Kegiatan-kegiatan yang rutin dilakukan oleh Ikatan Mahasiswa Karo Yogyakarta, antara lain:
a. Malam Keakraban Makrab Kegiatan makrab dilakukan satu kali dalam setahun untuk merekrut
mahasiswa-mahasiswi baru yang datang ke Yogyakarta dan untuk memupuk kebersamaan mereka sebagai suku Batak Karo yang tinggal
diperantauan. b. Pelatihan: pemrograman komputer dan bahasa Inggris
Menyadari pentingnya kemampuan pemrograman komputer dan bahasa Inggris di masa sekarang, maka organisasi IMKA menyelenggarakan
pelatihan pemrograman komputer dan bahasa Inggris untuk mengasah kemampuan mahasiswa dan mempersiapkan mereka pada dunia kerja.
c. Pulung metunggung Kegiatan pulung metunggung adalah kegiatan kumpul bersama yang
diselingi dengan kegiatan memasak dan bertukar pendapat mengenai kegiatan mereka selama kuliah di Yogyakarta.
d. Seni dan Budaya Seni dan budaya merupakan kegiatan IMKA untuk menunjukkan
eksistensi suku Batak Karo yang banyak tersebar menuntut ilmu di Yogyakarta. Suku Batak Karo mencobanya dengan mengikuti acara-acara
budaya dengan menampilkan tarian, lagu, dan puisi yang bercorak khas Batak Karo.
e. Lembaga ilmu pengetahuan Karo Kegiatan di lembaga ilmu pengetahuan Karo adalah belajar mengenai
bahasa Batak Karo yang meliputi mengerti tata bahasa Karo dan perumpaan yang dimiliki suku Karo. Selain itu, kegiatan ini juga berisi
pelajaran seni Karo seperti lagu dan landek tarian. f. Raron
Raron adalah kegiatan yang mengajarkan mahasiswa untuk memahami
aplikasi MS-Word dan pemrograman komputer. Hasil dari kegiatan ini diharapkan membantu mahasiswa dalam memahami dasar-dasar web,
mengoperasikan web browser, dan menulis HTML sederhana. Mahasiswa Batak Karo merupakan salah satu pendatang dari luar
Yogyakarta yang memiliki minat untuk melanjutkan studi mereka di kota Yogyakarta. Data yang diperoleh dari IMKA Yogyakarta pada bulan Agustus
2014 adalah setidaknya terdapat ±400 mahasiswa yang menjalani studi di perguruan tinggi Yogyakarta yang terdiri dari angkatan 2009-2014.
Mengikuti kegiatan perkumpulan suku diperlukan oleh mahasiswa Batak Karo karena mereka tinggal lama di Yogyakarta untuk menjalani studi
dan mendukung perkembangan mereka ke arah yang lebih baik dan mandiri. Penyesuaian sosial membantu mahasiswa Batak Karo memperoleh hubungan
yang lebih baik dengan orang lain, sehingga meminimalisir konflik yang terjadi akibat kesalah-pahaman perbedaan budaya.
Penyesuaian sosial yang diharapkan dari mahasiswa Batak Karo berupa sikap sosial yang menyenangkan dan terlibat aktif di lingkungan
sekitar sebagai bagian dari anggota masyarakat. Hal tersebut dilakukan dengan tidak membatasi diri hanya pada organisasi kesukuan, tetapi mencoba
berinteraksi dengan kelompok-kelompok lain.
F. Skema Penyesuaian Sosial
Yogyakarta Kota Pelajar
Pendatang pelajarmahasiswa
dari Sabang sampai Merauke
Berbeda etnisbudaya
Membutuhkan penyesuaian
Penyesuaian Sosial
Berbeda kebiasaan dan tata cara hidup
bermasyarakat
28
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A.
Jenis Penelitian
Penelitian menggunakan studi deskriptif kuantitatif dengan metode survey. Penelitian deskriptif kuantitatif merupakan penelitian yang
memaparkan pemecahan masalah dalam bentuk data-data, seperti menyajikan
data, analisis dan interpretasi Narbuko Achmadi, 2007.
Penelitian deskriptif merupakan penelitian untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap obyek penelitian melalui data sampel atau
populasi sebagaimana adanya, tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku secara umum Sugiyono, 2008. Tujuan penelitian
deskriptif adalah menggambarkan secara sistematik dan akurat, fakta dan karakteristik mengenai populasi atau mengenai bidang tertentu Azwar,
2012. Penelitian deskriptif kuantitatif dengan metode survei dirancang
untuk mendeskripsikanmemaparkan tingkat kemampuan penyesuaian sosial mahasiswa Batak Karo di Yogyakarta.
B. Subyek Penelitian
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti Arikunto, 2006. Penggunaan teknik yang benar pada sampel diharapkan mampu
mewakili populasi, sehingga kesimpulan sampel digeneralisasikan menjadi kesimpulan populasi. Sampel yang diambil dari populasi harus benar-benar
mewakili. Sangadji dan Sopiah 2010 mengatakan bahwa penelitian sampel dilakukan ketika populasi besar dan tidak memungkinkan peneliti untuk
mempelajari populasi secara keseluruhan, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga, dan waktu, sehingga cukup dengan mengambil sampel dari populasi.
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah purposive sampling
dengan pemilihan sekelompok subjek berdasarkan ciri-ciri tertentu yang dianggap mempunyai kaitan yang erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat
populasi yang telah diketahui sebelumnya Hadi, 2000. Karakteristik subyek yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Mahasiwa dengan marga Batak Karo Salah satu ciri khas suku Batak Karo adalah merga yang diwarisi
sejak lahir dan diletakkan di akhir nama mereka sebagai suatu identitas. Mahasiswa yang memiliki merga dipilih untuk mempermudah peneliti
membedakan subyek dengan mahasiswa yang lain dan memudahkan pengelompokan subyek. Mahasiswa Batak Karo sebagai salah satu
pendatang memiliki perbedaan dengan kehidupan di Yogyakarta. b. Mahasiswa menempuh kuliah di Yogyakarta dan minimal semester II
Peneliti memilih mahasiswa yang setidaknya minimal telah 6 bulan berada di Yogyakarta yaitu mahasiswa semester II ke atas. Alasan peneliti
adalah agar subjek memiliki rentang waktu yang cukup untuk melakukan penyesuaian sosial selama tinggal dan berkuliah di Yogyakarta.
C. Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah penyesuaian sosial mahasiswa Batak Karo di Yogyakarta. Bentuk penelitian adalah studi deskriptif karena itu variabel
tidak memiliki pengontrol.
D. Definisi Operasional
Suryabrata 1998 mengemukakan bahwa penyusunan definisi operasional penting untuk menunjuk alat pengambil data yang dipakai dalam
penelitian. Kemampuan penyesuaian sosial dalam penelitian ini diukur dengan skala kemampuan penyesuaian sosial menurut Hurlock 1988
menggunakan 4 aspek yang disusun oleh peneliti
E. Metode dan Alat Pengumpulan Data
1. Jenis alat ukur
Pengumpulan data menggunakan skala kemampuan penyesuaian sosial mahasiswa Batak Karo di Yogyakarta. Peneliti menyusun skala
berdasarkan 4 aspek penyesuaian sosial menurut Hurlock 1988, yaitu penampilan fisik, penyesuaian diri terhadap kelompok, sikap sosial, dan
kepuasan pribadi. Setiap pernyataan yang dibutuhkan disusun dalam kuesioner yang kemudian disebarkan kepada responden. Kuesioner
merupakan seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab Sugiyono, 2010. Bentuk kuesioner yang
digunakan yaitu kuesioner tertutup. Kuesioner tertutup adalah kuesioner
yang disusun sedemikian rupa sehingga subyek memilih jawaban yang telah disediakan peneliti.
2. Penentuan skor
Skala yang digunakan adalah skala model Likert. Skala dibagi menjadi item favorable dan unfavorable. Pengisian skala dilakukan
dengan memberikan pernyataan persetujuan atau ketidak-setujuan responden terhadap isi pernyataan dalam empat macam kategori jawaban,
yaitu Sangat Tidak Setuju STS, Tidak Setuju TS, Setuju S, dan
Sangat Setuju SS. Pada item favorable jawaban Sangat Tidak Setuju
STS diberi nilai 1, Tidak Setuju TS diberi nilai 2, Setuju S diberi nilai 3, dan Sangat Setuju SS diberi nilai 4. Sebaliknya item yang
unfavorable pilihan Sangat Tidak Setuju STS diberi nilai 4, Tidak
Setuju TS diberi nilai 3, Setuju S diberi nilai 2, dan Sangat Setuju SS
diberi nilai 1. Skala sikap model Likert ini hanya menyajikan empat buah pilihan jawaban. Penggunaan jawaban ketiga yaitu netral sengaja
dihilangkan untuk menghindari kecenderungan pemusatan jawaban di satu alternatif jawaban Central Tendency Effect. Kecenderungan untuk
menjawab ke tengah dilakukan subyek ketika merasa ragu-ragu atas arah kecenderungan jawabannya Hadi, 2000.
Mahasiswa diminta memilih satu dari empat alternatif jawaban yang disediakan peneliti untuk setiap pernyataan dengan cara memberi
tanda centang √ pada kolom alternatif jawaban. Semakin tinggi skor total item favorable maka penyesuaian sosial mahasiswa Batak Karo