56
D. Analisis Tambahan
Analisis tambahan ini dilakukan untuk melihat perbedaan tiap aspek kepuasan perkawinan pada kedua kelompok usia. Berikut adalah tabel
perbedaan mean tiap aspek pada kelompok usia dewasa awal dan dewasa madya.
Tabel 11. Ringkasan Hasil Perbandingan Antar Aspek Kepuasan Perkawinan
Group Statistics Aspek
Kelompok Usia N
Mean
Komunikasi Dewasa awal
12 154.0000
Dewasa madya 12
156.6667 Afeksi
Dewasa awal 10
147.2000 Dewasa madya
10 155.8000
Kesetiaan Dewasa awal
6 179.3333
Dewasa madya 6
178.5000 Kepuasan Ekonomi
Dewasa awal 10
149.0000 Dewasa madya
10 148.5000
Kepuasan Seksual Dewasa awal
9 153.2222
Dewasa madya 9
155.1111 Pembagian Peran
Dewasa awal 8
160.6250 Dewasa madya
8 166.7500
Manajemen Konflik Dewasa awal
7 163.1429
Dewasa madya 7
165.1429
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa aspek kesetiaan memiliki mean yang paling tinggi baik pada tahapan usia dewasa awal
M=179.33 dan tahapan usia dewasa madya M=178.50. Hal tersebut berarti aspek kesetiaan merupakan aspek yang paling mempengaruhi kepuasan
perkawinan pada tahapan usia dewasa awal dan dewasa madya.
57
E. Pembahasan
Hasil penelitian ini menemukan bahwa tidak ada perbedaan tingkat kepuasan perkawinan Sig. = 0,461, p 0.05 pada wanita dewasa awal dan
wanita dewasa madya. Hal ini disebabkan oleh nilai signifikansi hasil uji perbedaan yang lebih tinggi daripada 0,05.
Sementara itu, nilai rerata empirik kedua kelompok subjek M = 195,72 lebih tinggi dibandingkan nilai rerata teoritik M = 155. Jika nilai rerata
empirik lebih tinggi daripada nilai rerata teoritik maka tingkat kepuasan perkawinan tinggi. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa wanita
dewasa awal dan dewasa madya sama-sama memiliki tingkat kepuasan perkawinan yang tinggi.
Berdasarkan uraian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kelompok usia tidak mempengaruhi tingkat kepuasan perkawinan pada wanita. Wanita
dewasa awal maupun wanita dewasa madya sama-sama memiliki tingkat kepuasan perkawinan yang tinggi.
Hal tersebut tentu dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satu faktor yang menyebabkan tingkat kepuasan perkawinan yang tinggi adalah status
sosial ekonomi menengah keatas. Menurut Miller dalam Hurlock, 10990 keluarga dengan status sosial ekonomi menengah keatas cenderung lebih
positif dalam menilai perkawinannya. Status sosial ekonomi dapat dilihat dari besarnya penghasilan suami-istri. Berdasarkan data yang ada, hampir setengah
jumlah subjek penelitian memiliki penghasilan menengah keatas 45 orang Rp 3.000.000 bulan. Kriteria penentuan jumlah penghasilan dilihat dari upah
58
minimum regional UMR Daerah Istimewa Yogyakarta. Rata-rata UMR DIY adalah Rp 1.200.000bulan BPS DIY, 2014, sehingga jumlah penghasilan
diatas Rp 3.000.000 termasuk dalam ekonomi menengah keatas. Latar belakang pendidikan juga mempengaruhi bagaimana seseorang
menilai kepuasan perkawinannya Papalia, 2014. Sebagian besar subjek dalam penelitian 78 subjek ini memiliki latar belakang pendidikan SMA keatas. Hal
ini dapat mempengaruhi cara berpikir subjek yang lebih rasional dan penilaian yang lebih positif terhadap perkawinannya.
Berdasarkan data analisis tambahan, terlihat bahwa aspek kesetiaan memiliki nilai rerata yang paling tinggi dibandingkan keenam aspek lainnya
yaitu sebesar M=179,33 pada tahapan usia dewasa awal dan M=178,5 pada tahapan usia dewasa madya. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan
bahwa aspek yang lebih mempengaruhi kepuasan perkawinan pada tahapan usia dewasa awal dan dewasa madya yaitu aspek kesetiaan.
Kesetiaan merupakan sikap pasangan dalam membangun komitmen perkawinannya Rosen-Granson, 2004. Kesetiaan juga merupakan elemen
penting dalam kehidupan perkawinan pada tahapan usia dewasa madya Santrock, 2002. Hal ini dikarenakan pada tahapan usia dewasa madya,
seorang wanita memiliki tugas perkembangan untuk mempertahankan perkawinannya serta menjaga komitmen perkawinannya dengan tetap setia
pada pasangannya Santrock, 2002. Hasil penelitian yang menunjukkan bahwa aspek kesetiaan merupakan
aspek yang paling mempengaruhi kepuasan perkawinan ini serupa dengan hasil
59
penelitian Dollahite dan Lambert 2007 yang memaparkan pentingnya kesetiaan dalam meningkatkan kualitas perkawinan. Lebih lanjut Dollahite dan
Lambert mengatakan, kesetiaan dalam perkawinan memiliki hubungan yang erat dengan agama atau kepercayaan dari pasangan. Pasangan yang
memandang perkawinannya sebagai suatu perintah dari Tuhannya akan mengikuti ajaran-ajaran dalam agamanya, salah satunya dengan setia terhadap
pasangannya. Hal ini terutama tampak pada perkawinan agama katolik dimana kesetiaan merupakan salah satu dari tiga nilai yang penting dan mendasar
dalam sebuh perkawinan katolik Catur, 2008.
60
BAB V PENUTUP