yang tidak terduga dari pasien anak-anak dan dewasa setelah operasi rawat jalan Lichtor dan Kalghatgi, 2008.
Pasien tidak suka dengan muntah. Dalam satu survei yang diambil sebelum operasi, pasien menilai muntah sebagai hal yang paling tidak diinginkan
dan menunjukkan bahwa jika mereka diberi 100, mereka akan menghabiskan sebagian besar uang untuk mencegahnya Lichtor dan Kalghatgi, 2008.
PONVjarangmembunuhpasiendanhampir tidak pernahmenjadi kronis. TapiPONV adalah pengalaman yangsangat tidak menyenangkan bagipasien.
Banyak orang dewasabahkan menganggapPONVlebih menyulitkandaripada nyeri pasca operasi Doubravska et al., 2010.
2.3.1. Fisiologi Mual dan Muntah
Emesis atau muntah didefinisikan sebagai refleks mengejeksi secara paksa isi lambung melalui mulut. Muntah biasanya dimulai oleh retching. Hal ini
dikendalikan oleh sekelompok inti yang terkait erat dalam batang otak disebut sebagai pusat muntah yang kaya akan reseptor dopaminergik, histamin, 5-
hidroksitriptamin, neurokinin dan kolinergik muskarinik. Ketika pusat muntah dirangsang, serangkaian kompleks impuls saraf mengkoordinasikan relaksasi
simultan dari otot-otot lambung serta kontraksi perut otot dan diafragma, mengeluarkan muntah dari perut. Gejala muntah bersifat subjektif
untuk setiap pasien Doubravska et al., 2010. Mual adalah sensasi subjektif dan tidak menyenangkan terkait dengan
kesadaran dari dorongan untuk muntah Tinsley dan Barone, 2012. Mual, yang sering menjadi prekursor muntah, dipicu oleh rendahnya tingkat rangsangan yang
sama yang bertanggung jawab untuk refleks muntah tetapi mekanisme pasti yang mendasari sensasi mual tersebut masih belum jelas. Hal ini sering disertai dengan
salivasi, berkeringat dan pucat Rother, 2012. Retching
adalah kontraksi ritmis dan spasmodik otot-otot pernapasan, diafragma, dinding dada, dan otot perut, tanpa terjadi pengeluaran isi lambung
Tinsley Dan Barone, 2012.
Universitas Sumatera Utara
Pusat muntah, terletak di formasi reticularis lateral medulla dan menerima masukan dari berbagai sumber aferen. Masukan dari mekanoreseptor dan
kemoreseptor di saluran pencernaan dilakukan melalui saraf vagus, yang melibatkan reseptor 5HT dan dopamin. Input lainnya termasuk mereka yang
berasal dari sistem vestibular, sistem kardiovaskular, faring dan rangsangan yang lebih kompleks dari pusat kortikal yang lebih tinggi yang menanggapi rasa sakit,
rasa takut dan ansietas Rother, 2012. Ada juga masukan dari daerah yang dikenal sebagai zona pemicu
kemoreseptor atau CTZ. Daerah ini dudukdi luarsawar darah otakdan terletak di daerah postrema medula dan sangat sensitif terhadap rangsangan emetik, dengan
reseptor 5HT dan dopaminergik yang berlimpah Chandrakantan, 2011; Tinsley
dan Barone, 2012 . Daerah ini respon terhadap racun dalam darah dan cairan
serebrospinal, dan berkomunikasi dengan pusat muntah. Banyak jenis operasi merangsang pusat muntah seperti pada berbagai jenis obat perioperatif dan agen
anestesi, menjelaskan mengapa mual dan muntah adalah keluhan yang umum pada operasi. Pusat muntah mengintegrasikan berbagai masukan dan kemudian
mengkoordinasikan cabang eferen dari saraf kranial V, VII, IX, X, XII dan mengatur kontraksi otot dan respon kardiovaskular yang digunakan selama emesis
Rother, 2012. Impulsmotordisampaikan pada saluranpencernaan bagian atas danmelaluisaraf spinalke diafragmadan
otot abdominal. Bagianhiatusdiafragmarileksdantekananintra-abdominal
ditransfer kethoraks. Rektusabdominisdan ototoblikeksternal
dari dindinganterior abdomen
berkontraksi, sfingter esofagusrileks, terjadi peristaltik berbalik, dan glotis serta mulutterbuka saat isi lambung dikeluarkan Tinsley dan Barone,2012.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1. Fisiologi mual dan muntah Rother, 2012 Menurut Tinsley dan Barone 2012, emesisdapat dibagi menjaditiga tahap:
- Tahappreejeksi,ditandaiolehgejalamualsertatanda-tandaotonom
berupa
peningkatanair liur, menelan, pucat, diaforesis, dantakikardia.
- Tahap ejeksi,terdiri darimuntah-muntah vomitingdan muntah retching.
- Tahappascaejeksi,terdiri darirelaksasiotot-ototpernapasan danperut
danpenghentian mual.
2.3.2. Faktor Risiko PONV