berbagai fungsi dari media dalam mendefinisikan realitas, fungsi pertama dalam ideologi adalah media sebagai mekanisme integrasi sosial. Media disini berfungsi
menjaga nilai-nilai kelompok itu dijalankan. Dalam kerangka ini, media dapat mendefinisikan nilai dan perilaku yang sesuai dengan nilai kelompok dan perilaku
atau nilai apa yang dipandang menyimpang. Semua nilai dan pandangan tersebut bukan sesuatu yang terbentuk begitu saja, melainkan dikonstruksi. Lewat
konstruksi tersebut, media secara aktif mendefinisikan peristiwa dan realitas sehingga membentuk kenyataan apa yang layak, apa yang baik, apa yang sesuai,
dan apa yang dipandang menyimpang Eriyanto, 2005:122-123.
2.4 Model Hierarchi of Influence
Kecenderungan atau perbedaan setiap media dalam memproduksi informasi kepada khalayak dapat diketahui dari pelapisan-pelapisan yang melingkupi
institusi media. Pamela Shoemaker dan Stephen D. Reese membuat model “
hierarchi of influence” yang menjelaskan hal ini :
Gambar 1. “Hierarchi of Influence” Shoemaker dan Reese
1. Tingkat Individual
2. Tingkat rutinitas media
3. Tingkat organisasi
4. Tingkat ekstramedia
5. Tingkat ideologis
Shoemaker dan Reese, 1993, dalam Sobur, 2002:138 1.
Pengaruh individu-individu pekerja media. Diantaranya adalah pekerja komunikasi, latar belakang personal dan professional.
2. Pengaruh rutinitas media. Apa yang dihasilkan oleh media massa
dipengaruhi oleh kegiatan seleksi-seleksi yang dilakukan oleh komunikator, termasuk tenggat
deadline dan rintangan waktu yang lain, keterbatasan tempat
space, struktur piramida terbalik dalam penulisan berita dan kepercayaan reporter pada sumber-sumber resmi dalam berita yang
dihasilkan. 3.
Pengaruh organisasional. Salah satu tujuan yang penting dari media adalah mencari keuntungan materiil. Tujuan-tujuan dari media akan berpengaruh
pada isi yang dihasilkan. 4.
Pengaruh dari luar organisasi media. Pengaruh ini meliputi lobi dari kelompok kepentingan terhadap isi media,
pseudoevent dari praktisi public relations dan pemerintah yang membuat peraturan-peraturan di bidang pers.
5. Pengaruh ideologi. Ideologi merupakan sebuah pengaruh yang paling
menyeluruh dari semua pengaruh. Ideologi di sini diartikan sebagai mekanisme simbolik yang menyediakan kekuatan kohesif yang
mempersatukan di dalam masyarakat Shoemaker, Reese, dalam Sobur, 2002:138-139.
Pokok perhatian dalam studi mengenai teks atau isi media dan merupakan tingkatan yang paling menyeluruh adalah ideologi. Media mempunyai peranan
penting dalam menyebarkan ideologi. Begitu pula para pekerja media, praktisi dan hubungan-hubungannya dapat berfungsi secara ideologis Sobur, 2002:139.
2.5 Analisis Framing
Gagasan mengenai framing, pertama kali dilontarkan oleh Beterson tahun
1955 Sudibyo dalam Sobur, 2002:161. Mulanya, frame dimaknai sebagai
struktur konseptual atau perangkat kepercayaan yang mengorganisir pandangan politik, kebijakan, dan wacana, serta yang menyediakan kategori-kategori standar
untuk mengapresiasi realitas. Konsep ini kemudian dikembangkan lebih jauh oleh Goffman pada 1974, yang mengandalkan
frame sebagai kepingan-kepingan perilaku
strips of behavior yang membimbing individu dalam membaca realitas. Analisis
framing dipakai untuk membedah cara-cara atau ideologi media saat mengkonstruksi fakta. Analisis ini mencermati strategi seleksi, penonjolan, dan
pertautan fakta ke dalam berita agar lebih bermakna, lebih menarik, lebih berarti atau lebih diingat, untuk menggiring interpretasi khalayak sesuai perspektifnya.
Dengan kata lain, framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana
perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita Sobur, 2002:162.
Framing menurut Pan dan Kosicki merupakan strategi konstruksi dan memproses berita. Perangkat kognisi yang digunakan dalam mengkode informasi,
menafsirkan peristiwa, dan dihubungkan dengan rutinitas dan konvensi pembentukan berita Eriyanto, 2005:162.
G. J. Aditjondro mendefinisikan framing sebagai metode penyajian realitas di
mana kebenaran tentang suatu kejadian tidak diingkari secara total, melainkan dibelokkan secara halus, dengan memberikan sorotan terhadap aspek-aspek
tertentu saja, dengan menggunakan istilah-istilah yang punya konotasi tertentu, dan dengan bantuan foto, karikatur, dan alat ilustrasi lainnya Sudibyo dalam
Sobur, 2002:165. Ada dua aspek dalam bidang
framing. Pertama, memilih fakta atau realitas. Proses memilih fakta ini didasarkan pada asumsi, wartawan tidak mungkin
melihat peristiwa tanpa perspektif. Dalam memilih fakta ini selalu terkandung dua kemungkinan: apa yang akan dipilih
included dan apa yang dibuang excluded. Penekanan aspek tertentu itu dilakukan dengan memilih angel tertentu, memilih
fakta tertentu, dan melupakan fakta yang lain, memberitakan aspek tertentu dan melupakan aspek lainnya. Intinya, peristiwa dilihat dari sisi tertentu. Akibatnya,
pemahaman dan konstruksi atas suatu peristiwa bisa jadi berbeda antara satu media dengan media lain.
Kedua, penulisan fakta. Proses ini berhubungan dengan bagaimana fakta yang dipilih itu disajikan kepada khalayak. Bagaimana fakta yang sudah dipilih tersebut
ditekankan dengan pemakaian perangkat tertentu: penempatan yang mencolok menempatkan di
headline depan, atau bagian belakang, pengulangan, pemakaian grafis untuk mendukung dan memperkuat penonjolan, pemakaian label tertentu
ketika menggambarkan orang atau peristiwa yang diberitakan, asosiasi terhadap
simbol budaya, generalisasi, simplifikasi, dan pemakaian kata yang mencolok, gambar, dan sebagainya. Elemen menulis fakta ini berhubungan dengan
penonjolan realitas. Akibatnya, aspek tertentu yang ditonjolkan menjadi menonjol, lebih mendapat alokasi dan perhatian yang besar dibandingkan aspek
lain. Realitas yang disajikan secara menonjol atau mencolok, mempunyai kemungkinan lebih besar untuk diperhatikan dan mempengaruhi khalayak dalam
memahami suatu realitas Eriyanto, 2005:69-70.
2.6 Proses Framing