17
2008, tahu yang direndam asam asetat yang semakin meningkat konsentrasinya memiliki tekstur yang semakin lunak. Hal ini juga terjadi pada penelitian ini dimana tahu yang
direndam asam asetat dan pengawet lainnya memuat tekstur tahu menjadi lunak. Akan tetapi menurut Winarno dan Rahman 1974, asam cuka juga dapat berfungsi untuk menambah cita
rasa, mengurangi rasa manis, dan dapat pula memperbaiki tekstur. Hal ini berbeda dengan hasil yang didapat di dalam penelitian ini, dimana tekstur justru melunak ketika direndam
dengan asam cuka. Hal ini mungkin disebabkan karena penentuan konsentrasi asam asetat yang optimal untuk memperbaiki dan menjaga tekstur tahu harus ditentukan terlebih dahulu
agar tekstur tahu tidak melunak.
Gambar 5. Grafik hasil pengukuran gel strength
C. Pengukuran Warna
Pengukuran warna secara objektif yang dilakukan dengan Chromameter menghasilkan data yang bisa dilihat pada tabel 8.
Tabel 8 . Hasil pengujian warna tahu dengan menggunakan Chromameter.
Hari Sampel
L a
b ∆E
3 A
82.54 ± 0.113 2.04 ± 0.113
17.76 ± 0.057 4.78
4 B
87.03± 0.247 -0.33 ± 0.021
17.02 ± 0.042 1.35
4 C
86.40± 0.255 0.80 ± 0.014
15.29 ± 0.035 2.87
4 D
83.34± 0.424 1.23 ± 0.021
14.43 ± 0.085 5.25
4 E
85.65± 0.601 0.83 ± 0.035
14.90 ± 0.099 3.48
4 F
86.73± 0.156 0.74 ± 0.021
14.78 ± 0.007 3.31
Sampel tahu yang baru diproduksi memiliki nilai kecerahan 87.06. Dari data yang didapat, nilai kecerahan yang paling tinggi dari tahu yang diberi perlakuan didapat dari
sampel B dengan tingkat kecerahan 87.03. Sedang untuk kecerahan yang paling rendah terjadi pada sampel A yaitu 82.54. Hal ini dapat terjadi karena saat hari ke-3 kontrol
18
ditumbuhi kapang dan permukaannya berlendir kekuningan sehingga tingkat kecerahannya kurang dibanding sampel lainnya. Nilai a tertinggi didapat dari kontrol, yang menunjukkan
derajat warna merah. Sedang untuk nilai b tertinggi didapat dari kontrol yang baru diproduksi, ini menunjukkan derajat warna kuning. Kontrol pada hari ke-3 dan sampel yang
direndam asetat-benzoat berbeda nyata dengan sampel tahu lainnya dalam derajat kecerahan L. Dalam hal ini, tahu yang baru diproduksi memiliki tingkat kecerahan yang paling tinggi.
Hasil uji statistik pengukuran derajat kecerahan bisa dilihat pada Lampiran 8. Menurut penelitian Rahmi 2008, penggunaan benzoat membuat nilai kecerahan keju berkurang
dibandingkan dengan asam propionat. Pada penelitian Setyadi 2008, tahu yang direndam asam asetat 2 memiliki derajat L dari hari pertama, kedua, dan ketiga berturut-turut adalah
77.03, 71.31, dan 69.24. Sementara itu tahu yang tidak diberi perlakuan apapun mempunyai derajat L dari saat baru diproduksi, hari pertama, kedua, dan ketiga berturut-turut adalah
78.46, 73.24, 67.0, dan 64.96. Hal ini dapat dibandingkan dengan hasil pengukuran Chromameter pada penelitian ini, tahu yang direndam asam asetat 1.5 memiliki nilai
derajat L pada hari keempat 86.40. Terdapat perbedaan antara kecerahan tahu yang direndam asam asetat 2 pada penelitian Setyadi 2008 dan tahu yang direndam dengan asam asetat
1.5 pada penelitian ini. Hal ini dapat terjadi karena tahu yang digunakan sudah berbeda dari segi derajat kecerahan, tahu yang digunakan pada penelitian Setyadi 2008 memiliki nilai
kecerahan 78.46 sedangkan tahu yang digunakan pada penelitian ini memiliki derajat kecerahan 86.40. Bila dilihat dari data derajat kecerahan dapat dilihat terjadi penurunan
tingkat kecerahan pada tahu kontrol. Hal yang sama terjadi juga dengan tahu kontrol pada penelitian ini, dimana munculnya kapang dan lendir menurunkan nilai kecerahan dari tahu
kontrol. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya lendir di permukaan tahu yang dihasilkan bakteri penghasil lendir yang menyebabkan kecerahan tahu berkurang. Sifat menghasilkan
gum atau lendir dari mikroba telah dikenal sejenak berabad-abad yang lalu. Lendir adalah polimer polisakarida dari monosakarida yang membentuk kapsul di sekeliling sel atau
tersekresi sebagai massa berbentuk amorf tidak jelas bentuknya dalam media di sekeliling sel. Contoh mikroba yang dapat menghasilkan gum atau lendir adalah Alcaligenes,
Pseudomonas, Leuconostoc Glicksman 1982. Pelendiran pada tahu juga dapat disebabkan oleh bakteri pembentuk lendir lainnya seperti Lactobacillus dan Streptococcus Fardiaz
1992. Setyadi 2008 menyimpulkan bahwa dalam penelitiannya, pada hari pertama tahu yang direndam asam asetat 2 memiliki tingkat kecerahan paling baik. Pada hari kedua dan
ketiga, tahu yang direndam asam asetat 3 memiliki tingkat nilai kecerahan yang paling tinggi. Nilai kecerahan asam asetat pada penelitian ini berdasarkan statistik memiliki tingkat
kecerahan yang sama dengan tahu yang baru diproduksi bersama dengan kombinasinya dengan pengawet kalium sorbat, kalium sorbat-natrium benzoat, dan air. Dalam penelitian ini
juga dilakukan perhitungan ∆E yang menggambarkan seberapa besar perbedaan warna dari
standar yang digunakan. Standar yang digunakan dalam pengukuran ∆E adalah tahu yang
baru diproduksi, tahu tersebut diukur warnanya dengan menggunakan Chromameter. Pengukuran
∆E dilakukan dengan menghitung akar dari selisih kuadrat antara derajat L sampel dengan derajat L tahu yang dijadikan standar ditambah selisih kuadrat derajat a
sampel dengan derajat a tahu yang dijadikan standar ditambah selisih kuadrat derajat b sampel dengan derajat b tahu yang dijadikan standar. D Dari hasil pengukuran, didapatkan
hasil ∆E dari yang tertinggi sampai yang terendah berturut-turut adalah: tahu D, tahu A, tahu
E, tahu F, tahu C, dan tahu B. Diketahui dari data tersebut bahwa ∆E tahu yang direndam
natrium benzoat dan asam asetat1.5 memiliki nilai paling tinggi yaitu 5.25, ini berarti tahu
19
yang direndam natrium benzoat adalah tahu yang mempunyai perubahan warna yang paling besar diantara kesemua sampel. Setelah itu sampel kedua yang memiliki perbedaan warna
cukup jelas adalah yang memiliki ∆E 4.78 dimana hal ini dapat terjadi karena pada hari
ketiga sampel tahu kontrol sudah ditumbuhi oleh kapang dan sudah muncul lendir akibat adanya bakteri penghasil lendir yang ada di dalam tahu.
D. Pengukuran pH