PEMBINGKAIAN BERITA PEMILIHAN ULANG CALON WALIKOTA SURABAYA 2010 (Studi Analisis Framing Pembingkaian Berita Pemilihan Ulang Calon Walikota 2010 pada Surat Kabar Jawa Pos dan Surabaya Post Periode 1 Agustus - 3 Agustus 2010).

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan memperoleh Gelar Sarjana pada FISIP UPN “Veteran” Jawa Timur

Oleh :

ANDRI KRISBIYANTONO NPM. 054 3010 318

YAYASAN KEJUANGAN PANGLIMA BESAR SUDIRMAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

SURABAYA 2010


(2)

Oleh :

ANDRI KRISBIYANTONO NPM. 054 3010 318

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Pada tanggal 2 Desember 2010

PEMBIMBING UTAMA TIM PENGUJI

1. Ketua

Dra. Diana Amelia, M.Si NIP. 19630907 199103 2001

Ir. H. Didiek Tranggono, MSi NIP. 19581225 19900 1001

2. Sekretaris

Dra. Diana Amelia, M.Si

NIP. 19630907 199103 2001

3. Anggota

Dra. Herlina Suksmawati. MSi

NIP. 19641225 199309 2001

Mengetahui, DEKAN

Dra. Ec. Hj. Suparwati, M.Si NIP. 19550718 798302 2001


(3)

pemberi nafas hidup pada seluruh makhluk. Hanya kepadaNya-lah syukur dipanjatkan atas selesainya skripsi ini. Sejujurnya penulis akui bahwa pendapat sulit ada benarnya, tetapi factor kesulitan itu lebih banyak datang dari diri. Karena itu, kebanggaan penulis bukanlah pada selesainya skripsi ini, melainkan kemenangan atas berhasilnya menundukkan diri sendiri. Semua kemenangan dicapai tidak lepas dari bantuan berbagai pihak selama proses penyelesaian skripsi ini. Penulis wajib mengucapkan terima kasih kepada mereka yang disebut berikut 1. Ayah, Ibu dan Adikku Yang selalu setia membantu baik moril ataupun

materiil.

2. Ibu Suparwati selaku Dekan FISIP UPN “Veteran” Jawa Timur.

3. Bapak Juwito S.sos selaku Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi UPN “Veteran” Jatim.

4. Ibu Diana Amalia Msi, selaku pembimbing yang selalu sabar dalam memberi arahan dan semangat.

5. Ibu Aulia Rahmawati, S.Sos, selaku dosen wali yang membantu penulis selama kuliah di Jurusan Ilmu Komunikasi ini.

6. Seluruh dosen di Jurusan Ilmu Komunikasi atas bimbingan dan didikannya selama ini.

7. Teman-teman seperjuangan di Jurusan Ilmu Komunikasi 8. Media Jawa Pos dan Surabaya Post


(4)

v

membangun sangatlah dibutuhkan untuk memperbaiki kekurangan yang ada.

Surabaya, Desember 2009 Penulis


(5)

HALAMAN PERSETUJUAN MENGIKUTI SKRIPSI ... ii

HALAMAN PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

ABSTRAK ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 12

1.3. Tujuan Penelitian ... 12

1.4. Manfaat Penelitian ... 12

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 14

2.1. Surat Kabar Sebagai Media Massa ... 14

2.2. Berita dan Konstruksi Realitas ... 15

2.3. Ideologi Pada Media Massa ... 17

2.4. Model Hierarchi of Influence ... 19


(6)

2.8. Kerangka Berfikir ... 32

BAB III METODE PENELITIAN ... 34

3.1. Tipe Penelitian dan Definisi Operasional ... 34

3.2. Subyek dan Obyek Penelitian ... 34

3.3. Unit Analisis ... 34

3.4. Populasi dan Korpus ... 35

3.5. Teknik Pengumpulan Data ... 37

3.6. Teknik Analisis Data ... 37

3.7. Teknik Analisis Framing Pan Kosicki ... 37

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 39

4.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian ... 39

4.1.1 Profil Perusahaan Jawa Pos ……….. 39

4.1.2 Kebijakan Redaksional ………. 44

4.2 Surabaya Post ……… 49

4.2.1 Sejarah Singkat Berdirinya Surabaya Post ………... 49

4.2.2 Kebijakan Redaksional ………. 52

4.3 Hasil dan Pembahasan ………... 56


(7)

viii

4.3.1.3 Jawa Pos edisi 3 Agustus 2010 ...67

4.3.2 Analisis Berita Surabaya Post ………... 73

4.3.2.1 Surabaya Post edisi 1 Agustus 2010.. ... 73

4.3.2.2 Surabaya Post edisi 2 Agustus 2010.. ... 77

4.3.2.3 Surabaya Post edisi 3 Agustus 2010.. ... 80

4.4 Frame Jawa Pos dan Surabaya Post ...84

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...87

5.1 Kesimpulan ...87

5.2 Saran ...88

DAFTAR PUSTAKA ...89


(8)

Tabel 1 : Deskripsi Halaman Jawa Pos ……… 47

Tabel 2. Deskripsi Halaman Surabaya Post ………. 55

Tabel 3. Frame Jawa Pos, Judul : Awas, Money Politic... ... 62

Tabel 4. Frame Jawa Pos, Judul : Bulak Rukem Bergolak... ... 67

Tabel 5. Frame Jawa Pos, Judul : Cacak Berterima kasih dan Minta Maaf …...72

Tabel 6. Frame Jawa Pos, Judul : Cacak Berterima kasih dan Minta Maaf …...72

Tabel 7. Frame Surabaya Post, Judul : Coblos Ulang Sepi……….. …………... 76

Tabel 8. Frame Surabaya Post, Judul : Rezim Risma rawan Dijegal.,……. ….. 79

Tabel 9. Frame Surabaya Post, Judul : Pemkot Surabaya Rombak Total……...83

Tabel 10. Frame Surabaya Post, Judul : Pemkot Surabaya Rombak Total ……. 101

Tabel 11. Frame Jawa Pos dan Surabaya Post ... 84


(9)

Gambar 1. “Hierarchi of Influence” Shoemaker dan Reese ... 19 Gambar 2. Teknik Framing Zhondang Pan dan Gerald M. Kosicki ... 31


(10)

(11)

(12)

(13)

(14)

(15)

(16)

(17)

(18)

Lampiran 9 : Surabaya Pos Edisi Senin, 2 Agustus 2010 Halaman 30 (Lanjutan Halaman 1)


(19)

(20)

Pembingkaian Berita Pemilihan Ulang Calon Walikota 2010 pada Surat Kabar Jawa Pos dan Surabaya Post Periode 1 Agustus - 3 Agustus 2010)

SKRIPSI

Penelitian ini didasarkan pada pekerjaan media massa dalam mengkonstruksi berita. Media mengkonstruksikan berita sesuai dengan kepentingan dari media itu sendiri mulai dari tingkat penonjolan berita, tingkat relevansinya dengan khalayak sampai tingkat valensinya. Seperti dalam pemberitaan Berita Pemilihan Ulang Calon Walikota 2010 pada Surat Kabar Jawa Pos dan Surabaya Post Periode 1 Agustus - 3 Agustus 2010.

Untuk melihat bagaimana Jawa Pos dan Surabaya Post mengemas pemberitaan Pemilihan Ulang Calon Walikota 2010 tersebut, peneliti menggunakan studi analisis framing. Analisis framing dipakai untuk membedah cara-cara atau ideologi media saat mengkonstruksi fakta. Dengan kata lain, framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita.

Metode penelitian yang digunakan adalah analisis framing milik Zhondang Pan dan Gerald M. Konsicki dalam menganalisa pemberitaan mengenai Pemilihan Ulang Calon Walikota 2010. Berdasarkan empat struktur yang terkandung dalam model framing Pan dan Konsicki, yaitu sintaksis, skrip, tematik, dan retoris, peneliti berusaha mengetahui bagaimana Jawa Pos dan Surabaya Post mengemas pandangan dan penekanannya dalam membentuk sebuah berita.

Data dianalisis berdasarkan empat struktur yaitu sintaksis, skrip, tematik, dan retoris. Dari keempat struktur tersebut dapat menentukan frame yang muncul di tiap surat kabar. Frame Jawa Pos memunculkan permasalahan saat dilaksanakanya Pemilihan Ulang yang mengandung Money Politics dan juga pelanggaran lain yang dilakukan pasangan Arif Afandi-Adies Kadir. Hal Tersebut tampak dalam pemberitaan harian Jawapos dan Kutipan-Kutipan Narasumbernya juga Foto-Foto Yang Menunjukkan adanya Kejanggalan dalam Pemilihan ulang Walikota yang dilaksanakan di beberpa Kecamatan di Surabaya. Sedangkan Surabaya Post memunculkan adanya permasalahan apabila Risma-Bambang DH menjabat Walikota Surabaya yang menekankan dari kutipan pakar-pakar politik akan adanya Ganjalan dalam Pemerintahan Risma-Bambang DH apabila tidak pandai dalam melakukan lobi-lobi politik dan juga menentukan kebijakan dikarenakan dukungan dari partai yang mengusungnya tidaklah banyak di kursi DPRD


(21)

1.1 Latar Belakang Masalah

Pers mempunyai dua pengertian yaitu pers dalam arti sempit dan pers dalam arti luas. Pers dalam arti sempit adalah media massa cetak seperti surat kabar, majalah mingguan, tabloid dan sebagainya. Sedangkan pers dalam arti luas meliputi media massa cetak, elektronik, antara lain radio siaran dan televisi siaran sebagai media yang menyiarkan karya jurnalistik (Effendy, 1993:90). Kehadiran media cetak ditengah masyarakat merupakan salah satu sarana dalam memenuhi kebutuhan akan informasi, masing-masing institusi media mencoba menghadirkan realitas kehidupan yang ada di sekitar masyarakat. Mereka berlomba menyajikan informasi yang aktual sesuai dengan segmentasi khalayak sasarannya, namun tak terlepas dari visi dan misi industri media media itu sendiri. Pada dasarnya, pekerjaan media massa adalah mengkonstruksikan realitas. Isi media adalah hasil pekerja mengkonstruksikan berbagai realitas yang dipilihnya. Media mengkonstruksikan berita sesuai dengan kepentingan dari media itu sendiri mulai dari tingkat penonjolan berita, tingkat relevansinya dengan khalayak sampai tingkat valensinya.

Dalam paradigma konstruktivis, produk media adalah human mode sehingga subyektivitas manusia pembuatnya adalah hal yang wajar terjadi sehingga untuk disebut sebagai realitas obyektif adalah tidak mungkin. Berita dipandang sebagai konstruksi atau bentukan dari wartawan yang menulisnya, berdasarkan dari media


(22)

yang menaunginya. Semua proses konstruksi (mulai dari memilih fakta, sumber, pemakaian kata, gambar sampai penyuntingan) memberi andil bagaimana realitas tersebut hadir di depan khalayak. Realitas yang tampil dalam produk media merupakan hasil konstruksi yang boleh jadi telah mengalami penambahan maupun pengurangan karena turut campurnya faktor subyektivitas dari pelaku representasi atau orang-orang yang terlibat dalam media.

Meyakini realitas media sebagai realitas hasil konstruksi sama halnya dengan memandang suatu fenomena yang diibaratkan seperti gunung es, permukaan yang terlihat seringkali sebagian kecil dari kenyataan sesungguhnya dan sebaliknya apa yang ada di bawah permukaan itu justru lebih besar. Dengan membandingkan dengan beberapa pemberitaan di media, sangat mungkin akan menemukan kesimpulan yang setara, bahwa tidak mungkin media apapun dapat lepas dari bias-bias baik yang berkaitan dengan ideologi, politik, ekonomi, sosial bahkan budaya.

Peran media massa dalam kehidupan sosial kerap dipandang secara berbeda-beda, namun tidak ada yang menyangkal atas perannya yang signifikan dalam masyarakat modern. Menurut Mc Quail, dalam bukunya Massa Communication

Theoris (2000:6), menyebutkan bahwa peran media massa sebagai window on

event and experience. Media dipandang sebagai jendela yang memungkinkan khalayak “melihat” apa yang terjadi di luar sana. Selain itu, media massa sebagai “filter” atau gate keeper yang menyeleksi berbagai hal untuk diberi perhatian atau tidak. Media massa senantiasa memilih issue, informasi atau bentuk content lain berdasarkan standar para pengelolanya. Khalayak “dipilihkan” oleh media tentang


(23)

apa-apa yang layak diketahui dan mendapat perhatian. Disini, pentingnya peran media massa sebagai realitas simbolik yang dianggap mempresentasikan realitas objektif sosial dan berpengaruh pada realitas sosial dan berpengaruh pada realita subyektif yang ada pada perilaku interaksi sosial.

Media sebagai sebuah sistem komunikasi manusia telah kian penting di dunia dengan meminjam istilah C Wright Milis pengalaman primer telah digantikan dengan oleh komunikasi sekunder, seperti media cetak, radio, televisi dan film, media telah memainkan peran penting dalam merombak tatanan sosial menjadi masyarakat serba misal (Rivers, 2003:323).

Sekarang ini kita tidak bisa lagi menyamakan “komunikasi massa” atau “media massa” dengan “jurnalisme” dalam menyebut media selain koran dan majalah. Tentu saja setiap komunikasi membutuhkan medium atau sarana pengirim pesan yang melibatkan media. Komunikasi massa merupakan salah satu proses komunikasi yang berlangsung pada peringkat masyarakat luas merujuk ke keseluruhan institusinya yang merupakan pembawa koran dan majalah.

Oleh sebab itu, komunikasi massa dapat diartikan dalam dua cara, yakni yang pertama komunikasi oleh media, dan kedua komunikasi untuk massa. Namun ini tidak berarti komunikasi massa adalah komunikasi untuk setiap orang. Media tetap cenderung memilih khalayak, dan demikian pula sebaliknya khalayaknya memilih-milih media (Rivers, 2003:18).

Secara teoritis media massa bertujuan menyampaikan informasi dengan benar secara efektif dan efisien. Pada praktiknya apa yang disebut sebagai kebenaran ini sangat ditentukan oleh jalinan banyak kepentingan survival media itu sendiri, baik


(24)

dalam pengertian bisnis maupun politis. Dalam kaitan ini kerap terjadi bahwa meminjam ungkapan Budi Santoso (1992:62) “kebenaran milik perusahaan” menjadi penentu atau acuan untuk kebenaran-kebenaran lainnya. Atas kebenaran milik perusahaan itulah realitas yang ditampilkan oleh media bukan sekedar realitas tertunda, namun juga realitas tersunting. Di belakang realitas tersunting ini terdapat pemilihan atas fakta atau informasi yang dianggap penting namun demi kepentingan survival menjadi tidak perlu disebarluaskan.

Media bukan hanya menentukan realitas macam apa yang akan mengemukakan, namun juga siapa yang layak dan tidak layak masuk dalam realitas itu. Dalam hal ini, menjadi sebuah kontrol yang bukan lagi semata-mata sebagaimana dicita-citakan, yaitu “...Kontrol, kritik dalam koreksi pada setiap bentuk kekuasaan agar kekuasaan selalu bermanfaat ...” (Leksono, 1998:24) tetapi kontrol yang mempengaruhi bahkan mengatur isi pikiran dan keyakinan-keyakinan masyarakat itu sendiri (Sobur, 2003:114).

Ketika kebebasan pers marak seperti sekarang ini, banyak media cetak lebih mengutamakan berita yang cenderung berbau sensasional. Masalah objektivitas pemberitaan pun menjadi perdebatan klasik dalam studi media. Salah satu perdebatan yang mewakili dua pandangan pro dan kontra objektif adalah mustahil. Semua karya jurnalistik pada dasarnya subyektif, mulai dari pencarian berita, peliputan, penulisan sampai penyuntingan berita. Nilai-nilai subyektif wartawan ikut mempengaruhi semua proses kerja jurnalistik. Sebaliknya, Dennis mengatakan, jurnalisme obyektif bukan sesuatu yang mustahil, karena semua proses kerja jurnalistik pada dasarnya dapat diukur dengan nilai-nilai obyektif,


(25)

misalnya memisahkan fakta dan opini, menghindari pandangan emosional dalam melihat peristiwa, memberikan prinsip keseimbangan dan keadilan, serta melihat peristiwa dari dua sisi. Dennis percaya, jurnalisme obyektif mungkin jika mengadopsi metode yang dapat membatasi subyektivitas wartawan maupun redaktur (Siahaan, 2001:60-61).

Untuk membuat informasi menjadi lebih bermakna biasanya sebuah media cetak melakukan penonjolan-penonjolan terhadap suatu berita. Dalam pengambilan keputusan mengenai sisi mana yang ditonjolkan tentu melibatkan nilai dan ideologi para wartawan yang terlibat dalam proses produksi sebuah berita (Sobur, 2001:163)

Realitas yang disajikan secara menonjol mempunyai peluang besar untuk diperhatikan dan mempunyai khalayak dalam memahami realitas karena itu dalam praktiknya, framing dijalankan oleh media dengan menyeleksi isu tertentu dan mengabaikan isu lain, serta menonjolkan aspek isu tersebut dengan menggunakan berbagai strategi wacana (Sobur, 2001:164).

Untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita peneliti memilih analisis framing. Dalam hal ini peneliti ingin meneliti bagaimana sebuah media massa khususnya media cetak memframing berita yang dimuat. Dan berita yang ingin diteliti adalah mengenai Berita Pemilihan Ulang Calon Walikota 2010. Alasan peneliti menggunakan analisis framing karena framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Cara pandang atau perspektif


(26)

itu pada akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan, dan hendak dibawa kemana berita tersebut (Eriyanto,2005:224).

Peneliti menggunakan analisis framing sebagai metode penelitian. Sebagai analisis teks media, framing merupakan salah satu alternatif model analisis yang dapat mengungkapkan semua perbedaan media dalam mengungkapkan sebuah fakta. Selain itu dengan melalui metode analisis framing akan dapat diketahui siapa mengendalikan siapa, siapa lawan siapa, mana kawan mana lawan, mana patron mana klien, siapa yang diuntungkan siapa dirugikan, siapa menindas siapa tertindas, dan seterusnya (Eriyanto, 2004:VI). Jadi jelas dengan menggunakan metode framing sebuah realitas diharapkan akan dapat terbingkar. Hal lain adalah mengetahui bagaimana pembingkaian sebuah berita oleh sebuah media kedalam bentuk frame sehingga menghasilkan konstruksi makna berita yang spesifik.

Dalam praktiknya, framing dijalankan oleh media dengan menyeleksi isu yang lain, serta menonjolkan aspek dari isu tersebut dengan menggunakan berbagai strategi wacana, misalnya dengan penempatan yang mencolok (sebagai headline, didepan atau dibelakang), pengulangan, pemakaian grafik, untuk mendukung, memperkuat, pemakaian label tertentu ketika menggambarkan orang atau peristiwa yang diberitakan, asosiasi terhadap simbol budaya, generalisasi, dan simplifikasi. Semua aspek tersebut digunakan untuk membuat dimensi tertentu dari konstruksi berita menjadi bermakna dan diingat oleh khalayak (Entman dalam Dennis Mc.Quaill, 2002).


(27)

Jadi dalam kaitannya dengan redaksional, khususnya dalam hubungan dengan penulisan berita, framing dapat menyebabkan suatu peristiwa yang sama dapat menghasilkan berita yang secara radikal berbeda apabila masing-masing wartawan memiliki frame yang berbeda ketika melihat peristiwa tersebut menuliskan pandangannya dalam bentuk berita. Hal ini dapat menyebabkan dua buah realitas, yakni realitas sosial atau realitas sesungguhnya dan realitas media yang terbentuk setelah melalui beritanya seringkali merupakan hasil pandangan mereka (predisposisi perseptual) wartawan ketika melihat dan meliput peristiwa. Analisis framing dapat membantu kita untuk mengetahui bagaimana realitas peristiwa yang sama dikemas secara berbeda oleh wartawan sehingga menghasilkan berita yang berbeda (Nugroho, dkk, 1999).

Sedangkan perangkat dalam framing yang peneliti gunakan untuk memframingkan berita tentang Berita Pemilihan Ulang Calon Walikota 2010-2015, peneliti memilih menggunakan perangkat framing Zhongdang Pan dan Gerald M. Konsicki yang mengangkat framing dalam empat struktur besar yaitu sintaksis, skrip, tematik, dan retoris. Struktur sintaksis berhubungan dengan bagaimana wartawan menyusun peristiwa ke dalam bentuk susunan umum berita. Struktur skrip berhubungan dengan bagaimana wartawan menceritakan peristiwa ke dalam bentuk berita. Struktur tematik berhubungan dengan bagaimana wartawan mengungkapkan ke dalam peristiwa dan kalimat. Struktur retoris berhubungan dengan bagaimana wartawan menekankan arti tertentu ke dalam berita.


(28)

Alasan peneliti menggunakan model framing milik Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki, karena pada model ini, teks dibahas secara jelas dan detail berdasarkan struktur sintaksis, skrip, tematik, dan retoris. Dan peneliti ingin meneliti isi dari berita Kampanye calon walikota dan calon wakil walikota Surabaya 2010-2015.

Dalam penelitian ini media cetak yang digunakan oleh peneliti adalah surat kabar Jawa Pos dan Surabaya Post. Kedua surat kabar ini memiliki cara pandang yang berbeda dalam menyeleksi suatu issue dan menghadirkan penonjolan masing-masing dari issue yang diberitakan. Jawa Pos dan Surabaya Post memiliki perbedaan dalam memilih fakta dan mengkonstruksi berita Pemilihan Ulang Calon Walikota 2010 - 2015. Peristiwa ini dipilih karena banyak diberitakan oleh media dan peristiwa ini sangat menarik untuk diikuti perkembangannya. Hal ini disebabkan adanya perbedaan issue yang ditonjolkan oleh kedua surat kabar tersebut. Pemberitaan yang ditulis surat kabar Jawa Pos lebih menyoroti kejadian external pada pemilihan ulang calon walikota Surabaya yang dilontarkan pada media mulai dari awas, money politic sampai KPU-Panwas antipasi kecurangan, Di dalam isinya surat kabar Jawa Pos mengangkat realitas bahwa Pemilihan Ulang calon walikota Surabaya 2010-2015 menonjolkan kemenangan perolehan suara dari kubu Risma.

Jawa Pos meletakkan berita Berita Pemilihan Ulang Calon Walikota 2010 – 2015 pada halaman pertama METROPOLIS, bahkan empat diantaranya menjadi headline, yaitu pada judul “Awas, Money Politics”, “Di Putat Jaya Risma – Bambang Tetap Jaya”, Risma Salip Cacak Di Krembangan”, dan “Cacak


(29)

Berterima Kasih dan minta maaf”. Berita lain yang tidak menjadi headline tetapi terletak di halaman METROPOLIS ada dua judul, yaitu, “KPPS boleh periksa KTP Pemilih dan “Bulak Rukem Bergolak”.

Berbeda dengan surat kabar Jawa Pos, surat kabar Surabaya Post menampilkan berita Pemilihan Ulang Calon Walikota 2010 - 2015 dengan judul “Coblos Ulang Sepi”, “Rezim Risma Rawan Dijegal” Selain itu muncul juga “Kabinet Pemkot Surabaya Rombak Total”.

Pada penempatannya, Surabaya Post menjadikan berita ini di halaman Metro Surabaya seperti halnya halaman Metropolis di Jawa Pos. Dan perlu diketahui bahwa halaman Metropolis di Jawa Pos banyak menampilkan berita-berita seputar kemenangan perolehan suara kubu Risma, sama halnya dengan halaman Surabaya Raya di Surabaya Post yang menampilkan pemantauan terjadinya pemilihan ulang dilapangan.

Dari penjelasan di atas terlihat bahwa adanya perbedaan issue yang disajikan oleh kedua surat kabar tersebut yaitu pada Jawa Pos menyajikan issue tentang kemenangan perolehan suara yang di dominasi oleh kubu Risma Oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti tentang Berita Pemilihan Ulang Calon Walikota 2010 yang dimuat di Jawa Pos dan Surabaya Post.


(30)

Alasan lain memilih surat kabar Jawa Pos karena adanya unsur kedekatan jarak. Jawa Pos merupakan surat kabar lokal yang dalam kebijakan redaksionalnya surat kabar ini mampu mengadakan kebebasan pers dan tidak hanya mengungkap berita-berita bersifat umum melainkan juga berita-berita politik dan kriminal. Oleh karena itu dalam penyampaian berita menghendaki dan mengarahkan pada sesuatu yang lain daripada yang lain, dengan menampilkan rubrik tertentu sebagai nominasi unggulan, berita-berita, reportase, gambar kartun, hiburan yang bersifat kreatif tetapi juga tidak ketinggalan berita yang bersifat kesenangan.

Sedangkan alasan peneliti memilih surat kabar Surabaya Post karena surat kabar ini tidak secara berkala menampilkan berita tentang berita Kampanye calon walikota dan calon wakil walikota Surabaya 2010-2015 pada headline, hal tersebut dikarenakan adanya kebijakan redaksional yang berbeda di setiap perusahaan penerbitan, tidak semua berita patut dijadikan headline. Hanya beberapa berita saja yang dianggap patut dan penting dijadikan headline. Hal tersebut yang menarik perhatian peneliti memilih surat kabar Surabaya Post, karena sebagai koran daerah seharusnya bisa lebih menyoroti berita daerah dan menonjolkan berita tersebut sebagai berita utama untuk menarik perhatian masyarakat selaku pembaca berita, selain itu juga harus mampu bersaing dengan Jawa Pos yang lebih dikenal sebagai koran terbesar ketiga di Indonesia. Selain itu Surabaya Post merupakan salah satu dari beberapa surat kabar di Surabaya yang terbit pada sore hari, padahal sebagian besar surat kabar terbit pada pagi hari. Keadaan ini akan menurunkan tingkat persaingan dengan surat kabar lain yang


(31)

terbit pada pagi hari. Dengan kebijakan terbit pada sore hari diharapkan informasi (berita) yang terjadi pada hari itu dapat lebih cepat sampai kepada para pembaca langsung pada hari itu juga. Akan tetapi walaupun persaingan dengan surat kabar lain kecil, justru terjadi persaingan dengan televisi, pada sore hari merupakan prime time bagi acara-acara televisi dan khalayaknya pun beraneka ragam.

Perbedaan Jawa Pos dan Surabaya Post dalam mengkonstruksi atau membingkai berita dikarenakan adanya perbedaan cara pandang wartawan dari masing-masing media dalam mempersepsikan peristiwa tersebut. Perbedaan dari cara kedua harian tersebut dalam mengemas berita disebabkan adanya perbedaan kebijakan redaksi dan juga perbedaan visi dan misi dari masing-masing media tersebut. Visi dan misi Jawa Pos adalah menjadikan surat kabar yang menginformasikan berita kepada khalayak yang baru. Harian Jawa Pos ini memiliki misi idiil dan misi bisnis sebagai pilar utama untuk kelangsungan hidup perusahaan. Oleh karena itu penyampaian berita menghendaki dan diarahkan pada sesuatu yang lain daripada yang lain dengan menampilkan rubrik-rubrik tertentu sebagai nominasi unggulan, berita-berita aktual, reportase, gambar kartun, hiburan yang bersifat kreatif tetapi juga tidak ketinggalan berita yang bersifat kesenangan (human interest).

Sedangkan Surabaya Post merupakan pers regional yang mempunyai visi mengembangkan media cetak yang mampu menjadi prime mover dalam mengubah mindset masyarakat untuk berpikir positif dan optimistik. Dengan gaya jurnalistiknya menjadi pemisah yang tegas antara fakta dan opini.


(32)

Periode yang dipilih dalam penelitian ini adalah 1 Agustus s/d 3 Agustus 2010, karena periode tersebut harian Jawa Pos dan Surabaya Post memuat berita-berita mengenai Berita Pemilihan Ulang Calon Walikota 2010 - 2015.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasar latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas maka perumusan masalah yang akan diteliti adalah :

“Bagaimana surat kabar Jawa Pos dan Surabaya Post membingkai berita mengenai berita Berita Pemilihan Ulang Calon Walikota 2010 - 2015”.

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah dan perumusan masalah yang telah diuraikan diatas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah : “ Untuk mengetahui pembingkaian berita mengenai Berita Pemilihan Ulang Calon Walikota 2010 - 2015”.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna dan memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

Untuk memberikan ciri ilmiah pada sebuah penelitian dengan mengaplikasikan teori-teori khusus teori komunikasi tentang pemahaman pesan yang dikemas oleh media melalui analisis framing. Sebagai


(33)

fenomena komunikasi yang mempunyai signifikasi, teoritis, metodelogis, dan praktis, studi analisis framing diharapkan dapat berkembang pada disiplin ilmu komunikasi.

2. Manfaat Praktis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran pada institusi surat kabar, terutama surat kabar Jawa Pos dan Surabaya Post, khususnya dalam hal membingkai atau mengkonstruksi suatu realita.


(34)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Surat Kabar Sebagai Media Massa

Media massa, seperti halnya pesan lisan dan isyarat, sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari komunitas manusia. Pada hakikatnya, media adalah perpanjangan lidah dan tangan yang berjasa meningkatkan kapasitas manusia untuk mengembangkan struktur sosialnya (Rivers, 2003:27). Media massa merupakan lokasi (forum) yang semakin berperan untuk menampilkan peristiwa-peristiwa kehidupan masyarakat, baik yang bertaraf nasional maupun internasional (McQuail, 1994:3).

McQuail juga menyatakan bahwa media massa merupakan filter yang menyaring sebagian pengalaman dan menyoroti pengalaman lainnya dan sekaligus kendala yang menghalangi kebenaran (Littlejohn dalam Eriyanto, 2005:xii). Oleh sebab itu, media massa berperan penting dalam melakukan kontrol sosial terhadap masyarakat.

Sebagai media yang diperjualbelikan pertama kali, surat kabar dibuat di Amerika, ketika seorang tukang becak berkebangsaan Inggris, Benyamin Harris, hijrah ke Amerika tahun 1960 (Djuroto, 2002:5). Surat kabar pada masa awal ditandai oleh : wujud yang tetap, bersifat komersial (dijual secara bebas), bertujuan banyak (memberi informasi, mencatat, menyajikan adpertensi, hiburan, dan desas-desus), bersifat umum dan terbuka (McQuail, 1994:2).


(35)

Surat kabar disebutkan sebagai sebutan bagi penerbit pers yang masuk dalam media massa cetak, yaitu berupa lembaran berisi berita-berita, karangan-karangan, dan iklan yang diterbitkan secara berkala: bisa harian, mingguan, bulanan, dan diedarkan secara umum (Junaedhi, 1991:257).

2.2 Berita dan Konstruksi Realitas

Hasil proses penelusuran dan pengolahan fakta dituangkan dalam berita. Berita sendiri merupakan rekonstruksi fakta sosial yang diceritakan sebagai fakta wacana media (Siahaan, 2001:74). Sumandiria menyatakan bahwa berita adalah laporan tercepat mengenai fakta atau ide terbaru yang benar, menarik, dan atau penting bagi sebagian besar khalayak, melalui media berkala (Sumandiria, 2005:65).

Wartawan bisa jadi mempunyai pandangan dan konsepsi yang berbeda ketika melihat suatu peristiwa, dan itu dapat dilihat bagaimana mereka mengkonstruksi peristiwa itu, yang diwujudkan dalam teks berita. Berita dalam pandangan konstruksi sosial, bukan merupakan peristiwa atau fakta dalam arti yang riil (Eriyanto, 2005:17).

Berita yang muncul dalam benak manusia itu bukan suatu peristiwa, ia adalah sesuatu yang diserap setelah peristiwa. Ia tidak identik dengan peristiwa, melainkan sebuah upaya untuk merekonstruksi kerangka inti peristiwa tersebut, inti yang disesuaikan dengan kerangka acuan yang dipertimbangkan agar peristiwa itu memiliki arti bagi pembaca (Sobur, 2002:v).


(36)

Dalam penjelasan ontologi paradigma konstruktivis, realitas merupakan konstruksi sosial yang diciptakan oleh individu. Namun demikian kebenaran suatu realitas sosial bersifat nisbi, yang berlaku sesuai konteks spesifik yang dinilai relevan oleh pelaku sosial (Hidayat dalam Bungin, 2004:3). Pada kenyataannya, realitas sosial tidak berdiri sendiri tanpa kehadiran individu baik di dalam maupun di luar realitas tersebut (Bungin, 2004:5). Maka media yang membentuk dan menyampaikan fakta dari peristiwa dapat disebut agen konstruksi realitas.

Berger dan Luckmann (1990:1) menjelaskan realitas sosial dengan memisahkan pemahaman “kenyataan” dan “pengetahuan”. Realitas diartikan sebagai kualitas yang terdapat di dalam berbagai realitas, yang diakui memiliki keberadaan (being) yang tidak tergantung kepada kehendak kita. Sedangkan pengetahuan didefinisikan sebagai kepastian bahwa realitas itu nyata (real) dan memiliki karakteristik yang spesifik.

Menurut Berger dan Luckmann (1990:xx, Nugroho 1999:123). Pengetahuan masyarakat yang dimaksud adalah realitas sosial masyarakat. Realitas sosial tersebut adalah pengetahuan yang bersifat keseharian yang hidup dan berkembang di masyarakat seperti konsep, kesadaran umum, wacana publik, sebagai hasil dari konstruksi sosial. Realitas sosial dikonstruksi melalui proses eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi (Bungin, 2004:5-6).

Realitas hadir karena dihadirkan oleh konsep subjektif wartawan. Realitas tercipta lewat konstruksi, sudut pandang tertentu dari wartawan. Di sini, tidak ada realitas yang bersifat objektif, karena realitas itu tercipta lewat konstruksi dan pandangan tertentu (Eriyanto, 2005:19). Karena fakta itu diproduksi dan


(37)

ditampilkan secara simbolik, maka realitas itu tergantung pada bagaimana ia dilihat dan bagaimana fakta tersebut dikonstruksi. Fakta yang sama bisa menghasilkan fakta yang berbeda-beda ketika ia dilihat dan dipahami dengan cara yang berbeda (Eriyanto, 2005:21).

Menurut Fishman, ada dua kecenderungan studi bagaimana proses produksi berita dilihat. Pandangan pertama sering disebut sebagai pandangan seleksi berita (selectivity news). Seleksi ini dari wartawan di lapangan yang akan memilih mana yang penting dan mana yang tidak. Setelah berita itu masuk ke tangan redaktur, akan diseleksi lagi dan disunting dengan menekankan bagian mana yang perlu dikurangi dan bagian mana yang perlu ditambah, seolah-olah ada realitas yang benar-benar riil yang ada di luar diri wartawan. Realitas yang riil itulah yang akan diseleksi oleh wartawan untuk kemudian dibentuk dalam sebuah berita. Pendekatan kedua adalah pendekatan pembentukan berita (creation of news). Dalam perspektif ini, peristiwa itu bukan diseleksi, melainkan sebaliknya, dibentuk. Wartawan-lah yang membentuk peristiwa, mana yang disebut peristiwa dan mana yang tidak. Peristiwa dan realitas bukanlah diseleksi, melainkan dikreasi oleh wartawan (Eriyanto, 2005:100-101).

2.3 Ideologi Pada Media Massa

Pekerjaan media sebagai agen kontruksi realitas, berlatar belakang pada ideologi yang dimiliki oleh masing-masing media. Bagaimana peristiwa dibingkai bukan semata-mata disebabkan oleh struktur skema wartawan, melainkan juga rutinitas kerja dan institusi media yang secara langsung atau tidak langsung


(38)

mempengaruhi pemaknaan peristiwa. Wartawan hidup dalam institusi media dengan seperangkat aturan, pola kerja, dan aktivitas masing-masing, bisa terjadi institusi media itu yang mengontrol dalam pola kerja tertentu yang mengharuskan wartawan melihat peristiwa dalam kemasan tertentu, atau bisa juga terjadi wartawan sebagai bagian dari anggota komunitas menyerap nilai-nilai yang ada dalam komunitasnya (Eriyanto, 2005:99). Nilai-nilai tersebut dianut oleh media sebagai ideologi yang menjadi dasar dalam setiap pemberitaan yang disampaikan kepada khalayak.

Karl Marx (1818-1883) dan Fredrich Engels (1820-1895) melihat ideologi sebagai fabrikasi atau pemalsuan yang digunakan oleh sekelompok orang tertentu untuk membenarkan diri mereka sendiri. Karena itu, konsep ideologi tersebut jelas sangat subjektif dan keberadaannya hanya untuk melegitimasi kelas penguasa di tengah masyarakat (Sobur, 2002:64). Berdasarkan teori tersebut, media dipandang sebagai dominasi para penguasa yang memiliki kepentingan tertentu.

Sedangkan Shoemaker dan Reese menyebutkan objektivitas lebih merupakan ideologi bagi jurnalis dibandingkan seperangkat aturan atau praktik yang disediakan oleh jurnalis. Ideologi ini adalah konstruksi untuk memberi kesadaran kepada khalayak bahwa pekerjaan jurnalis adalah menyampaikan kebenaran. Objektivitas juga memberikan legitimasi kepada media untuk disebarkan kepada khalayak bahwa apa yang disampaikan adalah kebenaran (Eriyanto, 2005:112-113).

Media berperan mendefinisikan bagaimana realitas seharusnya dipahami, bagaimana realitas itu dijelaskan dengan cara tertentu kepada khalayak. Diantara


(39)

berbagai fungsi dari media dalam mendefinisikan realitas, fungsi pertama dalam ideologi adalah media sebagai mekanisme integrasi sosial. Media disini berfungsi menjaga nilai-nilai kelompok itu dijalankan. Dalam kerangka ini, media dapat mendefinisikan nilai dan perilaku yang sesuai dengan nilai kelompok dan perilaku atau nilai apa yang dipandang menyimpang. Semua nilai dan pandangan tersebut bukan sesuatu yang terbentuk begitu saja, melainkan dikonstruksi. Lewat konstruksi tersebut, media secara aktif mendefinisikan peristiwa dan realitas sehingga membentuk kenyataan apa yang layak, apa yang baik, apa yang sesuai, dan apa yang dipandang menyimpang (Eriyanto, 2005:122-123).

2.4 Model Hierarchi of Influence

Kecenderungan atau perbedaan setiap media dalam memproduksi informasi kepada khalayak dapat diketahui dari pelapisan-pelapisan yang melingkupi institusi media. Pamela Shoemaker dan Stephen D. Reese membuat model “hierarchi of influence” yang menjelaskan hal ini :

Gambar 1. “Hierarchi of Influence” Shoemaker dan Reese

1. Tingkat Individual 2. Tingkat rutinitas media 3. Tingkat organisasi 4. Tingkat ekstramedia 5. Tingkat ideologis


(40)

Shoemaker dan Reese, 1993, dalam Sobur, 2002:138

1. Pengaruh individu-individu pekerja media. Diantaranya adalah pekerja komunikasi, latar belakang personal dan professional.

2. Pengaruh rutinitas media. Apa yang dihasilkan oleh media massa dipengaruhi oleh kegiatan seleksi-seleksi yang dilakukan oleh komunikator, termasuk tenggat (deadline) dan rintangan waktu yang lain, keterbatasan tempat (space), struktur piramida terbalik dalam penulisan berita dan kepercayaan reporter pada sumber-sumber resmi dalam berita yang dihasilkan.

3. Pengaruh organisasional. Salah satu tujuan yang penting dari media adalah mencari keuntungan materiil. Tujuan-tujuan dari media akan berpengaruh pada isi yang dihasilkan.

4. Pengaruh dari luar organisasi media. Pengaruh ini meliputi lobi dari kelompok kepentingan terhadap isi media, pseudoevent dari praktisi public relations dan pemerintah yang membuat peraturan-peraturan di bidang pers. 5. Pengaruh ideologi. Ideologi merupakan sebuah pengaruh yang paling

menyeluruh dari semua pengaruh. Ideologi di sini diartikan sebagai mekanisme simbolik yang menyediakan kekuatan kohesif yang mempersatukan di dalam masyarakat (Shoemaker, Reese, dalam Sobur, 2002:138-139).


(41)

Pokok perhatian dalam studi mengenai teks atau isi media dan merupakan tingkatan yang paling menyeluruh adalah ideologi. Media mempunyai peranan penting dalam menyebarkan ideologi. Begitu pula para pekerja media, praktisi dan hubungan-hubungannya dapat berfungsi secara ideologis (Sobur, 2002:139).

2.5 Analisis Framing

Gagasan mengenai framing, pertama kali dilontarkan oleh Beterson tahun 1955 (Sudibyo dalam Sobur, 2002:161). Mulanya, frame dimaknai sebagai struktur konseptual atau perangkat kepercayaan yang mengorganisir pandangan politik, kebijakan, dan wacana, serta yang menyediakan kategori-kategori standar untuk mengapresiasi realitas. Konsep ini kemudian dikembangkan lebih jauh oleh Goffman pada 1974, yang mengandalkan frame sebagai kepingan-kepingan perilaku (strips of behavior) yang membimbing individu dalam membaca realitas.

Analisis framing dipakai untuk membedah cara-cara atau ideologi media saat mengkonstruksi fakta. Analisis ini mencermati strategi seleksi, penonjolan, dan pertautan fakta ke dalam berita agar lebih bermakna, lebih menarik, lebih berarti atau lebih diingat, untuk menggiring interpretasi khalayak sesuai perspektifnya. Dengan kata lain, framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita (Sobur, 2002:162).

Framing menurut Pan dan Kosicki merupakan strategi konstruksi dan


(42)

menafsirkan peristiwa, dan dihubungkan dengan rutinitas dan konvensi pembentukan berita (Eriyanto, 2005:162).

G. J. Aditjondro mendefinisikan framing sebagai metode penyajian realitas di mana kebenaran tentang suatu kejadian tidak diingkari secara total, melainkan dibelokkan secara halus, dengan memberikan sorotan terhadap aspek-aspek tertentu saja, dengan menggunakan istilah-istilah yang punya konotasi tertentu, dan dengan bantuan foto, karikatur, dan alat ilustrasi lainnya (Sudibyo dalam Sobur, 2002:165).

Ada dua aspek dalam bidang framing. Pertama, memilih fakta atau realitas. Proses memilih fakta ini didasarkan pada asumsi, wartawan tidak mungkin melihat peristiwa tanpa perspektif. Dalam memilih fakta ini selalu terkandung dua kemungkinan: apa yang akan dipilih (included) dan apa yang dibuang (excluded). Penekanan aspek tertentu itu dilakukan dengan memilih angel tertentu, memilih fakta tertentu, dan melupakan fakta yang lain, memberitakan aspek tertentu dan melupakan aspek lainnya. Intinya, peristiwa dilihat dari sisi tertentu. Akibatnya, pemahaman dan konstruksi atas suatu peristiwa bisa jadi berbeda antara satu media dengan media lain.

Kedua, penulisan fakta. Proses ini berhubungan dengan bagaimana fakta yang dipilih itu disajikan kepada khalayak. Bagaimana fakta yang sudah dipilih tersebut ditekankan dengan pemakaian perangkat tertentu: penempatan yang mencolok (menempatkan di headline depan, atau bagian belakang), pengulangan, pemakaian grafis untuk mendukung dan memperkuat penonjolan, pemakaian label tertentu ketika menggambarkan orang atau peristiwa yang diberitakan, asosiasi terhadap


(43)

simbol budaya, generalisasi, simplifikasi, dan pemakaian kata yang mencolok, gambar, dan sebagainya. Elemen menulis fakta ini berhubungan dengan penonjolan realitas. Akibatnya, aspek tertentu yang ditonjolkan menjadi menonjol, lebih mendapat alokasi dan perhatian yang besar dibandingkan aspek lain. Realitas yang disajikan secara menonjol atau mencolok, mempunyai kemungkinan lebih besar untuk diperhatikan dan mempengaruhi khalayak dalam memahami suatu realitas (Eriyanto, 2005:69-70).

2.6 Proses Framing

Framing didefinisikan sebagai proses membuat suatu pesan lebih menonjol, menempatkan informasi lebih daripada yang lain sehingga khalayak lebih tertuju pada pesan tersebut. Menurut Pan dan Kosicki, ada dua konsepsi dari framing yang saling berkaitan. Pertama, dalam konsepsi psikologi yang menekankan pada bagaimana seseorang memproses informasi dalam dirinya. Framing berkaitan dengan struktur dan proses kognitif, bagaimana seseorang mengolah sejumlah informasi dan ditunjukkan dalam skema tertentu. Framing disini dilihat sebagai penempatan informasi dalam suatu konteks yang unik atau khusus dan menempatkan elemen tertentu dari suatu isu dengan penempatan lebih menonjol dalam kognisi seseorang.

Kedua, konsepsi sosiologis. Kalau pandangan psikologis lebih melihat pada proses internal seseorang, bagaimana individu secara kognitif menafsirkan suatu peristiwa dalam cara pandang tertentu, maka pandangan sosiologis lebih melihat pada bagaimana konstruksi sosial atas realitas.


(44)

Di sini tampak ada dua konsepsi yang agak berlainan mengenai framing. Di satu sisi framing dipahami sebagai struktur internal dalam alam pikiran seseorang, di sisi lain framing dipahami sebagai perangkat yang melekat dalam wacana sosial dan politik. Pan dan Kosicki membuat suatu model yang mengintegrasikan secara bersama-sama konsepsi psikologis yang melihat frame semata-mata sebagai persoalan internal pikiran dengan konsepsi sosiologis yang lebih tertarik melihat frame dari sisi bagaimana lingkungan sosial dikonstruksi seseorang. Framing lalu dimaknai sebagai suatu strategi atau cara wartawan dalam mengkonstruksi dan memproses peristiwa untuk disajikan kepada khalayak.

Dalam mengkonstruksi suatu realitas, wartawan tidak hanya menggunakan konsepsi yang ada dalam pikirannya semata. Pertama, proses konstruksi itu juga melibatkan nilai sosial yang melekat dalam diri wartawan. Kedua, ketika menulis dan mengkonstruksi berita wartawan bukanlah berhadapan dengan publik yang kosong. Ketiga, proses konstruksi itu juga ditentukan oleh proses produksi yang selalu melibatkan standar kerja, profesi jurnalistik, dan standar profesional dari wartawan (Eriyanto, 2005:252-254).

2.7 Perangkat Framing Zhondang Pan dan Gerald M. Kosicki

Dalam pendekatannya, Pan dan Kosicki membagi perangkat framing ke dalam empat struktur besar. Pertama, struktur sintaksis, yang berhubungan dengan bagaimana wartawan menyusun peristiwa, pernyataan, opini, kutipan, pengamatan atas peristiwa ke dalam bentuk susunan umum berita. Kedua, struktur skrip, adalah bagaimana cara wartawan mengisahkan fakta. Ketiga, struktur tematik,


(45)

adalah bagaimana cara wartawan menulis fakta. Keempat, struktur retoris, adalah bagaimana cara wartawan menekankan fakta.

Penjelasan perangkat framing yang dibagi dalam empat struktur besar: 1. Sintaksis

Dalam pengertian umum, sintaksis adalah susunan kata atau frase dalam kalimat. Dalam wacana berita, sintaksis menunjuk pada pengertian susunan dari bagian berita (headline, lead, latar informasi, sumber, penutup) dalam satu kesatuan teks berita secara keseluruhan. Bagian itu tersusun dalam bentuk yang tetap dan teratur sehingga membentuk skema yang menjadi pedoman bagaimana fakta hendak disusun. Bentuk sintaksis yang paling populer adalah struktur piramida terbalik, dengan bagian yang diatas ditampilkan lebih penting dibandingkan dengan bagian bawahnya. Elemen sintaksis memberi petunjuk yang berguna tentang bagaimana wartawan memaknai peristiwa dan hendak kemana berita tersebut akan dibawa.

a. Headline

Merupakan aspek sintaksis dari wacana berita dengan tingkat kemenonjolan yang tinggi yang menunjukkan kecenderungan berita. Headline mempunyai fungsi framing yang kuat. Headline digunakan untuk menunjukkan bagaimana wartawan mengkonstruksi suatu isu, seringkali dengan menekankan makna tertentu lewat pemakaian tanda tanya untuk menunjukkan sebuah perubahan dan tanda kutip untuk menunjukkan adanya jarak perbedaan.


(46)

b. Lead

Lead adalah perangkat sintaksis yang sering digunakan. Lead yang baik umumnya memberikan sudut pandang dari berita, menunjukkan perspektif tertentu dari peristiwa yang diberitakan.

c. Latar

Latar merupakan bagian berita yang dapat mempengaruhi makna yang ingin ditampilkan wartawan. Seorang wartawan ketika menulis berita biasanya mengemukakan latar belakang atas peristiwa yang ditulis. Latar yang dipilih menentukan ke arah mana pandangan khalayak hendak dibawa.

d. Pengutipan Sumber Berita

Bagian ini dalam penulisan berita dimaksudkan untuk membangun objektivitas, prinsip keseimbangan dan tidak memihak. Pengutipan sumber ini menjadi perangkat framing atas tiga hal. Pertama, mengklaim validitas atau kebenaran dari pernyataan yang dibuat dengan mendasarkan diri pada klaim otoritas akademik. Kedua, menghubungkan poin tertentu dari pandangannya kepada pejabat yang berwenang. Ketiga, mengecilkan pendapat atau pandangan tertentu yang dihubungkan dengan kutipan atau pandangan mayoritas sehingga pandangan tersebut tampak sebagai menyimpang (Eriyanto, 2005:257-259).

2. Skrip

Laporan berita sering disusun sebagai suatu cerita. Menulis berita dapat disamakan, dalam taraf tertentu, dengan seorang yang menulis novel atau


(47)

kisah fiksi lain. Perbedaannya bukan terletak pada cara bercerita, melainkan fakta yang dihadapi. Bentuk umum dari struktur skrip ini adalah pola 5W + 1H (who, what, when, where, why, dan how) (Eriyanto, 2005:260).

Who : Siapa yang terlibat dalam peristiwa ?

What : Apa yang terjadi ?

When : Kapan peristiwa itu terjadi ?

Where : Dimana peristiwa itu terjadi ?

Why : Mengapa peristiwa itu terjadi ?

How : Bagaimana peristiwa itu terjadi ?

3. Tematik

Struktur tematik dapat diamati dari bagaimana peristiwa itu diungkapkan atau dibuat oleh wartawan. Struktur tematik berhubungan dengan bagaimana fakta itu ditulis. Bagaimana kalimat yang dipakai, bagaimana menempatkan dan menulis sumber ke dalam teks berita secara keseluruhan (Eriyanto, 2005:262). Ada beberapa elemen dari perangkat tematik :

a. Koherensi

Merupakan pertalian atau jalinan antarkata, proposisi atau kalimat. Dua buah kalimat atau proposisi yang menggambarkan fakta yang berbeda dapat dihubungkan dengan menggunakan koherensi. Sehingga fakta yang tidak berhubungan sekalipun dapat menjadi berhubungan ketika seseorang menghubungkannya. Ada tiga macam koherensi. Pertama, koherensi sebab-akibat. Kedua, koherensi penjelas. Ketiga, koherensi pembeda (Eriyanto, 2005:263).


(48)

b. Detail

Elemen detail merupakan strategi bagaimana media mengekspresikan sikapnya dengan cara yang implisit. Sikap atau wacana dikembangkan oleh media kadangkala tidak perlu disampaikan secara terbuka, tetapi dari detail bagaimana yang dikembangkan dan mana yang diberitakan dengan detail yang besar, akan menggambarkan bagaimana wacana yang dikembangkan oleh media (Eriyanto, 2001:238).

c. Maksud

Dalam konteks media, elemen maksud menunjukkan bagaimana secara implisit dan tersembunyi media menggunakan praktek bahasa tertentu untuk menonjolkan basis kebenarannya dan secara implisit pula menyingkirkan versi kebenaran yang lain (Eriyanto, 2001:241).

d. Bentuk Kalimat

Bentuk kalimat ini berhubungan dengan cara berfikir yang logis atau kausalitas, logika kausalitas ini kalau diterjemahkan ke dalam bahasa menjadi susunan subyek (yang menerangkan) dan predikat (yang diterangkan). Bentuk kalimat ini bukan hanya persoalan teknis kebenaran tata bahasa, tetapi menentukan makna yang dibentuk oleh susunan kalimat (Sobur, 2002:81).

e. Kata Ganti

Kata ganti merupakan elemen untuk memanipulasi bahasa dengan menciptakan suatu komunitas imajinatif. Kata ganti ini timbul untuk menghindari pengulangan kata (yang disebut antaseden) dalam kalimat


(49)

berikutnya untuk menunjukkan dimana posisi seseorang dalam suatu wacana (Sobur,2002:81-82).

f. Nominalisasi

Nominalisasi dapat memberi sugesti kepada khalayak adanya generalisasi. Cara pandang memandang suatu obyek sebagai suatu yang tunggal atau sebagai kelompok (Sobur, 2002:81).

4. Retoris

Struktur retoris dari wacana berita menggambarkan pilihan gaya atau kata yang dipilih oleh wartawan untuk menekankan arti yang ingin ditonjolkan oleh wartawan. Wartawan menggunakan perangkat retoris untuk membuat citra, meningkatkan kemenonjolan pada sisi tertentu dan meningkatkan gambaran yang diinginkan dari suatu berita. Ada beberapa elemen retoris yang dipakai oleh wartawan :

a. Leksikon

Merupakan pemilihan dan pemakaian kata-kata tertentu untuk menandai atau menggambarkan peristiwa.

b. Grafis

Dalam wacana, grafis ini biasanya muncul lewat bagian tulisan yang dibuat lain dibandingkan tulisan lain. Pemakaian huruf tebal, huruf miring, pemakaian garis bawah, huruf yang dibuat dengan ukuran lebih besar. Termasuk di dalamnya adalah pemakaian caption, raster, gambar, tabel untuk mendukung arti penting suatu pesan (Eriyanto, 2005:264-266).


(50)

c. Metafora

Metafora merupakan ornamen atau bumbu dari suatu teks, tetapi pada pemakaian tertentu boleh jadi menjadi petunjuk utama atau untuk mengerti makna suatu teks. Metafora tertentu dipakai oleh komunikator secara strategis sebagai landasan berfikir, alasan pembenar atas pendapat atau gagasan (Sobur, 2002:84). Metafora bukan sekedar perangkat diskursif, persuasif retoris dan cara mengekspresikan piranti mental, melainkan asosiasi dari asumsi dan penilaian (Siahaan, 2001:85).


(51)

Gambar 2. Teknik Framing Zhondang Pan dan Gerald M. Kosicki PERANGKAT FRAMING UNIT YANG DIAMATI STRUKTUR

SINTAKSIS 1. Skema Berita

2. Kelengkapan Berita SKRIP Cara wartawan menyusun fakta Cara wartawan mengisahkan fakta

3. Detail 4. Koherensi 5. Bentuk

kalimat 6. Kata ganti TEMATIK

Cara wartawan menulis berita

7. Leksikon 8. Grafis 9. Metafora RETORIS Cara wartawan menekankan berita Headline, lead, latar informasi, kutipan sumber, pernyataan, penutup

5W + 1H

Paragraf, proposisi kalimat, hubungan antar kalimat

Kata, idiom, gambar/foto, grafik


(52)

2.8 Kerangka Berfikir

Media massa tidak hanya berperan dalam menyajikan informasi kepada khalayak. Diantara beberapa peran media, media massa memiliki peran dalam kehidupan sosial masyarakat sebagai institusi sosial. Oleh sebab itu, kehadiran media mampu membentuk unsur-unsur sosial menjadi sebuah struktur yang terus berkembang dalam masyarakat.

Berita pada media massa, sejatinya merupakan realitas bentukan atau hasil konstruksi dari para pelaku jurnalistik. Berdasarkan fakta atau peristiwa yang tengah terjadi, seorang wartawan memilih fakta mana yang akan ditonjolkan dan bagaimana ia akan menyajikan fakta tersebut kepada publik menjadi realitas.

Salah satu fakta yang mengalami proses konstruksi atau bentukan adalah Berita Pemilihan Ulang Calon Walikota 2010. Dalam pemberitaannya, realitas mengenai Pemilihan Ulang Calon Walikota Surabaya ini disajikan secara berbeda pada surat kabar yang berbeda.

Peneliti menggunakan surat kabar Jawa Pos dan Surabaya Post dalam meneliti perbedaan konstruksi Berita Pemilihan Ulang Calon Walikota 2010 -2015 Jawa Pos dalam pemberitaannya menonjolkan kronologi peristiwa dan aksi reaksi dari pihak-pihak yang terkait dalam peristiwa tersebut.

Sedangkan di surat kabar Surabaya Post lebih menekankan pada reaksi calon walikota dalam pemilihan ulang.


(53)

Demi mengetahui perbedaan konstruksi Berita Pemilihan Ulang Calon Walikota, peneliti menggunakan analisis framing dengan model Zhondang Pan dan Gerald M. Kosicki yang membagi perangkat framing dalam empat struktur besar yaitu sintaksis, skrip, tematik, dan retoris.


(54)

3.1 Tipe Penelitian dan Definisi Operasional

Pada penelitian kali ini, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif dengan analisis framing. Metode kualitatif menurut Bogdan dan Taylor didefinisikan sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Moleong, 2002:3). Pada dasarnya framing adalah metode untuk melihat cara bercerita (story telling) media atas peristiwa. Analisis framing adalah analisis yang dipakai untuk melihat bagaimana media mengkonstruksi realitas.

Definisi operasional dari penelitian ini adalah seluruh tulisan, foto, maupun keterngan-keterangan lain yang terdapat pada surat kabar Jawa Pos dan Surabaya Post edisi 1 Agustus sampai 3 Agustus 2010 mengenai Berita Pemilihan Ulang Calon Walikota 2010 – 2015.

3.2 Subyek dan Obyek Penelitian

Subyek penelitian ini adalah surat kabar Jawa Pos dan Surabaya Post edisi 1 Agustus sampai 3 Agustus 2010. Sedangkan obyek penelitiannya adalah berita-berita Pemilihan Ulang Calon Walikota 2010 - 2015.

3.3 Unit Analisis

Unit analisis yang digunakan adalah unit reference, yaitu menganalisa teks dengan melihat hubungan dari kata-kata, foto, grafik, maupun ungkapan para nara sumber untuk mengetahui maksud terhadap sudut pandang pemberitaan surat


(55)

kabar Jawa Pos dan Surabaya Post dalam memberitakan Pemilihan Ulang Calon Walikota 2010 - 2015.

3.4 Populasi dan Korpus

Populasi dalam penelitian ini adalah berita-berita seputar kampanye Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota Surabaya 2010. pada surat kabar Jawa Pos dan Surabaya Post. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah :

a. Jawa Pos

1. Edisi 1 Agustus 2010, judul berita “Awas Money Politics”.

2. Edisi 1 Agustus 2010, judul berita “KPU-Panwas Antipasi Kecurangan” 3. Edisi 2 Agustus 2010, judul berita “Risma Salip Cacak di krembangan” 4. Edisi 2 Agustus 2010, judul berita.“Bulak Rukem bergolak”

5. Edisi 3 Agustus 2010, judul berita “Cacak berterima kasih dan minta maaf”.

6. Edisi 19 Mei 2010, judul berita “Yakin menang karena sosialisasi 19 jam per hari.

b. Surabaya Post

1. Edisi 1 Agustus 2010, judul berita “Coblos ulang sepi”. 2. Edisi 2 Agustus, judul berita “Rezim Risma Rawan Dijegal”.

3. Edisi 3 Agustus 2010, judul berita “Kabinet Pemkot Surabaya Rombak Total”.


(56)

Korpus merupakan sekumpulan bahan yang terbatas yang ditentukan pada perkembangannya oleh analisa dengan semacam kesemenaan. Korpus harus cukup luas untuk memberi harapan yang beralasan bahwa unsur-unsurnya akan memelihara sebuah kemiripan dan perbedaan yang lengkap dan juga bersifat sehomogen mungkin (Kurniawan, 2001:70).

Korpus dalam penelitian ini yaitu : a. Korpus Jawa Pos

1. Edisi 1 Agustus 2010 halaman 30 (halaman utama Metropolis) headline, judul berita “Awas, Money Politics”.

2. Edisi 2 Agustus 2010 halaman 30 (halaman utama Metropolis) headline, judul berita “Bulak Rukem Bergolak”.

3. Edisi 3 Agustus 2010 halaman 43 (halaman utama Metropolis) headline, judul berita “Cacak Berterima kasih dan minta maaf”.

b. Korpus Surabaya Post

1. Edisi 1 Agustus 2010 halaman 1 (halaman utama Surabaya Raya) headline, judul berita “Coblos Ulang Sepi”.

2. Edisi 2 Agustus 2010 halaman 1 (halaman utama Surabaya Raya) headline judul berita “Rezim Risma Rawan Dijegal”.

3. Edisi 3 Agustus 2010 halaman 1 (halaman utama Surabaya Raya) headline, judul berita “Kabinet Pemkot Surabaya Rombak Total”.


(57)

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Data berasal dari sumber berita yaitu surat kabar Jawa Pos dan Surabaya Post secara langsung Berita Pemilihan Ulang Calon Walikota 2010 – 2015.

Data yang telah diidentifikasi, dianalisis untuk menemukan perspektif yang digunakan surat kabar Jawa Pos dan Surabaya Post dalam mengkonstruksi Berita Pemilihan Ulang Calon Walikota 2010 – 2015.

3.6 Teknik Analisis Data

Peneliti menggunakan teknik analisis framing. Framing merupakan analisis yang dipakai untuk melihat bagaimana media mengkonstruksi realitas. Model yang digunakan adalah model Zhondang Pan dan Gerald M. Konsicki yang berasumsi bahwa setiap berita mempunyai frame yang berfungsi sebagai pusat dari organisasi ide. Dalam pendekatan ini, perangkat framing dibagi ke dalam empat struktur besar, yaitu sintaksis, skrip, tematik, dan retoris.

3.7 Teknis Analisis Framing Pan Konsicki

Zhondang Pan dan Gerald M. Konsicki mengoperasionalkan empat dimensi teks berita sebagai perangkat framing, yaitu sintaksis, skrip, tematik, dan retoris. Keempat dimensi struktural ini membentuk semacam tema yang menghubungkan elemen-elemen semantik narasi berita. Frame merupakan suatu ide yang dihubungkan dengan elemen yang berbeda dalam teks berita ke dalam teks secara keseluruhan.


(58)

Struktur sintaksis berhubungan dengan bagaimana wartawan menyusun peristiwa baik berupa pernyataan, opini, kutipan, pengamatan, atas peristiwa yang berkaitan dengan Berita Pemilihan Ulang Calon Walikota 2010 - 2015, ke dalam bentuk susunan umum berita. Struktur semantik dapat diamati dari bagan berita yaitu lead, latar, headline, kutipan, dan sebagainya.

Struktur skrip berhubungan dengan bagaimana wartawan mengisahkan atau menceritakan peristiwa ke dalam bentuk cerita. Struktur ini melihat bagaimana strategi cara bercerita atau bertutur yang dipakai oleh wartawan dalam mengemas peristiwa ke dalam bentuk berita.

Struktur tematik berhubungan dengan bagaimana wartawan mengungkapkan pandangannya atas peristiwa ke dalam proposisi, kalimat atau hubungan antar kalimat yang membentuk teks secara keseluruhan. Struktur ini akan melihat bagaimana pemahaman itu diwujudkan dalam bentuk yang lebih kecil.

Struktur retoris berhubungan dengan bagaimana wartawan menekankan arti tertentu ke dalam berita. Struktur ini akan melihat bagaimana wartawan memakai pilihan kata, idiom, grafik, dan gambar yang dipakai bukan hanya mendukung tulisan, melainkan juga menekankan arti tertentu kepada pembaca.


(59)

4.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian 4.1.1 Profil Perusahaan Jawa Pos

Surat kabar Jawa Pos pertama kali diterbitkan pada tanggal 1 Juli1949 oleh perusahaan bersama PT. Jawa Pos Cocem Ltd berlokasi di jalan Kembang Jepun 166-169. Pendirinya adalah seorang WI keturunan dengan kelahiran Bangka yang bernama The Chung Shen Soeseno Tedjo. Sebagai perintis berdirinya Jawa Pos, Soeseno Tedjo bertugas untuk menghubungi surat kabar agar pemuatan iklan filmnya lancar dan dari situ, ia mengetahui bahwa memiliki surat kabar ternyata menguntungkan maka pada tanggal 1 Juli 1949 surat kabar dengan nama Jawa Pos didirikan. Surat kabar saat itu dikenal sebagai harian melayu Tionghoa dengan pimpinan redaksi pertama yang bernama Goh Tjing Hok. Selanjutnya sejak tahun 1951 pemimpin redaksinya adalah Tio Oen Sik. Keduanya dikenal sebagai orang-orang Republiken yang tak pernah goyah. Pada saat itu The Chung Shen dikenal sebagai raja Koran karena memiliki tiga buah surat kabar yang diterbitkan dengan tiga bahasa berbeda. Surat kabar yang berbahasa Indonesia bernama Jawa Post, yang berbahasa Tionghoa bernama Huo Chiau Shin Wan sedangkan De Vrije Pers adalah terbitan bahasa Belanda. Pada tahun 1962 harian De Vrije Pers dilarang terbit berkenaan dengan peristiwa trikora untuk merebut kembali Irian Jaya dari tangan Belanda. Sebagai gantinya diterbitkan surat kabar yang berbahasa Inggris dengan nama Indonesia Daily News pada tahun 1981 terpaksa berhenti karena


(60)

minimnya iklan. Sedangkan meletusnya G 30 S/PKI pada tahun 1965 menyebabkan pelarangan terbit pada harian Hou Chiau Shin Wan. Maka sejak itu hanya Jawa Pos yang tetap terbit dengan oplah yang sangat minim dan memprihatinkan hanya 10.000 eksemplar.

Pada awal terbitnya Jawa Pos memiliki ciri utama terbit pada pagi hari dengan menampilkan berita-berita umum. Terbitan Jawa Pos pertama kali dicetak di percetakan Aqil di jalan Kiai Haji Mas Mansyur Surabaya dengan oplah 1.000 eksemplar. Semenjak 1 April 1954 Jawa Pos dicetak di percetakan De Vrije Pers di jalan Kaliasin 52 Surabaya dan selanjutnya dari tahun ke tahun oplahnya mengalami peningkatan.

Tercatat pada tahun 1954-1957 dengan oplah sebesar 4000 eksemplar dan mulai tahun 1958-1964 oplahnya mencapai 10.000 eksemplar. Karena perubahan ejaan pada tahun 1958 Jawa Pos berganti menjadi Djawa Pos dan mulai tahun 1961 berubah menjadi Jawa Pos. Pada periode tahun 1971-1981 oplah tercatat pada 10.000 eksemplar, namun pada tahun 1982 terjadi penurunan oplah ke 6.700 eksemplar dengan jumlah pendistribusian 2.000 eksemplar pada kota Surabaya dan sisanya pada kota lain. Penurunan tersebut terjadi karena sistem manajemen yang semakin kacau, tiadanya penerus yang mengolah usaha tersebut serta kemajuan teknologi percetakan yang tidak terkejar. The Chung Shen alias Soeseno Tedjo sebagai pemilik perusahaan menerima tawaran untuk menjual mayoritas dari sahamnya pada PT. Grafiti Pers (Penerbit Tempo) pada tanggal 1 April 1982. Pada tanggal itu juga Dahlan Iskan ditunjuk sebagai Pimpinan Utama Danpimred oleh Dirut PT. Grafiti Pers, Bapak Eric Samola, SH untuk membenahi


(61)

kondisi PT. Jawa Post Concern Ltd. Hanya dengan waktu dua tahun oplah Jawa Pos mencapai 250.000 eksemplar, dan semenjak saat itulah perkembangan Jawa Pos semakin menakjubkan dan menjadi surat kabar terbesar yang terbit di Surabaya. Pada tahun 1999 oplahnya meningkat lagi menjadi 320.000 eksemplar. Pada tanggal 29 Mei 1985 sesuai dengan Akta Notaris Lim Shien Hwa SH no.8 Pasal 4 menyatakan nama PT. Jawa Pos Concern Ltd diganti dengan nama PT. Jawa Pos dan sesuai dengan surat MENPEN No.1 / per 1 / Menpen / 84 mengenai SIUPP, khususnya pemilikan saham maka 20% dari saham harus dimliki karyawan untuk menciptakan rasa saling memiliki.

Meskipun telah terjadi perubahan kepemilikan Jawa Pos tidak merubah secara esensial isi pemberitaannya yang menyajikan berita-berita umum. Berita-berita umum ini meliputi peristiwa nasional yang menyangkut peristiwa ekonomi, politik hokum, social dan budaya, pemerintah, olah raga disamping pemberitaan peristiwa yang terjadi di daerah Jawa Timur dan Indonesia Timur.

Melejitnya oplah Jawa Pos ini, tidak terlepas dari perjuangan dan kepopulerannya Jawa Pos mengubah budaya masyarakat Surabaya, pada khususnya dan masyarakat Jawa Timur pada umumnya. Waktu itu budaya masyarakat membaca Koran adalah sore hari. Ketika Jawa Pos mempelopori terbit pagi, banyak warga yang menertawai “Koran kok, Pagi” banyak diantaranya menolak. Banyak agen dan loper yang menolak. Manajemen Jawa Pos lantas memutar otak kalau tidak ada loper dan agen, lewat apa Koran ini dipasarkan? Akhirnya ditemukan cara lain : istri-istri atau keluarga wartawan diminta menjadi agen atau loper Koran termasuk istri dari Dahlan Iskan sendiri, sebab kendala


(62)

utama adalah pemasaran. Kedua, menambah income keluarga wartawan waktu itu gaji kecil dengan cara ini keluarga Jawa Pos akan tambah pendapatan. Ketiga, memberikan kebanggaan kepada keluarga karyawan Koran Jawa Pos atas usaha suaminya dan kelak dikemudian hari beberapa istri atau keluarga wartawan ini menjadi agen besar Koran Jawa Pos perjuangan dan kepeloporan ini ternyata membuahkan hasil termasuk perubahan mendasar di keredaksian. Warga Surabaya utamanya lebih memilih Koran Jawa Pos pada tahun 1985 oplah Jawa Pos telah menembus angka 250.000 eksemplar perharinya.

Jawa Pos sanggup mengalahkan tiras penerbitan-penerbitan lain yang telah berada di Surabaya sejak lama dan bahkan mendominasi pasar Surabaya seperti Surabaya Pos. Banyak strategi yang dilakukan Jawa Pos untuk mencapai kondisi seperti ini diantaranya dengan ingin menjadi surat kabar yang melakukan hal-hal baru pertama kalinya di Indonesia seperti terbit 24 halaman per hari menjadi surat kabar pertama yang terbit dihari libur nasional serta muncul dengan ukuran kecil tanpa mengurangi isi ketika krisis moneter terjadi di Indonesia.

Salah satu hal yang benar-benar membuat kelompok Jawa Pos menjadi sebuah kelompok media yang sangat besar adalah dengan adanya JPNN (Jawa Pos News Networking). JPNN ini dibentuk sebagai salah satu sarana untuk menampung berita dari seluruh daerah di Indonesia dan untuk keperluan sumber berita berbagai media cetak yang berada dalam satu naungan dengan kelompok Jawa Pos. Hal ini menyebabkan berita di satu daerah diluar Surabaya tidak perlu dikerjakan layoutnya di Surabaya dan berita tersebut dapat dikerjakan di kota bersangkutan lalu hasilnya dikirimkan ke JPNN untuk diambil oleh redaksi yang


(63)

ada di Surabaya. Saat itu dimana masanya media online sedang berkembang. Jawa Pos juga tidak mau ketinggalan untuk ikut berpartisipasi dengan memberikan fasilitas Jawa Pos yang bisa diakses melalui internet dengan alamat situs: www.jawapos.com

Ketika dalam waktu singkat Jawa Pos mampu menembus oplah di atas 100.000 eksemplar yang semula dianggap sebagai mimpi akhirnya Jawa Pos “bermimpi” lagi dengan ambisi menembus oplah 1.000.000 eksemplar. Berbagai upaya dilakukan baik dari redaksi pemasaran maupun lainnya untuk menembus angka itu ternyata sulit. Jawa Pos tetap bertahan dengan oplah 400.000 eksemplar, manajemen lantas memutar otak agar sumber daya dan dana yang dimiliki tetap optimal. Lantas munculah ide ekspansi yakni membuat Koran di daerah-daerah di Indonesia. Ide tersebut muncul dari Dahlan Iskan usai studi di Amerika dan Negara maju lainnya setiap kota mempunyai satu Koran, dari kenyataan itu ia berasumsi bahwa di kota-kota besar di Indonesia bisa didirikan satu Koran dan ini dilakukan. Di kirimlah orang-orang terbaik Jawa Pos untuk mendirikan Koran di berbagai daerah di Indonesia. Ada yang menghidupkan usaha Koran yang mau gulung tikar atau tinggal SIUPP-nya saja. Ada yang kerja sama dan banyak diantaranya yang didirikan Jawa Pos.

Berhasil di satu kota dilakukan di kota lain gagal di satu kota di coba di kota lain dan April 2001 anak perusahaan Jawa Pos sudah mencapai 99 group. Koran-koran yang dahulu menjadi anak perusahaan Jawa Pos kini juga mendirikan Koran-koran, majalah atau tabloid-tabloid yang menjadi cucu dari Jawa Pos.


(64)

Beberapa media dikelola oleh Jawa Pos di berbagai daerah di Indonesia diantaranya adalah Suara Indonesia yang telah berganti nama menjadi Radar Surabaya, Dharma Nyata, Manuntung, Achkya, Fajar, Riau Pos, Manado Pos, Suara Nusa, Memorandum, Kharya Dharma, Bhirawa, Mercusuar, Cendrawasih Pos, Kompetisi, Komputek, Agrobis, Liberty, Mentari, Oposisi, Gugat, Posmo, Harian Rakyat Merdeka, Amanat, Demokrat, Harian Duta Masyarakat Baru, media itu bisa berupa bantuan modal, baik berupa uang maupun mesin cetak ataupun sumber daya manusia.

Kini hampir di seluruh propinsi Indonesia Jawa Pos terdapat Jawa Pos Group kecuali di Aceh dan NTT. Bisnisnya tidak hanya Koran namun juga percetakan, pabrik kertas, real estate, hotel, bursa sampai travel agen ini semua berada di atas tangan Dahlan Iskan. Bagaimana mimpi oplah satu juta? Dahlan pun bilang “kita sudah mencapainya, kalau seluruh oplah Jawa Pos Group dikumpulkan”.

4.1.2 Kebijakan Redaksional

Dalam menulis berita Jawa Pos harus melalui terlebih dahulu melewati penyeleksi dengan melihat situasi, kondisi, toleransi, pandangan dan jangkauan, pemuatan berita tergantung dari bobot berita tersebut. Secara tidak langsung bahwa berita yang besar atau mendapat perhatian masyarakat banyak dan sedang menjadi isu pembicaraan masyarakat akan mendapatkan porsi yang lebih banyak untuk dimuat dan di ulas berbagai aspek oleh Jawa Pos hal itu dilakukan Jawa Pos untuk memenuhi keingintahuan masyarakat akan informasi-informasi yang


(65)

dibutuhkan. Jawa Pos mempunyai keinginan untuk memberikan kepuasan informasi kepada masyarakat. Untuk itu pada halaman pertama Jawa Pos menyajikan satu tema berita dengan berbagai ulasan dari berbagai aspek atau sudut pandang.

Dibidang keredaksian kepopuleran Jawa Pos adalah membuat berita besar dibesarkan dengan cara judul-judul berita pada Jawa Pos dibuat dalam ukuran berita menjadi empat lima kolom bahkan memenuhi seluruh kolom. Pemberitaan Jawa Pos berangel-angel sehingga pembaca mendapatkan informasi yang dalam dengan berbagai perspektif. Tidak kalah radikalnya Jawa Pos mempelopori penulisan features yang berisi berita-berita unik dan human interest.

Menurut Jawa Pos dibutuhkan kemampuan untuk menyajikan fakta yang sama sekaligus mengaduk-aduk emosi pembaca, semua itu tergantung dari cara reporter dalam mencari berita, menemukan sumber berita yang tepat dengan kriteria seperti kredibilitas, kompentesitas nara sumber serta kemampuan menuliskannya kedalam sebuah teks berita. Selanjutnya adalah kemampuan redaktur dalam kesanggupan menyeleksi, mengedit berita yang layak muat. Begitulah proses sebuah berita dalam institusi Jawa Pos selain itu Jawa Pos juga mengalami perubahan dalam halaman sambungan dari halaman satu, sambung dari halaman yang lain di Jawa Pos kini diberi judul lagi, yang memiliki maksud untuk memudahkan pembaca mencari sambungan berita tersebut hal ini merupakan kebijaksanaan dari layout Jawa Pos.

Pemuatan halaman Metropolis disebabkan sebagian besar pasar Jawa Pos di Surabaya. Metropolis juga memuat berita-berita yang sedang berkembang di


(66)

masyarakat Surabaya. Yang dimaksud dengan berita Surabaya oleh Jawa Pos adalah berita yang tempat kejadiannya di kota Surabaya dan berkaitan dengan manfaatnya untuk kepentingan masyarakat Surabaya namun jika pokok bahasannya terlalu menasional maka berita itu bukan disebut sebagai berita Surabaya.

Pengaruh berita Surabaya bagi Jawa Pos sangat besar sekali. Dalam mengajar berita terdapat kerja sama antar wartawan dan redaktur berita. Bisa jadi satu berita diliput karena perintah redaktur atau inisiatif wartawan sendiri yang menganggap peristiwa tersebut memang layak muat, cara mendapatkan berita dilakukan Jawa Pos adalah menempatkan wartawan di Pos masing-masing. Ada pos kriminal, pos pemda, pos hankam dan lain-lain. Pemberitaan Jawa Pos berkenaan dengan peristiwa sangatlah fleksibel, baik yang sifatnya terancam (momentum) dan dapat juga peristiwa yang bersifat mendadak. Dalam memperkuat fakta pemberitaannya disertakan pula berbagai nara sumber, para pakar serta pihak-pihak terkait dengan cara investigasi langsung dan selanjutnya. Setiap hari Jawa Pos ada rapat perencanaan yang selalu mengevaluasi apa yang telah dikerjakan, juga menentukan apa yang telah diberitakan besok atau tentang kelanjutan berita sebelumnya.

Sampai dengan tahun 1985, Jawa Pos terbit dengan 16 halaman dan ditambah suplemen setiap hari Senin, Rabu dan Sabtu. Pada perkembangan selanjutnya pada awal tahun 1996, Jawa Pos terbit 20 halaman. Untuk mencari minat pembaca dan memenangkan persaingan atas ketatnya kompetisi antar lembaga media maka Jawa Pos melakukan berbagai terobosan termasuk


(67)

diantaranya terbit 24 halaman tiap harinya bahkan sekarang telah mencapai 44 halaman. Secara garis besar Jawa Pos terbagi atas tiga sesi, antara lain.

Koran I (bagian umum) memuat liputan-liputan utama mengenai peristiwa nasional maupun internasional.

Koran II (Olah Raga) memuat berita olah raga dan hiburan.

Koran III (Metropolis) memuat berita-berita tentang kota Surabaya dan daerah di Jawa Timur.

Tabel 1 : Deskripsi Halaman Jawa Pos Koran I

(Bagian Umum)

Mulai halaman 1-16

Halaman 1 Memuat berita-berita utama yang bernilai berita tinggi dan menyangkut kepentingan nasional ditambah dengan kolom feature

Halaman 2 Memuat berita-berita seputar ibu kota propinsi Jawa Timur, Surabaya

Halaman 3 Memuat berita-berita seputar kota Jakarta

Halaman 4 Memuat jati diri, opini, surat pembaca, dan pojok

Halaman 5-7 Memuat berita-berita Jawa Timur selain Surabaya, karikatur dan iklan

Halaman 8-11 Memuat berita-berita Jawa Timur selain Surabaya, karikatur dan iklan

Halaman 12-13 Memuat berita-berita Internasional Halaman 14 Memuat berita-berita Nusantara


(68)

Halaman 15 Memuat berita-berita sambungan dari halaman satu Halaman 16 Berisi berita-berita, foto tokoh berbagai peristiwa baik

nasional maupun internasional Koran II

(Bagian Olah Raga)

Mulai halaman 17-32

Halaman 17-20 Memuat berita-berita seputar peristiwa olah raga dunia internasional

Halaman 21-28 Memuat berbagai jenis iklan komersial (iklan jitu) yang dimuat secara rutin, terutama hari sabtu, antara lain lowongan pekerjaan, jual beli kendaraan dan rumah, serta aneka kebutuhan

Halaman 29 Halaman “Visite” yang mengulas berita-berita seputar kesehatan

Halaman 30 Memuat berita olah raga basket Halaman 31 Berisi berita-berita olah raga nasional

Halaman 32 Halaman “Motor Sport” yang secara khusus mengulas tentang olah raga balap mobil dan motor

Koran III (Metropolis)

Mulai halaman 32-34

Halaman 33-35 Berisi berita-berita seputar daerah Surabaya, beserta feature yang berkaitan dengan kejadian di wilayah Regional Surabaya


(69)

Gresik-Sidoarjo

Halaman 37 Halaman “Deteksi” berisi mengenai berbagai kehidupan muda-mudi Surabaya dan tanggapan mereka dengan memanfaatkan metode polling

Halaman 39-40 Halaman “Komunikasi Bisnis” berisi mengenai berbagai peluang yang dapat dijadikan usaha

Halamn 41 Berisi iklan komersial

Halaman 42 Halaman “Show & Selebriti” berisi berita seputar selebritis dan jadwal acara TV

Halaman 43 Berisi berita sambungan dari halaman 33 Halaman 44 Halaman “Festival Seni Budaya”

4.2 SURABAYA POST

4.2.1 Sejarah Singkat Berdirinya Surabaya Post

Harian sore Surabaya Post didirikan pada tanggal 1 April 1953 oleh sepasang suami istri, yaitu A. Aziz (1922-1984) dan Amisutin (Ny. Toeti Aziz). Kemudian badan usaha PT. Surabaya Post memperoleh SIUPP (Surat Ijin Penerbitan Pers) pada tanggal 8 November 1985 dengan ijin No.010/SK/Menpen/SIUPP/A/1985. Kehadiran Surabaya Post ternyata begitu sederhana. Sepasang suami istri yang telah memilih jalan hidupnya di dunia pers, mewujudkan dirinya dengan menerbitkan sendiri sebuah harian, Surabaja Post terbit tanpa sebuah persiapan yang matang secara manajemen, tapi siap dengan konsep jurnalisme yang diyakini sebagai perjalanan panjan pengalaman A. Aziz,


(70)

dan istrinya Amisutin Agusdina (Ny. Toeti Aziz). Nama Surabaja Post pun dipilih karena alasan sederhana, surat kabar ini dilahirkan di kota Surabaya, yang isi beritanya tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan sehari-hari masyarakat Surabaya. Logo yang digunakan pada name plate juga menggambarkan ciri khas Surabaya, yakni Tugu Pahlawan dengan latar belakang kantor Gubernur Jawa Timur. Logo ini ditempatkan di sisi kiri mendahului nama Surabaja Post. Kemudian tahun 1956, logo ini ditempatkan di tengah, di antara kata Surabaja dan Post. Pada 1971, kata Surabaja harus diubah menjadi Surabaya, sesuai Ejaan Yang Disempurnakan.

Sejak berdirinya harian Surabaya Post pada tanggal 1 April 1953, surat kabar ini mengalami beberapa titik perubahan di dalam perkembangannya. Perubahan pertama terjadi pada 1957, ketika semua harian Belanda berbahasa Belanda yang masih terbit pada waktu itu, dilarang terbit di Indonesia bersama diusirnya semua warga negara Belanda dari Indonesia. Ketika harian-harian berbahasa Belanda ditutup dan para redaktur dan wartawannya meninggalkan Indonesia, maka para pelanggan harian Nieuw Soerabaiasch Handelsblad praktis berpindah ke Surabaya Post. Sejak waktu itu harian ini terus berkembang, dan menjadi bacaan kelas menengah kota Surabaya, hampir-hampir tanpa saingan berarti, selama 30 tahun.

Perubahan tahap kedua terjadi pada tahun 1976. Sebelum tahun tersebut sampai 1975, harian ini masih dicetak di percetakan lain. Pada tahun itu harian ini sudah memiliki percetakan sendiri dan seperti hampir kebanyakan surat kabar Indonesia lainnya, maka kepemilikan percetakan menjadi faktor penentu


(71)

perkembangan surat kabar. Namun pada tahun 1979 percetakan tersebut terbakar dan harian ini terpaksa dicetak di beberapa percetakan kecil hanya untuk bisa mengatasi tiras yang sudah tinggi itu. Ini berlangsung selama delapan bulan.

Perkembangan berikutnya adalah tahun 1985. Koinsidensi yang menarik perhatian, yaitu pada tahun 1982 terjadi kerjasama manajemen antara mingguan berita Tempo dan Jawa Pos. Namun perkembangan surat kabar itu masih berjalan seret. Perkembangannya baru meningkat pesat setelah surat kabar itu memiliki mesin cetak sendiri tahun 1985. pada 1984, pemimpin redaksi dan salah seorang pendiri Surabaya Post, A. Aziz meninggal dunia. Saat meninggalnya berlangsung bersama mengganasnya ekspansi industri surat kabar Indonesia dengan menjadikan Surabaya sebagai wilayah incaran utama. Mungkin pada waktu itulah harian Surabaya Post mendapat saingan yang sungguh-sungguh, mungkin untuk pertama kalinya.

Edisi perdana Surabaya Post tampil dengan format tabloid ukuran 30 x 45 cm, delapan halaman, terbit sore hari. Tabloid Surabaya Post kala itu menggunakan format 5 kolom dengan pilihan huruf yang jernih dan terbaca jelas. Alasan diterbitkan dalam format tabloid karena dipengaruhi oleh watak dasar pribadi A. Aziz yang menyukai hal-hal yang bersifat praktis dan bertele-tele. Format tabloid praktis, mudah dilipat, dan mudah dibaca. Juga tulisan/berita dengan format tersebut tak bertele-tele, habis di halaman yang bersangkutan tanpa sambungan.

Kantor pusat Surabaya Post sejak berdiri berada di gedung tua Jl. Pahlawan 116. Lalu pada 1 April 1980, markas di Jl. Pahlawan pindah ke kantor pusat yang


(72)

baru di Jl. TAIS Nasution No. 1. Setelah sebelumnya pada bulan Mei 1973 sebagian pindah dari Jl. Pahlawan ke kantor “percetakan” di Jl. Sikatan 11-15, Surabaya. Dan pada akhirnya setelah berganti-ganti manajemen kantor pusat Surabaya Post yang baru terletak di Ruko Rich Palace Kav. H 19-20, Jl. Mayjen Sungkono 149-151, Surabaya.

4.2.2 Kebijakan Redaksional

Sesuai dengan maksud pendirinya, Surabaya Post sejak awal terbit dimaksudkan untuk menjadi sarana aspirasi masyarakat Surabaya pada khususnya. Khalayak yang menjadi sasaran dari Surabaya Post makin menjadi jelas dengan diberlakukannya editorial policy atau yang sering disebut juga sebagai kebijakan redaksional. Orientasi dari Surabaya Post adalah ingin menjadi local newspaper. Dalam trend globalisasi, tidak dapat dihindarkan bahwa televisi swasta telah banyak menggeser kedudukan surat kabar dalam menjangkau pembaca secara nasional. Surabaya Post tidak bermimpi untuk menjangkau semua kota besar yang ada di Indonesia dengan jumlah oplah yang besar.

Sebagai surat kabar sore Surabaya Post berkeinginan untuk memenuhi kebutuhan informasi warga Surabaya dan sekitarnya. Kebijakan redaksional menentukan khalayak sasaran (target audience). Berdasarkan aspek geografis atau wilayah peredaran surat kabar, kebijakan redaksional Surabaya Post menentukan kedekatan beritanya dalam radius Gerbangkertasusila dengan wilayah pusat kota Surabaya. Sedangkan dari aspek sosiografis atau kondisi sosial, kebijakan


(1)

83

Elemen leksikon tampak pada penggunaan label jabatan pada nara sumber untuk menunjukkan otoritas di bidangnya. Hal ini terlihat pada “Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota”, dan “Ketua Umum DPP partai Golkar”. Terdapat juga penggunaan kata “Kursi-Kursi” yang berarti Kedudukan, “Dipegang” yang berarti Ditangani dan “anak emas” yang berarti lembaga Orang kepercayaan.

Tabel 9. Frame Surabaya Post

Judul : Kabinet Pemkot Surabaya Rombak Total

Elemen Strategi Penulisan

Sintaksis Kabinet di Pemerintahan Kota Surabaya akan di Rombak Total oleh Kepemimpinan Risma

Skrip Penekanan tentang pergantian kebijakan-kebijakan dalam kabinet yang akan dilakukan Rezim Risma

Tematik 1. Risma Menjadi Wanita pertama yang menduduki Walikota di Surabaya

2. Sifat-sifat Risma yang dinilai tempramental dalam menjalankan tugasnya.

Retoris Tampak pada penggunaan label jabatan pada nara sumber untuk menunjukkan otoritas di bidangnya. Hal ini terlihat pada “Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota”, dan “Ketua Umum DPP partai Golkar”. Terdapat juga penggunaan kata “Kursi-Kursi” yang berarti Kedudukan, “Dipegang” yang berarti Ditangani dan “anak emas” yang berarti lembaga Orang kepercayaan.


(2)

84

3.4 Frame Jawa Pos dan Surabaya Post

Dari hasil analisis berita di tiap-tiap edisi baik surat kabar Jawa Pos maupun Surabaya Post, peneliti menemukan adanya perbedaan frame yang dibangun dari kedua surat kabar tersebut. Perbedaan frame dari Jawa Pos dan Surabaya Post dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 11. Frame Jawa Pos dan Surabaya Post

STRUKTUR JAWA POS SURABAYA POST

FRAME Munculnya barbagai permasalahan dalam pemilihan ulang Calon Walikota Surabaya yang diantaranya adalah adanya Money Politics dalam kegiatan kampanye Calon Walikota Surabaya.

Munculnya permasalahan tentang kegiatan pemilihan ulang

Walikota yang terkesan Relatif Sepi dibanding pemilihan yang pertama.

SINTAKSIS Kegiatan Pemilihan Ulang Walikota Surabaya dinilai banyak kecurangan yang terjadi selama proses Pemilihan Ulang Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota Surabaya.

Keunggulan pasangan Tri Rismaharini-bambang DH atas Arif Afandi-Adies kadir diyakini akan membuat konstelasi politik antara legislatif dan eksekutif makin sengit.

SKRIP Menunjukkan penekanan terhadap kronologi pelanggaran-pelanggaran yang terkesan dilakukan tim sukses Cacak dalam pemilihan ulang yang digelar di beberapa kecamatan di Surabaya.

Menunjukkan penekanan sikap dan reaksi para penmgamat politik lokal yang menilai Rezim Risma akan menemui banyak Ganjalan apabila tidak pandai dalam menentukan kebijakan politik dan lobi politik dalam memimpin Pemerintahan kota


(3)

85

Surabaya mendatang. TEMATIK 1. Seputar kronologi kejadian

2. insiden yang terjadi saat kejadian

3. warga yang mencurugai adanya Money Politics

4. sikap aparat Kepolisian dalam menaggapi kasus ini

5. adanya massa yang membagi-bagikan selebaran

6. reaksi warga setempat

7. pernyataan katua Panwas Surabaya

8. penyampaian tentang perolehan suara dari masing-masing kandidat calon Walikota

9. pernyataan Bambang DH

10. sikap Arief Afandi dan Adies kadir Tentang Kekalahannya

1. situasi yang lenggang di TPS 2. proses penghitungan ulang 3. potensi terganjalnya Kubu

Risma dan Bambang DH di DPRD

4. tanggapan pakar politik tentang pasangan Risma-Bambang DH di DPRD

5. Risma menjadi Wanita pertama yang menduduki Walikota di Surabaya

6. sifat-sifat Risma yang dinilai

Tempramental dalam menjalankan tugasnya.

RETORIS Penulisan judul dengan huruf besar dan tebal menunjukkan bahwa berita tersebut sangat penting, adanya kolom grafis yang mendukung fakta-fakta, foto-foto disertai caption, penggunaan label jabatan pada nara sumber dan elemen leksikon untuk mempertegas isi berita

Penulisan judul dengan huruf besar dan tebal menunjukkan bahwa berita tersebut sangat penting, adanya kolom grafis yang mendukung fakta-fakta, foto-foto disertai caption, penggunaan label jabatan pada nara sumber dan elemen leksikon untuk mempertegas isi berita


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan data-data yang telah dijabarkan pada bab sebelumnya, pemberitaan mengenai berita Pemilihan Ulang Calon Walikota Surabaya 2010, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Surat kabar Jawa Pos dan Surabaya Post memiliki frame yang berbeda dalam memberitakan Pemilihan Ulang Calon Walikota Surabaya 2010. Frame yang dibentuk Jawa Pos adalah munculnya permasalahan saat dilaksanakanya Pemilihan Ulang yang mengandung Money Politics dan juga pelanggaran lain yang dilakukan pasangan Arif Afandi-Adies Kadir. Hal Tersebut tampak dalam pemberitaan harian Jawapos dan Kutipan-Kutipan Narasumbernya juga Foto-Foto Yang Menunjukkan adanya Kejanggalan dalam Pemilihan ulang Walikota yang dilaksanakan di beberpa Kecamatan di Surabaya.

2. Sedangkan frame yang dibentuk Surabaya Post adalah munculnya permasalahan apabila Risma-Bambang DH menjabat Walikota Surabaya yang menekankan dari kutipan pakar-pakar politik akan adanya Ganjalan dalam Pemerintahan Risma-Bambang DH apabila tidak pandai dalam melakukan lobi-lobi politik dan juga menentukan kebijakan dikarenakan dukungan dari partai yang mengusungnya tidaklah banyak di kursi DPRD.


(5)

88 5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh, dapat dilihat bahwa Jawa Pos dan Surabaya Post memiliki sudut pandang yang berbeda dalam memberitakan Pemilihan Ulang Calon Walikota Surabaya 2010. Dari wacana yang ada peneliti ingin memberikan saran sebagai berikut :

1. Jawa Pos sebaiknya mengurangi pengulasan ulang yang terlalu banyak dan sering di setiap penulisan berita di tiap edisinya.

2. Surabaya Post hendaknya meningkatkan jumlah nara sumber yang heterogen agar muncul keobyektifan dalam pemberitaan tersebut.

3. Surabaya Post juga perlu menghadirkan pemberitaan dengan ulasan dan fakta yang lebih mendalam dan detail, agar tidak terkesan dangkal dalam pemberitaannya.

4. Jawa pos sebaiknya lebih mengedepankan keseimbangan berita yang dimuatnya karena dalam pemberitaan Pemilihan ulang Walikota Surabaya 2010 ini peneliti mengamati Jawa Pos terlalu memojokkan pihak pasangan Calon Walikota Arief Afandi dalam pemberitaannya. Begitupun sebaliknya Surabaya Pos dalam pemberitaannya terkesan menyudutkan pasangan Tri Rismaharini-Bambang DH dalam pemberitaanya.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Bungin, Burhan, 2004, Imaji Media Massa : Konstruksi dan Makna Realitas Sosial Iklan Televisi Dalam Masyarakat Kapitalistik, Yogyakarta : Jendela

Bungin, Burhan, 2004, Metode Penelitian Kualitatif : Aktualisasi Metodelogis ke Arah Ragam Varian Kontemporer, Jakarta : PT. Raja Grafindo Perkasa

Djuroto, Totok, 2002, Manajemen Penerbitan Pers, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya

Eriyanto, 2001, Analisis Wacana : Pengantar Analisis Teks Media, Yogyakarta : LKIS Pelangi Aksara

---, 2005, Analisis Framing Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, Yogyakarta : LKIS

Junaedhi Kurniawan, 1991, Ensiklopedi Pers Indonesia, Jakarta : Erlangga Mcquail, Denis, 1994, Teori Komunikasi Massa : Suatu Pengantar, Jakarta :

Erlangga

Maleong, Lexy, 2000, Metodelogi Penelitian Kualitatif, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya

Nugroho, Bimo, Eriyanto, 1999, Politik Media Mengemas Berita, Jakarta : ISAI Rivers, William L., Peterson, Theodore., Jensen, jay w., 2004, Media Massa dan

Masyarakat Modern, Jakarta : Prenada Media

Siahaan, Hotman, M, 2001, Pers Yang Gamang : Studi Pemberitaan Jejak Pendapat Timor Timur, Surabaya : Lembaga Studi Perubahan Sosial Sobur, Alex, 2002, Analisis Teks Media : Suatu Pengantar Untuk Analisis

Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya

Sudibyo, Agus, 2001, Politik Media dan Pertarungan Wacana, Yogyakarta : PT. LKIS Pelangi Aksara


Dokumen yang terkait

Implikatur Dalam Wacana Kampanye Politik Pemilihan Calon Walikota Dan Wakil Walikota Medan Periode 2010 – 2015

2 32 91

Rekrutmen Calon Kepala Daerah: Studi Terhadap Rekrutmen Calon Walikota Dan Wakil Walikota Dari Partai Demokrat Dalam Rangka Pemilihan Kepala Daerah Kota Medan Tahun 2010

3 57 72

Pembingkaian Berita Isu Reshuffle Kabinet (Studi Analisis Framing Berita Isu Reshuffle Kabinet di Surat Kabar Jawa Pos dan Kompas).

0 0 102

PEMBINGKAIAN BERITA KISRUH PILKADA DI MOJOKERTO PADA SURAT KABAR KOMPAS DAN JAWA POS EDISI, 22 -23 MEI 2010. ( STUDI ANALISIS FRAMING KISRUH PILKADA DI MOJOKERTO PADA SURAT KABAR KOMPAS DAN JAWA POS EDISI 22-23 MEI 2010).

0 1 79

PEMBINGKAIAN BERITA TERPILIHNYA DARMIN SEBAGAI GUBERNUR BANK INDONESIA PERIODE 2010-2014 (Studi Analisis Framing Tentang Berita Terpilihnya Darmin sebagai Gubernur Bank Indonesia periode 2010- 2014 pada Surat Kabar Harian Kompas dan Jawa Pos edisi 22 s.d

0 0 91

Pembingkaian Berita Putusan Mahkamah Konstitusi Untuk Coblos Ulang Pilkada Surabaya (Studi Analisis Framing Tentang Berita Putusan Mahkamah Konstitusi Untuk Coblos Ulang Pilkada Surabaya Pada Surat Kabar Jawa Pos dan Surya edisi 1 s.d 6 Juli 2010.

0 0 118

PEMBINGKAIAN BERITA KISRUH PILKADA DI MOJOKERTO PADA SURAT KABAR KOMPAS DAN JAWA POS EDISI, 22 -23 MEI 2010. ( STUDI ANALISIS FRAMING KISRUH PILKADA DI MOJOKERTO PADA SURAT KABAR KOMPAS DAN JAWA POS EDISI 22-23 MEI 2010).

0 0 22

Pembingkaian Berita Isu Reshuffle Kabinet (Studi Analisis Framing Berita Isu Reshuffle Kabinet di Surat Kabar Jawa Pos dan Kompas)

0 0 17

PEMBINGKAIAN BERITA PEMILIHAN ULANG CALON WALIKOTA SURABAYA 2010 (Studi Analisis Framing Pembingkaian Berita Pemilihan Ulang Calon Walikota 2010 pada Surat Kabar Jawa Pos dan Surabaya Post Periode 1 Agustus - 3 Agustus 2010)

0 0 33

Pembingkaian Berita Putusan Mahkamah Konstitusi Untuk Coblos Ulang Pilkada Surabaya (Studi Analisis Framing Tentang Berita Putusan Mahkamah Konstitusi Untuk Coblos Ulang Pilkada Surabaya Pada Surat Kabar Jawa Pos dan Surya edisi 1 s.d 6 Juli 2010

0 1 21