Kontrol Diri pada Remaja

tetapi, remaja akan menunggu waktu dan tempat yang tepat untuk mengungkapkan emosinya dan dengan cara yang lebih dapat diterima secara sosial. Hal ini disebabkan remaja yang sudah mencapai kematangan emosi dapat melihat situasi secara kritis dan berpikir terlebih dahulu sebelum bereaksi Hurlock, 1990.

D. Kontrol Diri pada Remaja

Kontrol diri yang dimiliki remaja tidak muncul begitu saja. Kontrol diri ini dibangun individu sejak kecil. Ketika anak-anak usia prasekolah mampu untuk menunda kepuasan delay of gratification terhadap suatu hadiah yang nyata dan tanpa distraksi maka kontrol diri akan sedikit demi sedikit terbangun. Oleh karena itu kontrol diri merupakan kemampuan individu untuk mentoleransi penundaan kepuasaan. Keinginan untuk menunda kepuasan delay of gratification pada anak dapat dipelajari dengan mengobservasi model. Mengajarkan anak untuk dapat menunda kepuasan delay of gratification di awal-awal kehidupannya akan sangat berguna di tahap perkembangan berikutnya Hergenhahn Olson, 2007. Menurut para orangtua, anak-anak mereka yang mampu menunda kepuasan lebih lama ketika masa prasekolah dinilai lebih positif pada berbagai kemampuan sosial dan akademik ketika mereka sudah SMA. Bagi mereka, remaja yang mampu menunda kepuasan lebih lama ketika masa prasekolah cenderung untuk menunjukkan kontrol diri ketika frustrasi, mampu mengatasi masalah yang penting, melakukan tugas secara akademis dengan baik ketika termotivasi, mengejar tujuan ketika termotivasi, menunjukkan kecerdasan, serta mampu mempertahankan pertemanan dan dapat bergaul dengan teman sebaya. Sedangkan kecil kemungkinannya untuk teralihkan oleh rintangan yang kecil, menyerah pada godaan, mudah terdistraksi ketika berusaha berkonsentrasi, dan kehilangan kontrol diri ketika frustrasi Hergenhahn Olson, 2007. Erik Erikson dalam tahapan psikososialnya juga menjelaskan bahwa kemampuan kontrol diri seseorang mulai dikembangkan sejak masa kanak- kanak. Kontrol diri mulai berkembang pada usia 2 – 3 tahun ketika anak memasuki tahap autonomy vs shame doubt. Pada usia 2 tahun, kemampuan motorik anak mulai berkembang dan mereka bisa melakukan banyak hal tanpa bantuan orangtuanya. Suasana suportif dan tidak terlalu mengekang dari orangtua dapat mengembangkan kemampuan kontrol diri pada anak. Selain itu, pada tahapan selanjutnya, initiative vs guilt, kemampuan kontrol diri anak juga semakin berkembang. Pada usia 4 tahun, anak mulai mengembangkan inisiatif dalam memulai suatu kegiatan. Terkadang anak ingin melakukan sesuatu yang terlalu berbahaya sehingga orangtua harus membatasi mereka. Dari sinilah anak mulai belajar untuk mengontrol dirinya Erikson, 1963; Miller, 2011. Kemampuan kontrol diri yang dikembangkan ketika kanak-kanak ini sangat mempengaruhi pencapaian mereka di tahapan selanjutnya. Pada tahap industry vs inferiority individu diharapkan dapat mengembangkan suatu kompetensi tertentu. Kemampuan anak dalam mengontrol diri sangat penting ketika mereka mengalami kegagalan. Anak yang kemapuan kontrol dirinya rendah akan mudah frustrasi sehingga memungkinkan mengembangkan rasa inferior dalam dirinya. Selanjutnya pada tahap identity vs role diffusion, kemampuan kontrol diri ini dapat membantu individu dalam mencapai suatu identitas tertentu Erikson, 1963; Miller, 2011.

E. DINAMIKA