ditampilkan secara simbolik, maka realitas itu tergantung pada bagaimana ia dilihat dan bagaimana fakta tersebut dikonstruksi. Fakta yang sama bisa
menghasilkan fakta yang berbeda-beda ketika ia dilihat dan dipahami dengan cara yang berbeda Eriyanto, 2005:21.
Menurut Fishman, ada dua kecenderungan studi bagaimana proses produksi berita dilihat. Pandangan pertama sering disebut sebagai pandangan seleksi berita
selectivity news. Seleksi ini dari wartawan di lapangan yang akan memilih mana yang penting dan mana yang tidak. Setelah berita itu masuk ke tangan redaktur,
akan diseleksi lagi dan disunting dengan menekankan bagian mana yang perlu dikurangi dan bagian mana yang perlu ditambah, seolah-olah ada realitas yang
benar-benar riil yang ada di luar diri wartawan. Realitas yang riil itulah yang akan diseleksi oleh wartawan untuk kemudian dibentuk dalam sebuah berita.
Pendekatan kedua adalah pendekatan pembentukan berita creation of news.
Dalam perspektif ini, peristiwa itu bukan diseleksi, melainkan sebaliknya, dibentuk. Wartawan-lah yang membentuk peristiwa, mana yang disebut peristiwa
dan mana yang tidak. Peristiwa dan realitas bukanlah diseleksi, melainkan dikreasi oleh wartawan Eriyanto, 2005:100-101.
2.3 Ideologi Pada Media Massa
Pekerjaan media sebagai agen kontruksi realitas, berlatar belakang pada ideologi yang dimiliki oleh masing-masing media. Bagaimana peristiwa dibingkai
bukan semata-mata disebabkan oleh struktur skema wartawan, melainkan juga rutinitas kerja dan institusi media yang secara langsung atau tidak langsung
mempengaruhi pemaknaan peristiwa. Wartawan hidup dalam institusi media dengan seperangkat aturan, pola kerja, dan aktivitas masing-masing, bisa terjadi
institusi media itu yang mengontrol dalam pola kerja tertentu yang mengharuskan wartawan melihat peristiwa dalam kemasan tertentu, atau bisa juga terjadi
wartawan sebagai bagian dari anggota komunitas menyerap nilai-nilai yang ada dalam komunitasnya Eriyanto, 2005:99. Nilai-nilai tersebut dianut oleh media
sebagai ideologi yang menjadi dasar dalam setiap pemberitaan yang disampaikan kepada khalayak.
Karl Marx 1818-1883 dan Fredrich Engels 1820-1895 melihat ideologi sebagai fabrikasi atau pemalsuan yang digunakan oleh sekelompok orang tertentu
untuk membenarkan diri mereka sendiri. Karena itu, konsep ideologi tersebut jelas sangat subjektif dan keberadaannya hanya untuk melegitimasi kelas penguasa di
tengah masyarakat Sobur, 2002:64. Berdasarkan teori tersebut, media dipandang sebagai dominasi para penguasa yang memiliki kepentingan tertentu.
Sedangkan Shoemaker dan Reese menyebutkan objektivitas lebih merupakan ideologi bagi jurnalis dibandingkan seperangkat aturan atau praktik yang
disediakan oleh jurnalis. Ideologi ini adalah konstruksi untuk memberi kesadaran kepada khalayak bahwa pekerjaan jurnalis adalah menyampaikan kebenaran.
Objektivitas juga memberikan legitimasi kepada media untuk disebarkan kepada khalayak bahwa apa yang disampaikan adalah kebenaran Eriyanto, 2005:112-
113. Media berperan mendefinisikan bagaimana realitas seharusnya dipahami,
bagaimana realitas itu dijelaskan dengan cara tertentu kepada khalayak. Diantara
berbagai fungsi dari media dalam mendefinisikan realitas, fungsi pertama dalam ideologi adalah media sebagai mekanisme integrasi sosial. Media disini berfungsi
menjaga nilai-nilai kelompok itu dijalankan. Dalam kerangka ini, media dapat mendefinisikan nilai dan perilaku yang sesuai dengan nilai kelompok dan perilaku
atau nilai apa yang dipandang menyimpang. Semua nilai dan pandangan tersebut bukan sesuatu yang terbentuk begitu saja, melainkan dikonstruksi. Lewat
konstruksi tersebut, media secara aktif mendefinisikan peristiwa dan realitas sehingga membentuk kenyataan apa yang layak, apa yang baik, apa yang sesuai,
dan apa yang dipandang menyimpang Eriyanto, 2005:122-123.
2.4 Model Hierarchi of Influence