21 kesulitan individu. Siswa sekolah menengah pertama, masing-masing
siswa pasti akan menghadapi kesulitan hidupnya, sehingga kemampuan masing-masing siswa untuk menyelesaikan kesulitan berpengaruh dalam
sekolah dan cita-citanya.
5. Perbedaan Individu dalam Mengatasi Kesulitan
Dalam merespon suatu kesulitan terdapat tiga kelompok tipe manusia ditinjau dari tingkat kemampuannya. Menurut Stoltz 2007: 18-20 ketiga
kelompok tipe manusia itu yakni sebagai berikut: a. Quitters pecundang atau mereka yang berhenti
Quitters , mereka yang berhenti adalah individu yang memilih untuk
keluar, menghindari kewajiban, mundur dan berhenti apabila menghadapi kesulitan. Sejalan dengan pendapat Ginanjar Ary
Agustian, 2001: 365, quitters mereka yang berhenti, orang-orang jenis ini berhenti ditengah proses pendakian, gampang putus asa dan
menyerah Orang dengan tipe ini cukup puas dengan pemenuhan kebutuhan dasar atau fisiologis saja dan cenderung pasif, memilih untuk
keluar menghindari perjalanan, selanjutnya mundur dan berhenti. Para quitters
menolak menerima tawaran keberhasilan yang disertai dengan tantangan dan rintangan. Tidak memiliki visi dan misi yang jelas serta
berkomitmen rendah ketika menghadapi rintangan yang dihadapinya. Orang yang seperti ini akan banyak kehilangan kesempatan berharga
dalam kehidupannya. Dalam kaitannya dengan siswa SMP, apabila kecerdasan adversitynya termasuk kategori quitters yakni tingkat
22 kecerdasan adversity paling rendah maka siswa tersebut akan langsung
menyerah, dan berputus asa ketika menghadapi kesulitan hidup, dalam
penyesuaian sosialnya siswa akan cenderung tertutup.
b. Campers pekemah Campers
atau satis-ficer dari kata satisfied = puas dan suffice = mencukupi. Golongan ini puas dengan mencukupkan diri dan tidak
mau mengembangkan diri. Kelompok ini juga tidak tinggi kapasitasnya untuk perubahan karena terdorong oleh ketakutan dan
hanya mencari keamanan dan kenyamanan. Campers setidaknya telah melangkah dan menanggapi tantangan, tetapi setelah mencapai
tahap tertentu, campers berhenti meskipun masih ada kesempatan untuk lebih berkembang lagi. Berbeda dengan quitters, campers
sekurang-kurangnya telah menanggapi tantangan yang dihadapinya sehingga telah mencapai tingkat tertentu. Dalam kaitannya dengan
siswa SMP, apabila kecerdasan adversity nya termasuk kategori campers
yakni tingkat kecerdasan adversity sedang. Awalnya siswa ini giat berusaha menghadapi kesulitan hidup, namun di tengah
perjalanan siswa ini merasa cukup dan mengakhiri usahanya.
c. Climbers pendaki
Climbers pendaki merupakan individu yang selalu optimis,
melihat peluang-peluang, melihat celah, melihat senoktah harapan di balik keputusasaan, selalu bergairah untuk maju. Nokta kecil yang
dianggap sepele, bagi para Climbers mampu dijadikannya sebagai
23 cahaya pencerah kesuksesan Ginanjar Ary Agustian, 2001: 365.
Climbers merupakan kelompok orang yang selalu berupaya
mencapai puncak kebutuhan aktualisasi diri pada skala Hirarki Maslow. Climbers adalah tipe manusia yang berjuang seumur hidup,
tidak perduli sebesar apapun kesulitan yang datang. Climbers tidak dikendalikan oleh lingkungan, tetapi dengan berbagai kreatifitasnya
tipe ini berusaha mengendalikan lingkungannya. Climbers akan selalu memikirkan berbagai alternatif permasalahan dan
menganggap kesulitan dan rintangan yang ada justru menjadi peluang untuk lebih maju, berkembang, dan mempelajari lebih banyak lagi
tentang kesulitan hidup. Tipe ini akan selalu siap menghadapi berbagai rintangan dan menyukai tantangan yang diakibatkan oleh adanya
perubahan-perubahan. Kaitannya pada siswa SMP siswa dengan kategori kecerdasan climbers dengan kategori tertinggi yakni siswa
akan seumur hidup berjuang mencari hakikat kemuliaan manusia dunia dan akhirat. mereka cenderung berjuang sampai mereka berhasil tanpa
memperdulikan hambatan yang dihadapinya. Penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan quitters,
campers , dan climbers dalam menghadapi tantangan kesulitan dapat
dijelaskan bahwa quitters cenderung berhenti, menghindar, dan mudah berputus asa, sementara Campres yakni mereka yang merasa puas
dengan mencukupkan diri dan tidak mau mengembangkan diri,
24 kelompok ini melangkah dan menanggapi tantangan tapi ketika pada
tahap tertentu mereka tidak mau berkembang lagi, mereka cenderung hanya mencari keamanan dan kenyamanan saja. Kehidupan climbers
memang menghadapi dan mengatasi rintangan yang tiada hentinya. Kesuksesan yang diraih berkaitan langsung dengan kemampuan dalam
menghadapi dan mengatasi kesulitan, setelah yang lainnya menyerah.
6. Dimensi-Dimensi Kecerdasan Adversity a. Dimensi-Dimensi Menghadapi Rintangan
Stoltz 2007 : 140 menjelaskan lebih dalam terkait kecerdasan adversity
. Individu dalam menghadapi rintangan memiliki lima dimensi yang terdiri atas control, atau kendali, origin and ownership
atau asal usul dan pengakuan, reach atau jangkauan, dan endurance atau daya tahan. Dari kelima dimensi tersebut memiliki akronim yang
disebut dengan CO2RE. Adapun ke lima dimensi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. C= Control pengendalian Dimensi ini ditunjukkan untuk mengetahui seberapa banyak
kendali yang dapat kita rasakan terhadap suatu peristiwa yang menimbulkan kesulitan. Hal terpenting dari dimensi ini adalah sejauh
mana individu dapat merasakan bahwa kendali tersebut berperan dalam peristiwa yang menimbulkan kesulitan seperti mampu
mengendalikan situasi tertentu dan sebagainya. Dimensi ini menunjukkan bahwa perbedaan antara respon kecerdasan adversity