keputusan mengenai diterima atau ditolaknya bahan baku yang mereka tawarkan. Kontrol kualitas ini juga perlu dilakukan secara tepat agar bahan baku yang masuk ke dalam gudang adalah bahan baku yang berkualitas baik dan sesuai dengan standar bahan baku yang telah ditetapkan oleh pihak perusahaan.

Kontrol kualitas dilakukan melalui evaluasi bahan baku secara fisik dan kimia. Evaluasi fisik yang dilakukan pada bahan baku dalam keadaan karung dan curah meliputi pemeriksaan warna, bau, jamur, gumpalan, kutu, kontaminasi, temperatur dan tekstur sedangkan bahan baku cair pemeriksaan berupa warna, bau, dan tekstur. Khajarern and Sarote (1999), menyatakan evaluasi fisik digunakan untuk mengetahui kontaminasi, pemalsuan dan karakteristik yang terlihat, sedangkan evaluasi kimia digunakan untuk mengetahui level nutrien dan ketersedian nutrien dalam bahan baku pakan. Hasil evaluasi fisik dan kimia ini dapat menggambarkan kualitas bahan baku tersebut. Bahan baku yang akan digunakan untuk produksi diharapkan memiliki kualitas yang baik sehingga Kontrol kualitas dilakukan melalui evaluasi bahan baku secara fisik dan kimia. Evaluasi fisik yang dilakukan pada bahan baku dalam keadaan karung dan curah meliputi pemeriksaan warna, bau, jamur, gumpalan, kutu, kontaminasi, temperatur dan tekstur sedangkan bahan baku cair pemeriksaan berupa warna, bau, dan tekstur. Khajarern and Sarote (1999), menyatakan evaluasi fisik digunakan untuk mengetahui kontaminasi, pemalsuan dan karakteristik yang terlihat, sedangkan evaluasi kimia digunakan untuk mengetahui level nutrien dan ketersedian nutrien dalam bahan baku pakan. Hasil evaluasi fisik dan kimia ini dapat menggambarkan kualitas bahan baku tersebut. Bahan baku yang akan digunakan untuk produksi diharapkan memiliki kualitas yang baik sehingga

Kendala yang dihadapi perusahaan ini adalah kontrol kualitas bahan baku yang membutuhkan waktu yang relatif singkat, sementara kontrol kualitas yang dilakukan terdiri dari beberapa hal, meliputi uji fisik (warna, bau, kadar air, bebas kutu) dan uji kimia (Na, Fat, Ash, Fiber, Ca, P, dll). PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk. Unit Gedangan, Sidoarjo menggunakan NIR sistem untuk mengatasi permasalahan ini karena NIR sistem ini dapat menganalisis kandungan nutrien bahan baku hanya dalam waktu 15 detik sehingga kontrol kualitas bahan baku akan efektif dan efisien.

5.8.4 Penyimpanan Bahan Baku PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk. Unit Gedangan, Sidoarjo merupakan salah satu pabrik pakan skala besar. Pabrik pakan skala besar pada umumnya memiliki stok bahan baku yang sangat banyak. Stok bahan baku tersebut diharapkan dapat memenuhi kebutuhan untuk proses produksi pakan unggas. Stok bahan baku tersebut tidak mungkin langsung digunakan untuk proses produksi sehingga bahan baku tersebut perlu disimpan di dalam gudang penyimpanan bahan baku pakan. Bahan baku pakan pada umumnya merupakan bahan yang mudah rusak. Oleh karena itu, penyimpanan bahan baku tersebut perlu dikontrol secara rutin untuk mencegah terjadinya kerusakan bahan baku tersebut.

Penyimpanan bahan baku pakan merupakan kegiatan penting dalam rangkaian produksi pakan. Syamsu (2003), mendefinisikan penyimpanan sebagai salah satu bentuk tindakan pengamanan yang selalu terkait dengan waktu yang bertujuan untuk mempertahankan dan menjaga komoditi yang disimpan dengan cara menghindari, menghilangkan berbagai faktor yang dapat menurunkan kualitas dan kuantitas komoditi tersebut. Penyimpanan ini sangat berkaitan dengan kualitas dan kuantitas bahan baku sehingga diperlukan manajemen penyimpanan dan tata letak bahan baku di dalam gudang penyimpanan yang telah tersedia.

Penyimpanan bahan baku di gudang ( warehouse ) PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk. Unit Gedangan, Sidoarjo cukup sering menjadi masalah. Masalah Penyimpanan bahan baku di gudang ( warehouse ) PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk. Unit Gedangan, Sidoarjo cukup sering menjadi masalah. Masalah

Kapasitas gudang yang terbatas dan jumlah bahan baku yang sangat banyak sering menjadi kendala dalam proses penyimpanan. Kendala ini akan terus terjadi jika pihak warehouse tidak mengatur tata letak gudang dan menjaga kondisi gudang yang memenuhi standar gudang penyimpanan dengan baik. Kendala ini dapat diatasi dengan cara menambah jumlah gudang penyimpanan dan memelihara kondisi gudang agar tetap baik. Jika ditemukan adanya kerusakan pada bagian gudang, maka bagian yang rusak tersebut harus segera diperbaiki agar gudang tersebut dapat berfungsi dengan baik.

Kendala lain yang ditemui adalah pengaturan tata letak bahan baku dalam bentuk bag yang tidak memenuhi standar operasional penyimpanan bahan baku. Bahan baku dalam bentuk bag disimpan dengan menggunakan pallet. Jarak antara pallet dan pallet lainnya kurang dari 30 cm. Hal ini tidak sesuai dengan SOP yang menyebutkan bahwa jarak antar pallet minimal 30 cm. Jarak pallet yang terlalu dekat akan menyebabkan peningkatan kelembaban ruang, sehingga bahan baku yang disimpan mudah ditumbuhi jamur, serta tenaga kerja akan kesulitan dalam penanganan bahan baku karena jarak yang sempit. Selain itu, peletakan tumpukan pallet yang kurang tepat akan mengakibatkan peletakan pallet yang miring. Peletakan pallet yang miring ini harus segera diperbaiki karena peletakan tumpukan pallet yang miring dapat menyebabkan pallet roboh sehingga terjadi kerusakan bahan baku dan kecelakaan kerja. Kendala ini dapat diatasi dengan meningkatkan sumber daya manusia dan meningkatkan penggunaan SOP agar kualitas bahan baku yang disimpan tetap terjaga.

Hampir semua bahan baku yang digunakan untuk proses produksi berpotensi terserang hama. Hama yang paling banyak menyerang bahan baku Hampir semua bahan baku yang digunakan untuk proses produksi berpotensi terserang hama. Hama yang paling banyak menyerang bahan baku

b Suparjo (2010 ), menyatakan serangga dan kutu (Arthropoda) mempunyai kontribusi yang besar terhadap kerusakan bahan pakan baik kerusakan fisik

maupun kehilangan kandungan zat makanan akibat aktivitasnya. Bahan pakan secara umum tidak akan diserang oleh serangga pada suhu di bawah 17 o

C, sedang serangan kutu dapat terjadi pada suhu 3-30 o C dan kadar air di atas 12%. Aktivitas

metabolik serangga dan kutu menyebabkan peningkatan kadar air dan suhu bahan pakan yang dirusak. Arthropoda juga dapat bertindak sebagai pembawa spora jamur dan kotorannya digunakan sebagai sumber makanan oleh jamur. Untuk menghindari hal ini, penyimpanan bahan baku pakan sebaiknya dilakukan di tempat yang kering dan berventilasi, jangan di tempat yang lembab (Agus, 2007).

b Suparjo (2010 ), berpendapat bahwa kerusakan bahan pakan akibat serangan serangga merupakan kasus yang paling sering terjadi. Serangga

mengambil dan memakan zat makanan dari bahan baku dan menyebabkan kerusakan lapisan pelindung bahan. Selain kerusakan secara fisik, karena sifat serangga yang suka bermigrasi, serangga juga dapat memindahkan spora jamur perusak bahan pakan dan membuka jalan bagi kontaminasi jamur atau kapang yang menghasilkan mikotoksin.

Pelaksanaan sistem FIFO di PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk. Unit Gedangan, Sidoarjo perlu diperketat, pengaturan sistem sirkulasi udara yang baik dengan mengatur lubang ventilasi pada gudang hal ini untuk mencegah penyerapan air pada bahan baku. Kartadisastra (1994), menjelaskan bahwa FIFO diterapkan pada penyimpanan produk pakan yang waktu pembuatannya tidak sama. Penggunaan sistem ini pada produk pakan di dalam gudang akan membuat pakan selalu segar dan baru, karena produk yang masuk lebih dahulu akan dikeluarkan lebih dahulu juga sehingga tidak terlalu lama disimpan.

5.8.5 Penyimpanan Pakan Pakan jadi hasil produksi PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk. Unit Gedangan, Sidoarjo sebelum dipasarkan selalu dilakukan pengecekan oleh bagian QC (Quality Control) . Peletakan tersendiri di gudang pakan (E dan F) juga merupakan salah satu metode pencegahan kontaminasi di perusahaan ini. Pakan layak jual yang disimpan hingga 31 hari lamanya, dilakukan pengecekan kondisi jika belum dikirim pada distributor maupun konsumen. Hal ini dikarenakan batas maksimal penyimpanan pakan dalam gudang yaitu 31 hari. Pengecekan dilakukan

pada hari ke-10, 25 dan 31 dengan kondisi temperatur pakan maksimal 40 0 C. Pada gudang pakan jadi, pakan akan ditumpuk diatas pallet dan diletakkan

di kavling seperti saat menumpuk bahan baku maupun bahan premix untuk menunggu waktu dikirim. Setelah disimpan dalam beberapa waktu, produk diangkut menggunakan truk untuk dikirim ke distributor maupun konsumen. Hal yang tidak terlihat ketika pakan jadi dimasukkan ke dalam truk adalah proses sanitasi. Truk yang mengangkut produk sebelum meninggalkan pabrik harusnya dilakukan proses sanitasi terlebih dahulu. Proses ini bertujuan untuk meminimalkan kontaminasi yang dapat terjadi pada saat pendistribusian pakan ke distributor maupun konsumen. Hal ini juga dimungkinkan karena ruang sanitasi di PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk. Unit Gedangan, Sidoarjo masih sedang dalam perbaikan. Diharapkan kedepannya ruang sanitasi ini dapat diaktifkan kembali, sehingga kualitas pakan jadi yang akan didistribusikan tetap dapat terjaga.