UPACARA RELIGI DAN PEMASARAN PARIWISATA STUDI TENTANG KOMODIFIKASI TABOT DI PROPINSI BENGKULU

(1)

commit to user

i

UPACARA RELIGI DAN PEMASARAN PARIWISATA:

STUDI TENTANG KOMODIFIKASI TABOT DI PROPINSI BENGKULU

T E S I S

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi : Ilmu Komunikasi

Minat Utama : Riset dan Teori Komunikasi

Disusun Oleh : YULIATI S 220908013

PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2010


(2)

commit to user

ii

UPACARA RELIGI DAN PEMASARAN PARIWISATA:

STUDI TENTANG KOMODIFIKASI TABOT DI PROPINSI BENGKULU

Disusun Oleh : YULIATI S 220908013

Telah Disetujui oleh Tim Pembimbing Dewan Pembimbing

Jabatan Nama Tanda tangan Tanggal Pembimbing I Prof. Drs. Pawito,Ph.D ___________ _______

NIP195408051985031002

Pembimbing II Drs. Agung Priyono, M.Si ___________ _______ NIP 195504231981031002

Mengetahui,

Ketua Program Studi S2 Ilmu Komunikasi

Prof. Drs. Totok Sarsito, S.U, M.A, Ph.D NIP 194904281979031001


(3)

commit to user

iii

UPACARA RELIGI DAN PEMASARAN PARIWISATA:

STUDI TENTANG KOMODIFIKASI TABOT DI PROPINSI BENGKULU

Disusun Oleh : YULIATI S 220908013

Telah Disetujui dan Disahkan oleh Tim Penguji Dewan Pembimbing

Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal

Ketua

Sekertaris

Anggota Penguji

Dr. Widodo Muktiyo, SE, M. Kom NIP.

Sri Hastjaryo, S.Sos, Ph.D NIP. 197102171988021001 1. Prof. Drs. Pawito,Ph.D

NIP 195408051985031002 2. Drs. Agung Priyono, M.Si

NIP 195504231981031002 __________ __________ __________ __________ _______ _______ _______ _______ Mengetahui,

Ketua Program Prof. Drs. Totok Sarsito, S.U, M.A, Ph.D

Studi II. Komunikasi NIP 194904281979031001 ___________ ______

Direktur Program Prof.Drs.Suranto Tjitrowibisono, M.Sc,Ph.D


(4)

commit to user

iv

PERNYATAAN

Nama : Yuliati NIM :S 220908013

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis dengan judul “UPACARA RELIGI DAN PEMASARAN PARIWISATA : STUDI TENTANG

KOMODOFIKASI TABOT DI PROVINSI BENGKULU”, adalah benar-benar

hasil karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis tersebut, diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hal pernyataan saya ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan dan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.

Surakarta, Desember 2010 Yang membuat pernyataan,


(5)

commit to user

v MOTTO

Waktu adalah roda kehidupan

Barang siapa tak dapat mengendalikannya,

Maka ia akan tergilas olehnya

He, who doen’t increase his knowlwdge, decrease it

Pirke Aboth, chanter 1,13


(6)

commit to user

vi

PERSEMBAHAN

Aku persembahkan karya ini kepada

 Orang tuaku tersayang

 Suami dan anakku tercinta

 Teman-teman seangkatanku


(7)

commit to user

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan segenap kemampuan yang ada. Adapun judul tesis ini adalah : ”UPACARA RELIGI DAN PEMASARAN PARIWISATA : STUDI TENTANG KOMODIFIKASI TABOT

DI PROVINSI BENGKULU”.

Tesis ini disusun untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat guna mencapai Gelar Magister Komunikasi pada Universitas Sebelas Maret Surakarta. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :

1. Bapak Prof .Dr.Syamsul Hadi, dr. Sp.KJ(K), selaku Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta

2. Bapak Prof. Drs. Suranto, MSc., PhD., selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Dr. Widodo Muktiyo, SE, M.Kom selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret Surakarta. 4. Drs. Pawito,Ph.D, selaku pembimbing I Tesis yang bersedia membimbing

penulis untuk melanjutkan perjuangan menyelesaikan tugas akhir ini.

5. Drs. Agung Priyono, M.Si, selaku pembimbing II, dengan sabar beliau membimbing penulis dan memberikan masukan yang membangun.

6. Bapak dan Ibu Dosen pengampu mata kuliah beserta seluruh staf pengajar jurusan Ilmu Komunikasi Program Pasca Sarjana UNS.

7. Rekan-rekan mahasiswa S2 angkatan 2009 Konsentrasi Riset dan Teori Komunikasi.

8. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan tesis ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Penulis ingin juga mengucapkan terima kasih dan mempersembahkan tesis ini kepada anggota keluarga, bapak, ibu, suami, anakku dan untuk semua kerabat dan teman-teman yang selalu memberi dukungan kepada penulis.


(8)

commit to user

viii

Walaupun penulis telah berusaha sekuat tenaga menelaah pustaka dan menganalisis data yang diperoleh, tanpa disadari tentulah masih ada kekurangan. Penulis sangat terbuka atas berbagai tanggapan dan sumbang saran kritis semua pembaca. Mudah-mudahan tesis ini dapat memberikan kontribusi pada pengembangan Pendidikan dan semoga bermanfaat.


(9)

commit to user

ix DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL……… i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………. ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI……… iii

PERNYATAAN……….. iv

MOTTO……… v

PERSEMBAHAN……… vi

KATA PENGANTAR………. vii

DAFTAR ISI……… ix

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR……… xii

ABSTRAK……… xiii

BAB I PENDAHULUAN……… 1

A. Latar Belakang………. 1

B. Perumusan Masalah……….. 5

C. Tujuan Penelitian……….. 5

D. Manfaat………. 5

BAB II TELAAH PUSTAKA……….. 7

A. Komodifikasi Budaya dan Teori Kritis………. 7

1. Komodifikasi Budaya dalam Perspektif Media Politik –Ekonomi………. 7

2. Teori Kritis………... 15

3. Ideologi sebagai Distorsi Realitas……… 28

B. Tinjauan Pariwisata……….. 31

1. Pariwisata………. 31

a. Pengertian Pariwisata……….. 31

b. Pengertian Wisatawan………. 33


(10)

commit to user

x

C. Pemasaran Pariwisata……… 37

D. Kerangka Pemikiran……….. 38

BAB III METODOLODI PENELITIAN……… 41

A. Desain Penelitian………. 41

B. Sumber Data……… 43

C. Teknik Sampling……….. 43

D. Teknik Pengumpulan Data……….. 44

E. Vasilitas Data……….. 45

F. Teknik Analisis Data……….. 46

BAB IV PENYAJIAN DATA DAN PEMBAHASAN……….. 48

A. Lokasi dan Penduduk………. 48

1. Letak dan Kondisi Geografis………. 48

2. Penduduk……… 50

B. Deskripsi Upacara……… 52

1. Deskripsi Upacara Tabot………. 52

2. Keluarga Kerukunan Tabot Bengkulu……… 55

3. Makna Upacara Religi Tabot……….. 59

4. Perlengkapan Upacara Tabot……….. 60

5. Do‟a-do‟a Upacara Religi Tabot………. 63

6. Tahapan Upacara Religi Tabot……… 63

C. Program dan Kegiatan Bidang Pelayanan Pariwisata Dinas Pariwisata Dan Kebudayaan Kota Bengkulu Tahun 2010………..……… 70

D. Komodifikasi Upacara Religi Tabot……… 72

1. Latar Belakang Komodifikasi Upacara Religi Tabot……….. 72

2. Komunikasi Pemasaran dalam Pengembangan Upacara Tabot……… 74

a. Proses Komunikasi Pemasaran………. 74


(11)

commit to user

xi

c. Feedback Khalayak terhadap Komodifikasi

Upacara Tabot……….. 84

E. Pokok-pokok Temuan dan Pembahasan………. 86

1. Pokok-pokok Temuan………. 86

2. Pembahasan……… 88

a. Pariwisata sebagai Multi-disciplinary Approach……….. 89

b. Pariwisata Bengkulu dalam Perspektif Teori Kritis……… 90

BAB V PENUTUP………. 97

A. Kesimpulan……….. 97

B. Implikasi……… 98

C. Saran………. 99 Daftar pustaka


(12)

commit to user

xii

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR

Daftar tabel

Halaman Tabel 1 Daftar Nama Ketua KKT Tabot Sakral……… 55 Tabel 2 Daftar Nama Ketua KKT Tabot Pembangunan... 56

Daftar Gambar

Halaman Gambar 1 Proses Pertukaran... 37 Gambar 2 Kerangka Berpikir... 40 Gambar 3 Model Analisis Interaktif... 47 Gambar 4 Struktur Organisasi Keluarga Kerukunan Tabot


(13)

commit to user

xiii ABSTRAK

Yuliati. S 220908013. Upacara Religi dan Pemasaran Pariwisata : Studi Tentang Komodifikasi Tabot Di Propinsi Bengkulu. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya tradisi Tabot yang merupakan tradisi menyambut Muharram. Pemerintah Bengkulu menjadikan perayaan Tabot sebagai komoditi pariwisata yang diandalkan. Tetapi perayaan Tabot ini belum dikenal oleh wisatawan lokal apalagi wisatawan mancanegara sehingga belum mampu menarik wisatawan untuk datang ke Propinsi Bengkulu. Untuk meningkatkan wisatawan agar datang ke Propinsi Bengkulu untuk melihat festival Tabot diadakan promosi. Karena dengan meningkatknya wisatawan dapat meningkatkan pendapatan asli daerah.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui proses-proses komodifikasi terhadap upacara Tabot untuk kepentingan pemasaran pariwisata Propinsi Bengkulu.

Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, sumber data diperoleh dari kepustakaan. Sedangkan pengumpulan datanya dari wawancara, dokumentasi dan penelitian pustaka. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah purposive sampling. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan model analisis interaktif. Dan validitas data yang digunakan adalah teknik triangulasi patton.

Festival Tabot merupakan program yang dibuat Dinas Pariwisata yang bekerjasama dengan Kerukunan Keluarga Tabot untuk pengembangan potensi pariwisata sebagai komoditas pariwisata. Tabot sebagai kebutuhan masyarakat Bengkulu telah memenuhi persyaratan, keaslian (Originality), kelangkaan (Scarsity), keutuhan (Wholesomeness) sebagai asset yang sangat berharga untuk dikemas lebih baik secara professional dalam perkembangan kepariwisataan di Bengkulu. Media komunikasi yang digunakan agar masyarakat luas dengan mudah mengakses informasi mengenai Tabot adalah dengan media komunikasi pemasaran yang dilakukan melalui media cetak dan media elektronik serta membuat selebaran atau leafet.


(14)

commit to user

xiv i


(15)

commit to user

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kepariwisataan nasional mempunyai sifat berlingkup global, berpengaruh luas secara ekonomi dan sosial budaya. Kepariwisataan nasional harus mampu membentuk, mengembangkan dan meningkatkan nilai budaya dan masyarakat Indonesia. Kepariwisataan juga menampilkan kepribadian berdasarkan jiwa semangat, serta nilai-nilai luhur bangsa Indonesia sehingga perlu untuk memiliki kemampuan untuk pelestarian lingkungan hidup, dan memperhatikan faktor-faktor di luar kepariwisataan itu sendiri sehingga memerlukan koordinasi berbagai sektor.

Pengembangan pariwisata dan kebudayaan tidak lepas dari peran Dinas Pariwisata dan masyarakat daerah setempat yang mengadakan MoU guna mencapai tujuan pengembangan kepariwisataan. Banyak tradisi budaya yang telah sukses dikomodifikasi menjadi aset pariwisata yang dapat memajukan daerah tersebut, seperti Pesarean Gunung Kawi. Pesarean Gunung Kawi yang dahulu sarat akan spiritual dan keangkerannya berubah menjadi obyek yang menarik untuk dikunjungi dengan rangkaian acara yang berlangsung didalamnya. Selain itu juga kebudayaan Batak Toba yang telah berhasil dikomodifikasi dalam bentuk seni pertunjukan sebagai atraksi budaya, yang merupakan strategi pengembangan pariwisata dengan memberdayakan sumber daya budaya dan keindahan alam danau Toba.


(16)

commit to user

Kebudayaan dan pariwisata merupakan salah satu sektor unggulan dalam pembangunan Daerah Bengkulu. Untuk kebijakan pembangunan pariwisata tersebut dituangkan dalam bentuk pengembangan dan penataan sepanjang pantai kota Bengkulu sebagai pusat kawasan strategis pariwisatan kota Bengkulu. Berbagai sarana dan prasarana dasar telah dibangun oleh pemerintah, termasuk pembangunan fasilitas penunjang wisata. Sedangkan

bidang kebudayaan adalah mengembangkan berbagai potensi budaya (tourism

heritage) menjadi atraksi wisata diantaranya adalah event pariwisata budaya, seperti Festival Tabot.

Sebagaimana diketahui kebudayaan itu dapat berubah-ubah seiring dengan perjalanan waktu, lebih-lebih jika ada pengaruh luar. Perubahan dalam kebudayaan itu mungkin saja dapat melahirkan kebudayaan baru yang akhirnya tumbuh dan berkembang di kehidupan masyarakat pendukungnya. Kebudayaan kebudayaan di waktu yang lampau dalam pertumbuhan dan perkembangannya dari masa ke masa dapat berkembang apabila didukung oleh pendukung kebudayaan itu bukan saja oleh manusia seorang diri melainkan masyarakat seluruhnya.

Di dunia pariwisata, budaya dan adat istiadat yang masih hidup dan berkembang ditengah-tengah masyarakat pendukungnya telah menjadikan daya tarik tersendiri bagi wisatawan untuk berkunjung ke suatu daerah. Manusia menempuh jarak ribuan mil hanya untuk mengetahui kebudayaan suatu daerah. Kebudayaan dan tradisi yang berkembang di masyarakat merupakan asset wisata budaya yang memiliki nilai dan keunggulan tersendiri


(17)

commit to user

dan sebagai mata rantai warisan serta kekayaan budaya bangsa Indonesia. Potensi budaya dan adat istiadat tersebut hendaknya harus selalu dijaga dan lestarikan agar dapat diwariskan pada generasi yang akan datang. Namun sebuah ungkapan "tak kenal maka tak sayang" sungguh merupakan suatu kendala besar yang dihadapi dalam pelestarian budaya. Berbagai upaya dapat dilakukan untuk menjaga warisan budaya tersebut, agar dapat tetap hidup dan berkembang pada generasi berikutnya.

Salah satu dari sekian banyaknya warisan budaya yang berkembang di Indonesia adalah Tabot yang ada di Bengkulu. Prosesi ritual Tabot ini hidup dan berkembang di sebagain masyarakat terutama Kota Bengkulu. Tabot merupakan suatu perayaan tradisional dengan bermacam-macam upacara yang heroism. Nama TABOT sendiri berasal dari bahasa Arab yaitu "TABUT", yang secara harfiah berarti "Kotak atau Peti". Asal mula perayaan Tabot terkait pada kisah perjuangan Cucu Nabi Muhammad SAW yang bernama Husein (anak dari Siti Fatimah Az-Zahroh Binti Muhammad), dimana Husien gugur dalam peperangan di suatu tempat yang bernama Padang Karbala melawan kaum Kawarij. Beliau gugur dalam sebuah peperangan yang tidak seimbang karena Laskar yang beliau pimpin tidak seimbang dengan jumlahnya musuh.

Tradisi Tabot merupakan sebuah tradisi menyambut Muharram. Tabot juga menapak di Padang, Aceh, dan Palembang. Tetapi yang paling terkenal adalah Tabot Bengkulu. Menurut Dahri (2008) tradisi Tabot dapat menjadi


(18)

commit to user

media pemersatu elemen masyarakat, terutama di dalam mazhab-mazhab Islam, yaitu Sunni dan Syi‟i.

Sebagai media pemersatu, Tabot Bengkulu dapat menjadi media pariwisata. Pada saat ada perayaan Tabot, orang-orang dari berbagai daerah di Bengkulu dan luar kota banyak yang datang ke Bengkulu. Perayaan ini juga mengundang pedagang-pedagang dari daerah lain. Orang-orang Lombok, misalnya membawa cinderamata tersendiri untuk dijual di Bengkulu. Orang-orang dari Bali juga sama. Dari segi pariwisata, fenomena ini sangat menguntungkan. Oleh karena itu, pemerintah Bengkulu menjadikan perayaan Tabot ini sebagai komoditi pariwisata yang diandalkan. Akan tetapi perayaan Tabot ini, belum banyak dikenal oleh wisatawan lokal apalagi wisatawan mancanegara sehingga belum mampu menarik wisatawan untuk datang ke Propinsi Bengkulu.

Dengan kata lain wisatawan yang hendak ditarik untuk datang harus diberi tahu atraksi wisata yang akan disajikan. Keinginan calon wisatawan harus didorong agar mau dan datang pada saat diselenggarakannya festival Tabot. Dengan adanya promosi, maka festival Tabot di Propinsi Bengkulu akan semakin dikenal dan mampu meningkatkan arus wisatawan untuk datang ke Propinsi Bengkulu. Dengan meningkatnya arus wisatawan yang masuk maka akan diperoleh juga beberapa manfaat, diantaranya adalah meningkatnya pendapatan asli daerah.


(19)

commit to user

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah di paparkan diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

Bagaimanakah proses-proses komodifikasi terhadap upacara Tabot untuk kepentingan pemasaran pariwisata Propinsi Bengkulu?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah tersebut diatas, maka tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui proses-proses komodifikasi terhadap upacara Tabot untuk kepentingan pemasaran pariwisata Propinsi Bengkulu.

D. Manfaat

Hasil penelitian yang berupa Upacara religi dan pemasaran pariwisata: studi tentang komodifikasi Tabot di Propinsi Bengkulu, di harapkan bermanfaat:

1. Manfaat Akademik

Bagi ilmu pengetahuan terutama ilmu komunikasi, di harapkan dapat memberikan sumbangan untuk memperkaya kajian-kajian yang terkait dengan ilmu komunikasi khususnya tentang Upacara religi dan komodifikasi Tabot di Propinsi Bengkulu.

2. Manfaat praktis

Memberikan deskripsi tentang Upacara religi dan pemasaran pariwisata: studi tentang komodifikasi Tabot di Propinsi Bengkulu. Deskripsi tersebut


(20)

commit to user

di harapkan di masa datang dapat di jadikan materi pertimbangan dan masukan bagi Pemerintah Propinsi Bengkulu untuk meningkatkan Pemasaran Kepariwisataan Daerahnya melalui Upacara Religi Tabot.


(21)

commit to user

7 BAB II

TELAAH PUSTAKA

A. Komodifikasi Budaya dan Teori Kritis

1. Komodifikasi Budaya dalam Perspektif Media Politik-Ekonomi Komodifikasi diturunkan dari kosa kata Inggris, yakni

'commodification' yang berasal dari akar kata 'commodity', yang artinya

adalah, "something produced for sale" (Webster's New World

Encyclopedia dalam Kasiyan, 2007).

Komodifikasi dapat diasumsikan proses transformasi barang dan jasa dari nilai gunanya menjadi komoditas yang berorientasi pada nilai tukarnya di pasar. Karena nilai tukar berkaitan dengan pasar dan konsumen, maka proses komodifikasi pada dasarnya adalah mengubah barang/jasa agar sesuai dengan keinginan dan kebutuhan konsumen. Pada proses transformasi dari nilai guna menjadi nilai tukar, dalam media massa selalu melibatkan para awak media, khalayak pembaca, pasar, dan negara apabila masing-masing di antaranya mempunyai kepentingan (Mosco, 1996).

Komodifikasi adalah gejala kapitalisme. Yaitu upaya untuk memperluas pasar, meningkatkan keuntungan sebesar-besarnya dilakukan dengan membuat produk atau jasa yang disukai oleh konsumen. Barang dikemas dan dibentuk sedemikian rupa sehingga disukai oleh konsumen. Sedangkan ciri dari komodifikasi itu sendiri


(22)

commit to user

adalah adanya perubahan format yang menyesuaikan dengan keinginan konsumen. Konsumen atau khalayak menjadi tujuan utama, atau bahkan satu-satunya. Dengan menjangkau khalayak sebanyak-banyaknya diharapkan bisa mendatangkan keuntungan sebanyak-banyaknya. Dan adapun Jenis-jenis komodifikasi dalam ekonomi politik media antara lain adalah (Mosco, 1996) :

a. Komodifikasi Isi (Content Commodity) : Komodifikasi isi yang melibatkan transformasi pesan agar pesan lebih diterima oleh pasar (marketable). Misalnya, surat kabar, berita lebih memperhitungkan nilai berita agar bias diterima oleh pasar.

b. Komodifikasi Khalayak (Audience Commodity) : Ekonomi politik memperluas lebih lanjut analoginya dengan memeriksa bagaimana hubungan antara modal dan para penonton pada titik penerimaan yang dilakukan diatas perluasan peyiaran komersial.Komodifikasi khalayak terbagi menjadi 2 yaitu :

1) Komodifikasi Intrinsik : Komodifikasi yang melekat secara langsung dari program atau acara yang dibuat oleh media. Upaya untuk mengetahui karakteristik khalayak, dan keinginan spesifik dari masing-masing khalayak. Komodifikasi ini membutuhkan prosedur dan ukuran untuk menentukkan secara akurat disemua tahapan produksi, pertukaran dan konsumsi. 2) Komodifikasi Ekstensif : Proses komodifikasi yang terjadi dan


(23)

commit to user

pemerintah, budaya, telekomunikasi dsb. Komodifikasi ini memasukkan transformasi dari ruang umum menjadi kepemilikan privat seperti untuk mall dsb. Komodifikasi ini terutama diwujudkan lewat iklan-iklan komersial.

3) Komodifikasi Pekerja (Labour Commodity) : Transformasi proses kerja dalam kapitalisme. Buruh merupakan kesatuan konsep dari pembuahan, atau kekuatan invasi, imagine dan pekerjaan desain dan pelaksanaan, atau kekuatan untuk melaksanakannya. Dalam proses komodifikasi, tindakan modal untuk memisahkan konsepsi dari eksekusi, keterampilan atau skill dari kemampuan untuk melaksanakannya.

Pendekatan terhadap realitas budaya yang ada sekarang ini yaitu budaya massa (mass culture). Budaya massa dilihat sebagai sebuah bentuk fasisme karena merupakan semacam kebudayaan industri atau culture industries (Fajar Junaedi dalam Kartono, 2005 : 2). Dalam artian di dalamnya terdapat aspirasi, selera, gaya hidup massa yang dikendalikan oleh sekelompok elit (produser budaya). Massa digiring ke arah seni dan tontonan yang mudah untuk dicerna dan yang menimbulkan daya pesona yang diproduksi melalui corak produksi kapitalisme.

Hasil penelitian Vincet Cho (2001: 399) mengatakan bahwa

”hasil perhitungan prediksi jumlah wisatawan yang berkunjung ke


(24)

commit to user

sangat tergantung dari pengaruh faktor ekonomi masing-masing negara,

baik negara yang dituju maupun negara asal wisatawan”.

Seiring laju perkembangan kapitalisme, budaya lokal yang lebih ironisnya upacara religi agama dikomodifikasi sebagai sesuatu yang mudah dicerna oleh semua orang melalui ikon-ikon yang mudah menarik perhatian massa. Budaya massa tidak bisa dipisahkan lagi dari budaya industri yang telah menjadi wacana dominan dalam budaya kontemporer. Industrialisasi yang lengkap dengan peran kapitalisme di dalamnya mengharuskan proses pe-massa-an atau komodifikasi segala sesuatu agar sebuah industri dapat terus berlangsung. Secara umum, definisi tentang ”komodifikasi” dapat ditarik dengan menguraikan kata komoditas dan modifikasi. Komoditas artinya barang dagangan atau barang niaga dan modifikasi artinya perubahan, pengubahan (Adiwimarta, 1993). Dari kedua arti kata tersebut maka dapat disimpulkan arti komodifikasi adalah proses pengubahan menjadi barang dagangan. Dalam ruang komodifikasi upacara realigi dalam kemasan pariwisata berarti upacara religi menjadi sumber daya yang dikomodifikasi untuk dieksploitasi yakni melalui kegiatan komunikasi pemasaran. Akhirnya muncul suatu upacara komoditas, yakni upacara yang didalamnya berlangsung produksi barang-barang, bukan terutama bagi pemuasan keinginan dan kebutuhan manusia, tapi demi profit atau keuntungan. Industri budaya inilah yang menandakan proses industrialisasi dari budaya yang diproduksi secara massif dan


(25)

commit to user

komersialisasi yang mengendakilan sistem. Industri budaya ditampilkan dalam ciri yang sama dengan produk lainnya dalam produksi massa yaitu komodifikasi, standarisasi dan massifikasi. Kellner (1998 : 29) mengungkapkan sebagai berikut :

The critical theorists analized all mass mediated cultural artifact within the context of industrial production, in which the arthifact of the culture industries exhibited the same features as other product of mass production; commodification, standardization, and massification. The product of the culture industries had the specific function, however, of providing ideological legitimation of the existing capitalist societies and of integrating individual into the framework of mass culture and society.

Komodifikasi awalnya ditentukan adanya standarisasi oleh sekelompok pemilik modal dalam industri budaya dengan parameter hukum pasar, dimana produk yang dianggap standar jika berlaku di pasar dan memungkinkan proses produksi budaya dalam jumlah yang massif yang mengakibatkan segala jenis budaya apapun dijadikan suatu komunitas. Karya budaya yang mengalami revolusioner ini kemudian mengalami perubahan yang memiliki keunikan, keistimewaan dibanding lainnya. Dalam hal ini komunikasi pemasaran baik periklanan atau bentuk lainnya secara khusus mampu mengeksploitasi kondisi ini dan memberi citra (image) yang lebih baik. Jadi yang mengendalikan industri budaya adalah segelintir kelas kapitalis yang mengemasnya melalui komodifikasi menjadi budaya massa yang afirmatif. Melalui berbagai programnya, media massa telah menjadi alat transfer nilai dari suatu system social ke system social yang lain. Media massa telah menjadi wahana periklanan utama yang menghubungkan


(26)

commit to user

produsen dan konsumennya. Media menjadi mediator penting antara Negara dan rakyatnya, sehingga media tidak hanya menjalankan fungsi social namun juga fungsi ekonomi dan politis ideology.

Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Jurowski (2001: 359) mengatakan bahwa perkembangan ekonomi suatu Negara dapat diindentifikasikan dengan perkembangan pariwisata yang ada dinegara tersebut. Semakin tinggi tingkat minat wisatawa dalam sebuah Negara, maka ekonomi Negara tersebut juga akan semakin meningkat.

Dalam perspektif politik ekonomi, komodifikasi biasanya mengejawantah dalam bentuk-bentuk komersial dimana negara menempatkan bentuk aturan didasarkan standar pasar dan menetapkan aturan pasar. Komodifikasi menjadi alat utama untuk mengubah relasi sosial menjadi relasi ekonomi (Curran, 1996 : 16). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa komodifikasi isi media berarti mengubah pesan menjadi produk yang dipasarkan. Sebagaimana pendapat Mosco (dalam Kartono, 2005 : 177), ”Commodification processes analysed included

media centent as commodity, the sale of audiences to advertisers, the

collection and sale of personal information, and intrusion of advertising

into public spaces”. Jadi, komodifikasi budaya (upacara religi) berarti mengubah upacara religi menjadi produk yang dapat dipasarkan. Komodifikasi yang didukung oleh media massa dalam bentuk komunikasi pemasaran (periklanan) dapat mengecam berbagai bentuk norma, nilai, identitas dan symbol-simbol budaya local. Lambat laun


(27)

commit to user

nilai-nilai budaya local seperti juga yang terdapat dalam upacara religi tersebut, akan mengalami pergeseran dan bisa dimungkinkan oleh nilai-nilai budaya baru.

Dalam dinamika kapitalisme lanjut, relasi antara masyarakat , penonton dan media berjalin dalam lingkup “masyarakat komoditas”. Hilangnya identitas, keterasingan, dan ketidaktahuan norma mana yang harus dipegang menyebabkan masyarakat begitu mudah dipengaruhi media. Media menjadi sarana pemberi identitas, menyediakan kawan, menampilkan penafsiran tentang kejadian-kejadian, dan secara tidak langsung mengarahkan massa pada pengambilan keputusan. Di samping itu, media memberi pemuasan akan kebutuhan manusia dan mempengaruhi cara berpikir. Dalam konteks ini, perlu diwaspadai pengaruh buruk media dalam konteks kemurnian sebuah ajaran agama. Penyampaian sebuah tata laku hidup yang disajikan dalam bentuk hiburan seringkali menjadikan hiburan itu sendiri sebagai substansi utama dan bukan pada nilai-nilai yang hendak disampaikan. Bias-bias pemahaman agama menjadi fakta tak terbantahkan manakala ide-ide tentang kesucian ajaran bercampur aduk dengan representasi yang sekadar menghibur dan menarik perhatian.

Meminjam pemikiran Adorno pula, Wuryanta dan Handayani (http://ekawenats.blogspot.com) menggambarkan bahwa masyarakat komoditas ditandai dengan empat aksioma penting. Pertama, masyarakat yang di dalamnya berlangsung produksi barang-barang,


(28)

commit to user

bukan terutama bagi pemuasan keinginan dan kebutuhan manusia, tetapi demi profit dan keuntungan. Kedua, dalam masyarakat komoditas, muncul kecenderungan umum ke arah konsentrasi kapital yang massif dan luar biasa yang memungkinkan penyelubungan operasi pasar bebas demi keuntungan produksi massa yang dimonopoli dari barang-barang yang distandarisasi. Kecenderungan ini akan benar-benar terjadi, terutama terhadap industri komunikasi. Ketiga, hal yang lebih sulit dihadapi oleh masyarakat kontemporer adalah meningkatnya tuntutan terus menerus, sebagai kecenderungan dari kelompok yang lebih kuat untuk memelihara, melalui semua sarana yang tersedia, kondisi-kondisi relasi kekuasaan dan kekayaan yang ada dalam menghadapi ancaman-ancaman yang sebenarnya mereka sebarkan sendiri. Dan keempat, karena dalam masyarakat kita kekuatan-kekuatan produksi sudah sangat maju, dan pada saat yang sama, hubungan-hubungan produksi terus membelenggu kekuatan-kekuatan produksi

yang ada, hal ini membuat masyarakat komoditas “sarat dengan

antagonisme” (full of antagonism). Antagonisme ini tentu saja tidak

terbatas pada “wilayah ekonomi” (economic sphere) tetapi juga ke

“wilayahbudaya” (cultural sphere).

Sebagaimana dikemukakan Adorno dan Horkheimer, industri budaya dapat dimengerti sebagai budaya yang sudah mengalami komodifikasi serta industrialisasi, diatur dari atas (maksudnya kalangan teknisi serta industriawan yang bekerja di media massa, misalnya surat


(29)

commit to user

kabar dan stasiun televisi), dan secara esensial memang diproduksi semata-mata untuk memperoleh keuntungan (making profits).

Dengan kata lain, industri budaya ditandai oleh proses industrialisasi dari budaya yang diproduksi secara massal serta memiliki imperatif komersial, sehingga proses yang berlangsung dalam industri budaya ini adalah komodifikasi, standardisasi, serta masifikasi.

Komodifikasi berarti memperlakukan produk-produk budaya sebagai komoditas yang tujuan akhirnya adalah untuk diperdagangkan. Standardisasi berarti menetapkan kriteria tertentu yang memudahkan produk-produk industri budaya itu mudah dicerna oleh khalayaknya. Adapun masifikasi berarti memproduksi berbagai hasil budaya dalam jumlah massal agar dapat meraih pangsa pasar seluas-luasnya.

2. Teori Kritis

E.M Griffin dalam bukunya A First Look At Communication Theory, memetakan adanya kecenderungan beberapa pendekatan dalam tradisi lingkungan komunikasi. Dalam penelitian-penelitian ilmu komunikasi terdapat tujuh tradisi yang biasa dipakai yaitu Tradisi Psikologi Sosial (The Socio-Psichological Tradition), Tradisi Cybernetik (The Cybernetic Tradition), Tradisi Retorika (The Retorical Tradition), Tradisi Semiotik (The Semiotic Tradition), Tradisi Kritis (The Critical Tradition), dan Tradisi Fenomenologi atau The Phenomenological


(30)

commit to user

Tradition (Narwaya, 2006 : 86). Pada penelitian ini, berpijak pada tradisi kritis.

Pendekatan-pendekatan kritis menyelidiki kondisi-kondisi social untuk mengungkapkan pengaturan-pengaturan yang merusak, biasanya tersembunyi di balik peristiwa sehari-hari (Littlejohn, 2001 : 207). Kebanyakan teori kritis mengajarkan bahwa pengetahuan adalah kekuatan, karena pemahaman cara-cara untuk mengambil tindakan dan merubah kekuatan-kekuatan yang menekan. Dalam ilmu sosial kritis melakukan sebuah usaha sadar untuk memadukan teori dan tindakan.

Penelitian kritis bertujuan mengungkapkan cara-cara dimana kepentingan-kepentingan yang berbenturan dan dimana konflik-konflik diselesaikan dengan keuntungan kelompok-kelompok tertentu terhadap yang lain. Proses dominasi seringkali tersembunyi dari pandangan, dan teori kritis bertujuan mengungkap proses-proses ini. Oleh karena itu, teori-teori kritis seringkali menyekutukan diri dengan kelompok-kelompok yang marginal.

Teori kritis menurut Horkheim (dalam Narwaya, 2006 : 163-164) mempunyai empat kekhasan ciri yaitu :

1. Bersifat histories, artinya teori kritis diperkembangkan berdasarkan situasi masyarakat yang konkret dan berpijak diatasnya.

2. Teori kritis juga kritis terhadap dirinya sendiri karena Teori Kritis dibangun atas kesadaran penuh dan keterlibatan penuh para


(31)

commit to user

pemikirnya. Dengan demikian membuka dari segala kritik, evaluasi dan refleksi terhadap dirinya.

3. Teori kritis selalu mempunyai kecurigaan penuh terhadap masyarakat aktual, karena secara mendasar ia selalu akan mempertanyakan segala kenyataan yang ada di balik kedok ideologis.

4. Teori kritis dibangun demi sebuah praksis, artinya Teori Kritis dibangun untuk mendorong terjadinya transformasi masyarakat dengan jalan praksis.

Pengertian Teori Kritis merupakan kelanjutan dari kultur perkembangan pemikir-pemikir kritis sejak Immanuel Kant, Hegel, Karl Marx, dan juga tradisi psikoanalisa Sigmund Freud. Teori Kritis

beranggapan bahwa yang terpenting bukan bagaimana “fakta”

diinterpretasikan, melainkan bagaimana fakta atau realitas dipahami secara holistik, dan menjadi bagian bersama dari subjek yang terlibat. Fokus yang menjadi kajian penting dalam ilmu sosial kritis adalah aksi masyarakat, dan perilaku manusia secara objektif. Ciri khas yang melekat pada Teori kritis adalah upaya untuk meneliti bukan hanya pada kenyataan yang parsial, melainkan seluruh totalitas yang berpengaruh (Narwaya, 2006 : 178). Jadi proyek Teori Kritis adalah upaya untuk memberi perlawanan kesadaran terhadap dominasi, cara teknologis ini. Teori kritis tidak berupaya mencari kebenaran sebuah fakta, apalagi membiarkannya dalam kondisi apa adanya. Teori ini berupaya menjelaskan fakta dalam rangka emansipasi terhadap kondisi masyarakat. Capaian akhir dari kesadaran


(32)

commit to user

kritis adalah sebuah perubahan yang signifikan terhadap kebutuhan-kebutuhan yang konkret dapat dirasakan masyarakat, dimana masyarakat adalah sumber sekaligus pelaku perubahan itu sendiri.

Karena teori kritis begitu luas, sangat sulit mengelompokannya dalam teori komunikasi. Dennis Mumby (dalam Littlejohn, 2001 : 208) mengklasifikasikan komunikasi dalam dua kelompok besar yaitu modern

dan posmodern, berdasar dikotomi sederhana ”posisi diskursus” dari

radikal modern ke modern postmodern, dengan rincian sebagai berikut : 1. Discourse of representative / positive modernis. Para ahli membuat

perbedaan tajam antara peneliti dan dunia. Orang menerima realitas diluar dirinya dan merepresentasikannya dengan bahasa. Yang termasuk dalam teori ini adalah semiotika, teori produksi dan penerimaan pesan.

2. Discourse of understanding / interpretive modern. Tidak ada jarak

antara peneliti dengan yang diteliti. Realitas digambarkan sebagai interaksi antara yang tahu dan ingin diketahui. Yang termasuk dalam teori ini simbolik interaksionis, konstruksi sosial, interpretasi dan budaya.

3. Discourse of suspicion (critical modernism). Ini berada pada tradisi

struktural. Karena itu merupakan sebuah kritik struktur yang digambarkan dari struktur sosial yang nyata ada disamping persepsi manusia dan berlangsung terus menerus.


(33)

commit to user

4. Discourse vulnerability (postmodern). Merupakan poststruktural

karena itu mengingkari keberadaan berbagai struktur sosial yang nyata berlangsung terus menerus.

Jadi critical modernism dan postmodern-lah yang merupakan

kelompok teori kritis.

a. Pendekatan strukturalis (Kritis Struktural)

Pendekatan ini meyakini bahwa dalam suatu struktur terdapat suatu penindasan. Teori kritis struktural berawal dari gagasan-gagasan Karl Mark (Littlejohn, 2001 : 208). Mark mengajarkan bahwa alat-alat produksi dalam masyarakat menentukan sifat masyarakat itu, yang merupakan pemikiran linear dasar marxisme, hubungan dasar suprastruktur. Perekonomian merupakan dasar semua struktur sosial. Dalam sistem kapitalis, keuntungan menggerakkan produksinya, sehingga mendominasi buruh. Kelompok kelas pekerja ditekan kelompok yang lebih kuat. Semua institusi yang memperkuat dominasi dalam sebuah masyarakat kapitalis dimungkinkan oleh sistem perekonomian ini. Bila kelas pekerja melawan kelas dominan, alat produksi bisa dirubah dan pembebasan buruh dapat dicapai. Pembebasan ini membuat kemajuan alamiah yang lebih jauh dalam sejarah, dimana kekuatan-kekuatan penekan berbenturan dalam sebuah dialektis yang mengakibatkan munculnya sebuah tatanan sosial yang lebih tinggi. Teori marxis ini disebut analisis ekonomi politik.


(34)

commit to user

Berbeda dengan model sederhana dasar suprastruktur Marx. Kebanyakan teori kritis kontemporer memandang proses sosial sebagai overdetemined atau disebabkan oleh berbagai sumber. Mereka memandang struktur sosial sebagai sebuah sistem dimana banyak hal saling berinteraksi. Para teoritisi kritis menganggap tugas mereka adalah saling mengungkap kekuatan penekan melalui analitis dialektis yang dirancang untuk mengekspos perjuangan mendasar antara kekuatan-kekuatan yang bertentangan.

Bahasa merupakan kendala penting bagi ekspresi individu, karena bahasa dari kelas yang dominant menyulitkan kelompok dari kelas pekerja untuk memahami situasi mereka. Bahasa yang dominan menentukan dan memperkuat tekanan terhadap kelompok marginal. Adalah tugas teoritisi untuk menciptakan bentuk-bentuk bahasa baru yang akan memungkinkan ideolog dominan diekspos.

Hegemoni merupakan proses dominasi, dimana sekumpulan pemikiran merongrong atau menekan yang lain (Littlejohn, 2001 : 211). Ia merupakan proses melalui mana sebuah kelompok menjalankan kepemimpinan atas yang lain. Konsep ini diuraikan secara lengkap oleh Marxis Italia Antonio Gramsci.

Hegemoni bisa terjadi dengan banyak cara. Ia terjadi bila peristiwa-peristiwa atau teks diinterpretasikan dengan cara yang menaikkan kepentingan-kepentingan satu kelompok atas kelompok lain. Ini merupakan proses halus untuk membuat kepentingan kelompok


(35)

commit to user

bawahan tunduk pada kelompok dominan. Ideologi memerankan peran sentral dalam proses ini karena ia membentuk struktur bagaimana orang memahami pengalaman mereka dan menginterpretasikan peristiwa.

Dennis Mumby telah mengemukakan teori persuasif tentang hegemoni dalam organisasi-organisasi yang menggambarkan proses ini dengan baik. Menurut Mumby, organisasi merupakan tempat-tempat dimana perjuangan hegemoni berlangsung. Kekuasaan dibentuk dalam organisasi melalui dominasi satu ideologi lainnya. Mumby menunjukkan bagaimana budaya suatu organisasi melibatkan proses yang mengandung muatan politik. Komunikasi dalam organisasi tidak hanya berfungsi membentuk pengertian, tetapi juga menciptakan kekuasaan dan hegemoni.

Mahzab Frankfurt

Mahzab Frankfurt memperkenalkan studi komunikasi kritis yang menggabungkan beragam pendekatan, seperti ekonomi politik media, analisis teks budaya dan ideologi dari komunikasi dan budaya massa (Agger, 2003 : 180). Salah satu tradisi Marxis adalah aliran atau mahzab Frankfurt, yang merupakan suatu tradisi penting dalam studi-studi kritis sehingga sering dikenal sebagai Teori kritis. Mazhab Frankfurt mengemukakan prinsip dasar peradaban Barat yang di dalamnya khusus Marx tentang alienasi dapat ditempatkan dominasi pada masa kapitalisme akhir dapat dilacak dari ide Yunani awal tentang bagaimana orang (subyek) dapat menguasai dunia (objek). Teoritisi kritis mengemukakan


(36)

commit to user

sumber dominasi, seperti dalam Dialectic of Enlightmenr, Horkheimer dan Adorno mengembangkan konsep budaya. Dalam konsep industri budaya, mereka mengacu pada cara dimana hiburan dan media massa menjadi industri pada masa kapitalisme pasca Perang Dunia II baik dalam mensirkulasi komoditas budaya maupun dalam memanipulasi kesadaran manusia.

Penekanan mazhab Frankfurt pada potensi kritis seni dan budaya nonkomodifikasi, yang menahan penyerapannya ke dalam industri budaya, telah memicu serangan dari berbagai sisi. Kelompok konservatisme budaya menyatakan bahwa budaya memang dan seharusnya bersifat politis. Marxis ortodoks berpandangan bahwa karena keunggulan ekonomi, budaya bukanlah medan perang yang relevan. Pendukung cultural studies mengindikasikan kedukaan Frankfurt pada budaya tinggi. Akhirnya dari pinggiran mazhab Frankfurt itu sendiri, Walter Benjamin berpandangan bahwa reproduksi mekanisme budaya yang disebarluaskan melalui media cetak dan elektronik, memiliki potensi untuk menyebarkan pesan kritis dan kebebasan.

Industri budaya telah membantu memanipulasi kesadaran sehingga memperpanjang kapitalisme yang dulu kemundurannya diharapkan Marx. Meskipun Marx menyatakan budaya dapat berfungsi secara ideologis (misalnya analisis tentang agama), dia menakar secara lebih berat dalam analisi ekonomi politik kapitalismenya. Argumen industri budaya tidak mematahkan kerangka teoritis dasar Marx, yang mengaitkan logika kapital


(37)

commit to user

dengan hubungan manusia yang difetisisasi komoditaskan, membuat keuntungan melalui hubungan manusia yang dimistifikasi sehingga dialami sebagai sesuatu yang alami, pengaturan yang seolah-olah alami, yang disebut Marx sebagai fetisisme komoditas.

Intinya adalah bahwa mazhab Frankfurt memelopori culture studies dengan teori budaya mereka, mengatasi pelecehan mereka karena budaya pop lewat serangkaian pembacaan budaya secara provoatif. Jika teori budaya bagi mazhab Frankurt adalah satu latihan untuk melacak sejauhmana kedalaman dominasi telah tenggelam dalam pengalaman sehari-hari, cultural studies bagi teoritisi dan kritikus berikutnya difokuskan pada bagaimana kebudayaan sehari-hari mendapat kesempatan bagi perlawanan dan rekonstruksi lewat pengarang, pencipta, produser, dan distributor independent (Agger, 2003 : 186).

Teori Komunikasi Habermas

Habermas mengemukakan perubahan dari paradigma kesadaran yang menyetujui dualis barat atas subjek dan objek komunikasi ke paradigma komunikasi. Habermas percaya bahwa hanya dengan refleksi diri dan komunikasi, orang dapat benar-benar mengontrol nasib mereka dan merestrukturisasi masyarakat secara duniawi. Habermas berpandangan bahwa orang menghumanisasi dirinya melalui interaksi. Hanya melalui interaksi dan komunikasi orang dapat menguasai masyarakat, membentuk gerakan sosial dan meraih kekuasaan.


(38)

commit to user

Komunikasi menduduki posisi sentral dalam gerakan ini dan studi komunikasi masa adalah suatu yang sangat penting. Ilmuwan Framkfurt kontemporer paling terkenal adalah Jurgen Habermas dengan teori pragmatic universal dan transformasi masyarakat telah membawa pengaruh besar di Eropa dan Amerika. Teori Habermas beranjak dari pemikiran dan menampilkan pandangan kritis yang koheren tentang komunikasi dan masyarakat yang dikenal dengan istilah kapitalisme terorganisir (Agger, 2003 : 334). Habermas Littlejoh, 2001 : 213) mengajarkan bahwa masyarakat harus dipahami sebagai campuran tiga kepentingan besar yaitu pekerjaan, interaksi dan kekuasaan.

1. Pekerjaan terdiri dari usaha-usaha untuk menciptakan sumber daya material. Karena sifatnya sangat instrumental, pekerjaan pada dasarnya

merupakan sebuah ”kepentingan teknis”. Ia meliputi rasionalitas

instrumental, diwakili ilmu-ilmu yang bersifat empiris analitis. Teknologi digunakan sebagai instrumen mencapai hasil praktis dan didasarkan pada penelitian ilmiah.

2. Interaksi atau penggunaan bahasa dan sistem-sistem simbol lainnya dari komunikasi. Karena kerjasama sosial diperlukan untuk kelangsungan hidup, Habermas menamai item kedua ini sebagai

”kepentingan praktis”. Ia melibatkan pemikiran praktis dan diwakili

dalam ilmu sejarah dan hermeneutic. Kepentingan interaksi dapat dilihat dalam pembicaraan, konferensi, psikoterapi, hubungan keluarga, dan banyak usaha lainnya yang mengandung kerjasama.


(39)

commit to user

3. Kekuasaan atau tatanan sosial umumnya mengarah pada distribusi kekuasaan. Kekuasaan merupakan sebuah ”kepentingan emansipatif”. Rasionalisasi dari kekuasaan adalah self reflection dan cabang ilmu yang berhubungan dengannya adalah teori kritis.

Tidak ada aspek kehidupan yang bebas dari kepentingan, bahkan ilmu pengetahuan. Sebuah masyarakat yang emansipatif bebas dari dominasi kepentingan apapun, dan setiap orang memiliki kesempatan sama untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan. Habermas meyakini bahwa sebuah lingkup publik yang kuat, terpisah dari kepentingan pribadi diperlukan untuk menjamin tercapainya keadaan ini.

Habermas menggunakan istilah diskursus untuk menggambarkan jenis komunikasi khusus yang dibutuhkan saat pembicara ditentang.

Berbeda dengan komunikasi ”normal”, diskursus merupakan sebuah

argumentasi sistematis yang menggunakan daya tarik khusus untuk membuktikan validitas pernyataan. Ada berbagai diskursus tergantung jenis tindakan pembicaraan yang sedang dipertahankan. Pernyataan-pernyataan kebenaran dipertahankan dengan diskursus teoritisi yang memberi penekanan pada bukti. Bila kepantasan sedang diperdebatkan, digunakan diskursus praktis yang memberi penekanan pada bukti. Bila kepantasan sedang diperdebatkan, digunakan diskursus praktis yang memberi penekanan pada norma-norma. Jika serikat menolak usaha untuk bargaining, kita harus menggunakan diskursus praktis untuk menunjukkan kepantasan negosiasi. Masih ada satu tingkatan yang lebih tinggi yang


(40)

commit to user

kadang diperlukan yaitu diskursus metaetis yang mempertanyakan sifat dasar dari pengetahuan sendiri. Diskursus ini merupakan sebuah argumentasi filosofis tentang apa yang membentuk pengetahuan yang pantas.

Tanda-tanda kegagalan aliran Frankfurt membawa para ahli yang menganut aliran tersebut beralih mengandalkan kemampuan superstruktur, terutama dalam wujud media massa, guna menggantikan proses sejarah perubahan ekonomi. Budaya massa yang komersial dan universal merupakan sarana utama yang menunjang tercapainya keberhasilan monopoli modal tersebut. Seluruh sistem produksi barang, jasa dan ide yang diselenggarakan secara massal membuka kemungkinan diterimanya sebagian atau seluruh sistem kapitalis dengan ketergantungannya pada rasionalitas teknologi, konsumerisme, kesenangan jangka pendek dan

mitos ”tanpa kelas”. Komoditas merupakan alat utama dalam proses

tersebut.

b. Pendekatan Post Struktralis

Penekanan pada pendekatan post strukturalis adalah studi-studi budaya melibatkan penelitian tentang cara-cara budaya dihasilkan melalui perjuangan antara ideologi-ideologi. Teori budaya Marxis khususnya Mazhab Frankfurt melihat tradisi studi budaya bersifat reformis dalam orientasinya. Kebudayaan sebagai fenomena yang lebih independent, bukan semata-mata refleksi atau representasi sistem ekonomi namun benar-benar tampak beroperasi secara independen dari ekonomi. Citra ini


(41)

commit to user

terutama untuk mendapatkan efek yang mempengaruhi imajinasi dan perilaku masyarakat (Agger, 2003 : 249). Ilmuwan ingin melihat perubahan-perubahan dalam masyarakat barat dan memandang ilmu mereka sebagai sebuah perjuangan budaya sosialis. Mereka meyakini bahwa perubahan tersebut terjadi melalui dua cara.

1. Melalui identifikasi kontradiksi dalam masyarakat, resolusi yang akan mengarah pada perubahan positif dan bukannya menekan.

2. Memberikan interpretasi yang akan membantu orang memahami dominasi dan jenis-jenis perubahan yang dikehendaki (Littlejohn, 2001 : 217)

Studi komunikasi massa adalah sentral bagi penelitian ini, karena media dipandang sebagai alat yang kuat dari ideologi dominan. Media memiliki potensi untuk membangkitkan kesadaran masyarakat tentang masalah-masalah kelas, kekuasaan dan dominasi. Tapi kita harus berhati-hati dalam menginterpretasikan studi budaya karena media merupakan kumpulan kekuatan institusional yang jauh lebih besar.

Ada dua definisi budaya dalam ”studi-studi budaya”. Pertama adalah

pemikiran-pemikiran yang sama dimana masyarakat bersandar, atau cara-cara kolektif dimana suatu kelompok diproduksi dan di reproduksi dalam praktek-prakteknya.

Teori budaya menyatakan bahwa masyarakat kapitalis didominasi oleh ideologi tertentu dari elit. Bagi pekerja di masyarakat ideologi yang dominan itu tidak nyata karena ia tidak merefleksikan kepentingan mereka. Sebaliknya ideologi yang dominan itu terlibat dalam sebuah hegemoni menentang


(42)

commit to user

kelompok yang tidak berdaya. Meskipun demikian, hegemoni selalu merupakan proses mengalir, apa yang oleh Hall (Littlejohn, 2001 : 218)

disebut sebagai suatu keadaan temporer dalam sebuah “arena perjuangan”. Oleh sebab itu kita harus “berfikir tentang masyarakat sebagai formasi yang

kompleks, bisa bertentangan, selalu spesifik secara historis”. Dengan kata lain, perjuangan antara ideologi-ideologi yang saling bertentangan senantiasa berubah.

Teori Marxis awal mengajarkan bahwa infrastruktur (basis sumber daya ekonomi) menentukan suprastruktur. Tetapi dalam studi-studi budaya, hubungan tersebut diyakini sebagai sesuatu yang lebih kompleks. Kekuatan-kekuatan dari masyarakat dianggap overdetermined atau disebabkan oleh berbagai sumber. Oleh sebab itu, infrastruktur bisa saling bergantung. Karena kompleksnya hubungan sebab akibat dalam masyarakat, tidak ada kondisi-kondisi tertentu yang dibutuhkan untuk memunculkan suatu hasil tertentu.

3. Ideologi sebagai Distorsi Realitas

Dalam pengertian paling umum, ideologi adalah pikiran yang terorganisir, yakni nilai, orientasi, kecenderungan yang saling melengkapi sehingga terbentuk perspektif-perspektif ide yang diungkapkan melalui komunikasi dengan media teknologi dan komunikasi antar pribadi (Lull, 1998 : 1). Ideologi merupakan ungkapan yang tepat untuk mendeskripsikan nilai dan agenda publik suatu bangsa, kelompok agama, kandidat dan pergerakan politik, dan sebagainya. Tetapi istilah itu paling sering menunjukkan


(43)

commit to user

hubungan antara informasi dan kekuatan sosial dalam konteks ekonomi politik dan ekonomi dalam masyarakat.

Sejalan dengan pemikiran Karl Marx, ideologi dimengerti oleh Karl

Mark (Suseno, 2001 : 122) sebagai, ”ajaran yang menjelaskan suatu keadaan,

terutama struktur kekuasaan, sedemikian rupa sehingga orang mengganggapnya sah, padahal jelas tidak sah. Ideologi melayani kepentingan kelas berkuasa karena memberikan legitimasi kepada suatu keadaan yang

sebenarnya tidak memiliki legitimasi”. Sebuah ideologi merupakan

sekumpulan pemikiran yang membentuk struktur realita suatu kelompok, sebuah sistem perwakilan atau sebuah kode dari pengertian-pengertian yang mengatur bagaimana individu dan kelompok memandang dunia. Menurutnya,

sejumlah gagasan dapat didistorsikan atau realitas mampu ”dibalikkan” sebab

realitas itu sendiri selalu berubah-ubah. Dengan cermat Mark menempatkan ideologi secara sekunder, sebab ideologi tidak lebih sebagai hasil dari pembalikan (invension) atau distorsi yang berasal dari realitas sosial yang sesungguhnya terjadi. Penegasan dapat disimak dari pernyataan Mark (dalam Kartono, 2005 : 10).

The ideas of the rulling class are in every epoch the rulling idea, i.e. the class which is the rulling material face of society, is at the same time its rulling intellectual face. The class which has the means of material production at its disposal, has control at the same time over the means of mental production, so that there by, generally speaking, the ideas who lack the means of mental production are subject to it. Jadi, gagasan-gagasan dari kelas yang berkuasa menjadi gagasan yang dominan atau berkuasa. Ini sebabnya kelas berkuasa itu mempuntai kekuatan material dalam masyarakat maka dengan sendirinya menentukan kekuatan


(44)

commit to user

intelektualnya. Dan kelompok yang tidak memiliki perangkat-perangkat produksi mental akan dengan sendirinya menyerah dan tunduk terhadap gagasan-gagasan yang diproduksi oleh kelas berkuasa.

Seperti juga pendapat marxisme klasik, ideology adalah sekumpulan pemikiran yang tidak sesuai yang diperkuat oleh kekuatan politik yang dominan (Littlejohn, 2001 : 215). Bagi marxis klasik, ilmu pengetahuan harus digunakan untuk mengungkap kebenaran dan mengatasi kesadaran yang salah tentang ideology. Jadi pada dasarnya ideology terdiri dari sejumlah gagasan yang mendistorsikan realitas yang sebenarnya guna memuluskan kepentingan dari kelas yang berkuasa (the rulling class). Ideologi menjadi pemalsuan dan serentak menjadi distorsi dari realitas sosial yang sesungguhnya terjadi dalam masyarakat sehingga kelas yang dikuasai dapat diketahui begitu saja.

Dalam teori Kritis, realitas tidak dimaknai sebagai sesuatu yang apa adanya dan terpisah dari konstruksi sejarah, sosial, ekonomi, politik dan budaya. Realitas selalu terbangun dari hasil kontradiksi-kontradiksi yang terbentuk dalam masyarakat. Sebuah fakta atau realitas tidaklah stagnan dan berhenti, melainkan selalu bergerak, berubah dan berkembang.

Komunikasi, terutama melalui media memainkan peran khusus dalam mempengaruhi budaya tertentu melalui penyebaran informasi. Media sangat penting karena mereka menampilkan langsung cara memandang realita. Meskipun media menggambarkan ideologi secara eksplisit dan langsung, suara yang menentang akan selalu ada sebagai bagian dari perjuangan dialektis antar kelompok dalam masyarakat. Media tetap saja dikuasai oleh


(45)

commit to user

ideologi yang berkuasa, oleh sebab itu mereka menghadapi suara-suara yang menentang dari dalam kerangka ideologi yang dominan, yang mendatangkan pengaruh pada pendefinisian kelompok-kelompok sebagai ”batas”. Ironi dari media terutama televisi adalah bahwa mereka menampilkan ilusi keragaman dan objektivitas, sementara dalam kenyataannya mereka merupakan instrumen-instruemen yang jelas dari tatanan yang dominan. Para produser mengendalikan isi media melalui cara-cara tertentu untuk menyandikan pesan-pesan. Bagi Hall dan koleganya (dalam pendekatan postrukturalis), interpretasi teks-teks media selalu terjadi dalam perjuangan untuk memegang kendali ideologi. Dengan demikian sasaran utama studi budaya adalah untuk mengekspos bagaimana ideologi dari kelompok yang kuat dipertahankan dengan sungguh-sungguh dan bagaimana ideologi tersebut bisa ditentang untuk menumbangkan sistem kekuasaan yang menekan hak-hak kelompok tertentu

B. Tinjauan Pariwisata 1. Pariwisata

a. Pengertian Pariwisata

Pada hakekatnya berpariwisata adalah suatu proses kepergian sementara dari seseorang atau lebih menuju tempat lain di luar tempat tinggalnya. Dorongan kepergiannya adalah karena berbagai kepentingan, baik karena kepentingan ekonomi, social, kebudayaan, politik, agama, kesehatan maupun kepentingan lain seperti karena


(46)

commit to user

sekedar ingin tahu, menambah pengalaman ataupun untuk belajar. (Suwantoro, 2007 : 3-4).

Pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan orang untuk sementara waktu, yang diselenggarakan dari satu tempat ke tempat lain, dengan suatu perencanaan dan bermaksud bukan berusaha untuk mencari nafkah di tempat yang dikunjungi, tetapi semata-mata untuk menikmati kegiatan pertamasyaan dan rekreasi atau memenuhi keinginan yang beraneka ragam. (Sihita, 2000 : 46-47).

Menurut pakar pariwisata, Nyoman.S.Pandit “pariwisata” adalah

segala sesuatu yang berhubungan bergeraknya manusia dan benda yang membawa dinamika di dalam kehidupan.

Istilah pariwisata berhubungan erat dengan pengertian perjalanan wisata, yaitu sebagai suatu perubahan tempat tinggal sementara seseorang diluar tempat tinggalnya karena suatu alasan dan bukan untuk melakukan kegiatan yang menghasilkan upah. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perjalanan wisata merupakan suatu perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau lebih dengan tujuan antara lain untuk mendapatkan kenikmatan dan memenuhi hasrat untuk mengetahui sesuatu. Dapat juga karena kepentingan yang berhubungan dengan kegiatan olahraga untuk kesehatan, konvensi, keagamaan dan keperluan usaha yang lainnya. (Suwantoro, 2007 : 4).


(47)

commit to user

b. Pengertian Wisatawan

Wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata sehingga dapat diambil kesimpulan, bahwa semua orang yang

melakukan perjalanan wisata dinamakan “Wisatawan”. Apapun

tujuannya yang penting perjalanan itu bukan untuk menetap dan tidak untuk mencari nafkah ditempat yang dikunjungi. Syarat-syarat daripada tourist menurut para pakar pariwisata dan organisasi international yaitu :

1) Perjalanan dlkaukan secara sukarela.

2) Perjalaan ke tempat lain diluar wilayah/Negara tempat tinggalnya. 3) Bersifat sementara, menginap paling tidak satu malam.

4) Tidak untuk mencari nafkah. 5) Tujuannya semata-mata untuk :

a) Pesiar, liburan, belajar dan olahraga.

b) Kunjungan usaha, tugas dan menghadiri pertemuan.

Seseorang atau kelompok orang yang melakukan suatu perjalanan wisata disebut dengan wisatawan (tourist), jika lama tinggalnya sekurang-kurangnya 24 jam di daerah atau Negara yang dikunjungi. Apabila mereka tinggal di daerah atau Negara yang dikunjungi kurang dari 24 jam maka mereka disebut pelancong (excursionist). (Suwantoro, 2007 : 4).


(48)

commit to user

IUOTO (The International Union Of Official Travel

Organization) menggunakan batasan mengenai wisatawan secara

umum :

Pengunjung (visitor), yaitu setiap orang yang datang ke suatu Negara atau tempat tinggal lain dan biasanya dengan maksud apapun kecuali untuk melakukan pekerjaan yang menerima upah. Jadi ada dua kategori mengenai sebutan pengunjung, yakni :

1) Wisatawan (tourist), 2) Pelancong (excursionist).

Wisatawan adalah pengunjung yang tinggal sementara, sekurang-kurangnya 24 jam disuatu Negara. Wisatawan dengan maksud perjalanan wisata dapat digolongkan menjadi :

1) Pesiar (leasure), untuk keperluan rekreasi, liburan, kesehatan, studi, keagamaan dan olahraga.

2) Hubungan dagang, sanak saudara, handai taulan, konferensi, misi dan sebagainya.

Pelancong (excursionist) adalah pengunjung sementara yang

tinggal disuatu Negara dalam waktu kurang dari 24 jam.

c. Pengertian Obyek Wisata

Sesuai Undang-Undang RI No.10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan yang dimaksud obyek wisata adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran pariwisata meliputi :


(49)

commit to user

1) Ciptaan Tuhan, yang berwujud keadaan alam serta flora fauna seperti : pemandangan alam, panorama indah, hutan rimba dengan tumbuhan hutan tropis, serta binatang-binatang langka. 2) Karya manusia yang berwujud peninggalan purbakala,

peninggalan sejarah, wisata agro (pertanian), wisata tirta (air), wisata petualangan, taman rekreasi dan tempat hiburan.

3) Obyek pariwisata dan segala atraksi yang diperlihatkan merupakan daya tarik utama, mengapa seseorang datang berkunjung pada suatu tempat, oleh karena itu keaslian dari obyek dan atraksi yang disuguhkan haruslah dipertahankan sehingga wisatawan hanya ditempat tersebut dapat melihat dan menyaksikan obyek tersebut. (Yoeti, 2007 : 58).

Daya tarik wisata yang juga disebut obyek wisata merupakan potensi yang menjadi pendorong kehadiran wisatawan ke suatu daerah tujuan wisata.

Pengusahaan objek dan daya tarik wisata dikelompokkan ke dalam : 1) Pengusahaan objek dan daya tarik wisata alam.

2) Pengusahaan objek dan daya tarik wisata budaya. 3) Pengusahaan objek dan daya tarik wisata minat khusus.

Dalam kedudukannya yang sangat menentukan itu maka daya tarik wisata harus dirancang dan dibangun/dikelola secara profesional sehingga dapat menarik wisatawan untuk datang.


(50)

commit to user

C. Pemasaran Pariwisata

Kotler (2001) menyebutkan pemasaran sebagai suatu proses sosial dan manajerial yang membuat individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan lewat penciptaan dan pertukaran timbal balik produk dan nilai dengan orang lain.

Sementara itu, Pawitra (2001:264-265) menjelaskan pemasaran adalah adanya pertukaran barang dengan barang, barang dengan jasa, atau jasa dengan jasa dari satu pihak dengan pihak lain, baik yang sifatnya terbatas maupun luas dan kompleks. Pertukaran terbatas hanya terdiri atas dua pihak saja, sedangkan pertukaran yang luas bisa melibatkan lebih dari dua pihak, yaitu bukan hanya pihak pembeli dan penjual saja, akan tetapi melibatkan pihak lain yang tidak secara langsung bertemu dengan konsumen.

Bogozzi dalam Pawitra (2001) menggambarkan bahwa proses pertukaran yang kompleks melibatkan beberapa pihak yang tidak secara langsung saling terkait. Lebih jelasnya proses pertukaran dapat dilihat pada bagan berikut:


(51)

commit to user

Hiburan, kenikmatan, informasi produk dll

Perhatian, dukungan,

berpotensi untuk membeli kesempatan $10 mendapatkan iklan pd prog tv

$ 8

penerapan produk dimedia massa Gambar 1. Proses Pertukaran

Sumber: diadaptasi dari model pertukaran kompleks Richard P. Bogozzi dalam Pawitra (2001)

Pemasaran pariwisata (tourism marketing) adalah suatu sistim dan koordinasi yang dilaksanakan sebagai suatu kebijakan bagi perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang kepariwisataan, baik milik swasta maupun pemerintah, dalam ruang lingkup lokal, regional, nasional dan internasional untuk dapat mencapai kepuasan wisatawan dengan memperoleh keuntungan yang wajar (Yoety 2000:30).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemasaran pariwisata merupakan keseluruhan aktivitas yang diarahkan untuk memberikan informasi kepada konsumen yang bertujuan untuk memuaskan keinginan wisatawan sebagai konsumen. Untuk melaksanakan kegiatan ini perlu disusun suatu strategi pemasaran yang diarahkan pada usaha untuk

Orang

Penerbit Agensi Periklanan

TV

Tayangan program dan komersil


(52)

commit to user

memenuhi kebutuhan dan keinginan wisatawan, khususnya pada target wisata yang akan dilayani.

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan untuk mempengaruhi calon wisatawan agar mau memanfaatkan produk pariwisata yang ditawarkan adalah sebagai berikut:

1. Menawarkan produk pariwisata yang bernilai, yaitu memiliki keunggulan kualitas dan pelayanan produknya (produck).

2. Menerapkan harga produk pariwisata yang wajar, dalam arti ada kesamaan manfaat antara penjual dan pembeli (price).

3. Mengupayakan terjalinnya komunikasi dengan calon pembeli melalui usaha promosi untuk meyakinkan akan manfaat dan kualitas produk pariwisata yang ditawarkan kepada target pasar yang dilayani (promotion).

4. Menciptakan model saluran distribusi penjualan produk pariwisata yang mampu menjamin ketersediaannya dalam berbagai situasi (distribution).

D. KERANGKA PEMIKIRAN

Tabut berasal dari upacara berkabung Kaun Syiah, dibawa ke Bengkulu oleh para tukang yang membangun Benteng Marlborough dari negeri mereka yaitu Madras-Benggali bagian selatan India. Upacara ini selanjutnya diwariskan mereka anak cucu mereka yang kemudian ada diantaranya uang berasimilasi dengan orang Bengkulu. Karena upacara ini telah berlangsung cukup lama (sekitar dua abad) maka dipandang sebagai


(53)

commit to user

upacara tradisional orang Bengkulu telah menjadi milik mereka dari kalangan kaum sipai maupun seluruh masyarakat melayu Bengkulu. Dengan demikian tepatlah bila upacara ini digolongkan sebagai upacara tradisional dari suku bangsa Melayu Bengkulu.

Tujuan dari upacara ini pada mulanya adalah untuk meningkatkan rasa cinta mereka kepada ahlul-bait (Keluarga Rasulullah Saw) umumnya dan kepada Husin bin Ali khususnya, disamping itu untuk memupuk rasa

permusuhan kepada keluarga Yazid bin Mu‟aviyyah Khalifah Bani Umayyah

yang memerintah waktu itu beserta Gubernur Ubaidillah bin Ziyad yang memerintahkan penyerangan terhadap Husin bin Ali beserta lasykarnya. Bagi orang Bengkulu pada umumnya dan keluarga Sipai pada khususnya tujuan dari upacara ini adalah untuk menanamkan rasa bangga atas budaya leluhur juga untuk serta melestarikan kebudayaan daerah pada khususnya dan kebudayaan Nasional pada umumnya.

Kabudayaan daerah tersebut, perlu dikelola dengan baik selain dapat menjadi pariwisata budaya yang menghasilkan pendapatan untuk pemerintah baik pusat maupun daerah, juga dapat menjadi lahan pekerjaan yang menjanjikan bagi masyarakat sekitarnya. Terlebih lagi pertumbuhan ekonomi sekarang ini sebagai dampak dari semakin maju dan berkembangnya sector pariwisata semakin nampak menggembirakan. Usaha yang dilakukan melalui sector pariwisata mampu membawa perubahan-perubahan dalam masyarakat seperti meningkatkan kesejahteraan masyarakat, baik berupa material maupun spititual.


(54)

commit to user

Konteks pengembangan pariwisata terutama wisata religi seperti halnya Tabot, tentulah memunculkan kegairahan di satu pihak, namun di pihak lain tidak pelak akan berhadapan dengan konsekuensi-konsekuensi yang tentunya harus disikapi secara bijaksana. Dengan demikian, untuk meningkatkan pariwisata dan budaya Propinsi Bengkulu, Tabot sebagai upacara religi dapat dikomodifikasi sebagai aset pariwisata sehingga nantinya dapat dipasarkan menggunakan komunikasi pemasaran terpadu untuk meningkatkan sektor pariwisata di Propinsi Bengkulu. Alur berpikir dalam penelitian ini dapat dilihat pada bagan berikut.

Gambar 2 Kerangka Berpikir Teori Kritis

Pem prov Bengkulu

Upacara Religi Tabot Symbol komunikasi

Pariwisata Bengkulu Komodifikasi


(55)

commit to user

41 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

E. Desain Penelitian

1. Bentuk Penelitian adalah penelitian kualitatif. Menurut Lexi J. Moleong (2006: 3) metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Dalam penelitian ini, peneliti memilih penelitian kuantitatif karena dengan penelitian kualitatif maka peneliti dapat menggambarkan objek penelitian secara holistik berdasarkan realitas sosial yang ada dilapangan. Oleh karena itu, sesuai pendapat tersebut di atas, maka bentuk penelitian ini adalah penelitian kualitatif dan bersifat deskriptif. Penelitian deskriptif kualitatif yaitu penelitian yang mengambil masalah-masalah yang ada pada masa sekarang dengan menggambarkan objek yang menjadi pokok permasalahannya dengan mengumpulkan, menyusun, mengklasifikasikan lalu menganalisa dan menginterpretasikan. 2. Strategi Penelitian

a. Strategi yang dipakai dalam penelitian ini bersifat deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang mengarah pada pendeskripsian secara rinci dan mendalam mengenai potret dan kondisi tentang apa yang sebenarnya terjadi menurut apa adanya di lapangan (HB. Sutopo, 2002 : 111).


(56)

commit to user

b. Jenis penelitian adalah penelitian dasar (basic research). Penelitian

dasar hanya bertujuan memahami mengenai suatu masalah, dan tidak dimaksudkan untuk menemukan cara pemecahan masalah dengan tindakan yang bersifat aplikasi praktis seperti halnya dalam penelitian terapan (applied research) (HB. Sutopo, 2002 : 109). Penelitian dasar

juga sering disebut sebagai penelitian murni (pure research). Kegiatan

penelitian ini dimaksudkan untuk mengembangkan konsep, mengembangkan teori, menguji hipotesa, atau menguji kebenaran suatu teori.

c. Bentuk penelitian ini adalah studi kasus. Bentuk penelitian ini dipilih karena permasalahan dan fokus penelitian sudah ditentukan maka jenis strateginya secara khusus disebut sebagai studi kasus. Penelitian ini dilakukan pada satu lokasi, yaitu Propinsi Bengkulu untuk menggali informasi mengenai satu kasus tentang komodifikasi Tabot. Menurut HB. Sutopo (2002 : 112) karakteristik yang sama atau seragam maka penelitian tersebut tetap merupakan studi kasus tunggal. Terpancang artinya terfokus, maksudnya dalam dalam penelitian ini memfokuskan pada suatu masalah yang sudah ditetapkan sebelum peneliti terjun ke tempat penelitian. Disebut tunggal karena penelitian ini merupakan penataan secara rinci aspek-aspek tunggal.


(57)

commit to user

F. Sumber Data

HB. Sutopo (2002 : 52) mengatakan bahwa sumber data mencakup informan, peristiwa atau aktivitas, tempat atau lokasi, benda, beragam gambar, rekaman, dokumen dan arsip. Dengan demikian, sumber data diperoleh dari kepustakaan melalui sumber-sumber buku, surat kabar, serta media internet dan penelitian lapangan melalui proses wawancara dengan pihak-pihak yang terkait dengan Pariwisata Propinsi Bengkulu dan perayaan festival Tabot.

G. Teknik Sampling

Dalam penelitian kualitatif teknik yang digunakan untuk menarik sample penelitian bersifat selektif. Sampel yang dimaksud dalam penelitian kualitatif merupakan sampel yang berfungsi untuk menggali beragam informasi penting dan jumlah sampel yang diambil bukan untuk mewakili populasi melainkan untuk menggali beragam informasi sebanyak-banyaknya sesuai dengan yang dibutuhkan sehingga pengambilan sampel harus dilakukan sevariatif mungkin. Teknik sampling yang dipilih adalah purposive sampling, yaitu teknik

mendapatkan sampel dengan memilih individu-individu yang dianggap mengetahui informasi dan masalahnya secara mendalam dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data (H.B Sutopo 2002 : 185). Peneliti memilih informan yang dipandang tahu dan cukup memahami tentang komodifikasi Tabot di Propinsi Bengkulu


(58)

commit to user

H. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif, maka teknik-teknik pengumpulan data yang digunakan berbeda dengan penelitian kuantitatif yang mengarahkan pada perhitungan statistik. Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan berbagai pertimbangan berdasar konsep teknik yang digunakan, keingintahuan pribadi, karakteristik empiris dan sebagainya (Sutopo, 2002 : 21). Adapun untuk memperoleh gambaran mengenai komodifikasi upacara religi Tabot, penulis menggunakan teknik :

1. Wawancara adalah metode yang mengajukan pertanyaan secara lisan dengan bertatap muka. Metode ini dilakukan dengan pihak Dinas Pariwisata, Pemprof sebagai pengelola maupun penyelenggara festival Tabot dan tokoh adat yang memahami masalah Tabot

2. Studi Lapangan/Dokumentasi

HB. Sutopo (2002 : 54) yang mendefinisikan dokumen atau data sekunder merupakan bahan tertulis yang berhubungan dengan sesuatu peristiwa atau aktivitas tertentu. Ia merupakan rekaman tetapi juga berupa gambar atau benda peninggalan yang berkaitan dengan suatu aktivitas tertentu. Studi dokumentasi dilakukan dengan datang pada saat perayaan Tabot dan meneliti daya tarik dan ciri khas festival Tabot di Propinsi Bengkulu dalam bentuk foto dan video.

3. Penelitian pustaka adalah data pendukung yang diperoleh dari berbagai sumber media cetak sebagai kajian literatur.


(59)

commit to user

I. Validitas Data

Setiap data yang disajikan dalam sebuah penelitian diperlukan kevalidan untuk meyakinkan dan memastikan kebenarannya. Data dapat dinyatakan valid apabila tidak ada perbedaan antara yang dilaporkan peneliti dengan apa yang sesumgguhnya terjadi pada objek yang diteliti. Untuk meyakinkan kebenarannya ini maka dibutuhkan teknik trianggulasi. Dikatakan oleh Moleong (2005 : 330) triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Teknik trianggulasi menurut Patton (dalam Sutopo, 2002 : 31) dibedakan menjadi empat yaitu :

1. Triangulasi data, peneliti menggunakan beberapa sumber data untuk mengumpulkan data yang sama.

2. Triangulasi investigator adalah pengumpulan data yang dilakukan oleh beberapa peneliti

3. Triangulasi metodologi adalah penelitian yang dilakukan dengan menggunakan metode yang berbeda ataupun dengan mengumpulkan data yang sejenis tetapi dengan pengumpulan data yang berbeda

4. Triangulasi teoritik, adalah melakukan penelitian tentang topik yang sama dan datanya dianalisis dengan menggunakan beberapa perspektif teoritis yang berbeda.

Adapun dalam penelitian ini validitas data yang digunakan adalah triangulasi data, yaitu peneliti menggunakan beberapa sumber data untuk mengumpulkan data yang sama sehingga akan saling mengontrol, dari data hasil


(60)

commit to user

wawancara,observasi dan dokumentasi dengan sumber yang berbeda, yang berasal dari pejabat dinas pariwisata Propinsi Bengkulu.

J. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola dan suatu uraian dasar. Proses analisis data merupakan usaha untuk menemukan jawaban atas pertanyaan perihal rumusan dan hal-hal yang diperoleh dalam penelitian (Miles dan Huberman, 2007 : 15).

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif. Penelitian ini memperoleh data berwujud kata-kata bukan rangkaian angka. Analisis kualitatif menggunakan kata-kata yang biasanya disusun dalam teks yang diperluas (Sutopo, 2002 : 96). Dengan model analisis ini, analisis telah dilakukan sejak pengumpulan data. Dalam hal ini terdapat tiga komponen analisis yaitu reduksi data, sajian data dan penarikan kesimpulan atau verivikasinya.

Sedangkan aktifitas dilakukan dalam bentuk interaktif dengan proses pengumpulan data sebagai proses siklus. Dalam model ini peneliti tetap bergerak dalam komponen analisis seperti tersebut di atas (Sutopo, 2002 : 96).

Ditengah-tengah waktu pengumpulan data dan analisis data juga akan dilakukan audit data demi validitas data. Sedangkan sesudah pengumpulan data selesai, bila masih terdapat kekurangan data, dengan menggunakan waktu yang tersedia, maka peneliti dapat kembali ke lokasi penelitian untuk


(61)

commit to user

pengumpulan data demi kemantapan kesimpulan. Untuk lebih jelasnya, proses analisis data dengan model interaktif ini dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 3

Model Analisis Interaktif

Sumber : Sutopo, 2002 : 96 Pengumpulan data

Reduksi data Sajian data

Penarikan simpulan/ verifikasi


(62)

commit to user

48 BAB IV

PENYAJIAN DATA DAN PEMBAHASAN

K. Lokasi dan Penduduk

1. Letak dan Kondisi Geografis

Provinsi Bengkulu terletak antara 2o16′-5º31‟ Lintang Selatan dan 101o01′- 103o46′ Bujur Timur, membentang sejajar dengan Bukit Barisan dan berhadapan langsung dengan Samudra Indonesia dengan panjang pantai lebih kurang 525 km, secara geografis berbatasan : Sebelah Utara dengan Provinsi Jambi dan Sumatera Selatan; Sebelah Selatan Samudra Indonesia; Sebelah Barat Provinsi Sumatera Barat; dan Sebelah Timur Provinsi Lampung.

Luas Wilayah Administrasi mencapai 1.978.870 hektar atau 19.788,7 kilometer persegi, terdiri dari 8 Kabupaten dan I Kota, yaitu : Kabupaten Bengkulu Utara dengan lbukota Argamakmur luas wilayah mencapai 5.584,54 km 2 (28,04 %), Kabupaten Mukumuko dengan lbukota Mukomuko luas wilayah mencapai 4.036,70 (20,40 %), Kabupaten Kepahiang dengan lbukota Kepahiang luas wilayah 704,57 (3,56 %), Kabupaten Rejang Lebong dengan lbukota Curup luas wilayah 1.47/5,99 (7,46 %), Kabupaten Lebong dengan lbukota Muara Aman luas wilayah 1.929,24 (9,75%), Kabupaten Seluma dengan lbukota Seluma luas wilayah mencapai 2.400,44 ( 12,13%),


(63)

commit to user

Kabupaten Bengkulu Selatan dengan lbukota Manna luas wilayah mencapai 1.179,65 (5,96%), Kabupaten Kaur dengan lbukota Kaur luas wilayah 2,369,05 (11,97 %), dan Kota Bengkulu dengan lbukota Bengkulu luas wilayah mencapai 144,52 ( 0,73 %).

Kota Bengkulu yang terletak di pesisir barat pulau Sumatera mempunyai potensi alam untuk dikembangkan menjadi kota pariwisata. Kota Bengkulu disamping memiliki pantai yang sangat indah – yang merupakan pantai terpanjang kedua di dunia – juga memiliki situs-situs purbakala seperti rumah Bung Karno, rumah Fatmawati, Kampung Cina, Thomas Parr, Benteng Malborough, makam Sentot Ali Basa, serta mempunyai budaya khas yang dapat menyedot wisatawan. Kawasan pantai Kota Bengkulu membujur dari pantai jakat, pantai tapak paderi, dan pantai panjang termasuk kawasan sepanjang muara sungai Jenggalu dan pelabuhan pulau Bali. Untuk kepentingan itu, sedang dibangun jalan lingkar yang akan menghubungkan keenam fokus wisata tersebut, bahkan akan diteruskan pembangunan jalan sehingga di sepanjang pantai Kota Bengkulu akan dihubungkan dan akan juga dikembangkan wisata pantai.

Potensi yang dimiliki oleh kawasan pantai Kota Bengkulu telah disadari oleh Pemerintah Daerah dan kemudian dijadikan salah satu kebijakan yang strategis oleh Gubernur Bengkulu, yaitu menjadikan kawasan pantai tersebut sebagai kawasan wisata yang diharapkan mampu menyedot bukan saja wisatawan lokal, tetapi juga wisatawan nasional serta manca Negara. Terdapat enam focus bentuk wisata yang direncanakan


(64)

commit to user

yaitu wisata pantai, wisata urban, wisata rakyat, wisata air, wisata ekoturism dan wisata pelabuhan. Pengembangan wisata kawasan pantai kota Bengkulu ini diharapkan mampu meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan kesejahteraan masyarakat kota Bengkulu dan sekitarnya.

Namun demikian, pengembangan industri pariwisata di Kota Bengkulu ini harus tetap memperhatikan aspek-aspek formal seperti studi kelayakan, perijinan, Amdal dll. Serta tetap menjaga dan memperhatikan budaya masyarakat setempat.

Provinsi Bengkulu juga menjadi daerah yang memiliki kekayaan budaya yang cukup banyak. Pemerintah Daerah berkomitmen untuk mengangkat seluruh potensi budaya masyarakat agar lebih berkembang dan dikenal oleh dunia. Melalui upaya pengembangan kawasan wisata internasional, pemerintah daerah bermaksud mengintegrasikan potensi keindahan wisata alam yang masih asli di Bengkulu, dengan kemegahan peninggalan sejarah yang eksotis dan kemeriahan atraksi budaya masyarakat Bengkulu yang unik dan mempesona. Beberapa atraksi budaya yang secara rutin dilaksanakan di Bengkulu diantaranya adalah Festival Tabot.

2. Penduduk

Jumlah penduduk saat ini mencapai kurang lebih 1,6 juta jiwa yang tersebar pada 9 Kabupaten/Kota yaitu Kabupaten Muko-Muko, Kabupaten Bengkulu Utara, Kabupaten Bengkulu Selatan, Kabupaten Kaur,


(65)

commit to user

Kabupaten Seluma, Kabupaten Kepahiang, Kabupaten Rejang Lebong, Kabupaten Lebong dan Kota Bengkulu. Suku-suku besar yang mendiami dan dan menjadi cikal bakal penduduk Propinsi Bengkulu adalah Suku Serawai, Suku Rejang, Suku Melayu, Suku Lemak, Suku Muku-muko, Suku Pekal, Suku Enggano.

Hasil sensus tahun 2010 menyebutkan penyebaran penduduk masih bertumpu di Kota Bengkulu yakni 18,02 persen dari jumlah penduduk provinsi 1,7 juta jiwa. Lalu disusul Kabupaten Bengkulu Utara 14,96 persen, Rejang Lebong 14,38 persen, Seluma 10,09 persen, dan lima kabupaten lainya di bawah 10 persen. Sementara itu, kabupaten terbanyak penduduk di Provinsi Bengkulu setelah Kota Bengkulu adalah Bengkulu Utara tercatat 256.358 jiwa disusul Kabupaten Rejang Lebong 246.378 jiwa, dan Kota Bengkulu 308.756 jiwa.Sedangkan kabupaten terkecil penduduknya adalah Kabupaten Lebong dan Bengkulu Tengah masing-masing sebanyak 97.091 jiwa dan 98.570 jiwa. Rata-rata tingkat kepadatan penduduk Provinsi Bengkulu, saat ini sebanyak 87 orang perkilometer persegi. Dari 10 kabupaten/kota di daerah ini yang paling tinggi tingkat kepadatanya penduduknya hasil sensus 2010 ini adalah Kota Bengkulu yakni 2.136 kilometer persegi. Kepadatan penduduk paling terendah Kabupaten Mukomuko sebanyak 39 orang perkilometer persegi.


(66)

commit to user

L. Deskripsi Upacara

1. Deskripsi Upacara Tabot

Tabot adalah upacara tradisional masyarakat Bengkulu, Indonesia yang diadakan bertujuan untuk mengenang tentang kisah kepahlawanan dan kematian cucu Nabi Muhammad S.A.W, Saidina Hassan bin Ali dan Saidina Hussein bin Ali dalam peperangan dengan pasukan Ubaidillah bin Zaid di padang Karbala, Iraq pada tanggal 10 Muharam 61 Hijrah bersamaan (681 Masihi).

Perayaan di Bengkulu pertama kali dilakukan oleh Syeikh Burhanuddin yang lebih dikenali sebagai Imam Senggolo pada tahun 1685. Syeikh Burhanuddin (Imam Senggolo) telah menikahi dengan wanita Bengkulu kemudian anak mereka, cucu mereka dan keturunan mereka disebut sebagai keluarga Tabot. Upacara ini dilaksanakan dari tanggal 1 sehingga 10 Muharram (berdasarkan Kalendar Islam Hijrah) pada setiap tahun.

Pada awalnya inti dari upacara Tabot adalah untuk mengenang usaha pemimpin Syiah dan kaumnya mengumpulkan potongan tubuh Husein, mengarak dan memakamnya di Padang Karbala. Istilah Tabot berasal dari kata Arab Tabut yang secara harfiah bererti "kotak kayu" atau "peti".

Dalam al-Quran kata Tabot telah dikenali sebagai sebuah peti yang berisikan kitab Taurat. Bani Israel di masa itu dipercayai bahawa mereka akan mendapatkan kebaikan bila Tabot ini muncul dan berada di tangan


(67)

commit to user

pemimpin mereka. Sebaliknya mereka akan mendapatkan malapetaka bila benda itu hilang.

Tidak ada catatan tertulis sejak bila upacara Tabot mula dikenali di Bengkulu. Namun, diduga kuat tradisi yang berangkat dari upacara berkabung para penganut fahaman Syiah ini dibawa oleh para tukang yang membangun Benteng Marlborought (1718-1719) di Bengkulu. Para tukang bangunan tersebut, didatangkan oleh Inggeris dari Madras dan Benggala di bahagian selatan India yang kebetulan merupakan penganut Islam Syiah.

Para pekerja yang merasa serupa dan secocok dengan tatahidup masyarakat Bengkulu, dipimpin oleh Imam Senggolo atau Syeikh Burhanuddin, memutuskan tinggal dan mendirikan pemukiman baru yang disebut Berkas, sekarang dikenali dengan nama Kelurahan Tengah

Padang. Tradisi yang dibawa dari Madras dan Bengali diwariskan kepada keturunan mereka yang telah berasimilasi dengan masyarakat Bengkulu asli dan menghasilkan keturunan yang dikenali dengan sebutan orang-orang Sipai.

Tradisi berkabung yang dibawa dari negara asalnya tersebut mengalami asimilasi dan akulturasi dengan budaya setempat, dan kemudian diwariskan dan dilembagakan menjadi apa yang kemudian dikenali dengan sebutan upacara Tabot. Upacara Tabot ini semakin

meluas dari Bengkulu ke Painan, Padang, Pariaman, Maninjau, Pidie, Banda Aceh, Meuleboh dan Singkil. Namun dalam perkembangannya, kegiatan Tabot telah banyak menghilang di banyak tempat. Hingga pada


(1)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user


(2)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user


(3)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user


(4)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user


(5)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user


(6)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user