Perbedaan Sistem Pengelolaan Hutan Pesantren dengan Sistem

Tabel 8. Pendapatan rata-rata kegiatan usaha Pesantren Darunnajah 2 Cipining selama setahun No Usaha Pendapatan Rptahun Persentase 1 Peternakan 165.000.000 17,81 2 Industri Penggergajian 316.555.000 34,18 3 Pertanian dan Perkebunan 62.640.000 6,76 4 Perikanan 2.500.000 0,27 5 Perdagangan 185.314.009 20,01 6 Kehutanan 194.211.200 20,97 Total 926.220.209 100

5.5. Perbedaan Sistem Pengelolaan Hutan Pesantren dengan Sistem

Pengelolaan Hutan Rakyat Daerah Lain Pada sub-bab ini ini akan dibahas beberapa perbedaan antara sistem pengelolaan hutan pesantren di Pesantren Darunnajah 2 Cipining dengan hutan rakyat daerah lain, perbedaan-perbedaannya meliputi: 1. Hutan pesantren di Pesantren Darunnajah 2 Cipining merupakan hutan dengan jenis tanaman mangium Acacia mangium. Sedangkan hutan rakyat sebagian besar jenis tanamannya adalah sengon Paraserianthes falcataria, seperti pada hutan rakyat di Cianjur Selatan Muhammad 2004, hutan rakyat sengon di Masyarakat Baduy Luar Nugroho 2010, dan hutan rakyat di Desa Burat Kabupaten Wonosobo Maulana 2009. 2. Pola tanam yang digunakan di hutan pesantren adalah sistem monokultur dengan jenis mangium Acacia mangium. Sedangkan pola tanam di hutan rakyat beberapa menggunakan sistem Agroforestry, seperti hutan rakyat sengon di Masyarakat Baduy Luar Nugroho 2010, hutan rakya di Kecamatan Jatirogo Kabupaten Tuban Handoko 2007, dan hutan rakyat di Cianjur Selatan Muhammad 2004. Ada pula yang menggunakan pola tanam sistem polikultur seperti di hutan rakyat Desa Sambirejo Wijiadi 2007. 3. Pada hutan pesantren penanaman diatur dengan jarak tanam 1 x 1,5 m, dan 2 x 3 m. Sedangkan beberapa hutan rakyat di daerah lain tidak menggunakan jarak tanam, karena tanaman hutannya ditanam bersama dengan tanaman pertanian, seperti pada hutan rakyat sengon di Masyarakat Baduy Luar Nugroho 2010, dan hutan rakyat di Cianjur Selatan Muhammad 2004. 4. Hutan pesantren dibagi ke dalam 5 kelas umur, yaitu 1 tahun, 2 tahun, 3 tahun, 4 tahun, dan 5 tahun. Adapun potensi tegakan per hektar masing-masing umur adalah 8,883 m 3 , 13,258m 3 , 40,029 m 3 , 139,251 m 3 , dan 130,007 m 3 . Jika dirata-ratakan potensi tegakan hutan pesantren adalah 66,29 m 3 ha. Sedangkan beberapa hutan rakyat di daerah lain relatif lebih kecil potensi tegakannya, seperti hutan rakyat sengon Masyarakat Baduy Luar yang memiliki potensi rata-rata tegakan 21,09 m 3 ha Nugroho 2010, hutan rakyat Desa Sambirejo dengan potensi tegakan 20 m 3 ha Wijiadi 2007, dan hutan rakyat Desa Burat Kabupaten Wonosobo yang memiliki potensi rata-rata tegakan 31,62 – 42,02 m 3 ha Maulana 2009. 5. Rata-rata jumlah pohon per hektar di hutan pesantren adalah 1.994 batangha. Sedangkan pada hutan rakyat di beberapa daerah lain jumlah pohon per hektar lebih sedikit, seperti pada hutan rakyat Desa Burat Kabupaten Wonosobo yang memiliki jumlah pohon 436 batangha Maulana 2009, hutan rakyat di Desa Sumberejo yang memiliki jumlah pohon sebesar 497 batangha Prabowo 1998, dan hutan rakyat di Masyarakat Baduy Luar yang memiliki jumlah pohon 193 batangha Nugroho 2010.

5.6. Partisipasi Santri Dalam Pengelolaan Hutan Pesantren