PEMBINGKAIAN BERITA KISRUH PILKADA DI MOJOKERTO PADA SURAT KABAR KOMPAS DAN JAWA POS EDISI, 22 -23 MEI 2010. ( STUDI ANALISIS FRAMING KISRUH PILKADA DI MOJOKERTO PADA SURAT KABAR KOMPAS DAN JAWA POS EDISI 22-23 MEI 2010).

(1)

PEMBINGKAIAN BERITA KISRUH PILKADA

DI MOJOKERTO PADA SURAT KABAR

KOMPAS DAN JAWA POS

(Studi Analisis Framing Tentang Pemberitaan Kisruh

PILKADA di Mojokerto pada Surat Kabar Kompas dan

Jawa Pos periode 22 -23 Mei 2010)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan memperoleh Gelar Sarjana pada FISIP UPN: “Veteran” Jawa Timur

Disusun Oleh :

LUIS HERMENEGILDO MARTINS FERNANDES

NPM. 0643010343

YAYASAN KEJUANGAN PANGLIMA BESAR SUDIRMAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL "VETERAN" JAWA TIMUR FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

SURABAYA 2010


(2)

LUIS HERMENEGILDO MARTINS FERNANDES NPM. 0643010343

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Pada tanggal 2 November 2010

Pembimbing Utama Tim Penguji:

1. Ketua

Juwito, S.Sos, MSi Juwito, S.Sos, MSi NP. 3 6704 95 00361 NP. 3 6704 95 00361

2. Sekretaris

Drs. Saifuddin Zuhri, Msi

NPT. 3 7006 94 0035 1

3. Anggota

Zainal Abidin, SSos. MSi

NPT. 3 730599 00170 1

Mengetahui, DEKAN

Dra. Hj. Suparwati, M.Si NIP. 195507181983022001


(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Kuasa nafas hidup pada seluruh makhluk. Hanya kepadanya-lah syukur dipanjatkan atas selesainya proposal skripsi ini. Sejujurnya penulis akui bahwa pendapat sulit ada benarnya, tetapi faktor kesulitan itu lebih banyak datang dari diri karena itu, kebanggaan penulis bukanlah pada selesainya proposal ini, melainkan kemenangan atas berhasilnya menundukkan diri sendiri. Semua kemenangan dicapai tidak lepas dari bantuan dari berbagai pihak selama proses penyelesaian proposal ini, penulis “wajib” mengucapkan terima kasih kepada mereka yang disebut berikut :

1. Bapak Juwito, S.Sos, Msi, selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi dan juga sebagai pembimbing saya yang telah meluangkan waktu dan tenaganya untuk membimbing saya dalam mengerjakan proposal. Thanks so much.

2. Bapak Drs. Saifuddin Zuhri, Msi selaku Sekjur Program studi ilmu komunikasi yang ikut membantu dan membimbing saya dalam menyelesaikan proposal ini.

3. Bapak/Ibu Dosen serta Staff Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik yang telah memberi banyak ilmu dan dorongan untuk bisa menyelesaikan proposal skripsi ini.

4. Ibu saya tercinta yang mendoakan saya setiap hari demi menyelesaikan tugas proposal ini.


(4)

6. Kepada teman-teman dari Timor-Leste yang ada di wilayah Rungkut. Thanks for help.

7. Teman-teman Jurusan Ilmu Komunikasi angkatan 2006 dan 2007 di UPN “Veteran” Jawa Timur memberikan support, saran masukan dan kritik pada saya tentang segala hal.

Penulis menyadari bahwa proposal skripsi ini belum sempurna dan penuh keterbatasan. Dengan harapan bahwa proposal ini dapat berguna untuk teman-teman mahasiswa di Jurusan Ilmu Komunikasi, maka saran dan kritik yang membangun sangatlah dibutuhkan untuk memperbaiki kekurangan yang ada.

Surabaya, Oktober 2010


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PENGESAHAN... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 10

1.3 Tujuan Penelitian ... 10

1.4 Kegunaan Penelitian ... 11

1.4.1 Secara Teoritis ... 11

1.4.2 Secara Praktis ... 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 12

2.1 Landasan Teori ... 12

2.1.1 Media Massa Dan Konstruksi Realitas .... 12

2.1.2 Berita Sebagai Hasil Konstruksi Realitas .. 14

2.1.3 Ideologi Institusi Media ... 16


(6)

2.2 Kerangka Berpikir ... 31

BAB III METODE PENELITIAN ... 33

3.1Metode Penelitian ... 33

3.2Subyek dan Obyek Penelitian ... 34

3.3Unit Analisis ... 34

3.4Populasi dan Korpus ... 35

3.5Teknik Pengumpulan Data ... 36

3.6Teknik Analisis Data ... 37

3.7Langkah-langkah Analisis Framing ... 37


(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Kuasa nafas hidup pada seluruh makhluk. Hanya kepadanya-lah syukur dipanjatkan atas selesainya skripsi ini. Sejujurnya penulis akui bahwa pendapat sulit ada benarnya, tetapi faktor kesulitan itu lebih banyak datang dari diri karena itu, kebanggaan penulis bukanlah pada selesainya skripsi ini, melainkan kemenangan atas berhasilnya menundukkan diri sendiri. Semua kemenangan dicapai tidak lepas dari bantuan dari berbagai pihak selama proses penyelesaian skripsi ini, penulis “wajib” mengucapkan terima kasih kepada mereka yang disebut berikut ini :

1. Prof Dr. Ir Teguh Suedarto, MP.,selaku Rektor UPN “ Veteran “ Jatim

2. Dra. Hj. Suparwati, Msi selaku Dekan Fakultas Ilmu sosial dan Ilmu politik Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran “ Jatim

3. Bapak Juwito, S.Sos, Msi, selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi dan juga sebagai pembimbing saya yang telah meluangkan waktu dan tenaganya untuk membimbing saya dalam mengerjakan skripsi ini. Thanks so much. 4. Bapak Drs. Saifuddin Zuhri, Msi selaku Sekjur Program studi ilmu komunikasi

yang ikut membantu dan membimbing saya dalam menyelesaikan skripsi ini. 5. Bapak/Ibu Dosen serta Staff Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan

Politik yang telah memberi banyak ilmu dan dorongan untuk bisa menyelesaikan skripsi ini.


(8)

dalam berbagai hal selama kuliah di UPN “Veteran” Jatim Surabaya.

8. Kepada teman-teman dari Timor-Leste yang ada di wilayah Rungkut. Thanks for help.

9. Teman-teman Jurusan Ilmu Komunikasi angkatan 2006 dan 2007 di UPN “Veteran” Jawa Timur memberikan support, saran masukan dan kritik pada saya tentang segala hal.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna dan penuh keterbatasan. Dengan harapan bahwa skripsi ini dapat berguna untuk teman-teman mahasiswa di Jurusan Ilmu Komunikasi, maka saran dan kritik yang membangun sangatlah dibutuhkan untuk memperbaiki kekurangan yang ada.

Surabaya, November 2010


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PENGESAHAN... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR ISI ... v

ABSTRAKSI ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... ... 10

1.3 Tujuan Penelitian ... ... 10

1.4 Kegunaan Penelitian ... ... 11

1.4.1 Secara Teoritis ... 11

1.4.2 Secara Praktis... 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 12

2.1 Landasan Teori ... 12

2.1.1 Media Massa Dan Konstruksi Realitas ... 12

2.1.2 Berita Sebagai Hasil Konstruksi Realitas ... 14


(10)

2.1.7 Perangkat Framing ... ... 24

2.2 Kerangka Berpikir ... 31

BAB III METODE PENELITIAN ... 33

3.1 Metode Penelitian ... 33

3.2 Subyek dan Obyek Penelitian ... 34

3.3 Unit Analisis ... 34

3.4 Populasi dan Korpus ... 35

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 36

3.6 Teknik Analisis Data ... 37

3.7 Langkah-langkah Analisis Framing... 37

BAB III METODE PENELITIAN ... 33

3.8 Metode Penelitian ... 33

3.9 Subyek dan Obyek Penelitian ... 34

3.10 Unit Analisis ... 34

3.11 Populasi dan Korpus ... 35

3.12 Teknik Pengumpulan Data ... 36


(11)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41

4.1. Gambaran Umum Obyek Penelitian ... 41

4.1.1. Profil Perusahaan Kompas... 41

4.1.1.1. Kebijakan Redaksional... 53

4.1.1.2. Profil Produk ... 55

4.1.2. Profil Perusahaan Jawa Pos ... 57

4.2. Hasil dan Pembahasan ... 61

4.2.1. Analisis Data Berita Kompas... 61

4.2.1.1. Judul : 33 Mobil Hangus dan Dirusak, Sabtu 22 Mei 2010 ... 61

4.2.1.2. Judul : Pilkada Mojokerto Jalan Terus ... 64

4.2.2. Analisis Data Berita Jawa Pos ... 67

4.2.2.1. Judul : Pilkda Mojokerto Membara, Sabtu 22 Mei 2010 ... 67

4.2.2.2. Judul : Satu Mobil Dilempar 2 Molotov, Minggu 23 Mei 2010 ... 71

4.2.3. Perbandingan Kompas dan Jawa Pos dalam Model Zhondang Pan dan Gerald M. Kosieki. ... 74

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 79

4.3. Kesimpulan ... 79

4.4. Saran ... 80


(12)

KOMPAS DAN JAWA POS EDISI, 22 -23 MEI 2010.

( STUDI ANALISIS FRAMING KISRUH PILKADA DI MOJOKERTO PADA SURAT KABAR KOMPAS DAN JAWA POS EDISI 22-23 MEI 2010).

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pembingkaian dari surat kabar Kompas dan Jawa Pos tentang kisruh pilkada di Mojokerto yang di muat oleh kedua surat kabar tersebut.

Metode penelitian yang digunakan bersifat Kualitatif, yaitu metode analisis data yang mengunakan sumber-sumber yang ada dari berbagai sumber wawancara, pengelipingan,buku-buku, serta bahan browsin dari internet.Metode ini lebih mudah menyesuaikan bila dalam penelitian terjadi kejanggalan maupun kegandaan data,menyajikan tidak secara langsung hubungan antara peneliti dengan objek peneliti, lebih peka serta dapat menyesuaikan diri dengan banyak pengaruh terhadap pola-pola nilai yang di hadapi.Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif yaitu data yang di kumpulkan melalui Pengelipingan data dan Wawancara dengan nara sumber yang berkaitan dengan peristiwa tersebut.

Hasil yang dapat dari interprestasi tersebut adalah adanya pro dan kontra Kompas dan Jawa Pos dalam membingkai atau mengkonstruck peristiwa kisruh pilkada di Mojokerto berdasarkan rutinitas cara kerja institusi kedua media tersebut.

Kesimpulan yang didapat adalah Jawa pos membingkai kisruh di Mojokerto sebagai salah satu kejadian pilkada terbesar yang pernah terjadi belakangan ini, sedangkan kompas lebih menyoroti pada kelanjutan pilkada Mojokerto.

Kata kuncinya ada pada model analisis framing pan dan kosicki dan teori penjaga gerbang (Gatekeeper Theory) yang mengatakan dalam penulisan berita dibutuhkan proses seleksi dari wartawan di lapangan, yang mana berita yang penting dan mana yang tidak penting, mana peristiwa yang bisa diberitakan dan mana yang tidak.Setelah itu berita masuk ke dalam redaktur, akan diseleksi lagi dan disunting dengan bagian mana yang perru di tambahkan.Pandangan ini mengaidaikan seolah olah realitas yang benar-benar riil yang ada di luar wartawan.Realitas riil itulah yang diseleksi oleh wartawan untuk kemudian dibentuk dalam sebuah berita.(Eryanto,2002 : 100).


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Ketika produk media massa sampai kepada masyarakat sesungguhnya merupakan hasil “rekonstruksi realita”. bahwa peristiwa yang disaksikan ataupun dialami oleh reporter dan juru kamera maupun editor dan redaktur atau pemimpin redaksi. Suatu proses yang cukup unik meskipun berlangsung begitu cepat. Ini yang disebut sebagai proses rekonstruksi atas realita (Pareno, 2005 : 4).

Media memiliki kemampuan dalam membeberkan suatu fakta bahkan membentuk opini masyarakat. Salah satu media yang secara gamblang dan lebih rinci dalam pemberitaannya adalah surat kabar. Assegaf mengatakan bahwa :

Berita dalam pandangan Fishman (Eriyanto, 2004 : 100) bukanlah refleksi atau distorsi dari realitas yang seakan berada diluar sana. Titik perhatian tentu saja bukan apakah berita merefleksikan realitas atau apakah berita distorsi atas realitas. Berita yang muncul di media massa merupakan hasil saringan dan kebijakan redaksi atas suatu peristiwa yang diliput dan disesuaikan dengan tujuan dan sikap dari media.

Tidak setiap informasi yang tidak memiliki nilai berita, menurut pandangan jurnalistik tidak layak untuk dimuat, disiarkan, atau ditayangkan di media massa. Hanya informasi yang memiliki nilai berita, atau memberi banyak


(14)

manfaat kepada publik yang patut mendapat perhatian media. (Sumadiria, 2005 : 86).

Untuk membuat informasi menjadi lebih bermakna biasanya sebuah media cetak melakukan penonjolan-penonjolan terhadap suatu berita. Dalam pengambilan keputusan mengenai sisi mana yang ditonjolkan tentu melibatkan nilai dan ideologi para wartawan yang terlibat dalam proses produksi sebuah berita (Sobur, 2001 : 163).

Realitas yang disajikan secara menonjol atau mencolok mempunyai peluang besar untuk diperhatikan dan mempunyai khalayak dalam memahami realitas karena itu dalam praktiknya, framing dijalankan oleh media dengan menyeleksi isu tertentu dan mengabaikan isu lain, serta menonjolkan aspek isu tersebut dengan menggunakan berbagai strategi wacana (Sobur, 2001 : 164).

Dye dan Zeigler (1986 : 7-22) mengidentifikasikan fungsi politis media massa. Fungsi meliputi lima hal pokok : (a) fungsi pemberitaan, (b) interpretasi, (c) sosialisasi, (d) persuasi, dan (e) fungsi penganggendaan isu. Dalam hal ini, fungsi pemberitaan terutama pada aktivitas pokok media, yakni mengamati apa yang terjadi di masyarakat dan kemudian melaporkannya. Pertanyaan-pertanyaan yang biasa muncul berkenaan dengan fungsi pemberitaan ini adalah apa yang disebut berita, peristiwa mana yang harus diberitakan, siapa yang harus diberi tempat dalam pemberitaan, dan frame (penonjolan substansi persoalan) apa yang harus dipilih berkenaan dengan peristiwa yang diberitakan.


(15)

 

Fungsi interpretasi berkenaan dengan peran media massa sebagai penafsir atas realitas dalam wujud informasi kepada publik. Media massa biasanya menempatkan suatu peristiwa dalam konteks tertentu, memilih frame pemberitaan, memilih sumber-sumber tertentu, baik dalam berita maupun dalam

talkshow, dan mengemukakan analisis dan interpretasi-interpretasi tertentu.

Informasi inilah yang secara potensial menjadi rujukan khalayak dan mempengaruhi pengetahuan dan persepsi khalayak berkenaan dengan berbagai peristiwa atau isu yang diberitakan. semua ini dapat memiliki konsekuensi politis, baik pada publik secara luas, lebih-lebih pihak-pihak bergelut di dunia politik, seperti berbagai organisasi politik dan pemerintah. Dalam hal ini, fungsi interpretasi dapat dikatakan berkenaan dengan peran media dalam mendefinisikan, mengkonstruksi, dan mendekonstruksi realitas.

Fungsi sosialisasi menunjuk pada kiprah media massa menyebarluaskan dan membantu upaya pewarisan nilai-nilai dan norma-norma di dalam masyarakat. Fungsi persuasi media massa terutama saat kampanye dimaksudkan untuk meningkatkan popularitas dan dukungan publik terhadap partai atau kandidat tertentu. Fungsi agenda setting dapat diamati, misalnya ketika media massa memberikan bobot tertentu terhadap peristiwa atau isu yang diberitakan. Pemberian bobot ini bisa dilakukan dengan pemberian alokasi ruang atau waktu tertentu, penempatan berita pada halaman terntentu, ataupun penempatan urutan pemberitaan. Persoalan ataupun peristiwa yang diprioritaskan media massa menjadi persoalan yang paling potensial diperbincangkan oleh publik (Pawito, 2009 : 95-98)


(16)

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan kajian analisis framing. Analisis framing adalah salah satu metode analisis teks yang berada dalam kategori penelitian konstruksionis. Paradigma ini memandang realitas kehidupan sosial bukan realitas yang natural, tetapi hasil dari konstruksi. Karenanya, konsentrasi analisis pada paradigma konstruksionis adalah menemukan bagaimana peristiwa atau realitas tersebut dikonstruksi, dengan cara apa konstruksi itu dibentuk (Eriyanto, 2004 : 37)

Analisis framing juga merupakan pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Cara pandang atau perspektif itu pada akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan dan hendak dibawa kemana berita tersebut (Eriyanto, 2004 :68)

Analisis framing merupakan salah satu model analisis solutif yang bisa mengungkapkan rahasia dibalik perbedaan, bahkan pertentangan media dalam mengungkapkan fakta. Analisis framing membongkar bagaimana realitas dibingkai oleh media, akan dapat diketahui siapa mengendalikan siapa, mana kawan mana lawan, mana patron mana klien, siapa diuntungkan dan siapa dirugikan, siapa membentuk dan siapa dibentuk dan seterusnya (Eriyanto, 2004 : xv).

Dalam analisis framing tidak lepas tokoh-tokohnya, antara lain Murray Edelman, Robert N. Entman, William Gamson, Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki (Eriyanto, 2004 : xiv).


(17)

 

Dalam penelitian ini penulis menggunakan analisis framing milik Zhondang pan dan Gerald M. Kosicki. Prinsip analisis framing menyatakan bahwa terjadi proses seleksi isu dan fakta yang diberitakan oleh media. Fakta ini ditampilkan apa adanya, namun di beri bingkai (frame) sehingga menghasilkan konstruksi makna yang spesifik. Dalam hal ini biasanya media menyeleksi sumber berita, memanipulasi pernyataan dan mengedepankan perspektif tertentu sehingga suatu interpretasi menjadi lebih menyolok (noticeable) daripada interpretasi yang lain (Sobur, 2001 : 165).

Sedangkan proses framing itu sendiri dalam hal ini didefinisikan sebagai proses membuat suatu pesan lebih menonjol, menempatkan informasi lebih daripada yang lain. sehingga khalayak lebih tertuju pada pesan tersebut hal ini seperti yang dinyatakan oleh Pan dan Kosicki (Eriyanto, 2004 : 252).

Pan dan Kosicki merupakan salah satu pilihan dalam menganalisis teks media disamping analisis isi kuantitatif, dengan cara apa wartawan menonjolkan permaknaan mereka terhadap suatu peristiwa yaitu wartawan melihat dari strategi, kata, kalimat, lead, foto, grafik, dan hubungan antara kalimat (Eriyanto, 2004 : 254). Dalam pendekatan ini perangkat framing dibagi menjadi empat bagian sturuktur besar. Pertama, struktur sintaksis, Kedua, struktur skrip, Ketiga, struktur tematik dan Keempat, struktur retoris.

Kerusuhan pilkada di Mojokerto berawal dari kedatangan massa secara bergelombang ke gedung DPR kabupaten Mojokerto sejak sekitar pukul 08:30. Saat itu gedung wakil rakyat di gelar acara penyampaian visi dan misi para calon


(18)

bupati dan wakil bupati. Pilkada di kabupaten Mojokerto diikuti tiga pasangan calon. Nomor urut satu adalah pasangan Mustofa Kamal (Pasa) dan Choirun nisa' (manis) yang diusung tujuh partai ( PKB, PPP, PKS, PKPB, PBB dan Patriot). Nomor urut dua adalah pasangan Suwardi (incumbent) dan Wahyudi (Wasis) yang di usung PDIP, GOLKAR, dan DEMOKRAT. Nomor urut tiga dan jalur Independen adalah Khoirul Badik dan Yazid Kehar (kokoh).

Sebenarnya ada satu pasangan lagi yang sudah memenuhui syarat dari sisi dukungan partai politik. Mereka adalah KH. Dimayati dan M. Karel, tapi keduanya di coret KPUD karena tak lolos tes kesehatan, pencoretan tersebut membuat marah pendukung Dimayati, sejak pencoretan itu, aksi untuk rasa menantang keputusan KPUD sering terjadi, dari aksi unjuk rasa itu, pengujuk rasa menuntut pilkada agar di stop atau di tunda.

Menanggapi kerusuhan di Mojokerto, surat kabar Kompas dan Jawa Pos mempunyai cara yang berbeda dalam mengkonstruksi berita tersebut, dikarenakan adanya perbedaan cara pandang wartawan dari masing-masing media dalam mempersepsikan suatu peristiwa. Perbedaan dari cara kedua harian tersebut dalam mengemas berita disebabkan adanya perbedaan kebijakan redaksi dan juga perbedaan visi dan misi dari masing-masing media. Manakala rekonstruksi realita itu sejalan dengan visi dan misi, akan diloloskan. Sebaliknya, jika tidak sejalan apalagi menghalangi, maka tidak akan diloloskan (Pareno, 2005 : 5).


(19)

 

Pada penelitian ini penulis mengkliping pemberitaan dari dua media cetak, yaitu Jawa Pos dan Kompas. Framing dapat dipandang sebagai penempatan informasi-informasi dalam konteks yang khas sehingga isu tertentu mendapatkan alokasi lebih besar daripada isu yang lain. Framing juga menekankan pada penonjolan teks komunikasi, sehingga membuat informasi yang disajikan menjadi lebih menarik dan mudah diingat oleh masyarakat. penonjolan adalah proses membuat informasi menjadi lebih bermakna, lebih menarik, atau lebih diingat oleh khalayak. Framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita (Eriyanto, 2004 : 186-187).

Dipilihnya surat kabar Jawa Pos dan Kompas sebagai subyek penelitian dengan alasan bahwa keduanya merupakan pers umum, pers nasional yang sama-sama terbit dan yang paling berpengaruh di Jawa Timur, bahkan di pulau Jawa. Serta mendapat pangsa pasar yang tersebar di seluruh Jawa Timur. Jawa Pos misalnya merupakan surat kabar regional terbesar di Jawa Timur yang terbit secara nasional. Sedangkan Kompas merupakan salah satu surat kabar yang termasuk dalam 10 surat kabar besar nasional dan menjadi surat kabar terbesar kedua di Jawa Timur setelah Jawa Pos (www.surya.co.id). Kedua surat kabar ini juga sama-sama menganggap kisruh pilkada Mojokerto mempunyai nilai berita (News Value) yang tinggi karena sesuai dengan pangsa pasar terbesar mereka yaitu kota Mojokerto.

Peneliti melihat surat kabar Jawa Pos dalam memberitakan kerusuhan pilkada di Mojokerto sebagai kejadian yang membara dan terbesar yang pernah


(20)

terjadi beberapa waktu belakangan ini (Jawa Pos, 22 Mei 2010). Sebaliknya

Kompas memberitakan keputusan KPU untuk pilkada Mojokerto jalan terus

(Kompas, 23 Mei 2010).

Menurut model Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki berita dilihat terdiri dari berbagai simbol yang disusun lewat perangkat simbolik yang dipakai yang akan dikonstruksi dalam memori khalayak. Dengan kata lain tidak ada pesan atau stimuli obyektif, sebaliknya berita dilihat sebagai perangkat kode yang membutuhkan interpretasi makna. Teks berita tidak hadir begitu saja sebaliknya teks berita dilihat sebagai teks yang dibentuk lewat struktur dan formasi tertentu, melibatkan proses produksi dan konsumsi dari suatu teks (Eriyanto, 2004 : 251). Dalam pendekatan ini perangkat framing dibagi menjadi empat bagian sturktur besar. pertama;; struktur sintaksis, kedua; struktur skrip, ketiga; struktur tematik, keempat; struktur retoris. Melalui perangkat framing itu dapat juga menjadi alat peneliti untuk memahami bagaimana media mengemas peristiwa. Wartawan dalam menonjolkan pemaknaan dan penafsiran pada suatu peristiwa dengan menggunakan strategi kata, kalimat, lead, hubungan antar kalimat, foto, grafik dan perangkat lain untuk membantu dirinya mengungkap pemaknaan mereka sehingga dapat dipahami oleh pembaca. Seperti halnya berita tentang kisruh pilkada di Mojokerto, media menganggap bahwa peristiwa ini penting karena berita tersebut banyak menuai aksi pro dan kontra di berbagai kalangan masyarkat Jawa Timur khususnya Mojokerto.


(21)

 

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka perumusan masalah yang akan diteliti adalah :

"Bagaimana pembingkaian berita kisruh pilkada di Mojokerto pada surat kabar Jawa Pos dan Kompas "

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan "Untuk mengetahui pembingkaian berita kisruh pilkada di Mojokerto pada surat kabar Jawa Pos dan Kompas "

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Kegunaan Teoritis

Untuk menambah kajian dalam bidang ilmu komunikasi terutama yang menggunakan metode kualitatif pada umumnya, dan analisis framing pada khususnya. Dengan melakukan penelitian ini diharapkan dapat memperoleh pengetahuan tentang strategi yang digunakan media dalam membingkai suatu realitas.

1.4.2. Kegunaan Praktis

1. Sebagai bahan evaluasi bagi pihak media dalam menyajikan berita dan sebagai referensi bagi pihak-pihak yang tertarik dalam kajian masalah yang sama.


(22)

2. Memberikan edukasi bagi masyarakat bahwa sesungguhnya berita tidaklah subyektif seperti pandangan umum. Diperlukan pandangan yang komprehensif untuk bisa menelaah isi berita dengan benar agar tidak terjadi kesalahpahaman di masyarakat yang bisa menyebabkan konflik. 


(23)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Media Massa dan Konstruksi Realitas

Media Massa wajib menyampaikan informasi yang jujur dan benar sesuai fakta peristiwa kepada masyarakat. Sesuai fungsinya, media massa harus bisa mencerahkan pikiran pembaca dengan mengungkap fakta, menulis berita, menyunting, serta menyiarkan berita kepada khalayak pembaca. Melalui media, wartawan bisa menggambarkan suatu peristiwa berdasarkan realita dan fakta yang ada. Peranan media masa adalah mengungkap fakta tanpa menyulut isu, melainkan lebih ke pencarian sosial. Dalam penyebaran informasi dengan pihak-pihak yang bertikai, media massa harus bisa memahami dan menilai masalah yang menjadi penyebab pertikaian.

Media adalah saluran untuk menggambarkan realitas, media bukanlah sekedar saluran yang bebas, ia juga subjek yang mengkonstruksi realitas, lengkap dengan pandangan, bias dan pemihakannya. Disini media pandang sebagai agen konstruksi sosial yang mendefinisikan realitas. Pandangan semacam ini menolak argument yang menyatakan media seolah-olah sebagai tempat saluran bebas. Berita yang kita baca bukan hanya menggambarkan realitas bukan hanya menunjukkan pendapat sumber berita, tetapi juga konstruksi dari media itu sendiri. Lewat berbagai instrument yang dimilikinya, media agen yang secara aktif menafsirkan realitas untuk disajikan kepada khalayak. (Eriyanto, 2002 : 23)


(24)

Media memiliki kemampuan tertentu dalam menciptakan citra suatu realitas. Isi media merupakan lokasi yang menampilkan beberapa peristiwa yang terjadi sehingga bagi masyarakat berfungsi untuk memperoleh gambaran realitas sekaligus penilaian normative terhadap realitas tersebut. Proses konstruksi realitas oleh media pada prinsipnya merupakan upaya konseptualisasi sebuah peristiwa, maka seluruh isi media merupakan realitas yang telah mengalami proses konstruksi kembali. Pembuatan berita media masa pada dasarnya adalah penyusunan atau proses konstruksi kumpulan realitas-realitas sehingga menimbulkan acara yang bermakna. (Syahputra, 2006 : 73)

Media berperan besar dalam pencitraan realitas tersebut. Citra adalah gambaran mengenai sesuatu yang memiliki makna karena media memiliki kemampuan tertentu dalam menciptakan realitas. Sis media masa merupakan lokasi yang menampilkan berbagai peristiwa yang terjadi, sehingga bagi masyarakat berfungsi untuk memperoleh gambaran/ informasi citra realitas dan sekaligus penilaian normative terhadap realitas tersebut (Syahputra, 2006 : 75).

Media masa dapat berperan dalam mengkontruksi suatu peristiwa untuk pembentukan realitas sosial. Untuk melakukan hal ini media massa dapat mengelola informasi menjadi lebih bermakna, lebih menarik dan pembaca pun lebih berminat mengetahui jalannya peristiwa yang tengah diliputnya.


(25)

13

2.1.2 Berita Sebagai Hasil Konstruksi Realitas

Berita merupakan nyawa dari media massa. Keberadaannya media massa. Baik pada awal kelahirannya, masa perkembangannya, maupun sampai pada di era kejayaannya sekarang ini sehingga memasuki era informasi, bukan saja penting tetapi juga sangat menentukan arah peradaban umat manusia. (Pareno, 2005 :2). Berita adalah jalan cerita tentang peristiwa. Ini berarti suatu berita setidaknya mengundang dua hal, yaitu peristiwa dan jalan cerita. Jalan cerita tanpa ada peristiwa atau peristiwa tanpa jalan cerita tidak dapat disebut berita. (Tebba, 2005:55)

Berita juga produk dari konstruksi dan pemaknaan atas realitas. Pemaknaan seseorang atas suatu realitas bisa jadi berbeda dengan orang lain, yang tentunya menghasilkan “realitas” yang berbeda. Apabila ada perbedaan antara berita dan realitas yang sebenarnya maka tidak di anggap sebagai kesalahan, tetapi memang seperti itulah pemaknaan mereka tas suatu yang relitas (Eriyanto, 2002 : 27). Berita-berita yang disajikan media kepada khalayak pembaca merupakan hasil konstruksi dari suatu realitas tertentu. Peristiwa yang dijadikan berita oleh media massa tentunya melalui proses penyelesaian terlebih dahulu. Hanya peristiwa yang memenuhi khalayak informasi yang akan menjadi berita. Peristiwa yang layak untuk dijadikan berita akan diangkat oleh media massa kemudian ditampilkan pada khalayak.

Berita adalah rekonstruksi fakta sosial yang diceritakan sebagai wacana fakta media. Perspektif konstruksi melihat realitas tak terbuka diteliti langsung, lebih merupakan cermin suatu kenyataan yang hanya dapat dikonstruksi pikiran.


(26)

Konstruksi ini berisi kesepakatan pemahaman, komunikasi inter subyektif, andil sejumlah pihak, serta pengalaman dan inter prestasi bersama terhadap makna. Karena konstruksi fakta bersifat simbolik, maka bentuknya lebih discursive, yakni dinyatakan melalui teks atau wawancara. (Siahaan, 74 : 2001)

Berita pada dasarnya dibentuk lewat proses aktif dari pembuat berita. Peristiwa yang kompleks dan tidak beraturan disederhanakan dan dibuat bermakna oleh pembuat berita. Semua proses tersebut melibatkan proses lewat skema inter prestasi dari pembuat berita. (Eriyanto, 2002:91). Penelitian dalam level produksi berita, seringkali di pusatkan pada proses pembentukan berita (Newsroom). Newsroom disini dipandang bukan sebagai ruang yang hampa, netral dan seakan-akan hanya menyalurkan informasi yang didapat, tak lebih tak kurang. Proses pembentukan berita sebaliknya adalah proses yang rumit dan banyak yang berpotensi untuk mempengaruhi. (Sudibyo, 2001: 7)

Proses produksi berita adalah proses seleksi. Seleksi ini adalah dari wartawan di lapangan, yang akan memilih mana peristiwa yang penting atau tidak, mana peristiwa yang akan diberikan dan mana yang tidak, setelah berita itu ke Redaktur, akan diseleksi lagi dengan menekan bagian mana yang perlu di kurangi dan bagian mana yang di tambah. Pandangan ini mengandaikan seolah-olah ada realitas yang benar-benar riil yang ada di luar diri wartawan. Realitas yang riil itulah yang akan diseleksi oleh wartawan untuk kemudian di bentuk dalam sebuah berita. Berita dihasilkan dari pengetahuan dan pikiran, bukan karena ada realitas obyek yang berada di luar, melainkan karena orang akan


(27)

15

mengorganisasikan dunia yang abstrak ini menjadi dunia yang koheren dan beraturan serta mempunyai makna. (Eriyanto, 2002 : 100)

Panggilan berita yang mendalam adalah untuk memenuhi tanggung jawab pers dalam menyajikan berita secara jujur, adil dan berimbang juga pada akhirnya berguna pula untuk memberikan perspektif terhadap peristiwa yang disiarkan konsep berita sekarang tidak hanya menyajikan fakta-fakta, tetapi lebih dari itu ialah memberikan perspektif untuk memenuhi tuntutan jurnalistik baru yang berkembang dewasa ini. (Tebba, 2005 : 143)

2.1.3 Ideologi Institusi Media

Media berperan mendefinisikan bagaimana realitas seharusnya dipahami, bagaimana realitas itu dijelaskan dengan cara tertentu kepada khalayak. Pendefinisian tersebut bukan hanya pada peristiwa, melainkan juga aktor-aktor sosial. Diantara berbagai fungsi dari media dalam mendefinisikan realitas, fungsi pertama dalam ideologi adalah sebagai mekanisme integrasi sosial. Media disini berfungsi menjaga nilai-nilai kelompok dan mengontrol bagaimana nilai-nilai kelompok itu dijalankan (Eriyanto, 2002 : 122)

Pertimbangan ideologis suatu media massa biasanya ditentukan oleh latar belakang pendiri atau pemiliknya, baik itu latar belakang agama maupun nilai-nilai yang dihayati. Tetapi pertimbangan ideologis itu bukan hanya agama, melainkan juga nilai-nilai yang dihayati, seperti kemanusiaan, kebangsaan dan sebagainya. Setiap kali terjadi peristiwa yang terkait dengan nilai-nilai tersebut


(28)

maka hal itu menjadi dasar pertimbangan untuk menyiarkannya. (Tebba, 2005 : 152)

Media membantu kelompok domain menyebarkan gagasannya, mengontrol kelompok lain dan membentuk konsensus antara anggota komunitas. Lewat media lah, ideologi domain, apa yang baik apa yang buruk di mapankan. Media sekedar saluran yang bebas, ia juga subyek yang mengkontruksi realitas, lengkap dengan pandangan, bias dan pemihakan nya. Seperti di katakan Tony Bennett (dalam Eriyanto, 2001) media di pandang sebagai agen konstruksi sosial yang mendefinisikan realitas sesuai dengan kepentingannya. Dalam pandangan kritis , media juga di pandang sebagai wujud dari pertarungan ideologi antara kelompok-kelompok yang ada dalam masyarakat. Disini media bukan sarana yang netral yang menampilkan kekuatan dan kelompok dalam masyarakat secara apa adanya tetapi kelompok dan ideologi yang domain itulah yang akan tampil dalam pemberitahuan. (Eriyanto, 2001 : 36)

Media disini dipandang sebagai instrumen ideologi, melalui mana satu kelompok menyebarkan pengaruh dan dominasinya kepada kepentingan dan pemaknaan dari berbagai kelompok akan mendapatkan perlakuan yang sama dan seimbang. Media justru menjadi subyek yang mengkontruksi realitas berdasarkan penafsiran dan definisinya sendiri untuk disebarkan kepada masyarakat. Media berperan dalam mendefinisikan realitas. Kelompok dan ideologi dominan lah yang biasanya berperan dalam hal ini. (Sudibyo, 2001 : 55)

Media masa sebagaimana lembaga-lembaga pendidikan, agama, seni dan kebudayaan merupakan bagian dari alat kekuasaan negara yang bekerja secara


(29)

17

ideologis guna membangun kepatuhan khalayak terhadap kelompok yang berkuasa. Media bisa menjadi sarana penyebaran ideologi penguasa, alat legitimasi dan kontrol atau wacana publik. Namun media juga bisa menjadi alat resistensi terhadap kekuasaan. Media bisa menjadi alat untuk membangun kultur dan ideologi dominan bagi kepentingan kelas dominan sekaligus juga menjadi instrumen perjuangan bagi kaum tertindas untuk membangun kultur dan ideologi tendingan. (Sobur, 2001 : 30)

2.1.4 Teori Penjaga Gerbang (Gatekeeper Theory)

Framing bukan hanya berkaitan dengan skema individu (Wartawan),

melainkan, juga berhubungan dengan proses produksi berita. Bagaimana peristiwa dibingkai, kenapa peristiwa dipahami dalam kerangka tertentu atau bingkai tertentu, bukan semata-mata disebabkan oleh struktur skema wartawan, melainkan juga rutinitas kerja dan institusi media secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi pemaknaan peristiwa. (Eriyanto, 2002 : 99). Lewat Frame, jurnalis mengemas peristiwa yang kompleks itu menjadi peristiwa yang dapat di pahami, dengan perspektif tertentu dan lebih menarik perhatiannya khalayak. Laporan berita yang akhirnya ditulis oleh wartawan pada akhirnya menampilkan apa yang di anggap panting dan apa yang perlu di tonjolkan dan apa yang perlu disampaikan oleh wartawan kepada khalayak pembaca. (Eriyanto, 2002 : 69).

Teori Gatekeeper adalah teori tentang proses seleksi berita. Dalam penulisan berita dibutuhkan proses seleksi dari wartawan di lapangan, yang akan memilih mana yang penting dan mana yang tidak penting, mana peristiwa yang


(30)

bisa di beritakan dana mana yang tidak. Setelah berita itu masuk ke tangan redaktur, akan diseleksi lagi dan disunting dengan menekan bagian mana yang perlu di tambahkan. Pandangan ini mengandaikan seolah-olah realitas yang benar-benar riil yang ada di luar wartawan. Realitas yang riil itulah yang akan diseleksi oleh wartawan untuk kemudian di bentuk dalam sebuah berita. (Eryanto, 2002 : 100)

Semua saluran media massa mempunyai sejumlah Gatekeeper dan memainkan peranan dalam beberapa fungsi. Gatekeeper bisa juga menghentikan sebuah informasi dan tidak membuka “Pintu Gerbang” (Gate) bagi keluarnya informasi yang akan disebarkan. Baik buruknya dampak pesan yang di sebarkan. Baik buruknya dampak pesan yang disebarkannya tergantung pada fungsi pentapisan informasi atau pemalang pintu ini. (Nurdin, 2003 : 110).

Peranan penjaga gawang atau Gatekeeper menurut John R. Bittner dalam buku Nurdin (2003 : 115) adalah :

(1) Menyiarkan informasi kepada kita; (2) untuk membatasi informasi yang kita terima dengan mengedit informasi ini sebelum disebarkan pada kita; (3) untuk memperluas kuantitas informasi dengan menambahkan fakta dan pandangan lain; (4) untuk menginterpretasikan informasi.

Terlepas dari konsep Gatekeeper, isi berita yang ada di media mungkin saja di peroleh dengan cara di cari, di pesan sebelumnya atau penemuannya di rencanakan secara sistematis. Kadang-kadang berita harus di olah atau di bentuk oleh redaksi. Pembentukan berita semacam itu seperti halnya penyeleksi berita,


(31)

19

tidak di lakukan secara acak dan bersifat subyektif. Pembuatannya di sesuaikan dengan pola interpretasi dan relevansinya dengan berbagai institusi birokratis yang menjadi sumber berita atau yang menangani peristiwa tersebut. Gatekeeper keberadaannya dengan peralatan mekanisme yang harus dipunyai oleh media dalam komunikasi massa. Oleh karena itu, Gatekeeper menjadi keniscayaan keberadaannya dalam media massa dan menjadi salah satu cirinya. (Nurdin, 2003 : 30)

2.1.5 Analisis Framing

Dalam analisis Framing, yang kita lakukan pertama kali adalah melihat bagaimana media mengkonstruksi realitas peristiwa dipahami bukan sesuatu yang

taken for granted , sebaliknya wartawan dan media yang secara aktif membentuk

realitas. Realitas tercipta dalam konsepsi wartawan. Berbagai fakta diabstraksikan menjadi peristiwa yang kemudian hadir di hadapan khalayak. Yang menjadi titik persoalan dari penelitian Framing adalah bagaimana realitas atau peristiwa di konstruksi oleh media, bagaimana media membangkitkan peristiwa dalam konstruksi tertentu. (Etiyanto, 2002 : 7)

Prinsip analisis framing menyatakan bahwa terjadi proses seleksi dan penajaman terhadap dimensi-dimensi tertentu dari fakta yang diterbitkan dalam media. Fakta tidak ditampilkan secara apa adanya, namun diberi bingkai (Frame). Sehingga menghasilkan konstruksi makna yang spesifikasi. Dalam hal ini, awak media lazim menyeleksi sumber berita, memanipulasi pernyataannya, serta


(32)

mengedepankan perspektif tertentu sehingga suatu interpretasi menjadi lebih Noticeable dari pada interpretasi yang lain. (Sudibyo, 2001 : 157).

Konsep tentang framing atau Frame berasal dari ranah ilmu kognitif (psikologis). Awalnya oleh Baterson dimaknai struktur konseptual atau perangkat kepercayaan yang mengorganisir pandangan politik, kebijakan dan yang menyediakan kategori standar untuk mengapresiasikan realitas (Sudibyo, 1999 : 23-24) karena frame memungkinkan individu untuk melokaliasi, merasakan, mengidentifikasi dan memberi lebel terhadap peristiwa-peristiwa secara informasi (Siahaan dkk, 2001 : 76).

G.J. Aditjondro mendefinisikan Framing sebagai metode penyajian realitas dimana kebenaran tentang suatu kejadian tidak diingkari secara total, melainkan dibelokkan secara halus, dengan memberikan sorotan terhadap aspek-aspek tertentu saja, dengan menggunakan istilah-istilah yang punya konotasi tertentu dan dengan bantuan foto, karikatur dan alat ilustrasi lainnya (Sudiboyo, 1999 : 26 26). Frame dapat dimaknai sebagai batasan-batasan wacana serta elemen – elemen konstitusi yang tersebar dalam konstruksi wacana (Sudibyo, 2001 : 222).

Realitas yang disajikan secara menonjol atau mencolok mempunyai kemungkinan lebih besar untuk diperhatikan dan mempengaruhi khalayak dalam memahami suatu realitas. Frame terletak di dalam properti spesifikasi berita naratif yang mengarahkan perasaan dan pemikiran mengenai peristiwa-peristiwa untuk membangun pengertian khusus (Siahaan dkk, 2001:77). Proses Framing dapat menghasilkan dikotomi antara kondisi obyektif realitas sosial dengan gambaran yang lahir dari proses “redefinisi kolektif” yang di stimuli dan


(33)

21

digerakkan oleh media. Framing memungkinkan media mengemas dan mengelola informasi sesuai dengan ideologi, kecenderungan atau keberpihakan politik mereka demi penyiaran yang efisien kepada khalayaknya (Siahaan, 2001 : 77).

Media massa pada dasarnya adalah wahana diskusi tentang suatu masalah yang melibatkan dan mempertemukan tiga pihak : wartawan, sumber berita dan khalayak. Media massa menjadi tempat berbagai kelompok sosial, institusi dan ideologi berdebat atas dasar definisi dan kontribusi realitas sosial masing-masing. Analisis framing memandang wacana berita sebagai arena perang simbolik antara pihak-pihak yang berkompeten dalam suatu persoalan (Sudibyo, 199 : 34)

Proses framing berkaitan dengan strategi pengelolaan dan penyajian informasi dalam hubungan dengan rutinitas dan konversi profesional jurnalistik. Dominasi sebuah Frame dalam suatu wacana berita bagaimanapun di pengaruhi oleh proses produksi berita dimana terlibat unsur-unsur redaksional. Dengan kata lain proses framing merupakan bagian yang integral dari proses redaksional media massa dan menempatkan awak pada proses strategis. (Sudibyo, 2001 : 87).

2.1.6 Proses Framing

Proses framing berkaitan erat dengan rutinitas dan konvensi profesional jurnalistik dan penyajian informasi dalam presentasi media, dengan kata lain proses framing merupakan bagian yang integral dari proses redaksional media massa. (Sudibyo, 2001 : 224).

Menurut Pan dan Kosicki, ada dua konsepsi dari framing yang saling berkaitan. Pertama, konsepsi psikologi. Dalam konsepsi ini lebih menekankan


(34)

pada bagian seorang memproses informasi dalam dirinya. Framing berkaitan dengan struktur dan proses kognitif, bagaimana seorang mengelola sejumlah informasi dan kognitif bagaimana dalam suatu konteks yang unik dan menempatkan elemen tertentu dari suatu isu dengan penempatan lebih menonjol dalam kognisi seorang. Elemen-elemen yang diseleksi dari peristiwa tersebut menjadi lebih penting dalam mempengaruhi pertimbangan dalam membuat keputusan tentang realitas. Kedua, konsepsi sosiologis. Pandangan sosiologis lebih melihat sebagai proses bagaimana seorang mengklarifikasikan, mengorganisasikan dalam menafsirkan pengalaman sosialnya untuk mengerti dirinya dan realitas di luar dirinya. Frame disini berfungsi membuat suatu realitas menjadi teridentifikasi, dipahami dan dapat dimengerti karena sudah dilabeli dengan label tertentu. Disini tampak ada dua konsepsi yang agak berlainan mengenai framing. Di sati sisi framing di pahami sebagai struktur internal dalam alam pikiran seseorang, di sisi lain framing di pahami sebagai perangkat yang melekat dalam wacana sosial. Pan dan Kosicki membuat suatu model yang mengintegrasikan secara bersama-sama konsepsi psikologi yang melihat frame semata sebagai persoalan internal pikiran dengan konsepsi sosiologis yang lebih tertarik melihat frame dari sisi bagaimana lingkungan sosial dikonstruksi seorang. Bagi pan dan Kosicki, framing pada dasarnya melibatkan kedua konsepsi tersebut. (Eriyanto, 2002 : 252 – 254)


(35)

23

2.1.7 Perangkat Framing

Frame ini adalah suatu ide yang menghubungkan dengan elemen yang berbeda dalam teks berita ke dalam teks secara keseluruhan. Frame berhubungan dengan makna. Bagaimana seorang memaknai suatu peristiwa dapat dilihat dari perangkat tanda yang munculkan dalam teks.

Dalam pendekatan ini, perangkat framing dapat dibagi ke dalam empat struktur besar.

1. Struktur Sintaksis

Dalam wacana berita, sintaksis menunjuk pada pengertian susunan dari bagian berita headline, Lead, Latar informasi, sumber, penutup dalam satu kesatuan teks berita secara keseluruhan. Bagian ini tersusun dalam bentuk yang tetap dan teratur sehingga membentuk skema yang menjadi pedoman bagaimana fakta hendak disusun. Bentuk sintaksis yang paling populer adalah struktur piramida terbalik yang dimulai dengan judul Headline, Lead, episode, latar dan penutup. (Eriyanto, 2002 : 257).

-Headline : merupakan aspek sintaksis dari wacana berita dengan tingkat ke menonjolan yang tinggi yang menunjukkan kecenderungan berita. Pembaca cenderung lebih mengingat Headline yang di pakai di bandingkan bagian berita. Headline mempunyai fungsi Framing yang kuat. Headline mempengaruhi bagaimana kisah dimengerti untuk kemudian di gunakan dalam membuat pengertian isu dan peristiwa sebagaimana mereka beberkan. (Eriyanto, 2002 : 257)


(36)

- Lead : adalah perangkat sintaksis lain yang sering digunakan. Lead yang baik umumnya sudut pandang dari berita, menunjukkan perspektif tertentu dari peristiwa yang di beritakan. Berfungsi sebagai pengantar ringkasan apa yang ingin dikatakan sebagai pengantar ringkasan apa yang ingin dikatakan sebelum masuk dalam isi berita secara lengkap. (Eriyanto, 2002 : 258)

-Latar : merupakan bagian berita yang dapat mempengaruhi makna yang ingin di tampilkan wartawan. Seseorang wartawan ketika menulis berita biasanya mengemukakan latar belakang atas peristiwa yang ditulis. Latar yang dipilih menentukan ke arah mana pandangan khalayak hendak di bawa. Latar umumnya di tampilkan di awal sebelum pendapat wartawan yang sebenarnya muncul dengan maksud mempengaruhi dan memberi kesan bahwa pendapat wartawan sangat beralasan. (Eriyanto, 2002 : 258).

- Pengutipan Sumber Berita : Bagian ini dalam penulisan berita dimaksudkan untuk membangun obyektifitas – prinsip keseimbangan tidak memihak. Ia juga merupakan bagian berita yang menekankan bahwa apa yang ditulis oleh wartawan bukan pendapat wartawan semata, melainkan pendapat dari orang yang mempunyai otoritas terntentu. (Eriyanto, 2002 : 259)

2. Struktur Skrip.

Skrip adalah salah satu strategi wartawan dalam mengkontruksi berita : bagaimana suatu peristiwa dipahami melalui cara tertentu. Skrip memberikan tekanan mana yang di dahulukan dan bagaimana yang bisa kemudian sebagai strategi untuk menyembunyikan informasi penting. Upaya penyembunyian itu


(37)

25

dilakukan dengan menempatkan di bagian akhir agar terkesan kurang menonjol. (Eriyanto, 2002 : 261)

Bentuk umum dari struktur skrip ini adalah pola 5W + 1H, Who, what, when,

where, why, dan how.

- Who : Siapa yang terlibat dalam peristiwa ? - What : Apa yang terjadi ?

- When : Kapan peristiwa itu terjadi ? - Where : Dimana peristiwa itu terjadi ?

- Why : Mengapa (Apa yang menyebabkan) peristiwa itu terjadi ? - How : Bagaimana peristiwa itu terjadi ?

Meskipun pola ini tidak selalu dapat dijumpai dalam setiap berita yang di tampilkan, kategori informasi ini yang di harapkan di ambil oleh wartawan untuk dilaporkan. Unsur kelengkapan berita ini dapat menjadi penanda Framing yang penting. (Eriyanto, 2002 : 260)

3. Struktur Tematik

Tema yang dihadiri atau dinyatakan secara tidak langsung atau kutipan sumber di hadirkan untuk mendukung hipotesis. Pengujian hipotesisi ini kita gunakan untuk menyebut struktur tematik dari berita. Struktur tematik dapat diamati dari bagaimana peristiwa itu di ungkapkan atau dibuat oleh wartawan. Struktur tematik berhubungan dengan bagaimana fakta itu ditulis. Bagaimana kalimat yang dipakai, bagaimana menempatkan dan menulis sumber ke dalam teks berita secara keseluruhan (Eriyanto, 2002 : 262)


(38)

Ada beberapa elemen yang dapat di amati dari alat tematik ini. Diantaranya adalah :

- Koherensi : pertalian atau jalinan antara kata, proposisi atau kalimat. Dua buah kalimat atau proposisi yang menggambarkan koherensi. Sehingga fakta yang tidak berhubungan sekalipun dapat di amati dari perangkat tematik ini. Ada beberapa macam koherensi. Pertama, koherensi sebab-akibat. Proposisi atau kalimat satu di pandang akibat atau sebab kalimat satu dari proposal lain. Kedua, koherensi penjelas. Proposisi atau kalimat satu dilihat sebagai penjelas atau proposisi atau kalimat satu di pandang kebalikan atau ,awan dari proposisi atau lawan dari proposisi atau kalimat lain. (Eriyanto, 2002 : 263) - Detail : Elemen detail merupakan strategi bagaimana media mengekspresikan sikapnya dengan cara yang implisit. Sikap atau wacana di kembangkan oleh media kadangkala tidak perlu disampaikan dan mana yang diberitakan dengan details yang besar, akan menggambarkan bagaimana wacana yang di kembangkan oleh media (Eriyantio, 2001 : 238)

- Maksud : Dalam konteks media, elemen maksud menunjukkan bagaimana secara implisit dan tersembunyi media menggunakan praktek bahasa tertentu untuk menonjolkan basis kebenarannya dan secara implisit pula menyingkirkan praktek bahasa tertentu untuk menonjolkan basis kebenarannya dan implusit pula menyingkirkan versi kebenarannya yang lain. (Eriyanto, 2001 : 241)

- Bentuk Kalimat : bentuk kalimat ini berhubungan dengan cara berfikir yang logis yaitu kausalitas, logika kausalitas ini kalau diterjemahkan ke dalam


(39)

27

bahasa menjadi susunan subyek (yang menerangkan) dan predikat (yang diterangkan). Bentuk kalimat ini bukan hanya personalia teknis kebenaran tata bahasa, tetapi menentukan makna yang di bentuk oleh susunan kalimat. (Sobur, 2001 : 81)

- Kata Ganti : merupakan elemen untuk memanipulasi bahasa dengan menciptakan suatu komunikasi imajinatif. Kata ganti ini timbul untuk menghindari pengulangan kata (yang di sebut antecedent) dalam kalimat selanjutnya untuk menunjukkan di mana posisi seorang dalam suatu wacana. (Sabor, 2001 : 81 – 82).

- Nominalization : dapat memberi sugesti khalayak adanya generalisasi. Cara pandang memandang suatu obyek sebagai suatu yang tunggal atau sebagai suatu kelompok. (Sabor, 2001 : 81)

4. Struktur Roteris

Struktur Roteris dari wacana berita menggambarkan pilihan gaya atau kata yang dipilih oleh wartawan untuk menekan arti yang ingin di tonjolkan oleh wartawan. Wartawan menggunakan perangkat retoris untuk membuat citra, meningkatkan ke menonjolkan pada sisi tertentu dan meningkatkan gambaran yang di inginkan dari suatu berita. Struktur retoris dari wacana berita juga menunjukkan kecenderungan bahwa apa yang disampaikan tersebut adalah suatu kebenaran. (Eriyanto, 2002 : 264).

Ada beberapa elemen struktur retoris yang di pakai oleh wartawan, yaitu ; - Leksikon : pemilihan dan pemakaian kata-kata tertentu untuk menggambarkan peristiwa. Suatu fakta umumnya terdiri atas beberapa kata


(40)

yang merujuk pada fakta. Pilihan kata yang di pakai tidak semata-mata hanya karena kebetulan, tetapi juga secara ideologis menunjukkan bagaimana pemaknaan seseorang terhadap fakta / realitas. (Eriyanto, 2002 : 264-265) - Gravis/ Visual Image : dalam wacana berita, grafis ini biasanya muncul lewat bagian tulisan yang di buat lain di bandingkan tulisan lain. Pemakaian huruf tebal, huruf miring, pemakaian garis bawah, huruf yang dibaut dengan ukuran besar. Termasuk didalamnya adalah pemakaian Caption, raster, grafik, gambar, tabel untuk mendukung arti penting suatu pesan. Bagian-bagian yang di tonjolkan ini menekankan kepada khalayak pentingnya bagian tersebut. Elemen grafis juga muncul dalam bentuk foto, gambar dan label untuk membentuk gagasan atau untuk bagian lain yang tidak di tonjolkan. (Eriyanto, 2002 : 266).

- Metafora : yang dimaksud sebagai ornamen atau bambu dari suatu teks, tetapi pada pemakaian tertentu boleh jadi menjadi petunjuk di pakai oleh komunikator secara strategis sebagai landasan berfikir, alasan pembenar atas pendapat atau gagasan. (Sobur, 2001 : 84). Metafora bukan sekedar perangkat discursive, persuasif, dan cara mengekspresikan piranti mental, melainkan asosiasi dari asumsi dan penilaian. (Siahaan, 2001 : 85)

- Gaya Bahasa : Cara yang digunakan seorang pembicara atau penulis untuk menyatakan maksudnya dan menggunakan bahasa sebagai sarana. Gaya bahasa mencakup diksi atau pilihan leksikal, struktur kalimat, maja dan citraan, pola rima, matra yang di gunakan sastra yang terdapat dalam sebuah karya sastra. (Aobur, 2001 : 82)


(41)

29

Ke empat struktur tersebut merupakan suatu rangkaian yang dapat menunjukkan framing dari suatu media. Kecenderungan atau kecondongan wartawan dalam memahami suatu peristiwa dapat di amati dari keempat struktur tersebut. (Eriyanto, 2002 : 257-266).

Pendekatan itu dapat di gambarkan ke dalam bentuk skema sebagai berikut :

STRUKTUR UNIT PERANGKAT FRAMING YANG DIAMATI

SINTAKSIS Headline, lead, latar

Cara wartawan informasi, kutipan,

Menyusun Fakta sumber, pernyataan,

penutup 1. Skema Berita

SKRIP

Cara wartawan 5W 2. Kelengkapan Berita + 1H Mengisahkan fakta

TEMATIK

Cara wartawan Paragraf, Proposisi

Menulis fakta Kalimat. hubungan

Antar kalimat

3. Detail 4. Koherensi 5. Bentuk Kalimat 6. Kata Ganti

RETORIS

Cara wartawan kata, ldiom, gambar/

Menekankan fakta Foto, grafik

7. Leksikon 8. Grafis 9. Metafora

Tabel I : Skema Perangkat Framing Model Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki


(42)

2.2 Kerangka Berfikir

Pembentukan realitas adalah suatu kerja media lewat seorang wartawan. Realitas bukanlah suatu yang tersedia, yang kemudian di tampilkan wartawan dalam pesan-pesannya lewat berita. Berita merupakan hasil konstruksi dari realitas dari sebuah proses manajemen ternyata tidak selalu menghasilkan makna yang sama seperti yang di harapkan wartawan dalam diri khalayak pembacaannya. Dalam hal ini surat kabar Kompas dan Jawa Pos berusaha membingkai berita-berita tentang kerusuhan pilkada di Mojokerto.

Dalam pemuatan berita kerusuhan tersebut cenderung berbeda dalam pengkonstruksian nya, karena harian Kompas dan Jawa Pos mempunyai frame masing-masing dalam pemberitaan, hal ini tampak dalam pemberitaan yang menghadirkan oleh kedua media tersebut selama kerusuhan berlangsung. Untuk melihat perbedaan dalam mengungkapkan suatu peristiwa (realitas) yang muncul Kompas dan Jawa Pos, peneliti memilih analisis framing sebagai model penelitian. Dalam model penelitian ini menggunakan model Pan dan Kosicki, dimana model analisis framing ini merupakan salah satu alternatif dalam menganalisis teks media disamping analisis isi kuantitatif, dengan cara apa wartawan menonjolkan pemaknaan mereka terhadap suatu peristiwa yaitu wartawan melihat dari strategi, kata, kalimat, lead, foto, grafik, dan hubungan antar kalimat.

Analisis framing dipakai untuk mengetahui bagaimana realitas yang sedang terjadi di bingkai oleh suatu media. Realitas sosial dipahami, dimaknai dan di konstruksi oleh suatu media sesuai dengan visi dan misinya untuk di tampilkan


(43)

31

dalam pemberitaan pada dua media tersebut cenderung berbeda, kecenderungan atau perbedaan setiap media dalam memproduksi berita. Pada khalayak dapat diketahui dari pelapisan yang melingkupi institusi media.


(44)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metode yang digunakan pada penelitian ini lebih akan bersifat kualitatif dengan metode analisis farming pada khususnya. Metode framing pada khususnya. Metode framing lahir dari elaborasi terus menerus terhadap pendekatan analisis wacana. Akhir-akhir ini konsep framing telah digunakan secara luas dalam literatur ilmu komunikasi untuk menggambarkan proses penyeleksian dan penyorotan aspek-aspek khusus sebuah realita oleh media. Analisis framing mempunyai asumsi wacana media massa mempunyai peran yang sangat strategis dalam menentukan apa yang penting atau signifikan bagi publik dari bermacam-macam isu dan persoalan yang hadir dalam wacana publik.

Framing secara umum dirumuskan sebagai proses penyeleksian dan penonjolan

aspek-aspek tertentu dari realitas yang tergambar dalam teks komunikasi dengan tujuan agar aspek itu menjadi aspek noticeable, meaningful, dan memorable bagi khalayak.

Dengan menggunakan analisis framing. Penelitian ingin melihat bagaimana surat kabar Kompas dan Jawa Pos dalam membingkai berita peristiwa kerusuhan pilkadadi Mojokerto yang akan dianalisis berdasarkan perangkat

framing model Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki.

Pan dan Kosicki mengatakan, framing dapat dipelajari sebagai suatu strategi


(45)

33

untuk memproses dan mengkonstruksi wacana berita atau sebagai karakteristik wacana itu sendiri dengan menonjolkan strategis kata, kalimat, lead, hubungan antara kalimat, foto, grafik dan perangkat lain untuk membantu dirinya mengungkapkan pemaknaan mereka sehingga dapat dipahami oleh pembaca.

3.2 Subyek dan Obyek Penelitian

Subyek dalam penelitian ini adalah Surat Kabar Kompas dan Jawa Pos. Sedangkan obyek penelitian ini adalah berita-berita mengenai kerusuhan pilkada di Mojokerto pada tanggal 22 dan 23 Mei 2010.

3.3 Unit Analisis

Unit Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah unit reference yaitu unit yang digunakan untuk menganalisis kalimat dan kata yang dimuat dalam teks berita mengenai berita kerusuhan di pilkada di Mojokerto di surat kabar Kompas dan Jawa Pos. Analisis teks media dengan melihat hubungan antara kalimat, penulisan narasumber, penulisan latar, penggunaan foto, penggunaan gaya bahasa, untuk mengungkapkan pemaknaan terhadap perspektif yang digunakan oleh media (Kompas dan Jawa Pos) dalam melihat suatu peristiwa yaitu tentang berita kerusuhan di pilkada di Mojokerto.


(46)

3.4 Populasi dan Korpus

Populasi dari penelitian ini adalah berita-berita di pilkada di Mojokerto surat kabar Kompas dan Jawa pos. Korpus adalah suatu himpunan terbatas atau juga berbatas dari unsur yang memiliki sifat bersama atau tunduk pada aturan yang sama (Arkoun dalam Achmad, 2001 : 43). Pendapat lain ada juga yang mengartikan korpus adalah sekumpulan bahan yang teratas yang ditentukan pada perkembangannya oleh analisis dengan semacam kesamaan, bersifat sehomogen mungkin (Kurniawan , 2001 : 70). Sifat homogen ini diperlukan untuk memberi harapan yang beralasan bahwa unsur-unsurnya dapat dianalisis secara keseluruhan.

Korpus dalam penelitian ini adalah berita-berita mengenai kerusuhan pilkada di Mojokerto surat kabar Kompas dan surat Jawa Pos adalah sebagai berikut :

Korpus di Jawa pos :

1. Tanggal 22 Mei 2010

Berita dengan judul “ PILKADA MOJOKERTO MEMBARA” 2. Tanggal 23 Mei 2010

Berita dengan judul “SATU MOBIL DI LEMPAR 2 MOLOTOV ” Korpus di Kompas :

1. Tanggal 22 Mei 2010

Berita dengan judul “ 33 MOBIL HANGUS DAN RUSAK “. 2. Tanggal 23 Mei 2010


(47)

35

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini dikumpulkan secara langsung dengan mengidentifikasi wacana berita berpedoman pada model framing Pan dan Kosicki. Data hasil identifikasi tersebut dianalisis untuk menemukan cara pandang atau perspektif yang digunakan mengkonstruksi fakta menjadi wacana berita. Dikumpulkan dari sumber dan jenis data primer berupa berita dimuat dalam surat kabar Kompas dan Jawa Pos adalah berita tentang kerusuhan pilkada Mojokerto. Dari data yang diperoleh sebagai hasil identifikasi tersebut untuk selanjutnya dianalisis untuk mengetahui bagaimana kedua media tersebut dalam mengemas berita kerusuhan pilkada di Mojokerto. Selain itu dalam penelitian ini juga menggunakan teknik pengumpulan data sekunder yang diperoleh dari informasi-informasi yang relevan dari buku, surat kabar dan internet yang digunakan untuk menambah perspektif kajian analisis peneliti dalam upaya menjawab permasalahan penelitian.

Data-data sekunder dalam penelitian ini dari literatur dan sumber data surat kabar yang merupakan informasi-informasi tambahan dilakukan dengan cara studi kepustakaan.

3.6 Teknik Analisis Data

Peneliti menggunakan teknik analisis framing sebagai teknik dalam menganalisis data penelitian ini. Analisis framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif media atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan media ketika menyeleksi isu dan menuliskan fakta.


(48)

Analisis framing yang dipilih bertumpu pada model Pan dan Kosicki yang menggunakan empat struktur besar. Pertama, struktur sintaksis yaitu berhubungan dengan bagaimana wartawan menyusun peristiwa ke dalam bentuk susunan umum berita. Kedua, struktur skrip yaitu berhubungan dengan bagaimana wartawan menceritakan peristiwa ke dalam bentuk berita, dengan menggunakan konsep 5 W + 1 H. Ketiga , struktur tematik yaitu berhubungan dengan bagaimana wartawan mengungkapkan peristiwa ke dalam bentuk proporsi antar kalimat yang membentuk teks secara keseluruhan. Keempat, struktur retoris yaitu berhubungan dengan bagaimana wartawan menekankan arti tertentu ke dalam berita.

3.7 Langkah-langkah Analisis Framing

Dengan menggunakan perangkat framing model Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki, penelitian akan menguraikan berita-berita yang memuat kerusuhan pilkada di Mojokerto surat kabar Kompas dan Jawa Pos. Analisis berita-berita tersebut akan didasarkan pada empat struktur besar, yaitu :

1. Sintaksis adalah bagaimana surat kabar Kompas dan surat kabar Jawa Pos menyusun berita ke dalam bentuk susunan umum berita. Struktur sintaksis dapat memberikan petunjuk yang berguna tentang bagaimana wartawan Kompas dan Jawa Pos memakai kerusuhan pilkada di Mojokerto kemana berita tersebut.

a. Headline : judul berita tentang kerusuhan pilkada di Mojokerto surat

kabar Kompas dan Jawa Pos merupakan inti dari suatu kisah berita pada surat kabar yang ditampilkan dengan susunan kalimat yang


(49)

37

disingkat dengan bentuk huruf yang besar dan mencolok guna memikat khalayak pembaca.

b. Lead : atau teras berita, sebagai aspek terpenting dari peristiwa yang

diberikan, sudut pandang dari berita menunjukkan perspektif atau sudut pandang surat kabar Kompas dan Jawa Pos dalam pemberitaan kerusuhan pilkada di Mojokerto.

c. Latar : Latar belakang atas berita kerusuhan pilkada di Mojokerto surat kabar Kompas dan surat kabar Jawa Pos latar menyelidiki bagaimana surat kabar Kompas dan surat kabar Jawa Pos memberi pemaknaan atas berita kerusuhan tersebut.

d. Pengutipan Sumber Berita : pengutipan-pengutipan terhadap pendapat-pendapat dari narasumber lain, yang dimaksud untuk membangun obyektifitas, prinsip keseimbangan dan tidak memihak agar khalayak memahami bahwa yang ditulis wartawan media tersebut bukan pendapat wartawan semata tapi orang yang mempunyai independensi sendiri.

2. Skrip adalah bagaimana surat kabar Kompas dan surat kabar Jawa Pos mengisahkan atau menceritakan kerusuhan pilkada di Mojokerto cs ke dalam sebuah berita. Berkaitan dengan kaidah jurnalistik.

Struktur skrip terdiri atas :

Who : Siapa yang dijadikan berita What : Berita tentang apa


(50)

Where : Dimana peristiwa yang diberitakan terjadi. Why : Mengapa peristiwa yang diberikan terjadi. How : Bagaimana peristiwa yang diberikan tersebut.

3. Tematik adalah bagaimana surat kabar Kompas dan Surat Kabar Jawa Pos ke dalam proporsi, kalimat atau hubungan antar kalimat yang membentuk teks secara keseluruhan.

a. Detail : Kontrol informasi yang ditampilkan surat kabar Kompas dan surat kabar Jawa Pos. Seputar kerusuhan pilkada di Mojokerto akan diuraikan secara detail dan lengkap merupakan penonjolan yang dilakukan secara sengaja untuk menciptakan citra tertentu pada khalayak, demikian pula sebaliknya.

b. Maksud : Seputar pemberitaan kerusuhan pilkada di Mojokerto yang menguntungkan akan diuraikan secara tersamar, implisit dan tersembunyi.

c. Normalisasi : Cara pandang surat kabar Kompas dan surat kabar Jawa Pos dalam memandang suatu obyek sebagai suatu yang tunggal atau sebagai suatu kelompok.

d. Koherensi : Pertalian atau jalinan antara kata, propinsi atau kalimat dalam pemberitahuan kerusuhan surat kabar Kompas dan surat kabar sehingga fakta yang tidak berhubungan sekalipun dapat menjadi hubungan.

e. Bentuk kalimat : Bagaimana kebenaran tata bahasa yang digunakan oleh surat kabar Kompas dan surat kabar Jawa Pos dalam penulisan


(51)

39

berita kerusuhan pilkada di Mojokerto. Bentuk kalimat juga menentukan makna yang dibentuk oleh susunan kalimat.

f. Kata Ganti : Alat yang digunakan oleh surat kabar Kompas dan surat Kabar Jawa Pos dalam penulisan berita kerusuhan untuk menunjukkan dimana posisi seorang dalam wacana.

4. Retoris adalah bagaimana surat kabar Kompas dan surat kabar Jawa Pos menekankan arti tertentu yang ingin ditonjolkan kedalam berita kerusuhan Pilkada Mojokerto.

Struktur retoris terdiri atas :

a. Leksikon : Pilihan kata yang dipakai oleh surat kabar Kompas dan surat kabar Jawa Pos menunjukkan bagaimana pemaknaan surat kabar Kompas dan surat kabar Jawa Pos terhadap suatu realitas atau fakta kedalam kaitannya dengan berita kerusuhan pilkada di Mojokerto. b. Gaya : Bagaimana pesan yang disampaikan surat kabar Kompas

dan surat kabar Jawa Pos dibungkus ke dalam bahasa tertentu untuk menimbulkan efek tertentu pada khalayak.

c. Grafis : Untuk memeriksa apa yang ditekankan atau ditonjolkan (yang berarti dianggap penting) oleh surat kabar Kompas dan surat kabar Jawa Pos dalam berita kerusuhan pilkada di Mojokerto. Biasanya, lewat muncul bagian tulisan yang dibuat lain, seperti pemakaian huruf tebal, huruf miring, pemakaian garis bawah, huruf yang dibuat dengan ukuran lebih besar, termasuk didalamnya adalah


(52)

pemakaian caption raster, grafik dan tabel mendukung arti penting suatu pesan.

d. Pengandaian : Merupakan pernyataan tentang berita kerusuhan pilkada di Mojokerto yang dilakukan oleh surat kabar Kompas dan surat kabar Jawa Pos untuk mendukung suatu teks.

e. Metafora : Kiasan, ungkapan, peribahasa, pepatah, petuah luhur yang dipakai oleh media tersebut untuk memperkuat pesan dalam berita kerusakan pilkada di Mojokerto.


(53)

60

di Surabaya sejak lama dan bahkan mendominasi pasar Surabaya Pos. banyak strategi yang dilakukan Jawa Pos untuk mencapai kondisi seperti ini diantaranya dengan ingin menjadi surat kabar yang melakukan hal-hal baru pertama kalinya di Indonesia seperti terbit 24 halaman per hari menjadi surat kabar pertama yang terbit di hari libur nasional serta muncul dengan ukuran kecil tanpa mengurangi isi ketika krisis moneter terjadi di Indonesia.

Salah satu hal yang benar-benar membuat kelompok Jawa Pos menjadi sebuah kelompok medis yang sangat besar adalah dengan adanya JPNN (Jawa Pos News

Networking). JPNN ini dibentuk sebagai salah satu sarana untuk menampung

berita dari seluruh daerah di Indonesia dan untuk keperluan sumber berita berbagai media cetak yang berada dalam satu naungan dengan kelompok Jawa Pos. Hal ini menyebabkan berita di satu daerah di luar Surabaya tidak perlu dikerjakan layoutnya di Surabaya dan berita tersebut dapat dikerjakan di kota bersangkutan lalu hasilnya dikirimkan ke JPNN untuk diambil oleh redaksi yang ada di Surabaya. Saat ini dikirimkan ke JPNN untuk diambil oleh redaksi yang ada di Surabaya. Saat ini dimana masanya media On-line sedang berkembang Jawa Pos juga tidak mau ketinggalan untuk ikut berpartisipasi dengan memberikan fasilitas Jawa Pos yang bisa diakses melalui internet dengan alamat situs : www.jawapos.co.id.

4.2 Hasil dan Pembahasan

4.2.1 Analisis Data Berita Kompas

4.2.1.1Judul : 33 Mobil Hangus dan Dirusak, Sabtu 22 Mei 2010


(54)

terjadi di Mojokerto, namun dari judul tersebut belum jelas kerusuhan tersebut ditimbulkan oleh apa atau siapa. Kompas mencoba menerangkan bahwa situasi sedang tidak aman karena kekacauan dan rusuh. Headline digunakan untuk menunjukkan bagaimana wartawan mengkonstruksi suatu isu, seringkali dengan menekankan makna tertentu lewat pemakaian tanda tanya untuk menunjukkan suatu perubahan. Namun Kompas tidak menggunakan lead dalam berita ini, Kompas langsung mendeskripsikan inti permasalahannya pada isi berita.

Sedangkan dalam latar informasi Kompas memberikan keterangan tentang sebab dari kerusuhan tersebut adalah sebagai reaksi massa yang tidak setuju atas keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Mojokerto menolak pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Dymyati Rosyid – M. Karel karena tidak lolos tes kesehatan. Serta menjelaskan tentang akibat dan berbagai kerusakan yang ditimbulkan dari kerusuhan tersebut. Hal ini terlihat jelas dalam teks yang menunjukkan situasi yang ditimbulkan dalam kerusuhan tersebut.

“Sekitar 150 massa yang mengoptimalkan Lembaga Pemberdayaan Rakyat (LPR) Mojokerto mendatangi gedung DPRD Mojokerto, terjadi insiden, massa dari LPR Mojokerto saling dorong dan kemudian saling pukul dengan 230 polisi. Massa melemparkan bom Molotov ke arah tempat parkir dan mobil serta polisi. Sebanyak 33 mobil rusak, salah satu diantara mobil yang dirusak adalah Honda Accord berwarna hitam, mobil dinas Walikota Mojokerto. Sejumlah kaca gedung DPRD pecah kena lemparan.”

Dalam teks berita tersebut tidak digunakan pengutipan dari sumber berita tak ada pernyataan dari sumber berita maupun dari tokoh tertentu, dalam isi berita Kompas mencoba mendeskripsikan suasana kerusuhan tersebut dengan


(55)

62

menjelaskan kronologis sebab akibat yang ditimbulkan. Kompas menjelaskan isi berita yang sederhana namun dapat dimengerti oleh pembaca.

Dalam struktur Skrip, yang ada pada berita ini memuat elemen wacana (who) yaitu massa yang menolak Keputusan Pemilihan Umum (KPU) kabupaten Mojokerto yang menolak pasangan calon bupati dan wakil bupati Dimyati Rosyid – M. Karel menyebabkan kerusuhan. Unsur (what) yaitu kerusuhan yang terjadi di Mojokerto serta akibat-akibat yang ditimbulkan. Unsur (why) karena reaksi massa yang tidak setuju dengan keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) kabupaten Mojokerto, mereka marah dan menimbulkan kerusuhan di Mojokerto. Unsur (when) menampilkan tanggal awal kerusuhan tersebut terjadi yaitu hari Jum’at, tanggal 21 Mei 2010 pukul 09.00 WITA. Unsur (where) yaitu di Mojokerto. Dan unsur (how) disebutkan massa merusak dan membakar mobil dinas dan pribadi serta menyebabkan aparat keamanan juga mengalami korban luka di Mojokerto. Jadi berita tersebut cukup lengkap dan telah memenuhi unsur 5W + 1H.

“ Tahapan pemilihan kepala daerah kabupaten Mojokerto,Jawa Timur, diwarnai amuk massa, jumat (21/5) dengan membakar dan merusak 33 mobil melukai puluhan orang, termasuk polisi.hingga Jumat malam Polisi menangkap 103 unjuk rasa.

Dari struktur tematik, terdapat 2 tema yang diangkat dari berita ini. Kedua tema tersebut semuanya mengarah pada situasi kerusuhan yang ditimbulkan akibat reaksi massa yang menolak Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Tema pertama adalah mengenai kerusakan mobil-mobil dinas dan pribadi serta merusak sejumlah kaca gedung DPRD. Hal ini diterangkan dalam elemen wacana detail.


(56)

kerusuhan yang dilakukan oleh massa yang menolak Keputusan Pemilihan Umum (KPU). Hal ini didukung pada paragraf pertama, paragraf ketiga, keempat dan kelima.

Tema kedua terdapat pada pemberitaan tentang penyebab kerusuhan tersebut. Hal ini terlihat pada koherensi penjelas yang dibangun oleh Kompas dengan menampilkan rentang reaksi massa yang tidak puas dengan keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) tersebut yang menimbulkan kerusuhan dari kelompok-kelompok tertentu.

Pada struktur retoris, dari wacana berita tersebut menggambarkan pada unsur leksikon yang digunakan oleh Kompas dan cenderung di ulang-ulang. Hal ini terlihat pada paragraf pertama yang memberitakan akibat yang ditimbulkan dalam peristiwa kerusuhan tersebut, yaitu pada kata massa merusak. Kalimat tersebut juga ada di paragraf 3 dan 4, dengan menggunakan pilihan gaya bahasa yang sama dengan paragraf pertama.

Pada unsur grafis terdapat bagian tulisan yang dibuat lain dengan pemakaian huruf tebal yang diletakkan dalam tabel. Bagian ini menekankan pada kronologis kisruh Pilkada mulai dari amukan massa yang mendatangi gedung DPRD Mojokerto. Tabel tersebut mendukung dari berita utama, agar khalayak pembaca juga mengetahui bagaimana proses terjadinya kerusuhan.

Sedangkan unsur metafora yang digunakan oleh Kompas terdapat dalam kata “amuk”, ini mengartikan bahwa dalam keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dengan reaksi masyarakat yang tidak puas dengan keputusan hukum


(57)

64

tersebut, maka masyarakat tersebut menunjukkan kekecewaan mereka dengan merusak kantor DPRD kabupaten Mojokerto. Serta kata “penyerbuan” yang mengartikan bahwa massa sudah siap dan terfokus pada titik yang sudah ditentukan untuk segera melakukan kerusuhan.

Dari Frame berita ini, Kompas dalam pemberitaan nya lebih menekankan pada pemicu dan kronologis kerusuhan pemilihan kepala daerah. Kompas tidak mengangap kerusuhan pilkada Mojokerto sebagai salah satu insiden pilkada terbesar yng terjadi belakangan ini.

Tabel 1. Judul Kompas : 33 Mobil Hangus dan Rusak

Elemen Strategis Penulisan

Sintaksis Kompas memaparkan 33 mobil hangus dan rusak dalam head linenya.Sedangkan sub headlinenya kompas menuliskan pilkada Mojokerto tetap sesuai jadwal, 103 pengujuk rasa ditangkap.

Skrip Massa yang tergabung dalam Lembaga Pemberdayaan Masyarakat saling dorong mendorong dengan polisi dan kemudian saling pukul dengan 230 polisi.Massa

melemparkan bom molotov ke arah tempat parkir dan mobil serta polisi.Sebanyak 33 mobil rusak,dan sejumlah kaca gedung DRRD pecah kena lemparan batu.

Tematik Situasu kerusuhan yang ditimbulkan akibat reaksi massa yang menolak keputusan komisi Pemilihan Umum(KPU) : Kerusakan mobil-mobil dinas dan pribadi serta

pengerusakan kaca gedung DPRD dan penyebab kerusuhan.

Retoris Kompas menjelaskan bahwa pemicu kekerasan pada pemilihan kepala daerah antara lain :


(58)

 Pertemuan dua kubu pendukung kandidat  Politik uang

 Kecurangan dalam perhitungan suara  kekalahan kandidat

 Kekalahan gugatan terhadap pelaksanaan pilkada 4.2.1.2Judul Kompas : Pilkada Mojokerto Jalan Terus

Pada tanggal 23/5, Kompas menyajikan berita kronologis kejadian kerusuhan Pilkada Mojokerto, mulai dari sebab akibatnya, namun pada berita ini lebih menekankan pada kelangsungan tahapan Pilkada.

Pada struktur sintaksis, yang terkandung dapat diwujudkan dalam skema atau bagan berita. Judul berita Kompas sangat jelas bahwa Pilkada Mojokerto jalan terus, Kompas menerangkan bahwa sejumlah orang luka-luka, 33 mobil dibakar dan dirusak, terdapat kekacauan dan kerusuhan maka dibutuhkan keamanan dan perlindungan dari aparat kepolisian atau pihak yang berwajib. Dalam hal ini Kompas lebih mengangkat tingkat keamanan di kabupaten Mojokerto.

Sedangkan pada latar , belakang menjelaskan bahwa setelah terjadinya kerusuhan Pilkada di Mojokerto, seluruh tahapan Pilkada Mojokerto akan terus dilangsungkan. Peristiwa kerusuhan di Mojokerto yang mengakibatkan sejumlah orang luka, 33 moil dibakar dan dirusak tidak akan menghentikan pelaksanaan Pilkada, ini memasuki tahapan Pilkada kampanye. Pemungutan suara akan dilangsungkan 7 Juni.


(59)

66

mengatakan bahwa :

“ Seluruh tahapan pilkada Mojokerto akan terus di langsungkan.Peristiwa kerusuhan di Mojokerto yang mengakibatkan sejumlah orang luka-luka,33 mobil dibakar dan dirusak tidak akan menghentikan pelaksanaan pilkada, yang Sabtu (25/5) ini memasuki tahapan kampanye.Pemunggutan suara akan dilangsungkan 7 Juni. ”

Sedangkan Kepala Biro Administrasi Pemerintahan provinsi Jawa Timur ,Jariyanto mengatakan :

“ Kerusuhan tidak berdampak “

“ Tidak ada alasan menunda tahapan pemilu bupati, semua sudah membahas situasi teakhir dan kesimpulannya pemilihan jalan terus ” Pada struktur skrip, teks berita ini lebih menekankan pada kelanjutan pilkada setelah kerusuhan tersebut. Pilkada Bupati (what), pada unsur (where) yaitu di Mojokerto, unsur (when) ditetapkan pada tanggal 7 Juni 2010 pada unsur (why) karena pilkada di Mojokerto sudah memasuki tahapan kampanye. Pada unsur (how) bahwa setelah kerusuhan tersebut ratusan polisi dan tentara masih berjaga-jaga di kompleks gedung DPRD Mojokerto dan kantor KPU Mojokerto .Puluhan mobil yang terbakar dan rusak masih belum dipindahkan. Mobil-mobil itu hanya di liliti pita polisi.

“ Ketua KPU kabupaten Mojokerto Ayyuhannafiq menegaskan, seluruh tahapan Mojokerto akan terus di langsungkan. Peristiwa kerusuhan di Mojokerto yang mengakibatkan sejumlah orang luka-luka, 33 mobil dibakar dan di rusak tidak akan menghentikan pelaksannaan pilkada yang Sabtu (22/5) ini memasuki tahapan kampanye.”

Dari struktur tematik, terdapat 2 tema yang diangkat dari berita ini, pada tema pertama menceritakan pada kelanjutan Pilkada Mojokerto. Elemen wacana yang digunakan dalam wacana ini adalah elemen maksud, maksud adalah elemen wacana yang berhubungan dengan suatu gagasan yang disampaikan secara jelas dan tersembunyi. Gagasan secara langsung juga muncul dari ketua KPU


(60)

Administrasi Pemerintahan Provinsi Jawa Timur yang mengatakan “ Tidak ada alasan menunda menunda pemilihan bupati.Tadi semua sudah membahas situasi terakhir dan kesimpulannya pemilihan jalan terus.” Tema kedua terdapat elemen koherensi penjelas yang menerangkan situasi sesudah kerusuhan yang di Mojokerto .Hingga Jumat (21/5) malam ratusan polisi dan tentara masih berjaga-jaga di kompleks DPRD Mojokerto dan kantor KPU Mojokerto.puluhan mobil yang terbakar dan rusak masih belum dipindahkan.Mobil-mobil itu hanya di liliti pita polisi.Disamping itu polisi mengamangkan barang bukti berupa puluhan bom molotov yang belum dipakai ,puluhan botol air mineral berisi pasir puluhan batang besi seukuran terunjuk jari dengan panjang sekitar 30 centimeter, Cangkul,Sekop, dan poster yang berisi tuntutan pengunjuk rasa.

Pada struktur retoris , terdapat elemen leksikon, grafis dan gaya bahasa. Pada elemen leksikon Kompas menekankan pada situasi di Mojokerto yang ditetapkan sudah tenang.

Sedangkan pada gaya bahasa pada kata “persuasif”, yang mengartikan bahwa akan dilakukan pendekatan mendalam kepada para pengunjuk rasa atau pelaku kerusuhan atau dalam kamus bahasa Indonesia berarti bersifat membujuk secara halus (supaya menjadi yakin) sedangkan kata “dikerahkan” yang berarti Kepolisian Daerah siap untuk diterjunkan sewaktu-waktu.

Sedangkan pada elemen grafis Kompas menunjukkan adanya gambar peta gedung DPRD kabupaten Mojokerto dan mobil gambar mobil-mobil yang di rusak dan bakar massa di kompleks kantor pemerintahan kabupaten Mojokerto.


(61)

68

Pada Frame berita ini, Kompas dalam pemberitaan nya lebih menekankan pada keberpihakannya pada KPU dalam pilkada Mojokerto yang terlihat dari struktur sintaksis yang lebih menampilkan sosok Ayyuhannafiq. Kompas menampilkan pendapat Ayyuhannafiq yang menegaskan seluruh tahapan pilkada Mojokerto akan terus di langsungkan sebelum menunggu keputusan pengadilan tata usaha negara ( PTUN) yang memeriksa gugatan pasangan calon bupati dan wakil bupati Dimyati Rosyid-M Karel atas penolakan KPU karena dinilai tidak lolos tes kesehatan.

Tabel 2. Judul Kompas : Pilkada Mojokerto Jalan Terus

Elemen Strategis Penulisan

Sintaksis Wawancara dengan dua nara sumber, Kompas Mengutip Pernyataan dua nara sumber yaitu Ketua KPU kabupaten Mojokerto dan kepala Biro Administrasi Pemerintahan Jawa timur yang mengatakan : Pilkada Mojokerto Jalan Terus.

Skrip Kompas memaparkan KPU tidak perlu menunggu putusan pengadilan tata usaha negara (PTUN) yang memeriksa gugatan pasangan calon bupati-wakil bupati Dimyati Rosyid-M Karel atas penolakan KPU karena dinilai tidak lolos tes kesehatan.

Tematik Ketua KPU kabuapaten Mojokerto menegaskan, seluruh tahapan pilkada Mojokerto akan terus dilangsungkan karena sudah memasuki tahapan kampanye dan pemunggutan suara akan di langsungkan 7 Juni. Retoris Kompas berpendapat Pilkada Mojokerto tetap sesuai

jadwal .Ini didukung oleh unsur grafis berupa hanya berupa sebagian kecil kejadian di lokasi kerusuhan di gedung DPRD kabuapaten Mojokerto.


(62)

judul Jawa Pos : Pilkda Mojokerto Membara, Sabtu 22 Mei 2010

Struktur sintaksis, dari headline di atas terdapat tanda kutip, ini

menunjukkan bahwa judul di atas adalah mengambil kutipan sumber berita yang terdapat dalam isi berita. Jawa Pos memberi gambaran bahwa kisruh Pilkad Mojokerto adalah kerusuhan pilkada terbesar. Kutipan pada judul di atas merupakan kutipan dari Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi.

Sedangkan pada lead, Jawa Pos menampilkan akibat dari kerusuhan tersebut, mobil dinas Walikota DPRD Mojokerto, Syaiful Fuad dan mobil Wawali kota Mojokerto tak luput dari serangan massa.

Pada latar terlihat gambaran tentang runtutan kerusuhan Pilkada yang terjadi di Mojokerto.

Hal ini terlihat jelas bahwa Jawa Pos sangat menyoroti amukan massa yang merusak kantor Pemkab dan semua perangkat hukum yang ada di dalamnya, namun dijelaskan kerusakan yang ada di Mojokerto. Jawa Pos juga menjelaskan kerusakan yang ada di kantor Pemkab di Mojokerto yang mengakibatkan 33 mobil di bakar massa.

Pada pengutipan sumber berita Jawa Pos menampilkan pernyataan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi berpendapat :

“ Melihat skala kerusuhan dan besarnya kerugian dan

besarnya kerugian dalam insiden tersebut saya berani

menyatakan insiden Mojokerto sebagai kerusuhan Pilkada

terbesar yang pernah terjadi beberapa waktu belakangan.”

Dari pernyataan di atas Jawa Pos berusaha menjelaskan jika reformasi


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari data-data yang telah ditampilkan pada bab empat yakni hasil dan pembahasan penelitian analisis framing model Zhongdang Pan dan Gerald M Kosicki, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa :

1. Surat kabar Kompas dan Jawa Pos mempunyai frame pemberitaan yang berbeda. Dalam pemberitaan di Kompas mem-frame kerusuhan tersebut timbul karena adanya reaksi massa yang tidak setuju dengan keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) kabupaten Mojokerto yang menolak pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati namun pemberitaannya tidak memihak sedangkan pada Jawa Pos mem-frame menghadirkan pernyataan yang kontra dari Menteri Dalam Negeri yang menyatakan sangat prihatin dengan insiden itu. Sedangkan kepala Pusat Penerangan Kemendagri menjadi pelajaran bagi semua daerah.

Frame berita kerusuhan Pilkada di Mojokerto, Jawa Pos mempunyai konstruksi yang tajam dan bersifat meng-close up. Beragamnya pemberitaan Kompas cenderung anarkis dengan penuh penekanan pada penggunaan unsur retoris kepada pembacanya. Hal ini mempunyai kedalaman perspektif dalam menggunakan pilihan-pilihan kata dan kalimat yang digunakan secara khusus oleh Jawa Pos banyak memberitakan sebab dan akibat yang ditimbulkan dari peristiwa kerusuhan tersebut, akibat yang ditimbulkan tidak hanya rusaknya gedung


(2)

82

Pemkab atau kantor DPRD lainnya tetapi juga rusaknya mobil-mobil. Jawa Pos juga menekankan reaksi keras dari Dymyati dan Alkan, jadi terdapat dua sisi pemberitaan yang menekankan pro dan kontra. Jawa Pos juga menyajikan berita setelah kerusuhan Pilkada di Mojokerto yang banyak menonjolkan sifat anarkis dan kekerasan sehingga lebih tidak terlihat sisi kemanusiaannya juga. Jawa Pos dalam penyajiannya tidak terpaut pada satu pemberitaan saja namun pada tiap edisi Jawa Pos selalu memberitakan perkembangan kasus kerusuhan tersebut. Hal ini terlihat jelas Jawa Pos menampilkan dari dua pihak serta sifat netralnya terhadap pemberitaan.

Sedangkan Kompas mempunyai frame pemberitaan yang sederhana dengan menonjolkan peristiwa baik secara umum dan khusus. Secara khusus Kompas banyak menonjolkan pernyataan-pernyataan dari pemerintah. Dewan KPU Kabupaten Mojokerto Ayyuhannafiq dan Kepala Biro Administrasi Pemerintah Provinsi Jawa Timur Jarayanto dalam pemberitaannya Jawa Pos banyak menceritakan tentang massa merusak kantor Pemkab, DPRD dan membakar mobil serta para polisi yang dijadikan pemukulan massa. Jawa Pos dalam menyajikan pemberitaan tentang hasil penyelidikan kerusuhan Mojokerto yang dilakukan Polda Jatim. Dalam hal penggunaan kata-kata, bahasa yang digunakan cenderung persuasif kepada satu sudut pandang saja, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Dengan adanya hal tersebut menjelaskan bahwa dengan adanya item berita yang ditampilkan Jawa Pos dalam pemberitaan menunjukkan kedetailan dalam pengulasan persoalan dengan menampilkan narasumber. Jawa Pos dalam teks


(3)

beritanya selalu fokus pada judulnya, Jawa Pos selalu menyajikan tema lain yang lebih banyak, sehingga memberikan kesempatan membangun perspektif lebih luas. Sedangkan Kompas dalam memberitakan berita kerusuhan Pilkada di Mojokerto berjumlah 2 item berita kompas kurang mengkonstruksikan berita-berita yang ada dengan narasumber. Kompas cenderung hanya mengandalkan kepada kemampuan wartawannya saja dalam mengolah fakta yang ada. Sehingga pemberitaan yang terjadi cenderung memihak.

5.2 Saran

Dari kesimpulan yang diperoleh, dapat dilihat bahwa masing-masing media, Kompas dan Jawa Pos, memiliki perspektif penyimpulan yang berbeda dalam menggambarkan peristiwa seputar kerusuhan Pilkada di Mojokerto. Dengan adanya wacana tersebut peneliti mempunyai saran :

1. Walaupun masing-masing media, Kompas dan Jawa Pos mempunyai sudut pandang yang berbeda dalam menggambarkan suatu peristiwa, hendaknya menghindarkan kesan yang berlebihan dan mempunyai keseimbangan berita agar tidak menimbulkan salah persepsi dan tetap konsisten dengan visi dan misi yang ada.

Terhadap surat kabar Kompas diharapkan dapat meningkatkan keobyektifitasan pemberitaan, dengan lebih mementingkan kepada kedetailan berita (selalu menampilkan narasumber, sebagai bentuk obyektifitas pemberitaan), agar keberpihakan individual tersebut tidak selalu ada dan berpengaruh.

Terhadap surat kabar Kompas agar kemampuan kedetailan pemberitaan dan sifat netral tersebut selalu di jaga. Sehingga dapat selalu mempertahankan sifat


(4)

84

konsistennya tersebut dalam melihat dan mengkritisi setiap persoalan yang ada dan berkembang.

Diharapkan dalam menyingkapi suatu teks media, khalayak pembaca mampu memaknai dan menyikapi realitas yang ditampilkan oleh media dengan melihat latar belakang dari media tersebut. Sebab ada kalanya kebijakan redaksional media itu berseberangan dengan fakta kenyataan yang terjadi.


(5)

Achmad, Zainal Abidin, “Perbandingan Sistem Pers”, Lutfansah Mediantama ; Surabaya

Anonimuous, 2004. Methods for Media Analysis. www.lbro.com Arkhan, Metode Penelitian. CV. Alfabeta : Bandung, 2001

Anwar, Rosihan. 2004. “Bahasa Jurnalistik Indonesia dan Komposisi” Yogyakarta : Media Abadi.

Eriyanto, Analisis Framing. PT. LKIS Pelangi Aksara : Yogyakarta, 2006. Eriyanto, Analisis Wacana. PT. LKIS Pelangi Aksara : Yogyakarta, 2006.

Fatimah, Djajasudarm “Wacana” Pemahaman dan Hubungan Antarunsur.Refik Aditama : Bandung, 2006.

Harsono, Suwardi, Konstruksi Realitas Politik Dalam Media Massa, Penerbit Erlangga : Jakarta, 2002.

Liliweri, Komunikasi Politik, Penerbit : Remaja Rosdakarya : Bandung 1997. Darsono, Karl Marx ; Ekonomi Politik dan Aksi Revolusi, Penerbit : Diadit Media : Jakarta, 2003.

Magnis-Suseno, Pemikiran Karl Marx, Penerbit : PT. Gramedia Pustaka : Jakarta, 2003.

McQuail,. Dennis. Teori Komunikasi Massa. Penerbit Erlangga : Jakarta, 1991 Moleong. J. Lexy. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung, 2004.

Mulyana, Deddy. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya : Bandung, 2006.


(6)

Nimmo, Komunikasi Politik. Pengantar : Jallaluddin Rakhmat. PT. Remaja Rosdakarya, 2006

Noam, Chomsky. Politik Kuasa Media. Penerbit : Pinus, Yogyakarta 2006

Putrayasa, Ida Bagus. Analisis Kalimat, Penerbit : Relika Aditama ; Bandung, 2007

Rakhmat, Jallaludin. Psikologi Komunikasi. PT. Remaja Rosdakarya : Bandung, 2004

Rakhmat, Jallaludin. Metode Penelitian Komunikasi. PT. Remaja Rosdakarya : Bandung, 2004

Soehoet,. Hoeta. Manajemen Media Massa. Yayasan Kampus Tercinta – IISIP : Jakarta, 2002

Sugiyono., Prof. Dr. Memahami Penelitian Kualitatif. CV. Alfabeta : Bandung 2005

Suhandang, Kustadi. Pengantar Jurnalistik. PT. Remaja Rosdakarya : 2004. Scheufele, Dietram A. 1999. Framing as Theory of Media effect. Makalah. Internasional Communication Assosiation.

Sobur,. Alex. Analisis Teks Media. PT. Remaja Rosdakarya : Bandung, 2006 Thompson. B John., Kritik Ideologi Global. Penerbit : IRCiSoD. Yogyakarta, 2006

Werner. J. Severin – Tankard. W. James., Teori Komunikasi. Kencana Preneda Media Group : Jakarta, 2005

Non Buku

Surat Kabar Harian Kompas dan Jawa Pos Oneline :

www.Google.com/ www.Yahoo.com/ www.JawaPos.com/


Dokumen yang terkait

INTERFERENSI BAHASA ASING PADA IKLAN LOWONGAN PEKERJAAN DI SURAT KABAR KOMPAS EDISI BULAN MEI 2010 INTERFERENSI BAHASA ASING PADA IKLAN LOWONGAN PEKERJAAN DI SURAT KABAR KOMPAS EDISI BULAN MEI 2010.

0 0 12

PEMBINGKAIAN BERITA TENTANG KASUS KORUPSI SPORT CENTER DI HAMBALANG PADA SURAT KABAR JAWA POS DAN KOMPAS.

0 3 47

PEMBINGKAIAN BERITA TENTANG SKANDAL M. NAZARUDDIN ( Analisis Framing Berita tentang M. Nazaruddin pada Surat Kabar Jawa Pos dan Kompas Edisi 25-31 Juli 2011 ).

0 0 119

PEMBINGKAIAN BERITA BAILOUT CENTURY (Studi Analisis Framing Tentang Bailout Century Pada Sidang Paripurna SPR di Surat Kabar Jawa Pos dan Kompas).

1 2 100

Pembingkaian Berita Isu Reshuffle Kabinet (Studi Analisis Framing Berita Isu Reshuffle Kabinet di Surat Kabar Jawa Pos dan Kompas).

0 0 102

PEMBINGKAIAN BERITA RUU NIKAH SIRI DI SURAT KABAR KOMPAS DAN JAWA POS (Studi Analisis Framing RUU Nikah Siri di Surat Kabar Kompas dan Jawa Pos).

1 3 115

PILKADA SERENTAK DALAM BERITA (Analisis Isi Berita Pilkada Serentak pada Surat Kabar Jawa Pos dan Surat Kabar Kompas Periode Oktober - Desember 2015).

0 0 10

KATA PENGANTAR - PEMBINGKAIAN BERITA RUU NIKAH SIRI DI SURAT KABAR KOMPAS DAN JAWA POS (Studi Analisis Framing RUU Nikah Siri di Surat Kabar Kompas dan Jawa Pos)

0 0 17

Pembingkaian Berita Isu Reshuffle Kabinet (Studi Analisis Framing Berita Isu Reshuffle Kabinet di Surat Kabar Jawa Pos dan Kompas)

0 0 17

PEMBINGKAIAN BERITA TENTANG SKANDAL M. NAZARUDDIN ( Analisis Framing Berita tentang M. Nazaruddin pada Surat Kabar Jawa Pos dan Kompas Edisi 25-31 Juli 2011 )

0 0 20