5. Aspek Kontrol Diri
Kontrol diri memliki tiga buah aspek yang penting Baumeister, 2002; 2013. Aspek ini merupakan bagian penting dari kontrol diri
sehingga kontrol diri dapat dimunculkan dengan baik. Aspek-aspek tersebut adalah :
a. Standar-standar Standards
Standar mengacu pada tujuan, teladan, norma, dan pedoman lain yang menentukan respon yang diinginkan. Dalam forensik, standar
yang dimiliki individu biasanya bersifat legal, perilaku yang dapat diterima oleh sosial. Beberapa individu mungkin tahu hal yang legal
dan pantas secara sosial namun tidak peduli. Mereka memiliki standar alternatif yang lain, yaitu hal-hal yang mereka anggap benar.
Terjadinya konflik pada tujuan yang membuat tujuan tersebut tidak jelas dapat merusak dasar dari kontrol diri dan membuat orang
menjadi lebih rentan untuk terpengaruh. Oleh karena itu tujuan yang jelas dapat menolong individu untuk menentukan standar dalam
dirinya. Secara umum, individu ingin merasa senang. Ketika sedang sedih atau kacau, kita akan berfokus pada perilaku yang dapat
membuat individu tersebut senang. Dalam keadaan stres secara emosi emotional distress, kontrol diri akan mengalami gangguan.
Normalnya individu mengontrol perilakunya supaya dapat mengejar standar yang tinggi atau tujuan jangka panjang yang diinginkan.
Sedangkan dalam keadaan kacau atau sedih individu akan mencari kepuasan yang bisa segera ia dapatkan.
b. Pengawasan Monitoring
Aspek kedua dalam kontrol diri adalah proses pengawasan. Pengawasan merupakan menjaga atau mengawasi perilaku yang
relevan. Ketika seseorang tidak mampu mengawasi perilakunya atau keluar jalur maka kontrol dirinya juga akan hancur. Hal ini disebabkan
karena tanpa memantau perilaku mengontol diri merupakan pekerjaan yang sulit. Perhatian yang terfokus pada diri merupakan hal yang
penting dalam mengawasi diri sendiri.
c. Kapasitas untuk Berubah The Capacity to Change
Aspek ketiga dari kontrol diri adalah kapasitas seseorang untuk mengubah dirinya sendiri. Kedua aspek yang lain tidak akan berguna
tanpa aspek ketiga ini. Hal ini melibatkan penyusunan tenaga dalam mengubah atau membatasi perbuatan yang tidak pantas. Individu yang
tidak memiliki kapasitas untuk berubah sama saja dengan individu yang telah mengerti dengan pasti namun tidak mampu membuat
dirinya melakukan aksi untuk mencapai tujuannya tersebut. Terdapat tiga cara dalam melakukan suatu perubahan. Cara
pertama dengan kemauan yang kuat atau kekuatan. Individu menggunakan kekuatan yang setara atau bahkan melebihi kekuatan
dari impuls atau dorongan. Cara ini beranggapan bahwa individu akan menggunakan energi pada tindakan kontrol diri yang pertama
sehingga menyebabkan efektivitas kontrol diri akan berkurang dari normalnya pada tindakan kontrol diri yang kedua dan selanjutnya.
Cara yang kedua melibatkan kemampuan kognitif individu seperti pengetahuan
mengenai diri
dan memikirkan
kemungkinan- kemungkinan. Cara ini mengibaratkan kontrol diri seperti perangkat
lunak software yang bisa terus menerus diisi. Berbeda dengan cara yang pertama, cara yang melibatkan kemampuan kognitif ini
memprediksi kemudahan. Tindakan kontrol diri yang pertama akan mengisi “perangkat lunak” atau melengkapinya dengan skema kontrol
diri yang relevan. Dengan begitu tindakan kontrol diri akan semakin meningkat atau menjadi lebih baik. Kontrol diri digambarkan sebagai
suatu ketrampilan atau keahlian pada cara yang ketiga. Cara ini memandang kontrol diri pada esensinya sama, dari tindakan kontrol
diri pertama, kedua, dan seterusnya. Akan tetapi dalam jangka waktu yang lama, kontrol diri akan menunjukkan kemajuan secara
berangsur-angsur.
B. PERILAKU AGRESI