daerah lain untuk datang ke Sidoarjo sebagai pekerja disektor industri.
4.3. Deskripsi Hasil Penelitian 4.3.1. Perkembangan Tingkat Pengangguran di Kota Surabaya Y
Berdasarkan hasil pada tabel dibawah ini dapat dijelaskan bahwa pada tahun 1998 sampai dengan tahun 2007 terjadi kenaikan dan
penurunan Tingkat Pengangguran di Kota Surabaya. Tingkat Pengangguran di Kota Surabaya tertinggi terjadi pada tahun 1994 sebesar
17,07 dan Tingkat Pengangguran di Kota Surabaya terendah terjadi pada tahun 2006 sebesar 7,5. Sedangkan perkembangan Tingkat Pengangguran
di Kota Surabaya tertinggi terjadi pada tahun 1998 sebesar 0,62 dan perkembangan Tingkat Pengangguran di Kota Surabaya terendah terjadi
pada tahun 1997 sebesar -0,38.
Tabel 1 : Perkembangan Tingkat Pengangguran di Kota Surabaya
Periode Tahun 1998-2007 Persen
Tahun Tingkat Pengangguran di
Kota Surabaya Perkembangan
1993 15,52
- 1994
17,07 0,10
1995 13,26
-0,22 1996
12,89 -0,03
1997 8,05
-0,38 1998
13,05 0,62
1999 9,4
-0,28 2000
12,07 0,28
2001 9,68
-0,20 2002
12,16 0,26
2003 9,2
-0,24 2004
8,64 -0,06
2005 8,07
-0,07 2006
7,5 -0,07
2007 6,94
-0,07 Sumber : Badan Pusat Statistik Propinsi Jawa Timur.
4.3.2. Perkembangan Jumlah Industri X
1
Berdasarkan hasil pada tabel dibawah ini dapat dijelaskan bahwa pada tahun 1998 sampai dengan tahun 2007 terjadi kenaikan dan
penurunan Jumlah Industri. Jumlah Industri tertinggi terjadi pada tahun 1995 sebesar 3114 dan Jumlah Industri terendah terjadi pada tahun 2007
sebesar 1271. Sedangkan Perkembangan Jumlah Industri tertinggi terjadi pada tahun 1995 sebesar 60,77 dan perkembangan Jumlah Industri
terendah terjadi pada tahun 2007 sebesar -5,35.
Tabel 2 : Perkembangan Jumlah Industri
Periode Tahun 1998-2007 Unit Usaha
Tahun Jumlah Industri
Unit Usaha Perkembangan
1993 1950
- 1994
2003 5,31
1995 3114
60,77 1996
1471 8
1997 1566
14,51 1998
1354 0,95
1999 1349
0,58 2000
1353 0,87
2001 1348
0,54 2002
1320 -1,59
2003 1322
-1,41 2004
1309 -2,39
2005 1296
-3,38 2006
1283 -4,37
2007 1271
-5,35 Sumber : Badan Pusat Statistik Propinsi Jawa Timur.
4.3.3. Perkembangan Angkatan Kerja X
2
Adapun kenaikan Angkatan Kerja dapat ditunjukan pada tabel dibawah ini. Angkatan Kerja tertinggi terjadi pada tahun 1993 sebesar
8750 dan Angkatan Kerja terendah terjadi pada tahun 2007 sebesar 6636. Sedangkan Perkembangan Angkatan Kerja tertinggi terjadi pada tahun
1994 sebesar 19,13 dan perkembangan Angkatan Kerja terendah terjadi pada tahun 2006 sebesar -0,87.
Tabel 3 : Perkembangan Angkatan Kerja
Periode Tahun 1998-2007 Jiwa
Tahun Angkatan Kerja
Jiwa Perkembangan
1993 8750
- 1994
8258 19,13
1995 6854
2,12 1996
6780 1,05
1997 6691
-0,27 1998
6729 0,3
1999 6824
1,71 2000
6730 0,33
2001 6709
0,02 2002
6705 -0,04
2003 6690
-0,26 2004
6677 -0,46
2005 6662
-0,67 2006
6649 -0,87
2007 6636
-1,07 Sumber: Badan Pusat Statistik Propinsi Jawa Timur.
4.3.4. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi X
3
Selama periode penelitian yaitu antara tahun 1998 sampai tahun 2007 Pertumbuhan Ekonomi dari tahun ke tahun mengalami
perkembangan yang bervariasi. Pertumbuhan Ekonomi tertinggi terjadi pada tahun 1993 sebesar 7,00 dan Pertumbuhan Ekonomi terendah terjadi
pada tahun 2007 sebesar 2,14. Sedangkan perkembangan Pertumbuhan Ekonomi yang tertinggi terjadi pada tahun 1994 sebesar 53 dan
perkembangan Pertumbuhan Ekonomi terendah terjadi pada tahun 2007 sebesar -7,58.
Tabel 4 : Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi
Periode Tahun 1998-2007 Persen
Tahun Pertumbuhan Ekonomi
Perkembangan
1993 7,00
- 1994
4,68 53
1995 2,63
9,07 1996
2,48 3,67
1997 2,27
-4,98 1998
2,28 -4,37
1999 2,38
0,1 2000
2,60 9,24
2001 2,17
-7,41 2002
2,44 4,83
2003 2,21
-4,28 2004
2,19 -5,11
2005 2,18
-5,93 2006
2,16 -6,75
2007 2,14
-7,58 Sumber : Badan Pusat Statistik Propinsi Jawa Timur.
4.3.5. Perkembangan Inflasi X
4
Berdasarkan hasil pada tabel dibawah ini dapat dijelaskan bahwa pada tahun 1998 sampai dengan tahun 2007 terjadi kenaikan dan
penurunan Inflasi. Inflasi tertinggi terjadi pada tahun 1994 sebesar 15,45 dan Inflasi terendah terjadi pada tahun 1995 sebesar 4,33. Sedangkan
perkembangan Inflasi tertinggi terjadi pada tahun 2007 sebesar 23,64 dan perkembangan Inflasi terendah terjadi pada tahun 1995 sebesar -
68,12.
Tabel 5 : Perkembangan Inflasi
Periode Tahun 1998-2007 Persen
Tahun Inflasi
Perkembangan
1993 15
- 1994
15,45 3,83
1995 4,33
-68,12 1996
7,47 4,37
1997 7,66
6,89 1998
7,85 9,33
1999 7,80
8,75 2000
7,65 6,75
2001 7,77
8,39 2002
7,33 2,74
2003 8,09
13 2004
8,30 15,66
2005 8,52
18,32 2006
8,75 20,98
2007 8,98
23,64 Sumber : Badan Pusat Statistik Propinsi Jawa Timur.
4.3.6. Perkembangan Tingkat Pengangguran di Kota Sidoarjo Y
Berdasarkan hasil pada tabel dibawah ini dapat dijelaskan bahwa pada tahun 1998 sampai dengan tahun 2007 terjadi kenaikan dan
penurunan Tingkat Pengangguran di Kota Sidoarjo. Tingkat Pengangguran di Kota Sidoarjo tertinggi terjadi pada tahun 2007 sebesar
47,33 dan Tingkat Pengangguran di Kota Sidoarjo terendah terjadi pada tahun 1994 sebesar 24,23. Sedangkan perkembangan Tingkat
Pengangguran di Kota Sidoarjo tertinggi terjadi pada tahun 1995 sebesar 0,41 dan perkembangan Tingkat Pengangguran di Kota Sidoarjo
terendah terjadi pada tahun 1994 sebesar -0,25.
Tabel 6 : Perkembangan Tingkat Pengangguran di Kota Sidoarjo
Periode Tahun 1998-2007 Persen
Tahun Tingkat Pengangguran di
Kota Sidoarjo Perkembangan
1993 32,30
- 1994
24,23 -0,25
1995 34,23
0,41 1996
34,23 0,00
1997 34,71
0,01 1998
35,06 0,01
1999 36,98
0,05 2000
38,28 0,04
2001 39,57
0,03 2002
40,86 0,03
2003 42,15
0,03 2004
43,45 0,03
2005 44,74
0,03 2006
46,03 0,03
2007 47,33
0,03 Sumber : Badan Pusat Statistik Propinsi Jawa Timur.
4.3.7. Perkembangan Jumlah Industri X
1
Berdasarkan hasil pada tabel dibawah ini dapat dijelaskan bahwa pada tahun 1998 sampai dengan tahun 2007 terjadi kenaikan dan
penurunan Jumlah Industri. Jumlah Industri tertinggi terjadi pada tahun 2002 sebesar 1,522 dan Jumlah Industri terendah terjadi pada tahun 2003
sebesar 1,494. Sedangkan Perkembangan Jumlah Industri tertinggi terjadi pada tahun 2002 sebesar 1,48 dan perkembangan Jumlah Industri
terendah terjadi pada tahun 2003 sebesar -0,33.
Tabel 7 : Perkembangan Jumlah Industri
Periode Tahun 1998-2007 Unit Usaha
Tahun Jumlah Industri
Unit Usaha Perkembangan
1993 1,500
- 1994
1,500 0,03
1995 1,500
0,06 1996
1,501 0,06
1997 1,500
0,03 1998
1,500 0,04
1999 1,500
0,06 2000
1,500 0,01
2001 1,500
0,03 2002
1,522 1,48
2003 1,494
-0,33 2004
1,500 0,07
2005 1,500
0,06 2006
1,500 0,06
2007 1,500
0,06 Sumber : Badan Pusat Statistik Propinsi Jawa Timur.
4.3.8. Perkembangan Angkatan Kerja X
2
Adapun kenaikan Angkatan Kerja dapat ditunjukan pada tabel dibawah ini. Angkatan Kerja tertinggi terjadi pada tahun 2000 sebesar
9,116 dan Angkatan Kerja terendah terjadi pada tahun 2002 sebesar 8,946. Sedangkan Perkembangan Angkatan Kerja tertinggi terjadi pada
tahun 2000 sebesar 1,22 dan perkembangan Angkatan Kerja terendah terjadi pada tahun 1997 yairu sebesar -0,34.
Tabel 8 : Perkembangan Angkatan Kerja
Periode Tahun 1998-2007 Jiwa
Tahun Angkatan Kerja
Jiwa Perkembangan
1993 9,000
- 1994
9,000 -0,09
1995 9,022
0,15 1996
8,997 -0,12
1997 8,977
-0,34 1998
9,103 1,06
1999 9,000
-0,07 2000
9,116 1,22
2001 9,034
0,32 2002
8,946 -0,66
2003 9,094
1,00 2004
9,010 0,07
2005 9,009
0,07 2006
9,009 0,06
2007 9,009
0,06 Sumber: Badan Pusat Statistik Propinsi Jawa Timur.
4.3.9. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi X
3
Selama periode penelitian yaitu antara tahun 1998 sampai tahun 2007 Pertumbuhan Ekonomi dari tahun ke tahun mengalami
perkembangan yang bervariasi. Pertumbuhan Ekonomi tertinggi terjadi pada tahun 1997 sebesar 5,21 dan Pertumbuhan Ekonomi terendah terjadi
pada tahun 1998 sebesar 4,93. Sedangkan perkembangan Pertumbuhan Ekonomi yang tertinggi terjadi pada tahun 1997 sebesar 4,47 dan
perkembangan Pertumbuhan Ekonomi terendah terjadi pada tahun 1998 sebesar -0,87.
Tabel 9 : Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi
Periode Tahun 1998-2007 Persen
Tahun Pertumbuhan Ekonomi
Perkembangan
1993 5,00
- 1994
5,01 0,42
1995 5,01
0,56 1996
5,01 0,47
1997 5,21
4,47 1998
4,93 -0,87
1999 4,95
-0,41 2000
5,00 0,61
2001 4,99
0,30 2002
4,95 -0,42
2003 5,03
1,07 2004
4,97 -0,01
2005 4,97
-0,01 2006
4,97 -0,01
2007 4,97
-0,01 Sumber : Badan Pusat Statistik Propinsi Jawa Timur.
4.3.10. Perkembangan Inflasi X
4
Berdasarkan hasil pada tabel dibawah ini dapat dijelaskan bahwa pada tahun 1998 sampai dengan tahun 2007 terjadi kenaikan dan
penurunan Inflasi. Inflasi tertinggi terjadi pada tahun 1993 sebesar 14,0000 dan Inflasi terendah terjadi pada tahun 1998 sebesar 13,2296
Sedangkan perkembangan Inflasi tertinggi terjadi pada tahun 1998 sebesar 4,69 dan perkembangan Inflasi terendah terjadi pada tahun
1998 yaitu sebesar -0,84.
Tabel 10 : Perkembangan Inflasi
Periode Tahun 1998-2007 Persen
Tahun Inflasi
Perkembangan
1993 14,0000
- 1994
13,9984 4,69
1995 13,3484
0,05 1996
13,3208 -0,16
1997 13,3823
0,30 1998
13,2296 -0,84
1999 13,7346
2,98 2000
13,3423 0,12
2001 13,4058
0,60 2002
13,3259 0,00
2003 13,3132
-0,10 2004
13,3324 0,05
2005 13,3321
0,05 2006
13,3318 0,04
2007 13,3316
0,04 Sumber : Badan Pusat Statistik Propinsi Jawa Timur.
4.4. Analisis dan Pengujian Hipotesis 4.4.1. Pengujian Hasil Analisis Regresi Linier Berganda Sesuai Dengan
Asumsi Klasik Best Linear Unbiassed Estimator Surabaya
Sebelum kita uji persamaan regresi linier berganda sesuai dengan pengujian secara simultan maupun parsial, maka kita lihat terlebih dahulu
apakah Y = β
+ β
1
X
1
+ β
2
X
2
+ β
3
X
3
+ β
4
X
4
yang diasumsikan tidak terjadi pengaruh antar variabel bebas atau regresi bersifat BLUE Best Linear
Unbiassed Estimator, artinya koefisien regresi pada persamaan tersebut benar-benar linear tidak bias.
1. Pengujian Autokorelasi
Asumsi pertama dari regresi linier adalah ada atau tidaknya autokorelasi yang dilihat dari besarnya nilai Durbin Watson. Dalam
analisis nilai Durbin Watson adalah sebesar 2,193. Untuk mengetahui ada atau tidaknya gejala autokorelasi, maka perlu dilihat tabel Durbin
Watson. Jumlah variabel bebas adalah empat buah K=4 dan jumlah data adalah sebanyak 15 n=15 maka diperoleh D
L
= 0,685 dan D
U
= 1,977. Selanjutnya nilai tersebut diplotkan ke dalam kurva Durbin Watson.
Tabel 11 : Durbin Watson Pada Model Summary
Model Summary
Model R
R Square Adjusted
R Square Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .886
a
.786 .700
1.67903 2.193
a Predictors: Constant, INFLASI, PERTUMBUHAN EKONOMI, ANGKATAN KERJA, JUMLAH INDUSTRI
b. Dependent Variable : TINGKAT PENGANGGURAN
Sumber: Lampiran 2
Gambar 9 : Kurva Durbin Watson
Ada Autokorelasi Ada Autokorelasi Positif Negatif
Daerah Tidak ada Autokorelasi Daerah
keragu- Positif dan tidak ada
keragu- 2,193 raguan
Autokorelasi Negatif raguan
D
L
= 0,685 D
U
= 1,977 4-D
U
= 2,023 4-D
L
= 3,315.
Sumber : Lampiran 2 dan lampiran 5 Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa nilai Durbin-Watson berada
pada daerah keragu-raguan hal itu disebabkan karena ada kemungkinan terjadi korelasi antara komponen pengganggu ke-t dengan komponen
penggangu ke ke-t.
2. Pengujian Heterokedastisitas
Heterokedatisitas diidentifikasikan dengan koefisien korelasi Rank Spearman Berdasarkan tabel dibawah, diperoleh tingkat signifikansi
koefisien korelasi Rank Spearman untuk semua variabel bebas terhadap residual lebih besar dari 0.05 5.
Tabel 12 : Hasil Pengujian Heterokedastisitas Variabel
Taraf Signifikansi Dari Korelasi Rank
Spearman Taraf
α Uji Jumlah Industri X
1
.812 0.05
Angkatan Kerja X
2
.293 0.05
Pertumbuhan X
3
.692 0.05
InflasiX
4
.779 0.05
Sumber: Lampiran 2 Dari hasil pengujian heterokedastisitas diperoleh tingkat
signifikansi dari.korelasi Rank Spearman lebih besar dari taraf level of signifikan yaitu 5 0,05.
3. Pengujian Multikolinieritas
Asumsi klasik ketiga dari regresi linier berganda adalah ada atau tidaknya multikolinearitas antara sesama variabel bebas yang ada dalam
model dengan kata lain tidak adanya hubungan sempurna antara variabel bebas yang ada dalam model.
Identifikasi secara statistik atau tidaknya gejala multikolinier dapat dilakukan dengan menghitung Variance Inflation Factor VIF, dengan
rumus sebagai berikut : 1 1
VIF = =
………..Algafri, 1997:79 1 – Rj
2
toleransi VIF menyatakan tingkat pembengkakan varians. Apabila VIF
lebih kecil dari 10 hal ini berarti tidak ada gejala multikolinearitas. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 10 berikut ini :
Tabel 13 : Uji Multikolinearitas
Sumber : Lampiran 2
Variabel VIF
Ketentuan Kesimpulan
Jumlah Industri
X
1
1,676 10
Non Multikolinier
Angkatan Kerja
X
2
1,145 10
Non Multikolinier
Pertumbuhan Ekonomi
X
3
1,093 10
Non Multikolinier
Inflasi X
4
1,724 10
Non Multikolinier
Berdasarkan tabel uji multikolinearitas menunjukkan nilai VIF untuk Jumlah Industri X
1
sebesar 1,676, nilai VIF untuk Angkatan Kerja X
2
sebesar 1,145, nilai VIF untuk Pertumbuhan Ekonomi X
3
sebesar 1,093, dan nilai VIF untuk Inflasi X
4
sebesar 1,724. Hal ini berarti nilai VIF pada keempat variabel bebas X
1
, X
2
, X
3
dan X
4
lebih kecil dari 10, sehingga keempat variabel bebas tersebut pada penelitian
ini tidak ada gejala multikolinearitas.
4.4.2. Analisis Hasil Perhitungan Koefisien Regresi
Dalam analisa ini menggunakan model analisis regresi linier berganda yang digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh
diantara variabel bebas terhadap variabel terikat. Dari hasil pengolahan penelitian tersebut dapat diambil suatu rumus
persamaan model regresi linier berganda sebagai berikut : Y = 12,376 – 0,225x
1
+ 0,242x
2
– 0,021x
3
- 0,222x
4
Dari persamaan diatas dapat diuraikan dalam suatu persamaan sebagai berikut:
a. Konstanta β
= 12,376 Menunjukkan besarnya pengaruh berbagai faktor diluar model, artinya
jika variabel bebas dianggap konstan, maka diprediksikan Tingkat Pengangguran di Kota Surabaya naik sebesar 12,376.
b. Koefisien regresi X
1
β
1
= -0,225 Menunjukkan besarnya untuk X
1
, artinya apabila Jumlah Industri naik sebesar 1, maka Tingkat Pengangguran di Kota Surabaya
diprediksikan mengalami penurunan sebesar 0,225 dengan asumsi X
2
, X
3
dan X
4
adalah konstan. c. Koefisien regresi X
2
β
2
= 0,242 Menunjukkan besarnya untuk X
2
, artinya apabila angkatan kerja bertambah 1, maka Tingkat Pengangguran di Kota Surabaya
diprediksikan mengalami kenaikan sebesar 0,242 dengan asumsi X
1
, X
3
dan X
4
adalah konstan. d. Koefisien regresi X
3
β
3
= -0,021 Menunjukkan besarnya untuk X
3
, artinya apabila Pertumbuhan Ekonomi bertambah 1, maka Tingkat Pengangguran di Kota
Surabaya diprediksikan mengalami penurunan sebesar 0,021 dengan asumsi X
1
, X
2
dan X
4
adalah konstan. e. Koefisien regresi X
4
β
4
= -0,222 Menunjukkan besarnya untuk X
4
, artinya apabila Inflasi bertambah 1, maka Tingkat Pengangguran di Kota Surabaya diprediksikan
mengalami penurunan sebesar 0,222 dengan asumsi X
1
, X
2
dan X
3
adalah konstan.
4.4.3. Pengujian Hasil Analisis Regresi Linier Berganda Sesuai Dengan Asumsi Klasik
Best Linear Unbiassed Estimator Sidoarjo
Sebelum kita uji persamaan regresi linier berganda sesuai dengan pengujian secara simultan maupun parsial, maka kita lihat terlebih dahulu
apakah Y = β
+ β
1
X
1
+ β
2
X
2
+ β
3
X
3
+ β
4
X
4
yang diasumsikan tidak terjadi pengaruh antar variabel bebas atau regresi bersifat BLUE Best Linear
Unbiassed Estimator, artinya koefisien regresi pada persamaan tersebut benar-benar linear tidak bias.
1. Pengujian Autokorelasi
Asumsi pertama dari regresi linier adalah ada atau tidaknya autokorelasi yang dilihat dari besamya nilai Durbin Watson. Dalam
analisis nilai Durbin Watson adalah sebesar 2,958. Untuk mengetahui ada atau tidaknya gejala autokorelasi, maka perlu dilihat tabel Durbin
Watson. Jumlah variabel bebas adalah empat buah K=4 dan jumlah data adalah sebanyak 15 n=15 maka diperoleh D
L
= 0,685 dan D
U
= 1,977. Selanjutnya nilai tersebut diplotkan ke dalam kurva Durbin Watson.
Tabel 14 : Durbin Watson Pada Model Summary
Model Summary
Model R
R Square Adjusted
R Square Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .799
a
.638 .287
.5.16724 2,958
a Predictors: Constant, INFLASI, PERTUMBUHAN EKONOMI, JUMLAH INDUSTRI, ANGKATAN KERJA
b. Dependent Variable : TINGKAT PENGANGGURAN
Sumber: Lampiran 2
Gambar 10 : Kurva Durbin Watson
Ada Autokorelasi Ada Autokorelasi Positif Negatif
Daerah Tidak ada Autokorelasi Daerah
keragu- Positif dan tidak ada
keragu- 2,958 raguan
Autokorelasi Negatif raguan
D
L
= 0,685 D
U
= 1,977 4-D
U
= 2,023 4-D
L
= 3,315.
Sumber : Lampiran 2 dan lampiran 5 Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa nilai Durbin-Watson berada
pada daerah keragu-raguan hal itu disebabkan karena ada kemungkinan terjadi korelasi antara komponen pengganggu ke-t dengan komponen
penggangu ke ke-t.
2. Pengujian Heterokedastisitas
Heterokedatisitas diidentifikasikan dengan koefisien korelasi Rank Spearman Berdasarkan tabel dibawah, diperoleh tingkat signifikansi
koefisien korelasi Rank Spearman untuk semua variabel bebas terhadap residual lebih besar dari 0.05 5.
Tabel 15 : Hasil Pengujian Heterokedastisitas Variabel
Taraf Signifikansi Dari Korelasi Rank
Spearman Taraf
α Uji Jumlah Industri X
1
0,176 0,05
Angkatan Kerja X
2
0,539 0,05
Pertumbuhan X
3
0,140 0,05
InflasiX
4
0,383 0,05
Sumber: Lampiran 2 Dari hasil pengujian heterokedastisitas diperoleh tingkat
signifikansi dari.korelasi Rank Spearman lebih besar dari taraf level of signifikan yaitu 5 0,05.
3. Pengujian Multikolinieritas
Asumsi klasik ketiga dari regresi linier berganda adalah ada atau tidaknya multikolinearitas antara sesama variabel bebas yang ada dalam
model dengan kata lain tidak adanya hubungan sempurna antara variabel bebas yang ada dalam model.
Identifikasi secara statistik atau tidaknya gejala multikolinier dapat dilakukan dengan menghitung Variance Inflation Factor VIF, dengan
rumus sebagai berikut : 1 1
VIF = =
………..Algafri, 1997:79 1 – Rj
2
toleransi VIF menyatakan tingkat pembengkakan varians. Apabila VIF
lebih kecil dari 10 hal ini berarti tidak ada gejala multikolinearitas. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 10 berikut ini :
Tabel 16 : Uji Multikolinearitas
Sumber : Lampiran 2
Variabel VIF
Ketentuan Kesimpulan
Jumlah Industri
X
1
1,975 10
Non Multikolinier
Angkatan Kerja
X
2
2,100 10
Non Multikolinier
Pertumbuhan Ekonomi
X
3
1,286 10
Non Multikolinier
Inflasi X
4
1,320 10
Non Multikolinier
Berdasarkan tabel uji multikolinearitas menunjukkan nilai VIF untuk Jumlah Industri X
1
sebesar 1,975, nilai VIF untuk Angkatan Kerja X
2
sebesar 2,100, nilai VIF untuk Pertumbuhan Ekonomi X
3
sebesar 1,286, dan nilai VIF untuk Inflasi X
4
sebesar 1,320. Hal ini berarti nilai VIF pada keempat variabel bebas X
1
, X
2
, X
3
dan X
4
lebih kecil dari 10, sehingga keempat variabel bebas tersebut pada penelitian
ini tidak ada gejala multikolinearitas.
4.4.4. Analisis Hasil Perhitungan Koefisien Regresi
Dalam analisa ini menggunakan model analisis regresi linier berganda yang digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh
diantara variabel bebas terhadap variabel terikat. Dari hasil pengolahan penelitian tersebut dapat diambil suatu rumus
persamaan model regresi linier berganda sebagai berikut : Y = 42,366 – 3,941 X
1
– 3,903X
2
- 1,728X
3
– 2,633X
4
Dari persamaan diatas dapat diuraikan dalam suatu persamaan sebagai berikut:
a. Konstanta β
= 42,366 Menunjukkan besarnya pengaruh berbagai faktor diluar model, artinya
jika variabel bebas dianggap konstan, maka diprediksikan Tingkat Pengangguran di Kota Sidoarjo naik sebesar 42,366.
b. Koefisien regresi X
1
β
1
= -3,941 Menunjukkan besarnya untuk X
1
, artinya apabila Jumlah Industri naik sebesar 1, maka Tingkat Pengangguran di Kota Sidoarjo
diprediksikan mengalami penurunan sebesar 3,941 dengan asumsi X
2
, X
3
dan X
4
adalah konstan. c. Koefisien regresi X
2
β
2
= -3,903 Menunjukkan besarnya untuk X
2
, artinya apabila angkatan kerja bertambah 1 maka, Tingkat Pengangguran di Kota Sidoarjo
diprediksikan mengalami penurunan sebesar 3,903 dengan asumsi X
1
, X
3
dan X
4
adalah konstan. d. Koefisien regresi X
3
β
3
= -1,728 Menunjukkan besarnya untuk X
3
, artinya apabila Pertumbuhan Ekonomi bertambah 1, maka Tingkat Pengangguran di Kota
Sidoarjo diprediksikan mengalami penurunan sebesar 1,728 dengan asumsi X
1
, X
2
dan X
4
adalah konstan. e. Koefisien regresi X
4
β
4
= -2,633 Menunjukkan besarnya untuk X
4
, artinya apabila Inflasi bertambah 1, maka Tingkat Pengangguran di Kota Sidoarjo diprediksikan
mengalami penurunan sebesar 2,633 dengan asumsi X
1
, X
2
dan X
3
adalah konstan.
4.5. Hipotesis Secara Simultan Dan Parsial 4.5.1. Secara Simultan uji F Surabaya