partisipan dari kondisi ibu yang saat ini sudah lebih baik dalam hal komunikasi dengan anggota keluarga yang lain. Dampak
positif lainnya dapat dilihat dari kesediaan mematuhi aturan mengkonsumsi obat, berkurangnya ekspresi emosi marah dan
memukul suaminya, serta relasi yang lebih baik dengan para tentagga atau lingkungan sekitarnya. Selain itu, partisipan juga
tetap berharap agar kondisi ibunya dapat terus membaik dari hari ke hari. Selain kondisi ibu yang membaik, partisipan juga
berharap adanya hubungan yang baik lagi antara ayah dan ibunya seperti dulu, sebelum ibunya mulai sakit.
3. Partisipan 3
a. Gambaran umum partisipan 3
Nama : YU
TTL : Bandung, 18 Juli 1991
Usia : 22 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan Terakhir : SMA Status
: Belum Menikah Agama
: Kristen Protestan Pekerjaan
: Karyawati YU adalah anak kedua dari tiga orang bersaudara.
YU tinggal bersama kedua orang tua, serta seorang kakak dan seorang adik. Kakak YU merupakan
penderita skizofrenia yang sedang menjalani masa pascaperawatan. Sementara adik YU saat ini sedang
menempuh pendidikan di salah satu Sekolah Menengah Kejuruan di Bandung. Dalam kesehariannya, kedua
orang tua YU bekerja di salah satu rumah makan dan juga toko. YU bekerja pada salah satu perusahaan,
bagian keuangan proyek di Bandung. YU yang pada saat ini berusia 22 tahun,
menyelesaikan pendidikannya di salah satu Sekolah Menengah Atas di Bandung, kemudian melanjutkan
pendidikannya ke Perguruan Tinggi yang hanya ditekuninya selama kurang lebih satu tahun. Hal ini
disebabkan karena YU diterima di salah satu perusahaan untuk bekerja. YU memutuskan untuk
memilih pekerjaan tersebut dan mengundurkan diri dari Perguruan Tinggi.
Kakak YU, yang menderita skizofrenia, pada saat ini berusia 23 tahun. Kakak YU bernama SL. SL
memiliki kesibukan sehari-hari dengan bekerja di salah satu tempat produksi kue di dekat rumah mereka. SL
telah menderita penyakit ini sejak berusia 14 tahun, dan pada saat itu sedang menempuh pendidikan di Sekolah
Menengah Pertama. Karena menderita penyakit ini, akhirnya SL tidak menamatkan pendidikannya di SMP.
Sedangkan YU terus menekuni sekolahnya hingga lulus SMA.
Perilaku aneh yang ditunjukkan oleh SL, membuat keluarga YU sempat membawanya berobat beberapa
kali di panti rehabilitasi dan juga oleh psikiater
terdekat. Hingga saat ini, YU dan keluarga masih sering membawa SL untuk menjalani perawatan di
psikiater tersebut.
b. Laporan observasi selama wawancara
Pada hari Selasa, 19 Febuari 2013, pukul 19.25 WIB,
peneliti pergi
menemui partisipan
di kediamannya daerah perumahan Maleber, Bandung-
Jawa Barat. Partisipan tersebut adalah YU yang berusia 22 tahun. YU tinggal bersama kedua orang tuanya.
Ayah YU yang pada saat itu tidak berada di ruang tamu bersama
anggota keluarga
yang lain,
sedang menyibukkan diri di ruang belakang. YU memiliki
seorang adik laki-laki yang saat ini sedang menjalani pendidikan di salah satu SMK di kota Bandung. YU
juga memiliki seorang kakak perempuan, yang menderita skizofrenia dan sedang menjalani masa
pasca perawatan. Awalnya ketika peneliti datang, langsung disambut dengan baik oleh ibu dari partisipan
tersebut serta kedua orang saudaranya. Partisipan dan ibunya mempersilahkan peneliti untuk duduk di ruang
tamu. Di ruang tamu tersebut, terdapat beberapa kursi yang membatasi ruang tersebut dengan ruang keluarga.
Setelah peneliti duduk di ruang tamu, ibu dari YU menanyakan maksud kedatangan peneliti ke rumah
mereka. Peneliti berusaha menjelaskan tujuan peneliti datang ke rumah mereka sekaligus meminta kesediaan
keluarga untuk memperbolehkan peneliti melakukan wawancara demi mengambil data yang dibutuhkan.
Dengan demikian, ibu dari partisipan ini langsung berinisiatif untuk menceritakan keadaan anaknya yang
menderita skizofrenia tersebut. Sebenarnya yang ingin dijadikan partisipan oleh peneliti adalah YU sendiri,
namun pada saat itu, ibu dari YU langsung bercerita mengenai latar belakang anaknya dan bagaimana awal
mula ketika SL mulai menunjukkan gejala yang tidak normal seperti biasanya. Karena hampir tidak ada jeda
dalam cerita ibu YU, maka penelitipun kesulitan dalam memberikan beberapa pertanyaan. Setelah ada sedikit
jeda, peneliti meminta kesediaan ibu YU untuk dapat merekam seluruh hasil pembicaraan pada malam itu.
Namun, dengan tegas ibu YU menolak untuk direkam pembicaraannya oleh peneliti, tanpa memberikan
alasan kepada peneliti. Karena ini merupakan pertemuan pertama dengan partisipan dan keluarganya,
maka peneliti memutuskan untuk mendengarkan cerita ibu tersebut tanpa memotong pembicaraan hingga
selesai ia bercerita.
Beberapa hal yang ditangkap peneliti pada saat ibu dari partisipan penelitian ini bercerita yaitu tentang
bagaimana usaha keluarga untuk merawat penderita skizofrenia tersebut. Usaha-usaha tersebut meliputi
pengobatan yang diberikan dengan membawa anaknya ke panti rehabilitasi serta psikiater terdekat, mengajak
penderita untuk ikut dalam kegiatan rohani dan didoakan oleh beberapa pendeta dari gereja, juga
membiarkan penderita
untuk dapat
melakukan beberapa hal yang ingin ia lakukan, seperti pergi ke
tempat-tempat wisata yang ia inginkan. Dalam cerita tersebut juga peneliti menangkap adanya perasaan yang
tidak begitu khawatir dari sang ibu, jika anaknya yang menderita skizofrenia tersebut berpergian sendiri ke
beberapa tempat dikarenakan kepercayaan ibu terhadap anaknya bahwa anak tersebut dapat kembali ke rumah
dengan sendirinya. Perasaan lain yang juga dapat ditangkap oleh
peneliti adalah perasaan sedih dari seorang ibu yang melihat kondisi anaknya yang menderita penyakit
tersebut. Hal ini terlihat jelas dari cara ibu tersebut bercerita mengenai pengalaman anaknya ketika
dimasukkan ke panti rehabilitasi. Suara tegas ketika bercerita mengenai kebiasaan anaknya yang sering
berpergian jauh tiba-tiba berubah menjadi sedikit pelan dan bergetar ketika mengenang masa-masa di mana
anaknya direhabilitasi. Ia juga mengeluarkan air mata dan mengungkapkan bahwa ia benar-benar merasa
sedih karena melihat kondisi anaknya tersebut. Selain itu faktor yang membuat ia juga sedih adalah
kurangnya sikap baik yang ditunjukkan oleh orang- orang di panti terhadap anaknya.
Perbincangan antara peneliti dan ibu dari YU berlangsung sekitar 40 menit. Dan selama ibu tersebut
bercerita YU hanya terdiam, sambil sesekali ikut tertawa jika ada cerita yang lucu. Sementara adiknya
yang laki-laki sibuk bermain
laptop
dan
handphone
di ruang keluarga. Hanya sekali adiknya datang dan
langsung menasehati kakak YU mengenai pasangan hidup, ketika topik pembicaraan tersebut sedang
diperbincangkan ibu YU, penderita, YU dan peneliti. Kakak YU, yang menderia skizofrenia juga duduk
bersama di ruang tamu, namun tidak banyak berbicara dan sesekali pergi ke belakang. Dengan demikian
peneliti memutuskan untuk mengakhiri pertemuan yang pertama ini karena menimbang waktu yang
semakin larut
juga ketidakmungkinan
untuk melanjutkan melakukan wawancara dengan YU pada
malam itu. Peneliti akhirnya berpamitan untuk kembali ke kediaman peneliti. Sesampainya di kediaman
peneliti, peneliti mengirim pesan melalui
handphone
kepada YU untuk mengatur kembali jadwal wawancara berikutnya.
Pertemuan kedua sekaligus wawancara bersama dengan partisipan dilaksanakan pada hari Rabu, 20
Februari 2013, di tempat kediaman peneliti selama berada di kota Bandung. Pada saat itu peneliti dan
partisipan berkomunikasi melalui handphone. Peneliti meminta kesediaan partisipan untuk diwawancara, dan
kemudian partisipan
setuju untuk
melakukan wawancara di kediaman kerabat peneliti. Pemilihan
tempat wawancara yang berbeda dari sebelumnya ini, disebabkan
karena ibu
partisipan yang
tidak mengijinkan pembicaraan antara peneliti dan pihak
keluarga di rekam oleh peneliti. Akhirnya wawancara berlangsung
pukul 20.45-21.45
WIB. Waktu
wawancara ini ditentukan sendiri oleh partisipan, dikarenakan partisipan baru selesai kerja sekitar pukul
20.00 WIB. Oleh karena itu, peneliti mengikuti jadwal yang sudah ditentukan oleh partisipan tersebut. Pada
saat wawancara berlangsung, peneliti dan partisipan duduk di ruang tamu yang berukuran kira-kira 3m x
4m. Kemudian peneliti meminta izin dan kesediaan partisipan agar seluruh hasil pembicaraan pada malam
itu direkam. Hal ini disetujui oleh partisipan. Wawancara berlangsung kurang lebih selama 1
jam, dengan posisi duduk berhadapan. Peneliti membelakangi jendela, sedangkan YU menghadap ke
jendela yang berada di samping pintu masuk rumah tersebut. YU menjawab pertanyaan dengan nada yang
sedikit keras. Selama menjawab pertanyaan YU seringkali melakukan beberapa gerakan tubuh, seperti
menggoyang-goyangkan kaki dan sesekali memukul- mukul lututnya dengan tangannya secara perlahan-
lahan. Tak jarang beberapa kali ketika menjelaskan perilaku kakaknya yang menderita skizofrenia, YU
juga mencontohkan gerakannya. Seperti ketika perilaku melempar gelas ke kamar mandi, tangan YU bergerak
seolah-olah ingin
mempraktekkan gerakan
melemparnya. Selain itu, beberapa kali YU terawa ketika
menceritakan perilaku kakaknya yang seperti anak kecil dan melihat kebiasaan kakaknya yang dianggap
aneh. Namun nada suara YU sedikit berubah pelan ketika peneliti bertanya mengenai perasaan YU
menghadapi kondisi tersebut. Dengan nada pelan YU mengatakan perasaannya yang sedih juga lelah. Di
akhir wawancara tersebut, YU mengatakan bahwa kejadian ini juga ada hikmahnya untuk keluarga
mereka. Hal ini dikatakannya dengan sesekali menarik napas yang panjang, seolah-olah ingin menegaskan
bahwa ia sudah tidak mampu dan tidak tahu akan menangis dan marah kepada siapa mengenai masalah
yang keluarganya hadapi. Tetapi sekalipun berat masalah yang mereka alami ini, mereka tetap ingin
bersyukur pada Tuhan. Wawancara berikutnya dilaksanakan pada hari
Selasa, 12 Maret 2013, di kediaman salah satu kerabat peneliti di kota Bandung. Pada saat itu YU baru saja
kembali berlibur dengan teman-temannya, sehingga sedikit terlihat kelelahan di wajah YU. Wawancara
dimulai pada pukul 20.24-21.00 WIB. Selama wawancara YU tidak banyak menunjukkan gerakan
tubuh atau nonverbal, tetapi duduk dengan tenang dan menjawab semua pertanyaan yang diajukan oleh
peneliti. Wawancara kali ini berlangsung singkat karena
menimbang beberapa informasi yang dibutuhkan sudah dijawab oleh YU. Peneliti juga mempertimbangkan
waktu, karena kondisi YU yang terlihat sedikit lelah dan juga mempertimbangkan YU yang harus
beristirahat karena akan kembali bekerja pada keesokan harinya.
c. Analisis verbatim