14 pengetahuan tersebut dapat dipakai untuk merespon atau memecahkan
masalah, berfikir, dan berbahasa.
b. Neurofisiologi atau pengetahuan tentang otak
Teori ini menjelaskan otak idealnya diperlengkapi untuk membentuk kebiasaan-kebiasaan. Kebiasaan-kebiasaan tersebut dalam
merespon kesulitan dapat segera dihentikan dan diubah. Apabila kebiasaan-kebiasaan lama yang dimiliki individu ini diganti, maka
kebiasaan-kebiasaan lama akan lenyap, dan kebiasaan-kebiasaan baru akan berkembang.
Menurut Mark Nuwer, kepala neurofisiologi di UCLA Medical Centers
dalam Stoltz, 2007:109, mengatakan bahwa proses belajar berlangsung di wilayah sadar bagian luar yaitu cerebral cortex. Lama
kelamaan jika pola pikiran atau perilaku tersebut diulang maka kegiatannya akan berpindah ke wilayah otak bawah sadar yang
bersifat otomatis, yaitu basal ganglia. Jadi, semakin sering seseorang mengulangi pikiran atau tindakan yang destruktif, maka pikiran atau
tindakan itu juga akan semakin dalam, semakin cepat, dan semakin otomatis. Begitupun sebaliknya, semakin sering seseorang
mengulangi pikiran atau tindakan yang konstruktif, maka pikiran atau tindakan itu juga akan semakin dalam, cepat, dan otomatis. Untuk
merubah kebiasaan yang buruk atau destruktif, misalnya kecerdasan adversity
rendah, maka seseorang harus mulai pada wilayah sadar otak dan memulai jalur saraf baru. Perubahan dapat bersifat segera,
15 dan pola-pola lama yang destruktif akan beratrofi dan lenyap karena
tidak digunakan.
c. Teori psikoneuroimunologi
Teori ini menerangkan bahwa seseorang merespon kesulitan, memiliki hubungan langsung dengan kesehatan mental dan
jasmaniahnya. Sutardjo dalam Diana Nida’u, 2008: 24 juga mengatakan bahwa ilmu ini menyumbangkan bukti-bukti adannya
hubungan fungsional antara otak dan sistem kekebalan, hubungan langsung dan terukur antara apa yang di fikirkan dan dirasakan
individu terhadap kemalangan dengan kesehatan mental dan fisik. Ketiga bentuk teori yang sudah dijelaskan di atas, bersama-sama
membentuk kecerdasan adversity. Hasilnya dapat menimbulkan pemahaman, ukuran, dan serangkaian cara baru untuk meningkatkan
efektivitas manusia.
3. Peran Kecerdasan Adversity dalam Kehidupan
Menurut Stoltz 2007 : 93-97 faktor-faktor kesuksesan dipengaruhi oleh kemampuan pengendalian individu serta cara individu tersebut
merespon kesulitan, di antaranya berkaitan dengan sebagai berikut:
a. Daya saing Jason Satterfield dan Martin Seligman dalam Stoltz, 2007 : 93
menemukan individu yang merespon kesulitan secara lebih optimis dapat diramalkan akan bersikap lebih agresif dan mengambil lebih
banyak resiko, sedangkan reaksi yang lebih pesimis terhadap kesulitan