Implementasi Program Penjangkauan dan Pendampingan Kelompok Pekerja Seks oleh Lembaga H2O dalam pencegahan HIV Aids di Kota Medan
IMPLEMENTASI PROGRAM PENJANGKAUAN DAN PENDAMPINGAN KELOMPOK PEKERJA SEKS OLEH LEMBAGA H2O DALAM
PENCEGAHAN HIVAIDS DI KOTA MEDAN
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh Gelar Sarjana Sosial
Universitas Sumatera Utara
Disusun Oleh: NURHADI PRATAMA
08092008
080902008
DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(2)
NAMA : Nurhadi Pratama NIM : 080902008
ABSTRAK
IMPLEMENTASI PROGRAM PENJANGKAUAN DAN
PENDAMPINGAN KELOMPOK PEKERJA SEKS OLEH LEMBAGA H2O DALAM PENCEGAHAN HIV/AIDS DI KOTA MEDAN
Penelitian ini secara garis besar menjelaskan tentang implementasi program LSM H2O (Human Health Organization) dalam penanggulangan HIV/AIDS di Kota Medan. Dengan mengambil setting arena dan konteks sebagai tugas-tugas pokok LSM H2O dalam pencegahan HIV/AIDS melalui transmisi seksual di kota Medan khususnya wilayah Kecamatan Medan Selayang dan Medan Tuntungan. Studi ini secara spesifik menjelaskan kinerja LSM H2O di Kota Medan dalam mengimplementasikan program penjangkauan dan pendampingan kelompok pekerja seks sebagai program penanggulangan HIVAIDS di Kota Medan. Sekaligus beserta hambatan-hambatan yang terjadi di lapangan
Kajian studi ini berawal dari latar belakang bahwa permasalahan sosial yang terjadi di Kota Medan kian merambah pada keseriusan. Permasalahan sosial semakin diperparah dengan terus mewabahnya penyakit HIV & AIDS di Kota Medan. Artinya jumlah penderita HIV/AIDS di Kota Medan cenderung meningkat. Apalagi sebagian persentase jumlah penderita tersebut merupakan pelajar (usia produktif). Sehingga masalah HIV/AIDS sudah menjadi ancaman yang serius bagi generasi mendatang. Karena tingginya proporsi kelompok usia produktif terkena penyakit yang membahayakan ini, dapat diperkirakan nantinya akan menurunkan angka harapan hidup. Hal ini menjadi masalah yang penting semakin banyaknya orang yang diperkirakan hidup dalam jangka waktu yang lebih pendek. Penelitian ini
(3)
menggunakan beberapa pendekatan teori diantaranya teori tentang Organisasi, Implementasi Kebijakan, dan Perihal HIV/AIDS. Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif dengan teknik pengumpulan data yang diperoleh melalui teknik wawancara/interview maupun dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukan bahwa implementasi program LSM H2O (Human Health Organization) dalam penanggulangan HIV/AIDS di Kota Medan maupun pelaksanaan koordinasi penyusunan kebijakan, strategi dan langkah-langkah yang diperlukan dalam penanggulangan HIV/AIDS oleh LSM H2O sudah berjalan dengan baik. Adapun program yang dijalankan, pertama, Peningkatan Peran Positif Pemangku Kepentingan, kedua, Komunikasi Perubahan Perilaku (KPP), ketiga, Manajemen Pasokan Kondom dan Pelicin, keempat, Penatalaksanaan IMS
Kata kunci: Implementasi Kebijakan, Lembaga Sosial dan Program Penanggulangan dan HIV/AIDS
(4)
ABSTRACT
NAMA : Nurhadi Pratama NIM : 080902008
IMPLEMENTATION AND ASSISTANCE GROUP outreach programs SEX WORKERS IN THE INSTITUTION H2O HIV / AIDS PREVENTION IN THE
CITY FIELD
This study describes an outline of the program implementation NGO H2O (Human Health Organization) in HIV / AIDS in the city of Medan. By taking the arena setting and context of the main tasks of H2O NGOs in HIV / AIDS through sexual transmission, especially in the city of Medan and the District of Medan Medan Selayang Tuntungan. This study describes the performance of NGOs specifically H2O in the city of Medan in implementing outreach programs and mentoring a group of sex workers as HIVAIDS prevention programs in the city of Medan. Simultaneously along with the obstacles that occur in the field
This study began with the study of the social background that the problems that occurred in the city of Medan increasingly encroaching upon the seriousness. Social problems are compounded by the continued spread of HIV & AIDS in the city of Medan. This means that the number of people living with HIV / AIDS in the city of Medan is likely to increase. Moreover, some percentage of those people are students (working age). Thus the problem of HIV / AIDS has become a serious threat to future generations. Because of the high proportion of productive age group affected by this dangerous disease, it can be expected will be lower life expectancy. This becomes an important issue and more people are expected to live in a shorter period of time. This study uses multiple approaches including theories on organization theory, policy implementation, and the Subject of HIV / AIDS. The research methods used in this study is a qualitative research method with a descriptive approach to data collection techniques obtained through interview techniques / interview and documentation.
The results showed that the implementation of NGO programs H2O (Human Health Organization) in HIV / AIDS in the city of Medan and coordination of the implementation of policies, strategies and measures are necessary in response to HIV / AIDS by NGOs H2O has been going well. The program is executed, first, Increased Positive Role of Stakeholders, second, Behavior Change Communication (KPP), third, Supply Management Condoms and lubricants, fourth, IMS Management Keywords: Implementation of Policies, Institutions and Social Management Program and HIV / AIDS
(5)
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat, taufik dan hidayahnya,penyusun skripsi yang berjudul “IMPLEMENTASI PROGRAM PENJANGKAUAN DAN PENDAMPINGAN KELOMPOK PEKERJA SEKS OLEH LEMBAGA H2O DALAM PENCEGAHAN HIV AIDS DI KOTA MEDAN ”dapat diselesaikan dengan baik.
Penulis juga menyadari sepenuhnya, bahwa penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Pada keesempatan ini, dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih, diantaranya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Drs. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Hairani Siregar, S.Sos., M.SP selaku Ketua Jurusan Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sumatera Utara. 3. Bapak Agus Suryadi, S.Sos,M.Si selaku pembimbing saya dan telah dengan sabar,
tekun, tulus dan ikhlas meluangkan waktu , tenaga dan pikiran memberikan pikiran, motivasi, arahan, dan saran-saran yang sangat berharga kepada penulis selama menyusun skripsi.
4. Seluruh staff edukatif dan administrasi Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sumatera Utara.
5. Kedua orang tua saya yaitu Juliano dan Rubinem yang telah mendukung saya selama bertahun-tahun hingga sampai saat ini dan seterusnya.
6. Adik saya tercinta Dwi Rahmadani Murti yang juga sebagai semAngat saya untuk menjalani ini semu.
(6)
7. Sahabat yang selalu ada di hati saya Budi Andana Marahimin orang yang membimbing saya pada saat kuliah dan sampai ia meninggalkanku terlebih dahulu.
8. Kemudian buat yang spesial Nurmasniar Elvaradyna Insyaallah akan jadi isteri nanti.
9. Buat mami Herlina Darus, teman-teman FIM, Ukm Fotografi Usu, HMI Fisip Usu, gerbong bang Mirza juga gerbong Ican,Irfan,Ferdian dan kawan-kawan lainnya yang tidak dapat penulis sebut satu pesatu yang telah membantu dalam penyelesaian penulisan skripsi ini.
Akhirnya, dengan segala kerendahan hati penulis menyadari masih banyak kekurangan, sehingga penilis mengharapkan adanya saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.
Medan, Juli 2014
Penulis
(NURHADI PRATAMA)
(7)
3.2. Lokasi Penelitian ... 47
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ABSTRAK DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 8
1.3. Tujuan Penelitian ... 8
1.4. Manfaat Penelitian ... 9
1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 10
1.6. Sistematika Penelitian ... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 13
2.1. Menelaah Konsep Organisasi ... 13
2.1.1.Ruang Lingkup Organisasi ... 13
2.1.2.Tim Kerja Dalam Organisasi ... 16
2.2. Lembaga Sosial Dalam Dimensi Organisasi ... 20
2.2.1.Pengertian Lembaga Sosial ... 20
2.2.2. Ciri-ciri dan Tipe Lembaga Sosial ... 22
2.3. Konsep Implementasi Kebijakan ... 24
2.3.1.Pengertian Implementasi Kebijakan ... 24
2.3.2.Faktor Pendukung Implementasi Kebijakan ... 28
2.3.3.Faktor Penghambat Implementasi Kebijakan ... 32
2.4. Perihal HIV/AIDS ... 34
2.4.1.Potensi Penularan HIV/AIDS ... 35
2.4.2.Manifestasi Klinis HIV/AIDS ... 40
2.4.3.Implikasi HIV/AIDS ... 42
2.4.4. HIV/AIDS dan Pencegahannya ... 43
2.5. Kerangka Pemikiran ... 44
BAB III METODE PENELITIAN ... 46
(8)
3.3. Unit Analisis dan Informan ... 48
3.3.1.Unit Analisis ... 48
3.4. Jenis dan Sumber Data ... 49
3.5. Subjek Penelitian ... 50
3.6. Teknik Pengumpulan Data ... 50
3.7. Teknik Analisa Data ... 52
BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN ... 54
4.1. Gambaran Umum Lembaga Human Health Organization (H2O) ... 54
4.2. Visi dan Misi ... 57
4.3. Program H2O ... 58
4.4. Tahun Berdiri ... 58
4.5. Bentuk Kelembagaan ... 58
4.6. Struktur Organisasi ... 58
BAB V ANALISIS DATA ... 62
5.1. Kerangka Kerja Program.... 62
5.1.1.Komponen Program ... 62
5.2. Jejaring Kerja ... 71
5.3. Pelaksanaan Lapangan ... 71
5.4. Wilayah Kerja ... 74
5.4.1.Penetapan Kecamatan ... 74
5.4.2.Penetapan Lokasi ... 75
5.5. Pencegahan HIV Melalui Transmisi Seksual (PMTS) dan Kegiatan Aksi ... 75
5.6. Pelaksanaan Komponen 1: Peningkatan Peran Positif Pemangku Kepentingan ... 88
5.7. Pelaksanaan Komponen 2: Komunikasi Perubahan Perilaku (KPP) ... 92
5.8. Pelaksanaan Komponen 3: Manajemen Pasokan Kondom Dan Pelicin ... 74
(9)
BAB VI PENUTUP ... 103
3.1. Kesimpulan ... 103
3.2. Saran ... 105
(10)
NAMA : Nurhadi Pratama NIM : 080902008
ABSTRAK
IMPLEMENTASI PROGRAM PENJANGKAUAN DAN
PENDAMPINGAN KELOMPOK PEKERJA SEKS OLEH LEMBAGA H2O DALAM PENCEGAHAN HIV/AIDS DI KOTA MEDAN
Penelitian ini secara garis besar menjelaskan tentang implementasi program LSM H2O (Human Health Organization) dalam penanggulangan HIV/AIDS di Kota Medan. Dengan mengambil setting arena dan konteks sebagai tugas-tugas pokok LSM H2O dalam pencegahan HIV/AIDS melalui transmisi seksual di kota Medan khususnya wilayah Kecamatan Medan Selayang dan Medan Tuntungan. Studi ini secara spesifik menjelaskan kinerja LSM H2O di Kota Medan dalam mengimplementasikan program penjangkauan dan pendampingan kelompok pekerja seks sebagai program penanggulangan HIVAIDS di Kota Medan. Sekaligus beserta hambatan-hambatan yang terjadi di lapangan
Kajian studi ini berawal dari latar belakang bahwa permasalahan sosial yang terjadi di Kota Medan kian merambah pada keseriusan. Permasalahan sosial semakin diperparah dengan terus mewabahnya penyakit HIV & AIDS di Kota Medan. Artinya jumlah penderita HIV/AIDS di Kota Medan cenderung meningkat. Apalagi sebagian persentase jumlah penderita tersebut merupakan pelajar (usia produktif). Sehingga masalah HIV/AIDS sudah menjadi ancaman yang serius bagi generasi mendatang. Karena tingginya proporsi kelompok usia produktif terkena penyakit yang membahayakan ini, dapat diperkirakan nantinya akan menurunkan angka harapan hidup. Hal ini menjadi masalah yang penting semakin banyaknya orang yang diperkirakan hidup dalam jangka waktu yang lebih pendek. Penelitian ini
(11)
menggunakan beberapa pendekatan teori diantaranya teori tentang Organisasi, Implementasi Kebijakan, dan Perihal HIV/AIDS. Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif dengan teknik pengumpulan data yang diperoleh melalui teknik wawancara/interview maupun dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukan bahwa implementasi program LSM H2O (Human Health Organization) dalam penanggulangan HIV/AIDS di Kota Medan maupun pelaksanaan koordinasi penyusunan kebijakan, strategi dan langkah-langkah yang diperlukan dalam penanggulangan HIV/AIDS oleh LSM H2O sudah berjalan dengan baik. Adapun program yang dijalankan, pertama, Peningkatan Peran Positif Pemangku Kepentingan, kedua, Komunikasi Perubahan Perilaku (KPP), ketiga, Manajemen Pasokan Kondom dan Pelicin, keempat, Penatalaksanaan IMS
Kata kunci: Implementasi Kebijakan, Lembaga Sosial dan Program Penanggulangan dan HIV/AIDS
(12)
ABSTRACT
NAMA : Nurhadi Pratama NIM : 080902008
IMPLEMENTATION AND ASSISTANCE GROUP outreach programs SEX WORKERS IN THE INSTITUTION H2O HIV / AIDS PREVENTION IN THE
CITY FIELD
This study describes an outline of the program implementation NGO H2O (Human Health Organization) in HIV / AIDS in the city of Medan. By taking the arena setting and context of the main tasks of H2O NGOs in HIV / AIDS through sexual transmission, especially in the city of Medan and the District of Medan Medan Selayang Tuntungan. This study describes the performance of NGOs specifically H2O in the city of Medan in implementing outreach programs and mentoring a group of sex workers as HIVAIDS prevention programs in the city of Medan. Simultaneously along with the obstacles that occur in the field
This study began with the study of the social background that the problems that occurred in the city of Medan increasingly encroaching upon the seriousness. Social problems are compounded by the continued spread of HIV & AIDS in the city of Medan. This means that the number of people living with HIV / AIDS in the city of Medan is likely to increase. Moreover, some percentage of those people are students (working age). Thus the problem of HIV / AIDS has become a serious threat to future generations. Because of the high proportion of productive age group affected by this dangerous disease, it can be expected will be lower life expectancy. This becomes an important issue and more people are expected to live in a shorter period of time. This study uses multiple approaches including theories on organization theory, policy implementation, and the Subject of HIV / AIDS. The research methods used in this study is a qualitative research method with a descriptive approach to data collection techniques obtained through interview techniques / interview and documentation.
The results showed that the implementation of NGO programs H2O (Human Health Organization) in HIV / AIDS in the city of Medan and coordination of the implementation of policies, strategies and measures are necessary in response to HIV / AIDS by NGOs H2O has been going well. The program is executed, first, Increased Positive Role of Stakeholders, second, Behavior Change Communication (KPP), third, Supply Management Condoms and lubricants, fourth, IMS Management Keywords: Implementation of Policies, Institutions and Social Management Program and HIV / AIDS
(13)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG MASALAH
STUDI ini secara garis besar memotret implementasi program LSM H2O (Human Health Organization) dalam penanggulangan HIV/AIDS di Kota Medan. Dengan mengambil setting arena dan konteks sebagai tugas-tugas pokok LSM H2O dalam pencegahan HIV/AIDS melalui transmisi seksual di kota Medan khususnya wilayah Kecamatan Medan Selayang dan Medan Tuntungan. Studi inisecara spesifik menjelaskan kinerja LSM H2O di Kota Medan dalam mengimplementasikan program penjangkauan dan pendampingan kelompok pekerja seks sebagai program penanggulangan HIVAIDS di Kota Medan. Sekaligus beserta hambatan-hambatan yang terjadi di lapangan.
Kajian studi ini berawal dari latar belakang bahwa permasalahan sosial yang terjadi di Kota Medan kian merambah pada keseriusan. Permasalahan sosial semakin diperparah dengan terus mewabahnya penyakit HIV &AIDS di Kota Medan. Artinya jumlah penderita HIV/AIDS di Kota Medan cenderung meningkat. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Medan dari Januari 2006 sampai Mei 2012, jumlah orang penderita HIV/AIDS (ODHA) telah mencapai 3.175 orang
Jika kita telusur lebih jauh lagi, menurut data UNAIDS (United National Joint Program on HIV/AIDS), jumlah orang yang terinfeksi HIV tercatat 39,5 juta jiwa. jumlah ini meningkat lebih dari 2,9 juta jiwa dibandingkan pada tahun 2004.
(14)
Negara berkembang merupakan tempat yang paling banyak terjadi masalah HIV/AIDS. Ini terlihat bahwa dari seluruh kasus HIV, 90% terjadi pada negara berkembang seperti Thailand, India, Myanmar, China bagian Selatan, Indonesia. Adapun negara-negara industri yang lebih maju telah menekan laju infeksi HIV di negaranya (Depkes RI, diakses pada 2 Januari 2014).
Di negara Indonesia sendiri, berdasarkan Data Kementerian Kesehatan RI pada Desembr 2013 kasus AIDS kelihatannya terus saja meningkat. Menurut jenis kelamin diketahui berjumlah 52.348 kasus, dan jumlah ini sebanyak 28.846 kasus dialami oleh laki – laki, sementara 15.565 kasus sisanya dialami oleh perempuan. Menurut golongan umur, diketahui kasus AIDS paling banyak terjadi pada usia 20 – 29 tahun, yakni total sebanyak 17.892 kasus, lalu pada kelompok umur 30 – 39 tahun terjadi 15.204 kasus. Kemudian dari 33 Provinsi di Indonesia, Provinsi DKI Jakarta menempati posisi pertama untuk kasus HIV dan AIDS terbanyak yakni 28.790 kasus HIV dan 7794 kasus AIDS dengan pravelensi 77 kasus per 100 ribu orang. Wilayah Jawa Timur menempati posisi kedua, yakni 16.253 kasus HIV dan 8.752 kasus AIDS dengan pravelensi 22 kasus per 100 ribu orang. Berdasarkan jumlah kasus baru HIV dan AIDS dan jumlah kematian, diketahui pada 2012 terdapat 21.511 kasus HIV dan 8.610 kasus AIDS baru dengan jumah kematian sebanyak 1.489 orang. Sementara pada tahun 2013 lalu, jumlah kasus HIV baru cenderung naik menjadi 29.037 kasus. Sedangkan untuk jumlah kasus AIDS dan kematian pada tahun itu menurun yakni 5.608 kasus AIDS dengan jumlah kematian 726 orang
Bagaimana dengan kondisi terkini kasus HIV AIDS di Kota Medan? Berdasarkan data KPA Kota Medan yang sudah dipaparkan di atas juga sangat
(15)
memprihatinkan. Alasannya, pertama faktor resiko yang semula dari kalangan penasun beralih ke heteroseksual. Berdasarkan data KPAD Kota Medan mengatakan bahwa total penderita HIV/AIDS yang tertinggi (sejak tahun 2006 hingga 2012) diakibatkan oleh faktor resiko heteroseksual sebanyak 2.146 penderita (data KPAD Kota Medan 2014).
Kedua, Penularan juga mulai memasuki populasi umum (resiko rendah). Hal tersebut terlihat bahwa bayi yang terinfeksi saat ini juga semakin meningkat sebanyak 50 orang dan Ibu Rumah Tangga sebanyak 434 orang (sejak Tahun 2006 sampai Oktober 2012). Ketiga Rata-rata usia penderita terbesar 25 s/d 34 tahun (1.901orang). Dan berdasarkan data yang diperoleh diketahui bahwa total penderita HIV AIDS (sejak 2006 sampai oktober 2012) adalah 3.346 orang.
Tentu saja masalah di atas sangat memprihatinkan. Apalagi sebagian persentase jumlah penderita tersebut merupakan pelajar (usia produktif). Sehingga masalah HIV/AIDS sudah menjadi ancaman yang serius bagi generasi mendatang. Karena tingginya proporsi kelompok usia produktif terkena penyakit yang membahayakan ini, dapat diperkirakan nantinya akan menurunkan angka harapan hidup. Tentu ini akan menjadi salah satu barometer kemakmuran suatu negara. Karena semakin banyaknya orang yang diperkirakan hidup dalam jangka waktu yang lebih pendek, kontribusi yang diharapkan dari mereka pada ekonomi nasional dan perkembangan sosial pun menjadi semakin kecil dan kurang dapat diandalkan. Hal ini menjadi masalah yang penting karena hilangnya individu yang terlatih dalam jumlah besar tidak akan mudah dapat digantikan.
Bisa dikatakan dengan melihat kondisi di atas, Indonesia belum menemukan program yang tepat untuk menangani masalah HIV/AIDS, yang ditandai dengan
(16)
meluasnya kasus HIV/AIDS ke seluruh wilayah Indonesia. Anggapan bahwa permasalahan penderita HIV/AIDS dari tahun ketahun terus mengalami kenaikan juga ternyata bukan sekedar informasi tanpa bukti.
Untuk mengatasi HIV/AIDS, hingga saat ini belum ditemukan obat yang efektif, sehingga upaya pencegahan terhadap resiko penularan merupakan hal yang sangat penting. Strategi pencegahan melalui kegiatan pendidikan kesehatan dan peningkatan pengetahuan yang benar mengenai HIV dan cara penularannya menjadi sangat penting untuk diketahui oleh setiap orang. Terutama mengenai fakta penyebaran penyakit pada kelompok resiko rendah dan perilaku yang dapat membantu mencegah penyebaran virus penyebab AIDS.
Pemerintah pusat maupun daerah pun terus giat berbenah untuk memutus mata rantai penyebaran HIV/AIDS tersebut. Keseriusan pemerintah dalam hal penanggulangan HIV/AIDS tersebut dapat dilihat dari Peraturan Presiden RI Nomor 75 Tahun 2006 yang mengamanatkanpembentukan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Nasional, Propinsi, danKabupaten beserta Sekretariatnya dalam rangka meningkatkan upayapencegahan dan penanggulangan AIDS yang lebih intensif, menyeluruh,terpadu, dan bertanggung jawab kepada kepala wilayah.
Pemerintahtelah menugaskan Komisi Penanggulangan AIDS di semua tingkat administrasi untuk memimpin dan mengkoordinasikan upaya penanggulangan AIDS di tanah air dengan mengeluarkan berbagai peraturan yang melandasi kerja Komisi. Pembentukan KPA di setiap Provinsi maupun Kabupaten Kota dan Sekretariat yang berfungsi penuh waktu dan dikelola oleh tenaga penuh waktu agar upaya penanggulangan HIV/AIDS di daerah semakin terarah dan terkoordinir dalam mengimplementasiannya. Selanjutnya KPA dan KPAD juga wajib melaporkan hasil
(17)
kerja mereka kepada pemerintah pusat maupun daerah sekurang – kurangnya setiap triwulan.
Berbagai langkah-langkah strategis penanggulangan terus dilakukan begitu juga Kota Medan dengan mengeluarkan Peraturan Daerah kota Medan No.1 Tahun 2012 tentang penanggulangan HIV AIDS. Pada tataran teknis, implementasi kebijakan penanggulangan HIV/AIDS tidak hanya melibatkan instansi yang bertanggungjawab untuk pelaksanaan kebijakan tersebut, namun juga menyangkut jaringan kekuatan politik, ekonomi, dan sosial. Selain mengeluarkan regulasi pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS, pemerintah juga menjalin hubungan sinergis dengan masyarakat (LSM) dalam memecahkan permasalahan yang ada. Sebab HIV/AIDS bukan hanya masalah yang harus ditangani oleh pemerintah, sehingga tidak bisa hanya mengandalkan pada pihak pemerintah saja.
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) merupakan suatu organisasi kemasyarakatan yang memberikan kepedulian terhadap pembangunan baik di tingkat nasional, kawasan internasional maupun pada tingkat lokal. LSM merupakan mitra pemerintah yang kegiatannya dapat bergerak dalam bidang keagamaan, politik, ekonomi, sosial budaya dan lain-lain. Fenomena LSM memang pada awalnya dipandang negatif oleh pemerintah yang dianggap mencampuri secara “usil” terkait kebijakan-kebijakan pemerintah serta senantiasa melakukan kritik tanpa solusi. Namun hal tersebut sudah mulai ditepis dengan terlibatnya LSM dalam menangani berbagai persoalan yang timbul di tengah masyarakat. Begitu juga dengan LSM H2O.
Kolaborasi antara pemerintah dan juga berbagai LSM seperti LSM H2O dalam mengimplementasikan kebijakan/program penanggulangan HIV/AIDS
(18)
memiliki peran yang penting dalam memerangi virus HIV/AIDS. Melalui kolaborasi yang terjalin diharapkan dapat mengatasi atau setidaknya meminimalisir masalah tersebut.
Membaca fenomena sosial yang dipaparkan di atas, dengan mengambil setting di wilayah Kota Medan, khususnya Kecamatan Selayang dan Tuntungan studi ini menjadi penting dan menarik untuk diteliti. Alasannya, pertama, bahwa HIV/AIDS merupakan penyakit menular yang mematikan dan menjadi tanggung jawab bersama dalam penanggulangannya namun sosialisasi terhadap masyarakat masih sangat kurang dan terkesan booming sesaat yakni pada Hari AIDS sedunia, kedua, dalam konteks era otonomi daerah, kebijakan pemerintah pusat sangat mempengaruhi keterlibatan pemerintah daerah dan partisipasi masyarakat. Namun pemahaman pemerintah daerah tentang bahaya akan penyebaran HIV AIDS belum optimal, sehingga kerjasama dengan berbagai elemen masyarakat cukup diperlukan mengingat kurang tersosialisasikannya KPA sebagai perpanjangan tangan pemerintah dalam usaha penanggulangan HIV/AIDS baik tingkat Nasional atau Propinsi dan Kabupaten/ Kota.
Permasalahan penderita HIV/AIDS dari tahun ketahun terus mengalami kenaikan. Sehingga masalah HIV/AIDS sudah menjadi ancaman yang serius bagi generasi mendatang. Faktor resiko yang semula dari kalangan penasun beralih ke heteroseksual. Artinya kelompok pekerja seks juga turut andil dalam penyebaran HIV/AIDS. Sehingga penularan juga mulai memasuki populasi umum (resiko rendah). Hal ini juga termasuk alasan yang ketigapenting dan ketertarikan penulis untuk diteliti.
(19)
1.2. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
Bagaimanakah implementasi program penjangkauan dan pendampingan kelompok pekerja seks oleh lembaga H2O dalam pencegahan HIV/AIDS di Kota Medan?
1.3. TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan penelitian ini adalah;
1.3.1. Tujuan Umum;
Menjelaskan implementasi program penjangkauan dan pendampingan kelompok pekerja seks oleh lembaga H2O dalam pencegahan HIV/AIDS di kota Medan.
1.3.2. Tujuan Khusus;
1. Menjelaskan pelaksanaan koordinasi penyusunan kebijakan, strategi dan langkah-langkah yang diperlukan dalam penanggulangan HIV/AIDS oleh LSM H2O.
2. Mengetahui sosialisasi program pencegahan dan penanggulangan, HIV-AIDS oleh lembaga H2O
3. Menjelaskan pelaksanaan pembentukan kelompok kerja (Pokja) bagi pemangku kepentingan dengan lembaga H2O dalam mendukung penanggulangan HIV/AIDS di Kota Medan.
(20)
1.4. MANFAAT PENELITIAN
1.4.1. Manfaat Teoritis
Untuk mencari khasanah ilmiah dalam kaitan kesejahteraan sosial dan kesehatan serta untuk melihat relevansi teori-teori yang telah dipelajari dengan kenyataan yang ada di lapangan.
1.4.2. Manfaat Praktis
1. Sebagai masukan bagi penulis dalam usaha mengetahui produk kegiatan ilmu kesejahteraan sosial, khususnya kesejahteraan dalam bidang kesehatan.
2. Sebagai masukan baru dan sumbangan untuk pemerintah pusat dan daerah, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), pemangku kepentingan lainnya yang berkaitan secara langsung ataupun tidak dengan pengembangan studi tentang kesejahteraan sosial dan kesehatan di Indonesia.
1.4.3. Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaatkhususnya bagi mereka yang tertarik dengan kajian kesejahteraan sosialdan kesehatan dalam konteks pengimplementasian kebijakan kesehatan. Dan juga penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan referensi tentang kesejahteraan sosial dan kesehatan bagi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara khususnya Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial.
1.5. RUANG LINGKUP PENELITIAN
(21)
Penelitian ini dibatasi hanya pada kajian tentang implementasi program ataupun pelaksanaan tugas-tugas pokok H2O dalam penanggulangan HIV/AIDS.
1.5.2. Lingkup Lokasi
Penelitian ini dilakukan di wilayah Kotamadya Medan Provinsi Sumatera Utara
1.5.3. Lingkup Waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan April 2014.
1.6. SISTEMATIKA PENELITIAN
BAB I PENDAHULUAN
Pada pendahuluan peneliti menyajikan Latar Belakang yang berisikan alasan penulis dalam pemilihan judul penelitian; Perumusan Masalah yang berisikan kalimat yang merupakan titik tolak bagi peneliti untuk menjawab dari pertanyaan penelitian, dirumuskan dalam bentuk pertanyaan; Tujuan Penelitian, dalam bagian tujuan penelitian disebutkan secara tegas apa saja yang hendak dijawab atau diperoleh dari penelitian ini; Manfaat Penelitian, dalam manfaat penelitian diuraikan tentang kegunaan skripsi dan operasionalisasi hasilnya bagi pemerintah pusat dan daerah, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Institusi lainnya yang berkaitan secara langsung ataupun tidak dengan pengembangan studi tentang kesejahteraan sosial di bidang kesehatan, khususnya di Kota Medan; Ruang Lingkup, mendefenisikan secara tegas konsep yang digunakan dalam penelitian agar tidak terjadi interpretasi ganda;
(22)
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan pustaka merupakan penjabaran dari pemikiran peneliti dengan melihat dari sudut mana peneliti menggambarkan permasalahan dalam penelitian. Artinya peneliti perpedoman pada kerangka teori yang dipakai, sehingga dapat digunakan untuk menjawab permasalahan penelitian.
BAB III METODE PENELITIAN
Metodologi Penelitian, berisi tentang jenis penelitian yang digunakan peneliti yakni analisis pendekatan deskriptif kualitatif; Lokasi Penelitian, di lembaga swadaya masyarakat (LSM) Human Health Organization (H2O) yang bertempat di jalan Kertas No. 64 A Kelurahan Sei Putih Barat, Kecamatan Medan Petisah, Kota Medan Sumatera Utara. Teknik Pengumpulan Data, merupakan merupakan langkah-langkah yang diperlukan untuk menemukan data dan informasi yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Analisa Data, dimaksud adalah untuk mengatur, mengurutkan, mengelompokkan dan memberi kode serta mengkategorikannya. Data-data yang sudah masuk dan terkumpul akan diterjemahkan secara deskriptif. Pengorganisasian data-data ini bertujuan untuk menemukan dan menghubungkan setiap gejala (fenomena) yang ada dengan cara pemaparan dan penginterpretasian gejala-gejala yang bersangkutan.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
Hasil dan Pembahasan penelitian berisi tentang Gambaran Umum H2O sebagai deskripsi lokasi penelitian, selain itu ditambah pula deskripsi tentang implementasi tugas–tugas pokok H2O dilanjutkan pada analisis dan pembahasan. Terakhir pada kesimpulan dan saran diulas pada BAB V PENUTUP.
(23)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Menyusun sebuah tulisan ilmiah, maka kerangka dasar pemikiran yang bertitik tolak dari teori merupakan bagian yang sangat penting. Sebab, dalam kerangka teori membantu ketajaman analisis akan masalah yang akan diteliti dan memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah penelitian akan disoroti (NawawiHadari,1995:39)
Kerangka teori kemudian akan digunakan sebagai landasan berfikir dalam penelitian. Teori dalam penelitian merupakan seperangkat preposisi yang terintegrasi secara sintaksis (yaitu yang mengikuti aturan-aturan-aturan tertentu yang akan dihubungkan secara logis dengan data yang lain untuk diamati) dan berfungsi sebagai wahana untuk meramalkan dan menjelaskan fenomena yang diamati(Boleong,L, 2002:34-35).
Kerangka teori yang menjadi landasan berpikir dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
2.1. MENELAAH KONSEP ORGANISASI
2.1.1. Ruang Lingkup Organisasi
Kita sadari atau tidak apa yang terjadi pada diri kita adalah sama dengan yang dikatakan oleh Etzioni (1975): dari lahir sampai mati kita “dikuasai” oleh organisasi (Gudono, 2009:1).
Saat kita lahir kita dilahirkan dalam organisasi yang disebut rumah sakit. Kita sekolah, bekerja, dan bahkan mati pun juga akan diurusi oleh organisasi (RT, RW,
(24)
atau yayasan penguburan). Perhatikan bahwa organisasi telah menjadi elemen yang dominan dalam kehidupan masyarakat. Sehingga ini merupakan salah satu alasan mengapa kita perlu mengetahui lebih dekat “sesuatu” yang mendominasi kehidupan kita tersebut apalagi pada konteks penelitian ini: aturan main di dalamnya, perilakunya, dan dampak yang ditimbulkannya.
Hubungan antar individu yang terorganisasi merupakan sebuah sistem yang kompleks dimana kegiatan-kegiatan diarahkan untuk mencapai sesuatu. Terlihat dalam pemikiran tersebut bahwa organisasi tidak lain merupakan penerapan dari instrumental rationality(Gudono, 2009:5).
Parson (1960) mendefenisikan “organisasi” sebagai unit sosial yang dibentuk semata-mata untuk mencapai tujuan yang spesifik. Agar pencapaian tujuan bisa dilakukan secara efisien, koordinasi kegiatan membutuhkan struktur yang rasional dimana ada pihak yang diberi otoritas sebagai penguasa (command) dan ada yang menjadi yang dikuasai (menjalankan perintah). Dalam hal ini staff administrasi berfungsi menjalankan kepentingan dan menjadi penghubung antara the ruler dan the ruled. Jelas di sini ada hubungan kekuasaan, ada aspek dominasi dan secara implisit ada pengakuan terhadap hak dan kewajiban.
Suatu organsasi memiliki ciri-ciri (Etzioni,1969)
a. Adanya pembagian tugas, kekuasaan dan tanggung jawabberkomunikasi, pembagian yang direncanakan untuk mempertinggirealisasi tujuan khusus.
b. Adanya satu atau lebih pusat kekuasaan yang mengawasipenyelenggaraan usaha-usaha bersama dalam organisasi danpengawasan usaha tersebut untuk mencapai tujuan organisasi.
(25)
c. Pengaturan personil sesuai dengan bidangnya.
Kelangsungan hidup organisasi dan kinerjanya sangat tergantungpada keselarasan antara organisasi dan lingkungan. Ada 2 (dua) halpenting yang harus dipertahankan oleh suatu organisasi agar dapatbertahan hidup dan memiliki kinerja yang baik dalam lingkungannya, yaituadanya struktur organisasi dan strategi yang dijalankan oleh organisasi.
Struktur organisasi berkualitas bila memiliki 5 aspek pokok, yaitu; (1) Aspek Spesialisasi, yakni adanya divisi tenaga kerja dalam organisasidan distribusi tugas-tugas antar sejumlah posisi. (2) Aspek Standardisasi, yakni adanya prosedur untuk suatu kejadian yangsecara reguler muncul dan dilegimitasi oleh organisasi. (3) Aspek Formalisasi, yakni tersedianya dokumen yang berisi peran, prosedur, instruksi, dan komunikasi tertulis. (4) Aspek Sentralisasi, yakni adanya lokus otoritas untuk membuat keputusan yang mempengaruhi aktivitas organisasi. (5) Aspek Konfigurasi, yakni adanya bentuk struktur peran yang berupa data komprehensif dan rinci mengenai setiap peran dalam organisasi(A.B. Susanto, dkk, 2006).
2.1.2. Tim Kerja Dalam Organisasi
Menurut Askar Yunianto (2004), suatu organisasi agar berjalan lancar dan produktif perlu melakukan terobosan dengan pembentukan ”Tim Kerja”. Perubahan suatu organisasi yang ditunjukkan dengan penggunaan tim kerja sering disebut transformasi. Tim kerja yang dibentuk dalam organisasi didefinisikan sebagai kelompok kecil dari orang-orang yang melakukan pekerjaan yang sama, bertemu secara sukarela berdasarkan aturan untuk mengidentifikasi dan menganalisa penyebab masalah, merekomendasi penyelesaian kepada manajemen dan jika memungkinkan mengimplementasikan solusinya. Partisipasi tim kerja merupakan ide
(26)
kolekif dari kemampuan yang dihasilkan dari pengambilalihan tanggung jawab kualitas dan produktivitas, mengelola pekerjaan sendiri, mengembangkan pengetahuan dan, keahlian mengenai organisasi dan mereka sendiri (A.B. Susanto, dkk, 2006).
Greenberg and Baron mendefinisikan tim sebagai kolompok dimana anggotanya mempunyai berbagai keahlian yang saling melengkapi dan mempunyai komitmen untuk tujuan bersama atau mempunyai kesamaan dalam tujuan kinerja yang mereka hadapi, sebagai suatu tanggung jawab (A.B. Susanto, dkk, 2006)
Untuk membangun tim kerja dengan kinerja tinggi harus memiliki karakteristik sebagai berikut :
1. Kepemimpinan Partisipatif.
Untuk menumbuhkan partisipatif karyawan dalam tim maka peran manajemen harus dapat membangun kesuksesan implementasi keterlibatan karyawan, manajer harus memahami ”work force”, mengetahui kebutuhan anggota tim, dan mulai bertindak sebagai ”role model”. Manajemen harus menunjukkan bahwa pemberdayaan karyawan akan mengantarkan kepada perasaan yang lebih besar atas pembagian tanggung jawab dan juga produktivitas yang tinggi.
2. Pembagian Tanggung Jawab
Upaya mengembangkan perasaan bahwa karyawan harusmemiliki tanggung jawab yang sama sebagaimana manajer. Hal inidiupayakan dengan melibatkan persatuan, pegawai, dan semuatingkat manajemen seawal
(27)
mungkin dalam implementasi program.Setiap aspek dari program harus merupakan usah tim.
3. Definisi Tujuan
Anggota tim butuh memahami mengapa mereka harusmembentuk tim. Anggota tim harus mengerti bahwa tujuan dari timtidak hanya untuk menyelesaikan masalah, akan tetapi juga membuatmasing-masing individu sebagai tim yang bertanggung jawab terhadapapa yang mereka lakukan.
4. Komunikasi Yang Tinggi
Arena kunci lain dalam pengembangan tim (team building)adalah komunikasi. Komunikasi ini seharusnya dari atas ke bawah (topdown) dari bawah ke atas (bottom up) dan mendatar (horizontal).
5. Fokus Masa Depan
Agar suatu tim menjadi sukses, maka harus dapat melihatperubahan-perubahan yang mereka inginkan sebagai sebuah peluanguntuk pertumbuhan. Suatu tim harus tahu dimana mereka pada saatini dan dimana mereka menuju di masa depan. Aspek penting dalamdari pengembangan tim adalah bahwa tim harus melihat suatu masadepan dalam pekerjaan mereka.
6. Fokus Tugas-Tugas
Idealnya tim-tim yang melibatkan pekerja dibentuk dari 5(lima) sampai 15 (lima belas) anggota yang mewakili suatu lintas seksi(cross
section) di dalam organisasi yang akan menjadi tugasnya.Untuk
(28)
seharusnya secara langsung berhubungan ke pekerjapekerjaanggota tim. Tiap-tiap anggota tim harus punya suatu patokandalam hasil atau keluaran yang dihasilkan dari upaya-upaya tim.Organisasi memfokuskan pada interaksi-interaksi yang berorientasitujuan pencapaian tugas.
7. Sikap Kreatif
Pembuktian sikap kreatif yang dimiliki oleh tim merupakantuntutan organisasi dalam rangka menumbuhkan inovasi baru.Organisasi yang penuh kreatif akan dapat menanggapi perubahanlingkungan, sebaliknya tanpa adanya kreativitas dari para anggota timorganisasi akhirnya mati.
8. Tanggapan Yang Cepat
Dengan adanya tim, peluang-peluang dapat ditindaklanjutilebih cepat daripada jika tim tersebut harus berjalan melalui channelbirokratik yang normal. Dengan hanya anggota tim dan penasehattim untuk konsultasi , maka tindakan dapat cepat diambil
Organisasi bukanlah sistem yang tertutup, melainkanorganisasi tersebut akan selalu dipaksa untuk memberi tanggapanatas rangsangan yang berasal dari lingkungan sekitarnya. Organisasidalam menjalankan kegiatan-kegiatan program atau kebijakan yangtelah ditetapkan sangat dipengaruhi pula oleh faktor lingkunganekternal, yaitu faktor-faktor luar organisasi yang terdiri dari :
a. Faktor politik, yaitu hal-hal yang berhubungan dengankeseimbangan kekuasaan negara yang berpengaruh padakeamanan dan ketertiban yang akan mempengaruhi kelancarandalam menjalankan program.
(29)
b. Faktor ekonomi, yaitu tingginya perkembangan ekonomi yangberpengaruh pada tingkat pendapatan masyarakat.
c. Faktor sosial, yaitu orientasi nilai yang berkembang di tengahmasyarakat yang mempengaruhi pandangan mereka terhadap kerja program organisasi(Atmosaputro, 2005)
2.2. LEMBAGA SOSIAL DALAM DIMENSI ORGANISASI
Lembaga kemasyarakatan sering juga disebut sebagai lembagasosial merupakan terjemahan dari social institution dalam bahasa Inggris. Istilah social institution dalam bahasa Indonesia belum ada kesepakan, ada yang memakai kata lembaga sosial, lembaga kemasyarakatan, pranata sosial, dan bangunan sosial. Merujuk dari berbagai pustaka istilah social institution dalam tulisan ini adalah lembaga sosial atau lembaga kemasyarakatan.
Dalam pemahaman lembaga sosial atau lembaga kemasyarakatan menunjuk pada suatu bentuk juga mengandung pengertian yang abstrak tentang adanya norma-norma dan peraturan-peraturan tertentu yang menjadi ciri suatu lembaga.
2.2.1. Pengertian Lembaga Sosial
Lembaga sosial adalah sebagai wadah pelaksana usaha-usaha kesejahteraan social yang memiliki tujuan, sasaran, dan misi yang sesuai dengan bidang kegiatannya (Nurdin, 1990). Alfin L. Bertrand menjelaskan bahwa lembaga social pada hakikatnya adalah kumpulan dari norma-norma social (struktur-struktur) yang diciptakan untuk dapat melaksanakan fungsi masyarakat. Lebih jauh Roucek dan Werren menyatakan lembaga sosial adalah pola-pola (patterns) yang telah mempunyai kekuatan tetap atau pasti untuk mempertemukan beragam kebutuhan
(30)
manusia, yang muncul dari kebiasaan-kebiasaan dan telah mendapatkan persetujuan dari cara-cara yang sudah mapan untuk memenuhi kesejahteraan masyarakat dan menghasilkan suatu instruktur.
Batasan pengertian lembaga sosial cukup banyak. Menurut Soerjono (2003:34) lembaga sosial (kemasyarakatan) merupakan himpunan daripada norma-norma dari segala tingkatan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok di dalam kehidupan masyarakat.
Berikutnya menurut Koentjaraningrat (2000:70:74) pranata sosial adalah suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat pada serangkaian aktivitas-aktivitas untuk memenuhi kompleks-kompleks kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat. Dari batasan-batasan tersebut, dapat dikatakan bahwa dalam memahami lembaga sosial perlu diperhatikan tentang kebutuhan pokok manusia dan sistem perilaku yang terorganisasi.
Tujuan dari lembaga sosial adalah untuk memenuhi kebutuhan pokok manusia. Adapun fungsi dari lembaga sosial menurut Soerjono (2003:34-35) adalah: (1) Memberikan pedoman pada para anggotanya, bagaimana mereka harus bertingkah laku atau bersikap dalam menghadapi masalah dalam masyarakat, terutama dalam rangka memenuhi kebutuhankebutuhan pokok mereka. (2) Menjaga keutuhan masyarakat (3) Memberikan pegangan pada masyarakat untuk mengadakan sistem pengendalian sosial (social control), artinya sistem pengawasan masyarakat terhadap tingkah laku anggotanya.
2.2.2. Ciri-ciri dan Tipe Lembaga Sosial
Gillin and Gillin (dalam Soerjono,2003) mengatakan ciri-ciri umum lembaga sosial adalah:
(31)
1. Lembaga sosial merupakan pola-pola pemikiran dan perilaku yang terwujud melalui aktivitas-aktivitas kemasyarakatan dan hasilnya.
2. Suatu tingkat kekekalan tertentu merupakan ciri semua lembaga sosial.
3. Lembaga sosial mempunyai satu atau beberapa tujuan tertentu.
4. Lembaga sosial mempunyai alat-alat kelengkapan yang dipergunakanuntuk mencapai tujuan.
5. Lambang biasanya juga merupakan ciri khas lembaga sosial.
6. Suatu lembaga sosial mempunyai suatu tradisi tertulis atau yang tak tertulis.
Dari kedua pendapat di atas mengenai ciri-ciri umum dari lembaga sosial berkaitan dengan pola perilaku, adat istiadat, tujuan, yang terwujud dalam aktivitas manusia yang sudah dianggap mantap dalam rangka memenuhi kebutuhan pokok manusia itu sendiri.
Sedangkan tipe-tipe lembaga sosial dalam setiap masyarakat akan dijumpai berbagai macam lembagasosial, dimana lembaga sosial tersebut mempunyai sistem nilai yang dapat menentukan lembaga sosial mana yang dijadikan pusat dan kemudian dianggap berada di atas lembaga sosial lainnya. Menurut Soerjono (2003) tipe-tipe lembaga Sosial dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Dari sudut perkembangan.
Cresicive Institutions, yaitu merupakan lembaga yang primer, tumbuh dari adat istiadat masyarakat seperti agama, perkawinan, dan sebagainya. Evated Institutions, sengaja dibentuk untuk memenuhi kebutuhan seperti lembaga pendidikan, lembaga utang piutang, dan sebagainya.
(32)
2. Dari sudut sistem nilai yang diterima masyarakat.
Basic Institutions, dianggap sanggat penting untuk memelihara dan mempertahankan tata tertib dalam masyarakat seperti negara, keluarga, sekolah, dan sebagainya. Subsidiary institutions, dianggap kurang penting seperti untuk rekreasi.
3. Dari sudut penerimaan masyarakat.
Socially santioned institutions, lembaga yang dapat diterima masyarakat seperti sekolah, perusahaan dan sebagainya. Socially unsactioned institution, lembaga yang ditolak masyarakat seperti preman
4. Dari sudut penyebarannya.
General institutions, dikenal hampir semua masyarakat di dunia seperti religi atau agama. Restricted institutions, dianut oleh masyarakat tertentu di dunia seperti agama kristen, agama islam, dan sebagainya.
2.3. KONSEP ”IMPLEMENTASI” KEBIJAKAN
2.3.1. Pengertian Implementasi Kebijakan
Melaksanakan kebijakan merupakan proses yang rumit dan kompleks. Namun, di balik kerumitan dan kompleksitasnya tersebut, implementasi kebijakan memegang peran yang cukup vital dalam proses sebuah kebijakan. Tanpa adanya tahap implementasi kebijakan, program-program kebijakan yang telah disusun hanya akan menjadi catatan-catatan resmi di meja para pembuat kebijakan.
Kebijakan yang telah disyahkan tidak akan bermanfaat apabila tidak diimplementasikan. Hal ini disebabkan karena implementasi kebijakan berusaha
(33)
untuk mewujudkan kebijakan publik yang masih bersifat abstrak ke dalam realita nyata. Bisa dikatakan bahwa rencana adalah 20% keberhasilan, implementasi adalah 60% sisanya, 20% adalah bagaimana kita mengendalikan implementasi.
Kebijakan sendiri oleh Nugrohomenyatakan bahwa kebijakan adalah segala sesautu yang dikerjakan dan yang tidak dikerjakan oleh pemerintah(Nugroho, Riant. 2006:23). Sementara implementasi merupakan salah satu tahap dalam proses kebijakan. Biasanya implementasi dilaksanakan setelah sebuah kebijakandirumuskan dengan tujuan yang jelas. Implementasi bisa dikatan suaturangkaian aktifitas dalam rangka menghantarkan kebijakan kepadamasyarakat sehingga kebijakan tersebut dapat membawa hasilsebagaimana yang diharapkan.
Rangkaiankegiatan tersebut mencakup persiapan seperangkat peraturan lanjutan yangmerupakan interpretasi dari kebijakan tersebut. Misalnya dari sebuahundang-undang muncul sejumlah Peraturan Pemerintah, KeputusanPresiden, maupun Peraturan Daerah, menyiapkan sumber daya gunamenggerakkan implementasi termasuk di dalamnya sarana dan prasarana,sumber daya keuangan, dan tentu saja siapa yang bertanggungjawabmelaksanakan kebijakan tersebut, dan bagaimana mengantarkan kebijakansecara konkrit ke masyarakat.
Implementasi yang merupakan terjemahan dari kata “implementation”, berasal dari kata kerja “to implement”. Menurut Webster's Dictionary (kamus) kata to implement berasal dari bahasa Latin “implementum” dari asal kata “impere” dan “plere”. Kata “implere” dimaksudkan “to fill up”; “to fill in”, yang artinya mengisi penuh; melengkapi, sedangkan “plere” maksudnya “to fill”, yaitu mengisi.Selanjutnya kata “to implement” dimaksudkan sebagai : “(1) to carry into
(34)
effect; to fulfill; accomplish. (2) to provide with the means for carrying out into effect or fulfilling; to give practical effect to. (3) to provide or equip with implements”.
Pertama, to implement dimaksudkan “membawa ke suatu hasil (akibat); melengkapi dan menyelesaikan”. Kedua, to implement dimaksudkan “menyediakan sarana (alat) untukmelaksanakan sesuatu; memberikan hasil yang bersifat praktis terhadap sesuatu”. Ketiga, to implement dimaksudkanmenyediakan atau melengkapi dengan alat”.
Sehubungan dengan kata implementasi di atas, Pressman dan Wildavsky (1978)mengemukakan bahwa,“implementation as to carry out, accomplish, fulfill, produce, complete”. Maksudnya : membawa, menyelesaikan, mengisi, menghasilkan,melengkapi.Jadi secara etimologis implementasi itu dapat dimaksudkan sebagai suatu aktivitas yang bertalian dengan penyelesaian suatu pekerjaan dengan penggunaan sarana (alat) untuk memperoleh hasil.
Implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian yang luas, merupakan alat administrasi hukum dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur, dan teknik yang bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak atau tujuan yang diinginkan(James P.Lester dan Joseph Stewart dalam Budi Winarno, 2002: 104)
Sementara itu, Horn dan Meter membatasi implementasi kebijakan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu atau kelompok, pemerintahatau swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkandalam keputusan kebijakan. Implementasi suatu kebijakan tidak akandimulai sebelum tujuan dan sasaran ditetapkan atau diidentifikasi olehkeputusan kebijakan.
(35)
Tindakan-tindakan ini mencakup usaha-usaha untuk mengubah keputusan-keputusan menjadi tindakan-tindakan operasional dalam kurun waktu tertentu maupun dalam rangka melanjutkan usaha-usaha untuk mencapai perubahan-perubahan besar dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan-keputusan kebijakan. Dengan demikian, tahap implementasi terjadi hanya setelah undang-undangatau program aksi telah dirancang dan ditetapkan serta dana atausumber daya lain tersedia untuk membiayai dan mengimplementasikankebijakan tersebut (Budi Winarno, 2005:102)
Jika suatu kebijakan tidak tepat atau tidak dapat mengurangi masalah yang merupakan sasaran dari kebijakan, maka kebijakan itu mungkin akan mengalami kegagalan sekalipun kebijakan itu diimplementasikan dengan sangat baik. Sementara itu,suatu kebijakan yang baik mungkin juga akan mengalami kegagalan jika kebijakan tersebut kurang diimplementasikan dengan baik oleh para pelaksana kebijakan.
Edward menjelaskan, agar implementasi kebijakan publik dapatmencapai tujuannya, kebijakan tersebut harus dipersiapkan dengan baik,karena implementasi merupakan studi yang sangat krusial. Hal yang perludipersiapkan adalah sumber-sumber yang terpenting, antara lain meliputidana, tenaga yang memadai dan mempunyai keahlian untukmelaksanakan tugas, informasi, wewenang dan fasilitas yang diperlukanuntuk pelayanan public (Subarsono, A.G, 2006)
Hood dalam buku Limits to Administration (1976) menerangkan dalam tataran hasil, kondisi dan syarat yang harus dijalankan untuk mendapatkan implementasi kebijakan yang sempurna, harus memiliki lima karakteristik kondisi dan syarat seperti; pertama, bahwa implementasi ideal itu adalah produk dari
(36)
organisasi yang padu seperti militer, dengan garis otoritas yang tegas; kedua, bahwa norma-norma akan ditegakkan dan tujuan ditentukan; ketiga, bahwa orang akan melaksanakan apa yang diminta dan diperintahkan; keempat, bahwa harus ada komunikasi yang sempurna di dalam dan di antara organisasi; kelima, bahwa tidak ada tekanan waktu(Wayne Parsons, 2005: 467)
2.3.2. Faktor Pendukung Implementasi Kebijakan
Jones dalam Budiman (1991) menjelaskan ada tiga komponen penting dalam implementasi suatu kebijakan yang harus selalu ada yaitu:
1. Adanya program atau kebijakan yang akan dilaksanakan
2. Target group, yaitu kelompok masyarakat yang menjadi sasaran yang diharapkan akan menerima manfaat dari program tersebut, perubahan atau peningkatan.
3. Unsur pelaksana (implementatora), baik organisasi maupun perorangan yang bertanggung jawab dalam pengolahan, pelaksanaan dan pengawasan dari proses implementasi tersebut.
Menurut Teori Implementasi Kebijakan George Edward III) yangdikutip oleh Winarno faktor-faktor yang mendukung implementasikebijakan, yaitu :
1) Komunikasi.
Ada tiga hal penting yang dibahas dalam proses komunikasi kebijakan, yakni transmisi, konsistensi, dan kejelasan (clarity). Faktor pertama yang mendukung implementasi kebijakan adalah transmisi. Seorang pejabat yang mengimlementasikan keputusan harus menyadari bahwa suatu keputusan telah dibuat dan suatu perintah untuk pelaksanaanya telah dikeluarkan. Faktor kedua yang mendukung implementasi kebijakan adalah kejelasan, yaitu bahwa petunjuk-petunjuk pelaksanaan kebijakan tidak hanya harus diterima oleh para pelaksana kebijakan, tetapi komunikasi tersebut
(37)
harus jelas. Faktor ketiga yang mendukung implementasi kebijakan adalah konsistensi, yaitu jika implementasi kebijakan ingin berlangsung efektif, maka perintah-perintah pelaksanaan harus konsisten dan jelas.
2) Sumber-Sumber
Sumber-sumber penting yang mendukung implementasi kebijakan meliputi : staf yang memadai serta keahlian-keahlian yang baik untuk melaksanakan tugas-tugas mereka, wewenang dan fasilitas-fasilitas yang dapat menunjang pelaksanaan kebijakan.
3) Kecenderungan-kecenderungan atau tingkah laku-tingkah laku.
4) Kecenderungan dari para pelaksana mempunyai konsekuensikonsekuensi penting bagi implementasi kebijakan yang efektif. Jika para pelaksana bersikap baik terhadap suatu kebijakan tertentu yang dalam hal ini berarti adanya dukungan, kemungkinan besar mereka melaksanakan kebijakan sebagaimana yang diinginkan oleh para pembuat keputusan awal.
5) Struktur birokrasi.
Birokrasi merupakan salah satu badan yang paling sering bahkan secara keseluruhan menjadi pelaksana kebijakan, baik itu struktur pemerintah dan juga organisasi-organisasi swasta (Winarno, 2005: 126:151).
Banyak faktor yang mempengaruhi suatu kebijakan dalamimplementasinya sulit diterapkan. Van Meter dan van Horn dalam A.G.Subarsonomenetapkan ada empat kelompok variabel yang dapatmempengaruhi kinerja dan dampak suatu program, terutamaimplementasi program-program pemerintah yang bersifat desentralisasi,yakni: 1) kondisi lingkungan, 2) hubungan antar organisasi, 3)
(38)
sumberdaya organisasi, dan 4) karakteristik dan kemampuan agen pelaksana (Subarsono, 2006)
(39)
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut. Teori tersebut dapat dipahami melalui gambar di bawah ini;
Hubungan antar organisasi : 1. Kejelasan dan konsistensi sasaran program
2. Pembagian fungsi antar instansi 3. Standarisasi prosedur perencanaan, anggaran, implementasi dan evaluasi 4. Efektifitas jejaring untuk mendukung program
Kondisi Lingkungan 1.Tipe sistem politik 2.Struktur pembuat kebijakan
3. Karakter struktur politik lokal.
4. Kendala sumberdaya 5. Sosio cultural
6. Derajat keterlibatan penerima program 7. Infrastruktur fisik yang cukup.
Karakteristik dan Kapabilitas Instansi Pelaksana 1.Keterampila teknis dan manajerial petugas
2. Kemampuan mengontrol, koordinasi dan
mengintegrasikan keputusan. 3. Dukungan dan sumberdaya politik instansi
4. Hubungan baik antara instansi dan sasaran.
5. Hubungan baik antaran instansi dengan fihak di luar pemerintah
6. Kualitas pemimpin instansi 7. Komitmen petugas terhadap program
8. Kedudukan instansi dalam hirarkhi administrasi
Kinerja dan dampak 1. Sejauh mana program
mencapai sasaran 2. Berbagai keluaran dan hasil lainnya.
Sumber daya organisasi; 1. Sumber dana
2. Keseimbangan
pembagian Aggaran dan kegiatan.
3. Ketepatan alokasi dana 4. Pendapatan yang cukup untuk pengeluaran.
5. Dukungan politik pusat dan lokal
(40)
2.3.3 Faktor Penghambat Implementasi Kebijakan
Menurut Sunggono, implementasi kebijakan mempunyaibeberapa faktor penghambat, yaitu:
a. Isi Kebijakan
Pertama, implementasi kebijakan gagal karena masih samarnya isikebijakan, maksudnya apa yang menjadi tujuan tidak cukup terperinci,sarana-sarana dan penerapan prioritas, atau program-programkebijakan terlalu umum atau sama sekali tidak ada. Kedua, karenakurangnya ketetapan intern maupun ekstern dari kebijakan yang akandilaksanakan. Ketiga, kebijakan yang akan diimplementasikan dapatjuga menunjukkan adanya kekurangan-kekurangan yang sangatberarti. Keempat, penyebab lain dari timbulnya kegagalanimplementasi suatu kebijakandapat terjadi karena kekurangankekurangan yang menyangkut sumber daya-sumber daya pembantu,misalnya yang menyangkut waktu, biaya/dana dan tenaga manusia.
b. Informasi
Implementasi kebijakanmengasumsikan bahwa parapemegang peran yang terlibat langsung mempunyai informasi yangperlu atau sangat berkaitan untuk dapat memainkan perannya denganbaik. Informasi ini justru tidak ada, misalnya akibat adanya gangguankomunikasi.
c. Dukungan
Pelaksanaan suatu kebijakanakan sangat sulit apabila padapengimlementasiannya tidak cukup dukungan untuk pelaksanaankebijakan tersebut.
(41)
d. Pembagian Potensi
Sebab musabab yang berkaitan dengan gagalnya implementasi suatu kebijakanjugaditentukan aspek pembagian potensi diantarapara pelaku yang terlibat dalam implementasi. Dalam hal ini berkaitandengan diferensiasi tugas dan wewenang organisasi pelaksana.Struktur organisasi pelaksanaan dapat menimbulkan masalah-masalahapabila pembagian wewenang dan tanggung jawab kurang disesuaikan dengan pembagian tugas atau ditandai oleh adanya pembatasanpembatasan yang kurang jelas (Sunggono, Bambang, 1994:149-153)
Maka, implementasi kebijakan akan selalu berkaitan dengan perencanaan penetapan waktu dan pengawasan, oleh Sabatier dalam Wahab mengatakan bahwa mempelajari masalah implementasi kebijakan berarti berusaha untuk memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program diberlakukan atau dirumuskan(Abdullah, M, Wahab, 1993).
Maka sebuah keputusan kebijakan yang disusun haruslah merupakan pernyataan ringkas dan jelas tentang suatu keputusan kebijakan tersebut. Yang terpenting kelompok yang menjalankan suatu kebijakan juga harus saling bersinergis satu sama lain. Yang dimaksud dengan implementasi kebijakan disini merupakan membuat ketentuan-ketentuan untuk menampung apa yang diatur di dalam kebijakan lembaga yang telah dibuat. Untuk itu, dalam mengimplementasikan komitmen pencegahan penularan HIV/AIDS, KPAD Kota Medan beserta LSM H2O membuat program, salah satunya program penjangkauan dan pendampingan kelompok pekerja seks oleh lembaga H2O dalam pencegahan HIV/AIDS di Kota Medan.
(42)
2.4. PERIHAL HIV/AIDS
HIV (Human Immunodeficiency Virus) atau biasa disebut virus pelemah kekebalan tubuh manusia. HIV adalah sebuah organisme kecil yang menyerang makhluk hidup dengan berkembang biak (Reuben, Granich, 2003:6).
HIV menyebabkan AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome). AIDS adalah sekumpulan gejala yang timbul akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh manusia yang didapat (bukan keturunan) dan disebabkan oleh virus HIV. Seseorang baru disebut terkena AIDS apabila sudah menampakkan berbagai gejala penyakit yang menyerang tubuh karena hilangnya daya tahan tubuh (Clara, Ajisuksmo dkk, 2004: 84).
Pada dasarnya HIV adalah jenis parasitobligate yaitu virus yang hanya dapat hidup dalam sel atau mediahidup. Virus ini ”senang” hidup dan berkembang biak pada sel darahputih manusia. HIV akan ada pada cairan tubuh yang mengandung seldarah putih, seperti darah, cairan plasenta, air mani atau cairan sperma,cairan sumsum tulang, cairan vagina, air susu ibu dan cairan otak. HIVmenyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugasmenangkal infeksi. Sel darah putih tersebut termasuk limfosit yang disebut”sel T – 4” atau disebut pula ”sel CD-4.
2.4.1. Potensi Penularan HIV/AIDS
Cara penyebaran HIV sangat bervariasi. Menurut Dep Kes RI (2006), sejak ditemukannya kasus AIDS pertama kali di Indonesia pada tahun 1987(Pusat Data dan Informasi Departemen Kesehatan RI. 1987-2006)berdasarkan analisis situasi di Indonesia terdapat beberapakondisi potensial yang dapat memicu penyebaran HIV/AIDS, yaitu :
(43)
Pertama, Distribusi penyakit HIV/AIDS mengena pada Laki-laki dan Perempuan. Dari kasus AIDS yang dilaporkan perempuan lebih rentan tertular dan lebih menderita akibat infeksi ini. Beberapa studi menunjukkan bahwa penularan HIV pada laki-laki ke perempuan melalui hubungan seks dua kali lipat dibandingkan dari perempuan kepada laki-laki. Penularan pada perempuan dapat berlanjut dengan penularan pada bayi jika terjadi kehamilan. Resiko penularan HIV dari ibu pengidap HIV ke bayinya berkisar 15 – 40%. Bayi yang lahir dari seorang ibu pengidap HIV mungkin akan terinfeksi HIV sebelum, selama , atau sesudah proses kelahirannya. Penularan juga dapat terjadi melalui Air Susu Ibu (ASI).
Kedua, Penular AIDS tergolong usia produktif. Menurut umur, proporsi kasus AIDS terbanyak dilaporkanpada kelompok umur 20 – 29 tahun (54,76%) disusul kelompokumur 30 - 39 tahun (27,17%) dan kelompok umur 40 – 49 tahun(7,9%). Ketiga kelompok tersebut termasuk dalam kelompok usiaproduktif. Diserangnya kelompok usia produktif ini merupakan satuhal yang perlu diperhatikan mengingat kelompok penduduk inimerupakan aset pembangunan bangsa.
Ketiga, Kasus AIDS pada bayi dan anakDijumpainya kasus HIV/AIDS pada bayi dan anak kurangdari 15 tahun disebabkan oleh karena tertular dari ibunya saatkehamilan, persalinan maupun ASI, transfusi darah/komponendarah atau penularan seksual oleh orang-orang yang tidakbertanggung jawab. Anak-anak juga mempunyai resiko besarterinfeksi HIV karena pengetahuan mereka tentang cara penularandan melindungi diri dari penularan HIV sangat terbatas. Disampingitu mereka juba bisa menjadi yatim piatu karena orangtuanyameninggal akibat AIDS dan membutuhkan perhatian khusus darikeluarga dan masyarakat.termasuk pemerintah pusat maupundaerah.
(44)
Keempat, Penularan HIV/AIDS melalui jarum suntik dan kontak seks.Penularan HIV/AIDS melalui jarum suntik dan kontak seks.Dari kasus AIDS yang dilaporkan ternyata penularan dapat terjadi melalui penggunaan jarum suntikbersama/tercemar virus HIV pada penyalah guna NAPZA suntik(IDU). Cara penularan lain yang dilaporkan adalahmelalui hubungan homoseksual, tranfusi darah/komponendarah termasuk pada hemophilia, melalui perinatal juga dapat menularkan HIV/AIDS kepada siapa saja dan kapanpun.
Penjelasan tersebut dapat dipersempit bahwa ada empat penyebab utama terjadinya infeksi virus HIV/AIDS. Penyebab pertama adalah hubungan seksual secara langsung antara penderita dan yang tertular. Penyebab kedua adalah melalui transfuse darah yang berasal dari orang yang terinfeksi virus HIV sehingga HIV dapat masuk ke dalam tubuh. Penyebab ketiga adalah melalui pemakaian jarum suntik tidak steril secara bergantian yang digunakan oleh penderita infeksi virus HIV dengan rekannya sesama pengguna narkoba. Penyebab keempat adalah melalui ibu hamil dan menyusui yang terinfeksi virus HIV/AIDS, kemudian menularkannya pada anak yang masih ada di dalam kandungan (Rusmiyati, 2007:76).Transmisi HIV/AIDS tersebut dapat kita bagi menjadi sebagai berikut:
a. Transmisi melalui kontak seksual
Kontak seksual merupakan salah satu cara utama transmisi HIV di berbagai negara. Hubungan seksual secaravagina, anal, dan oral dengan penderita HIV tanpa perlindunganbisa menularkan HIV. Virus HIV dapat ditemukan dalam cairansemen, cairan vagina dan cairan serviks (Nursalam, 2009).Virus akan terkonsentrasi dalam cairan semen, terutama bila terjadipeningkatan jumlah limfosit dalam cairan, seperti pada keadaanperadangan genitalia misalnya uretritis, epididimitis, dankelainan lain
(45)
yang berkaitan dengan penyakit menular seksual (Nasronudin, 2007). Selama hubungan seksual berlangsung,cairan semen, cairan vagina dan darah dapat mengenai selaputlendir vagina, penis, dubur atau mulut sehingga HIV yang terdapat dalam cairan tersebut masuk ke dalam darah (Nasronudin, 2007).
b. Transmisi melalui darah atau produk darah
HIV dapat ditransmisikan melalui darah dan produk darah. Terutama pada individu pengguna narkotika intravena dengan pemakaian jarum suntik secara bersama dalam satukelompok (Nasronudin, 2007). Dapat juga pada individu yangmenerima transfusi darah atau produk darah yang mengabaikan tes penapisan HIV.
c. Transmisi secara vertical
Transmisi secara vertikal dapat terjadi dari ibu yangterinfeksi HIV kepada janinnya sewaktu hamil, sewaktupersalinan, dan setelah melahirkan melalui pemberian Air SusuIbu (ASI) (Nasronudin, 2007). Angka penularan selamakehamilan sekitar 5-10%, melalui persalinan 10-20%, dan saatpemberian ASI 10-20% (Nasronudin, 2007). Penularan selamapersalinan terjadi melalui transfusi fetomaternal atau kontakantara kulit atau membran mukosa bayi dengan darah atausekresi maternal saat melahirkan (Lily V, 2004 dalam Nursalam, 2009).
d. Transmisi melalui alat kesehatan yang tidak steril.
Alat pemeriksaan kandungan seperti spekulum,tenakulum, dan alat-alat lain yang menyentuh darah, cairanvagina atau cairan semen yang terinfeksi HIV dan langsungdigunakan untuk orang lain yang tidak terinfeksi bias menularkan HIV (Nursalam, 2009).
(46)
e. Transmisi pada petugas kesehatan dan petugas laboratorium.
Risiko penularan HIV terdapat pada kelompok pekerjayang terpapar HIV seperti petugas kesehatan, petugas laboratorium, dan orang yang bekerja dengan spesimen ataubahan yang terinfeksi HIV, terutama bila menggunakan bendatajam (Nasronudin, 2007). Berbagai penelitian multi institusimenyatakan bahwa risiko penularan HIV setelah kulit tertusukjarum atau benda tajam lainnya yang tercemar oleh darahseseorang yang terinfeksi HIV adalah sekitar 0,3% sedangkanrisiko penularan HIV akibat paparan bahan yang tercemar HIVke membran mukosa atau kulit yang mengalami luka adalahsekitar 0,09% (Nasronudin, 2007).
Dari kasus AIDS yang dilaporkan ternyata penularanterbanyak terjadi melalui penggunaan jarum suntikbersama/tercemar virus HIV pada penyalah guna NAPZA suntik(IDU) yaitu sebesar 50,3% dan penularan melalui hubunganheteroseksual 40,3%. Cara penularan lain yang dilaporkan adalahmelalui hubungan homoseksual 4,2%, tranfusi darah/komponendarah termasuk pada hemofilia 0,1%, melalui perinatal 1,5% dan3,6% tidak diketahui.
Kerusakan progresif pada sistem kekebalan tubuh menyebabkanorang dengan HIV/AIDS (ODHA) amat rentan dan mudah terjangkitbermacam-macam penyakit. . Serangan penyakit yang biasanyayang tidak berbahayapun lama kelamaan akan menyebabkanpasien sakit parah, bahkan meninggal. Tidak ada pentunjuk/buktibahwa HIV dapat menular melalui kontak sosial, alat makan, toilet,kolam renang, udara ruangan, maupun oleh nyamuk/serangga.
2.4.2. Manifestasi Klinis HIV/ AIDS
Manifestasi Klinis HIV/ AIDSSeseorang yang terinfeksi HIV, 2-6 minggu kemudian (rata-rata 2minggu) terjadilah sindrom retroviral akut. Lebih dari separuh
(47)
orang yangterinfeksi HIV akan menunjukkan gejala infeksi primer ini yang dapatberupa gejala umum (demam, nyeri otot, nyeri sendi, rasa lemah),kelainan mukokutan (ruam kulit, ulkus di mulut), pembengkakan kelenjarlimfe, gejala neurologi (nyeri kepala, nyeri belakang kepala, fotofobia, depresi), maupun gangguan saluran cerna (anoreksia, nausea, diare,jamur di mulut). Gejala ini dapat berlangsung 2-6 minggu gejalamenghilang disertai serokonversi.
Selanjutnya merupakan faseasimtomatik, tidak ada gejala, selama rata-rata 8 tahun (5-10 tahun, dinegara berkembang lebih cepat). Sebagian besar pengidap HIV saat iniberada pada fase ini. Penderita tampak sehat, dapat melakukan akfivitasnormal tetapi dapat menularkan kepada orang lain. Setelah masa tanpagejala, memasuki fase simtomatik, akan timbul gejala-gejalapendahuluan seperti demam, pembesaran kelenjar limfa, yang kemudiandiikuti oleh infeksi oportunistik. Dengan adanya infeksi oportunistik makaperjalanan penyakit telah memasuki stadium AIDS. Fase simptomatikberlangsung rata-rata 1,3 tahun yang berakhir dengan kematian.
Setelahterjadi infeksi HIV ada masa dimana pemeriksaan serologis antibodi HIVmasih menunjukkan hasil negatif, sementara virus sebenarnya telah adadalam jumlah banyak. Pada masa ini, yang disebut window period(periode jendela), orang yang telah terinfeksi ini sudah dapat menularkankepada orang lain walaupun pemeriksaan antibodi HIV hasilnya negatif
Periode ini berlangsung 3-12 minggu. Terdapat beberapa klasifikasi klinisHIV/AIDS antara lain menurut CDC dan WHO. Klasifikasi dari CDCberdasarkan gejala klinis dan jumlah CD4sebagai berikut :
(48)
a. Katagori Klinis A, meliputi infeksi HIV tanpa gejala (asimptomatik),Persistent Generalized Lymphdinopathy, dan infeksi HIV akut primerdengan penyakit penyerta atau adanya riwayat infeksi HIV akut.
b. Katagori Klinis B, terdiri atas kondisi dengan gejala (simptomatik) padaremaja atau dewasa yang terinfeksi HIV yang tidak termasuk dalamkatagori C dan memenuhi paling sedikit satu dari beberapa kriteriaberikut;
1. Keadaan yang dihubungkan dengan infeksi HIV atau adanyakerusakan kekebalan.
2. Kondisi yang dianggap oleh dokter telah memerlukan penangananklinis atau membutuhkan penatalaksanaan akibat komplikasi infeksiHIV, misalnya Kandidiasis Osofaringeal, Orall Hairy Leukoplakia,Herpes Zoster,dan lain-lain.
c. Katagori Klinis C meliputi gejala yang ditemukan pada pasien AIDSmisalnya Sarkoma Kaposi, Pneumonia Pneumocystis carinii,Kandidiasis Esofagus, dan lain-lain.
2.4.3. Implikasi HIV/AIDS
Meluasnya HIV/AIDS tidak hanya berpengaruh terhadap bidang kesehatan tetapi juga mempengaruhi sosio ekonomi. Bagi sektor kesehatan HIV/AIDS menambah beban sistem kesehatan yang selama ini telah berat. HIV/AIDS membuat penderitanya lebih rentan terhadap infeksi oportunistik. Perawatan terhadap penderita HIV/AIDS membutuhkan perhatian dan pelayanan khusus. Hal ini akan
(49)
meningkatkan kebutuhan terhadap pelayanan kesehatan maupun sistem kesehatan publik.
Penderita HIV/AIDS sebagian besar berada pada usia produktif (15 – 49 tahun). Dalam umur ini termasuk orang tua (ibu dan bapak) yang bertanggungjawab dalam mencari nafkah bagi keluarganya. Awal berupa kehilangan pekerjaan dan biaya perawatan dan pengobatan yang cukup besar. Selanjutnya efeknya akan meluas karena keluarga kehilangan pencari nafkah dan akan menggunakan dana mereka yang mungkin terbatas untuk pelayanan kesehatan yang dibutuhkan. Maka akan terjadi kemiskinan yang lebih berat baik bagi keluarga dan dapat menambah beban negara.
Kematian karena AIDS menyebabkan umur harapan hidup menjadi lebih pendek. Maka secara umum, HIV/AIDS dapat menyebabkan penurunan sumber daya manusia secara signifikan, karena menyebabkan kematian penduduk usia muda dan memperlambat pertumbuhan ekonomi. Bagi penderita dan keluarganya, selain dampak terhadap kesehatan dan ekonomi, ada beban berat lain yaitu adanya diskriminasi dan stigmatisasi bagi yang bersangkutan maupun keluarganya. Diskriminasi dan stigmatisasi dapat menyebabkan kesulitan dalam pekerjaan, pengobatan, dan interaksi sosial keluarga di masyarakat.
2.4.4. HIV/AIDS dan Pencegahannya
Nasronudin (2007) menyebutkan faktor risikoepidemiologis infeksi HIV yaitu perilaku berisiko tinggi antara lainhubungan seksual dengan pasangan tanpa menggunakan kondom, pengguna narkotika intravena terutama bila pemakaian jarum secarabersama tanpa sterilisasi yang memadai, hubungan seksual yangtidak aman meliputi multipartner, pasangan seks individu yangdiketahui terinfeksi HIV dan
(50)
kontak seks peranal. Selain itu riwayatinfeksi menular seksual dan riwayat menerima transfusi darahberulang tanpa tes penapisan, riwayat perlukaan kulit, tato, tindikatau sirkumsisi dengan alat yang tidak steril juga merupakan faktor risiko terkena infeksi HIV (Nasronudin, 2007).
Pencegahan penularan HIVolehAdhi (2006), menjelaskan pencegahan penularan HIV dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Menghindari kontak seksual dengan orang yang diketahui menderita AIDS dan menggunakan obat bius secara intravena
b. Hubungan seksual dengan multipartner memberikankemungkinan lebih besar mendapat AIDS
c. Melakukan hubungan seksual yang dapat merusak selaput lendir rectal
d. Tidak menggunakan jarum suntik intravena secara bersama
e. Tidak melakukan donor darah bagi orang berisiko tinggi AIDS
Pencegahan HIV dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktorfaktor yang mempengaruhi pencegahan penularan HIV antara lain pengetahuan, sikap, dan lingkungan keluarga (Hasanudin, 2008)
2.5. Kerangka Pemikiran
Fenomena mewabahnya penyakit HIV/AIDS merupakan suatu bentuk realitas sosial atas adanya perubahan sosial budaya dan norma-norma di masyarakat. Hal tersebut dilandaskan bahwa walaupun tidak keseluruhan, akan tetapi mayoritasnya penyakit tersebut menyebar dengan proses yang pada dasarnya bertentangan dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat terdahulu, termasuk diantaranya dari
(51)
proses portitusi yang kian marak, dan tidak terkecuali di Kota Medan. Namun hal tersebut tidak lantas harus menutup mata para pemerintah dan lapisan masyarakat lainnya dalam hal penanggulangan masalah HIV/AIDS.
Untuk mengatasi HIV/AIDS, hingga saat ini belum ditemukan obat yang efektif, sehingga upaya pencegahan terhadap resiko penularan merupakan hal yang sangat penting. Strategi pencegahan melalui kegiatan pendidikan kesehatan dan peningkatan pengetahuan yang benar mengenai HIV dan cara penularannya menjadi sangat penting untuk diketahui oleh setiap orang. Terutama mengenai fakta penyebaran penyakit pada kelompok resiko rendah dan perilaku yang dapat membantu mencegah penyebaran virus penyebab AIDS.
Disebabkan bahwa tidak harus selalu berpangku tangan terhadap pemerintah sebagai ujuk tombak dari penangan masalah sosial di masyarakat, maka sudah jadi masyarakat harus ikut andil dalam proses penanggulangan HIV/AIDS dengan bentuk yang juga terorganisir, termasuk juga diantaranya adalah LSM. Terdapat begitu banyak LSM yang memiliki fokus dalam hal pencegahan penyebaran HIV/AIDS yang termasuk juga diantaranya Lemabaga H2O yang juga bergerak dalam pencegahan penyebaran HIV/AIDS yang memiliki fokus terhadap penjangkauan dan pendampingan kelompok pekerja Seks di Kota Medan. Maka oleh karena itu dalam hal ini penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang bagaimana implementasi program penjangkauan dan pendampingan kelompok pekerja seksoleh lembaga H2O dalam pencegahan HIV AIDS di Kota Medan.
(52)
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
3.1.METODE DAN JENIS PENELITIAN
Metode penelitian inimenggunakan analisis kualitatif dan pendekatan deskripsi adalah cara yang cocok dalam menganalisis penelitian ini. Dimana dalam penelitian ini hanya hendak memahami serta melakukan interpretasi terhadap interaksi sosial diantara para aktor dalam sebuah konteks sosial, temporal, dan historis tertentu. Dengan kata lain, secara metode, penelitian ini sedikit atau bahkan tidak mengedepankan metode statistik dan matematik, tetapi memanfaatkan analisis verbal dan kualitatif.
Pendekatan ini menekankan sifat realita yang terbangun secara sosial, hubungan erat antara peneliti dengan subjek yang diteliti, dan tekanan situasi yang membentuk penyelidikan. Selain itu dalam penelitian ini mementingkan sifat penyelidikan yang sarat-nilai. Mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang menyoroti cara munculnya pengalaman sosial sekaligus perolehan maknanya(Denzin K and Lincoln, Yvonna S. 2009).Sehingga pada konteks tersebut, penelitian ini sangat cocok dengan menggunakan pendekatan penelitian kualitatif.
Strategi riset yang dipakai Strategi riset yang dipakai adalah dengan menggunakan metode studi kasus. Dijelaskan oleh Yin (Yin, Robert K, 2008) “bahwa metode studi kasus merupakan suatu inkuiri empiris yang menyelidiki fenomena di dalam konteks kehidupan nyata, bilamana batas-batas antara fenomena dan konteks tak tampak dengan tegas, dan dimana multisumber dimanfaatkan”
(53)
Karakter metode studi kasus cocok digunakan pada penelitian ini karenasebuah metode yang mengacu pada penelitian yang mempunyai unsur “bagaimana”dan “mengapa” pada pertanyaan utama penelitiannya. Oleh sebab itu, penelitian ini hanya pada usaha mengungkapkan suatu dinamika keadaan yang benar-benar terjadi menurut apa adanya di lapangan. Sehingga dapat mendeskripsikan fenomena-fenomena berbagai kejadian pada saat implementasi program penjangkauan dan pendampingan kelompok pekerja seks oleh lembaga H2O dalam pencegahan HIV/AIDS di Kota Medan dilakukan.
3.2. LOKASI PENELITIAN
Pelaksanaan penelitian berlokasi diLembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Human Health Organization (H2O) yang bertempat di jalan Kertas No. 64 A Kelurahan Sei Putih Barat, Kecamatan Medan Petisah, Kota Medan Sumatera Utara.
3.3. UNIT ANALISIS DAN INFORMAN
3.3.1. Unit Analisis
Unit analisis dalam penelitian adalah satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai subjek penelitian. Adapun yang menjadi unit analisis atau sumber kajian dari penelitian ini adalah Lembaga H2O yang menjalankan program penjangkauan dan pendampingan kelompok pekerja seks.
3.3.2. Informan
Pada penelitian kualitatif tidak dikenal istilah populasi maupun sampel. Sampel pada penelitian kualitatif disebut informan. Informan adalah orang-orang yang dipilih untuk diwawancarai atau diobservasi sesuai tujuan penelitian. Informan
(54)
ini diharapkan dapar memberikan informasi, data ataupun fakta dari suatu objek penelitian.
Orang-orang yang dapat dijadikan informan adalah orang yang memiliki pengalaman sesuai dengan penelitian, orang-orang dengan peran tertentu dan tentu saja yang mudah diakses
Informan dalam penelitian ini terdapat atas tiga jenis yaitu informan pangkal, informan kunci dan informan tambahan.
1. Informan Pangkal adalah orang yang dianggap mengetahui dan memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian. Informan kunci dalam penelitian ini adalah pihak Lembaga H2O yang menangani permasalahan program penjangkauan dan pendampingan kelompok pekerja seks guna mendapatkan data mengenai kronologis kasus, upaya penjangkauan maupun pendampingan yang dilakukan.
2. Informan Kunci (key informan) adalah orang yang terlibat secara langsung dalam interaksi sosial yang diteliti. Informan utama dalam penelitian ini adalah para pengurus lembaga H2O yang menangani program penjangkauan dan pendampingan kelompok pekerja seks.
3. Informan Tambahan adalah orang yang dapat memberikan informasi walaupun tidak langsung terlibat dalam interaksi sosial yang diteliti. Dalam penelitian ini yang menjadi informan tambahan seperti para pekerja seks, KPA Kota Medan, maupun stakeholders dari Kecamatan Medan Selayang Pemerintahan kota Medan.
(55)
3.4. JENIS DAN SUMBER DATA
Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah;
1. Person (orang)
Merupakan data yang diperoleh langsung dari orang yang menjadi sumber data. Untuk penelitian ini yang menjadi sumber data adalah pengurus LSM H2O (termasuk ketua, sekretaris, Koordinator bidang pencegahan dan pendampingan). Selain itu juga para stakeholders yang terlibat dalam implementasi program pencegahan dan pendampingan tersebut.
2. Place (tempat)
Adapun tempat diperolehnya data adalah kantor LSM H2O Kota Medan.Paper dan studi kepustakaan, dimana data dapat diperoleh dari berbagai literatur dan catatan resmi maupun dokumen yang ada kaitannya dengan penelitian bahkan berbagai dokumen lain yang masih berkaitan dengan penelitian.
3.5. SUBJEK PENELITIAN
Subyek dalam penelitian ini diambil secara purposive untukinformasi sesuai tujuan penelitian yakni informan yang dapatmemberikan informasi tentang bagaimana pelaksanaan tugas-tugaspokok H2O sehinggaditentukan subyek penelitian adalah;
a. Ketua LSM H2O Kota Medan
(56)
c. Anggota LSM H2O sejumlah 9 (sembilan) orang yang terlibat langsung dalam tahap proses pengimplementasian program penjangkauan dan pendampingan kelompok pekerja seks dalam penanggulangan HIV/AIDS.
3.6. TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Penelitian yang menggunakan metode studi kasus, Yin mengklasifikasikan enam sumber data yang dapat digunakan, yaitu: dokumen, wawancara, pengamatan langsung, pengamatan berperanserta, dan bukti fisik (Yin, Robert K, 2008). Sebagai konsekuensi dari karakteristik studi kasus tersebut, semua teknik mengumpulkan data yang memungkinkan dan relevan dengan pertanyaan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini.
Oleh karenanya, teknik pengumpulan data yang relevan untuk digunakan dalam penelitian ini meliputi:
1. Penelitian Kepustakaan (Library Research)
Merupakan cara mengumpulkan data yang ada mengenai permasalahan dalam penelitian dengan mengolah berbagai sumber kepustakaan seperti buku ilmiah, peraturan Undang-Undang, media massa, media elektronik, jurnal, hasil penelitian skripsi, tesis serta bentuk-bentuk tulisan ilmiah lainnya yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti, termasuk dokumen-dokumen berupa arsip yang ada pada kantor Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) H2O Kota Medan, literatur-literatur
(57)
2. Penelitian Kepustakaan (Field Research)
Merupakan pengumpulan data yang diperoleh melalui teknik dengan turun langsung ke lokasi penelitian untuk mencari data dan fakta yang berkaitan dengan masalah yang diteliti, yang terdiri dari:
a. Wawancara (depth interview) dilakukan terhadap responden dengan menggunakan pertanyaan terstruktur yang memuat pokok-pokok permasalahan yang berhubungan dengan tujuan penelitian. Adapun responden tersebut diantaranya orang-orang yang dijadikan dalam sumber data penelitian. Diantaranya; Ketua KPAD Kota Medan, pengurus Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) H2O Kota Medan. Salah satu Pokja (Kecamatan) Kota Medan dan lain-lain.
b. Observasi Partisipatif merupakan kegiatan mengamati secara langsung, tanpa mediator, subjek penelitian untuk melihat dengan dekat kegiatan yang dilakukan subjek tersebut. Proses ini dilakukan selama kurun waktu satu bulan atau hingga peneliti memperoleh informasi yang cukup untuk merumuskan dan menggambarkan hasil dari penelitian.
3.7. TEKNIK ANALISA DATA
Teknik analisis dan penafsiran data dalam penelitian ini mengikuti langkah-langkah yang direkomendasikan oleh Yin, yang menyatakan bahwa analisis data terdiri atas pengujian, pengkategorian, pentabulasian ataupun pengkombinasian bukti-bukti untuk menunjuk proposisi awal penelitian. Unsur mendeskripsikan lebih menonjol dalam kajian ini.
(58)
Setelah seluruh data didapat maka data yang relevan dan diperlukan diklasifikasi untuk disederhanakan kembali. Konteks penelitian ini akan difokuskan pada data mekanisme proses implementasi program penjangkauan dan pendampingan kelompok pekerja seks oleh lembaga H2O dalam pencegahan HIVAIDS di Kota Medan.
Setelah semua data diperoleh dan diklasifikasikan, maka selanjutnya untuk penyusunan data. Tujuannya untuk memperoleh ketepatan data yang berkaitan dengan tema penelitian. Penyajian data dimulai dengan mengetengahkan data-data implementasi maupun tahapan implementasi program penjangkauan dan pendampingan. Kemudian selanjutnya dengan memaparkan data-data mengenai fakta empirik pelaksanaanyang ditemukan di lapangan. Kemudian semua data tersebut dianalisis dan diinterpretasikan berdasarkan kerangka teoritik yang dipergunakan dalam penelitian ini. Dan validitas data ini diperkuat dengan teknik triangulasi data, yang berarti mengadakan cross and check antara sumber data maupun narasumber yang satu dengan yang lain. Sehingga signifikansi kesimpulan analisis penelitian dapat diperoleh.
3.8. VALIDITAS DAN RELIABILITAS DATA
Uji validitas data kualitatif disebut triangulasi. Triangulasi dataadalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkansesuatu yang lain di luar data tersebut untuk keperluan pengecekanterhadap data atau sebagai pembanding terhadap data itu. Tekniktriangulasi yang paling banyak digunakan adalah pemeriksaan melaluisumber lainnya. Denzin membedakan tiga macam triangulasi sebagaiteknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode,dan teori.
(1)
4.2. SARAN
Dalam upaya terwujudnya penanggulangan HIV/AIDS yang lebih intensif, menyeluruh, terpadu, dan terkoordinasi maka penulis dapat memberikan saran-saran yang perlu dilakukan beberapa adanya:
1. Untuk Lembaga H2O
a. Penyusunan Standart Operating Procedure (SOP) dari setiap kelompok kerja yang sudah dibentuk
b. Penyusunan secara terperinci tentang deskripsi pekerjaan (job description) dari unsur Ketua, unsur Sekretaris, unsur anggota, dan unsur Sekretariat LSM H2O. Agar program yang sudah disusun tidak tumpang tindih dan memiliki tupoksi yang jelas.
c. Penyusunan mekanisme komunikasi dan koordinasi pengelola H2O dengan para stakeholder yang terkoordinir dalam setiap pokja, guna terwujudnya keterpaduan di dalam mengidentifikasi dan menganalisis penyebab masalahnya, serta merekomendasikan penyelesaiannya kepada KPA maupun Kecamatan dan Pemerintah Kota Medan. Di sisi yang lain akan dapat membangun kesepahaman bahwa HIV/AIDS merupakan tanggungjawab bersama.
d. Mengupayakan ketersediaan dana penunjang operasional lembaga H2O baik untuk pembiaayan kegiatan di Sekretariat maupun kepentingan operasional program bagi setiap kelompok kerja yang ada di dalam kelembagaan H2O.
(2)
e. Mengupayakan kerjama dengan LSM lain dan membentuk kelompok masyarakat peduli AIDS dalam rangka mewujudkan program pendampingan bagi pekerja seks
2. Bagi Instansi Pemerintahan
a. Mengupayakan program unggulan yang spesifik dalam penanggulangan HIV/AIDS secara terpadu di jajarannya dengan dukungan dana yang jelas baik dari Pusat, Daerah, dan Bantuan Luar Negeri (BLN) dan tenaga yang profesional.
b. Mengupayakan kerjama dengan berbagai LSM dan membentuk kelompok masyarakat peduli AIDS dalam rangka mewujudkan program pendampingan bagi pekerja seks di Kota Medan.
(3)
DAFTAR PUSTAKA
A.B. Susanto, dkk., Strategi Organisasi, Yogyakarta: Asmara Books,2006. Abdullah, M, Wahab,Perkembangan Dan Penerapan Studi Implementasi,
Bandung: Unhas Press.1993
Boleong,l, metode penelitian kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002 Budi Winarno, Teori dan Proses Kebijakan Publik, Yogyakarta: MedPress, 2002 Clara, Ajisuksmo dkk, Mari Bicara Tentang Hiv/Aids Dengan Orang Tua, Guru,
Dan Teman. Jakarta: Indonesia Printer, 2004.
Denzin K and Lincoln, Yvonna S. Handbook of Qualitative Research,(terj) Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009.
Etzioni, Organisasi-organisasi Modern, Jakarta:UI Press, 1969. Gudono, Teori Organisasi, Yogyakarta: Pensil Press, 2009
Koentjaraningrat, 1987, Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta, Rineka Cipta. Nawawi, Hadari, Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press, 1995
Nugroho, Riant. Kebijakan Publik, formulasi, Implementasi dan evaluasi.Jakarta: Media Komputindo, 2006
Reuben, Granich. Ancaman Hiv Dan Kesehatan Masyarakat, Yogyakarta: Insist Press 2003
Subarsono, a.g., Analisis Kebijakan Publik : ” Konsep Dan Teori, Dan Aplikasi. Pustaka Pelajar. Jakarta. 2006.
Sunggono, Bambang. Hukum dan Kebijaksanaan Publik. Jakarta: Sinar Grafika, 1994.
(4)
Winarno, Budi.2005.Kebijakan Publik : Teori Dan Proses. Media presindo. Yogyakarta.
Wahab, Solichin A. 1991. Analisis Kebijakan dari Formulasi ke Implementasi Kebijakan, Jakarta: Bumi Aksara
Wibawa, Samodra. 1994. Kebijakan Publik, Jakarta: Intermedia.
Wayne Parsons, Public Policy Pengantar Teori dan Praktik Analisis Kebijakan, Jakarta: Kencana, 2005Yin, Robert K, 2008. Studi Kasus: Desain dan Metode, Jakarta: Rajawali Pers.
Yin, Robert K, 2008. Studi Kasus: Desain dan Metode, Jakarta: Rajawali Pers.
Sumber lain:
Atmosaputro dalam tesis Wiwik Trapsilowati. Kinerja Dinas KesehatanKota Dalam Pencegahan Demam Berdarah, Semarang, 2005 (diakses pada Januari 2014)
Data KPAD Kota Medan
Pusat Data dan Informasi Departemen Kesehatan RI. Situasi HIV/AIDS di Indonesia Tahun 1987-2006, Jakarta.
Djoerban, Zubairi, Djauzi Samsuridjal. HIV/AIDS di Indonesia. W. Sudoyo, Aru, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta: FK UI 2007; 1803-1808. Djuanda, Adhi,. Hamzah, Mochtar,. Aisah, Siti. (2006). Ilmu Peyakit Dan Kelaminedisi empat cetakan ketiga. Jakarta: Fakultas kedokteran UI
Hasanudin. (2008). Hubungan Pengetahuan, Sikap, Dan Lingkungan Keluarga Dengan upaya pencegahan hiv/aids pada siswa sma n 5 Palu. Vol. 1 No. 4 Hal 126-171
Nasronudin. (2007). Hiv & Aids Pendekatan Biologi Molekuler, Klinis Dan Social, cetakan 1. Surabaya : Airlangga University Press
(5)
Nursalam., Kurniawati, N. D. (2009.) Asuhan Keperawatan Pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS, edisi pertama. Jakarta: Salemba Medika
pada 15 Februari 2014)
(6)
Lampiran 1
Interview Guide
IMPLEMENTASI TUGAS -TUGAS POKOK LEMBAGA H2O DALAM PENCEGAHAN HIV/AIDS
Nama Responden:
Hari / Tanggal Wawancara : ...
1. Bagaimanakah realisasi dari koordinasi kebijakan H2O dalam upaya
penanggulangan HIV/AIDS di kota Medan?Kepada siapa kebijakan tersebut disosialisasikan ? Bagaimana tanggapan masyarakat terhadap kebijakan yang ada ? Bagaimana dukungan anggarannya ?
2. Bagaimanakah realisasi kegiatan penyuluhan tentang bahaya dan cara
pencegahan HIV/AIDS bagi masyarakat? Siapa saja sasaran penyuluhannya ? 3. Bagaimanakah realisasi penyebarluasan informasi tentang HIV/AIDS ? Siapa
saja instansi yang terlibat dalam kegiatan tersebut ?
4. Bagaimanakah realisasi kegiatan oleh setiap pokja (program kerja) dalam upaya penanggulangan HIV/AIDS ? Bagaimana pelaksanaan koordinasi tugas pokok dan fungsi setiap anggotanya ? Bagaimana pengelolaan programnya ?
5. Bagaimanakah pelaporan hasil kegiatannya ? Apa yang dilaporkan ? Kepada siapa dilaporkan ?