Uji Organoleptik Pengukuran pH

20 pertama, kedua, dan ketiga sebesar 4.98, 4.75, dan 4.36. Berbedanya nilai pH pada penelitian Setyadi 2008 dengan peneliti karena pH tahu kontrol hari ke-0 Setyadi 2008 adalah 6.4, dimana pH tahu kontrol pada penelitian ini adalah 4.80. Menurut penelitian Tuasamu 2004, tahu kontrol yang dibuat dengan bubuk kunyit 0.8 tanpa pengawet memiliki nilai pH pada jam ke-0, 12, dan 24 berturut-turut adalah 5.27 , 6.82, dan 6.19. Tahu yang dibuat dari bubuk kunyit 0.8 lalu direndam dengan kalium sorbat 0.1 dan kalsium propionat 0.3 memiliki nilai pH pada jam ke-0, 12, dan 24 berturut-turut adalah 5.77, 6.40, dan 6.04. Tahu yang dibuat dari bubuk kunyit 0.8 lalu direndam dengan natrium benzoat 0.1, kalium sorbat 0.05 dan kalsium propionat 0.3 memiliki nilai pH pada jam ke-0, 12, dan 24 adalah berturut-turut 5.69, 6.44, dan 6.06. Dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan pH yang sangat besar antara tahu yang digunakan pada penelitian dengan tahu pada penelitian Tuasamu 2004. Hal ini dapat disebabkan, tahu kontrol pada penelitian ini memiliki nilai pH lebih rendah dibanding tahu kontrol pada penelitian Tuasamu 2004. Selain itu pada penelitian ini menggunakan asam asetat untuk menurunkan pH sedangkan pada penelitian Tuasamu 2004 tidak menggunakan pengasam sehingga pH tahu tetap tinggi. Hal ini juga berpengaruh terhadap kinerja dari pengawet pada penelitian Tuasamu 2004, dimana pengawet natrium benzoat, kalsium propionat, dan kalium sorbat tidak dapat bekerja secara optimal karena sudah berada diluar range pH yang sesuai.

5. Uji Organoleptik

Sebelum melakukan uji organoleptik, peneliti melakukan pengamatan visual dan sensori tekstur dan aroma terhadap tahu yang akan diuji. Hasil pengamatan visual yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 9. Pada hari pertama semua tahu masih memiliki karakteristik seperti tahu yang baru diproduksi secara visual. Pada hari kedua, tahu kontrol sudah mulai menghasilkan bau tidak sedap yang intensitasnya kecil sekali namun sudah dapat dideteksi. Tetapi penampakannya masih belum menunjukkan tanda-tanda penurunan mutu. Tahu yang lain masih menunjukkan karakteristik visual tahu yang masih segar. Pada hari ketiga, pada tahu kontrol sudah mulai ditumbuhi kapang dan pada permukaannya muncul lendir kekuningan. Adanya lendir yang muncul pada permukaan tahu dapat disebabkan oleh adanya bakteri pembentuk lendir. Lendir adalah polimer polisakarida dari monosakarida yang membentuk kapsul di sekeliling sel atau tersekresi sebagai massa berbentuk amorf tidak jelas bentuknya dalam media di sekeliling sel. Contoh mikroba yang dapat menghasilkan gum atau lendir adalah Alcaligenes, Pseudomonas, Leuconostoc Glicksman 1982. Bau tahu kontrol pun sudah menunjukkan bahwa tahu tersebut sudah tidak layak untuk dikonsumsi. Pada tahu yang direndam air sudah mulai muncul bau tahu tidak segar dengan intensitas yang kecil tetapi penampakan tahu secara visual masih menunjukkan bahwa tahu masih segar. Tahu yang lain masih menunjukkan tanda-tanda tahu yang masih segar secara visual. Pada hari keempat tidak dilakukan pengamatan visual terhadap tahu kontrol karena pada hari ketiga tahu sudah tidak layak secara mutu. Tahu yang direndam air sudah mengeluarkan bau busuk dan teksturnya melunak. Sementara itu tahu lainnya masih menunjukkan tanda-tanda tahu yang masih segar secara visual. Menurut penelitian Tuasamu 2004, tahu yang dibuat dengan bubuk kunyit 0.8 yang disimpan di lemari es mulai berlendir, menghasikan bau agak busuk dan teksturnya melunak antara hari ke-5 dan ke-6 karena pengamatan dilakukan tiap 2 hari. Tahu yang dibuat dari bubuk kunyit 0.8 lalu direndam dengan kalium sorbat 0.1 dan kalsium propionat 0.3 lalu disimpan di lemari es mulai berlendir diantara hari ke-6 dan ke-8. Tahu yang dibuat dari bubuk kunyit 21 0.8 lalu direndam dengan natrium benzoat 0.1, kalium sorbat 0.05 dan kalsium propionat 0.3 lalu disimpan di lemari es mulai berlendir diantara hari ke-6 dan ke-8. Hal ini berbeda dengan perlakuan tahu pada penelitian ini. Tahu kontrol mulai menghasilkan lendir pada hari ke-3. Hal ini dapat disebabkan karena pada penelitian Tuasamu 2004, pembuatan tahu dilakukan dengan penambahan bubuk kunyit yang mempunyai daya antimikroba. Selain itu penyimpanan dilakukan pada lemari es sehingga umur simpan tahu pasti bertambah dibandingkan dengan tahu pada penelitian yang disimpan pada suhu ruang. Tabel 9 . Hasil Pengamatan Visual dan Sensori Perlakuan Hari 1 2 3 4 A Tahu putih, tekstur masih kompak, aroma tahu segar Tahu putih, tekstur masih kompak, mulai muncul bau tidak segar Muncul kapang, tekstur berlendir, bau tahu sudah busuk, warna kekuningan - B Tahu putih, tekstur masih kompak, aroma tahu segar Tahu putih, tekstur masih kompak, bau tahu sedikit tidak segar Mucul bau tidak segar, warna masih putih Bau sudah busuk, tekstur melunak C Tahu putih, tekstur masih kompak, aroma tahu segar Tahu putih, tekstur masih kompak, aroma tahu segar Tahu putih, aroma tahu segar Tahu putih, aroma tahu segar D Tahu putih, tekstur masih kompak, aroma tahu segar Tahu putih, tekstur masih kompak, aroma tahu segar Tahu putih, aroma tahu segar Tahu putih, aroma tahu segar E Tahu putih, tekstur masih kompak, aroma tahu segar Tahu putih, tekstur masih kompak, aroma tahu segar Tahu putih, aroma tahu segar Tahu putih, aroma tahu segar F Tahu putih, tekstur masih kompak, aroma tahu segar Tahu putih, tekstur masih kompak, aroma tahu segar Tahu putih, aroma tahu segar Tahu putih, aroma tahu segar Hasil uji organoleptik untuk sifat mutu aroma tahu dapat dilihat pada Gambar 7. Aroma tahu pada hari pertama yang direndam sorbat berbeda nyata dengan tahu yang lain, tetapi masih dalam batas penerimaan panelis. Pada hari ketiga, tahu kontrol A dan sampel yang direndam air B berbeda nyata secara statistik dengan sampel tahu lainnya dari segi aroma. Aroma tahu A dan B menunjukkan bahwa tahu sudah tidak segar lagi pada hari ketiga, sedang tahu yang direndam asetat-benzoat, asetat, asetat-sorbat, dan kombinasi ketiga pengawet, masih menunjukkan aroma yang masih segar. Pada hari keempat, sampel yang direndam air berbeda nyata dengan sampel lainnya. Hasil uji statistik sifat mutu aroma tahu 22 bisa dilihat pada Lampiran 10, Lampiran 13, Lampiran 16, dan Lampiran 19. Penelitian Setyadi 2008 melakukan pengujian organoleptik terhadap tahu kontrol dan tahu yang dicelup asam asetat 3, hasilnya tahu yang dicelup asam asetat 3 tidak berbeda nyata dari segi aroma dan masih dapat diterima oleh panelis. Hasil yang sama juga diperoleh pada penelitian ini dimana tahu yang direndam dengan asam asetat 1.5 maupun dengan pengawet lainnya masih dapat diterima oleh konsumen sampai hari keempat. Gambar 7. Grafik hasil uji organoleptik aroma tahu Penelitian yang dilakukan Saputra 2006 menunjukkan bahwa panelis lebih menyukai tahu yang direndam asam benzoat 1000 ppm dari segi aroma dibandingkan tahu yang direndam asam benzoat 800 ppm dan metil parabens 1000 ppm. Sedang pada uji organoleptik penelitian ini, semua pengawet tidak berbeda nyata kecuali dengan tahu kontrol yang sudah tidak segar pada hari ketiga, dan tahu yang direndam air pada hari keempat. Hal ini menunjukkan bahwa semua kombinasi pengawet mampu mempertahankan mutu aroma tahu sampai hari keempat. Hasil uji organoleptik untuk sifat mutu tekstur tahu dapat dilihat pada Gambar 8. Gambar 8. Grafik hasil uji organoleptik tekstur tahu Pada hari pertama, tekstur kontrol dan sampel yang direndam air berbeda nyata dengan sampel yang direndam asetat ataupun kombinasi asetat. Tekstur tahu yang direndam asetat berbeda nyata dengan sampel tahu yang direndam kombinasi asetat dan pengawet lainnya. Pengujian tekstur tahu pada hari kedua menunjukkan tahu yang direndam air berbeda nyata dengan kontrol, sampel yang direndam asetat, asetat-benzoat, dan asetat-benzoat-sorbat. Tekstur tahu yang direndam asetat-sorbat dan asetat-benzoat-sorbat berbeda nyata dengan sampel yang direndam asetat, asetat-benzoat, dan kontrol. Sampel yang direndam asetat- 23 benzoat berbeda nyata dengan semua sampel. Pada hari ketiga, sampel tahu yang direndam air berbeda nyata dengan kelima sampel lainnya. Sampel yang direndam sorbat-benzoat- asetat berbeda nyata dengan sampel benzoat-asetat, asetat, dan kontrol. Sampel yang direndam asetat-benzoat berbeda nyata dengan sampel yang direndam asetat, asetat-sorbat, dan kontrol. Pada hari keempat, semua sampel tidak berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa semua tahu sudah mengalami pelunakan, baik itu karena aktivitas mikroorganisme ataupun karena asam. Hasil uji statistik sifat mutu tekstur tahu bisa dilihat pada Lampiran 11, Lampiran 14, Lampiran 17, dan Lampiran 20. Penelitian Saputra 2006 menunjukkan bahwa tahu yang direndam asam benzoat 1000 ppm lebih disukai oleh para panelis dibandingkan dengan tahu yang direndam asam benzoat 800 ppm. Sedangkan pada penelitian ini tidak dilakukan pengujian efektifitas pengawet berdasarkan konsentrasi sehingga tidak bisa dilakukan pembandingan hasil, hanya saja pada pengujian organoleptik tahu yang direndam asam asetat-natrium benzoat memiliki tekstur yang tidak selunak beberapa pengawet yang lainnya menurut panelis. Hasil uji statistik sifat mutu warna tahu bisa dilihat pada Lampiran 12, Lampiran 15, Lampiran 18, dan Lampiran 21. Tidak diketemukan perbedaan nyata pada pengujian untuk warna tahu antar sampel dari hari pertama dan hari kedua. Pada hari ketiga, kontrol berbeda nyata dengan sampel lainnya. Hal ini dapat disebabkan karena pada hari ketiga, tahu kontrol sudah ditumbuhi kapang dan sudah terbentuk lendir pada permukaannya sehingga keputihan tahu sudah berkurang. Pada hari keempat, semua sampel tidak berbeda nyata dari segi warna. Hasil uji organoleptik untuk sifat mutu warna tahu dapat dilihat pada Gambar 9. Gambar 9. Grafik hasil uji organoleptik warna tahu Uji organoleptik yang dilakukan oleh Saputra 2006 menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata untuk karakteristik mutu warna antar tahu yang direndam dengan asam benzoat 800 ppm, asam benzoat 1000 ppm, dan metil parabens 1000 ppm. Perlakuan yang diberikan pada penelitian ini juga tidak menyebabkan tahu antar perlakuan berbeda nyata menurut para panelis kecuali pada hari ketiga dimana tahu kontrol sudah ditumbuhi kapang dan timbul lendir kekuningan pada permukaannya. Adanya lendir yang muncul pada permukaan tahu dapat disebabkan oleh adanya bakteri pembentuk lendir. Lendir adalah polimer polisakarida dari monosakarida yang membentuk kapsul di sekeliling sel atau tersekresi sebagai massa berbentuk amorf tidak jelas bentuknya dalam media di sekeliling sel Glicksman 1982. Pelendiran pada tahu disebabkan oleh bakteri pembentuk lendir seperti Lactobacillus dan Streptococcus Fardiaz 1992.Pengujian juga dilakukan terhadap mutu tahu rasa, warna, dan tekstur untuk tahu yang sudah digoreng. Hasil uji organoleptik untuk sifat mutu tekstur tahu goreng dapat dilihat pada Gambar 10. Tekstur tahu goreng pada hari 24 pertama dan kedua tidak berbeda nyata. Pada hari ketiga, tekstur kontrol dan sampel yang direndam air berbeda nyata dengan sampel lainnya. Pada hari keempat, sampel yang direndam air berbeda nyata dengan sampel lainnya yang direndam pengawet asetat ataupun kombinasi asetat dengan pengawet lainnya. Hasil uji statistik sifat mutu tekstur tahu goreng bisa dilihat pada Lampiran 22, Lampiran 25, Lampiran 28, dan Lampiran 31. Perendaman dengan larutan asetat ataupun kombinasi asetat dengan pengawet lain menyebabkan tahu menjadi lunak karena protein yang terhidrolisis dan membuat panelis tidak suka dengan tekstur tahu tersebut. Gambar 10. Grafik hasil uji organoleptik tekstur tahu goreng Akan tetapi menurut Winarno dan Rahman 1974, asam cuka juga dapat berfungsi untuk menambah cita rasa, mengurangi rasa manis, dan dapat pula memperbaiki tekstur. Hal ini berbeda dengan hasil yang didapat di dalam penelitian ini, dimana tekstur justru melunak ketika direndam dengan asam cuka. Hal ini mungkin disebabkan karena penentuan konsentrasi asam asetat yang optimal untuk memperbaiki dan menjaga tekstur tahu harus ditentukan terlebih dahulu agar tekstur tahu tidak melunak. Hasil uji organoleptik untuk sifat mutu warna tahu goreng dapat dilihat pada Gambar 11. Gambar 11. Grafik hasil uji organoleptik warna tahu goreng Pada pengujian mutu warna tahu goreng pada hari pertama, terdapat perbedaan nyata antara tahu kontrol dan tahu yang direndam air terhadap sampel lainnya. Tahu kontrol dan tahu yang direndam air tidak berbeda nyata dengan tahu yang direndam asetat-sorbat. Sedang untuk hari kedua tidak diketemukan perbedaan yang nyata diantara sampel. Pada hari ketiga, kontrol dan tahu yang direndam air berbeda nyata dengan sampel yang direndam asetat dan asetat-sorbat. Pada hari keempat, warna tahu yang direndam air berbeda nyata dengan sampel lainnya. Hasil uji statistik sifat mutu warna tahu goreng bisa dilihat pada Lampiran 23, 25 Lampiran 26, Lampiran 29, dan Lampiran 32. Pengujian organoleptik juga dilakukan untuk sifat mutu rasa tahu goreng. Hasil uji organoleptik untuk sifat mutu rasa tahu goreng dapat dilihat pada Gambar 12. Pengujian karakteristik mutu rasa menunjukkan tahu goreng yang direndam air, asetat, asetat-benzoat-sorbat dan kontrol berbeda nyata dengan sampel lainnya pada hari pertama. Pada hari kedua, sampel yang direndam air berbeda nyata dengan sampel yang direndam asetat, asetat-benzoat, asetat-sorbat, dan asetat-benzoat-sorbat. Kontrol berbeda nyata dengan sampel yang direndam asetat dan asetat-sorbat. Pada hari ketiga, kontrol berbeda nyata dengan sampel lainnya. Sampel yang direndam air berbeda nyata dengan sampel yang direndam dengan asetat dan kombinasi asetat dengan pengawet lainnya. Pada hari keempat, sampel yang direndam air berbeda nyata dengan empat sampel lainnya. Rasa tahu yang direndam dengan asetat ataupun kombinasi asetat dengan pengawet lain, menyebabkan rasa asam yang tidak disukai panelis. Hasil uji statistik sifat mutu rasa tahu goreng bisa dilihat pada Lampiran 24, Lampiran 27, Lampiran 30, dan Lampiran 33. Gambar 12. Grafik hasil uji organoleptik rasa tahu goreng Hasil yang berbeda didapatkan dari penelitian Setyadi 2008, dimana tahu yang dicelup asam asetat 3 dan tahu kontrol tidak berbeda nyata dari segi rasa. hal ini dapat terjadi karena waktu kontak tahu yang digunakan terhadap larutan asam asetat 3 hanya satu menit, sehingga rasa asam belum terlalu meresap ke dalam tahu. Dari hasil uji organoleptik yang dilakukan, didapatkan hasil bahwa tahu C, D, E, dan F memiliki rasa asam. Tahu C, D, E, dan F juga memiliki tekstur yang lebih lembek dibandingkan dengan tahu biasa. Menurut Winarno dan Rahman 1974, asam cuka juga dapat berfungsi untuk menambah cita rasa, mengurangi rasa manis, dan dapat pula memperbaiki tekstur. Hal ini berbeda dengan hasil yang didapat di dalam penelitian ini, dimana rasa asam justru membuat tahu tidak disukai ketika direndam dengan asam cuka. Hal ini mungkin disebabkan karena penentuan konsentrasi asam asetat yang optimal untuk memperbaiki dan menjaga rasa tahu harus ditentukan terlebih dahulu agar rasa tahu tidak terlalu asam. 26

V. SIMPULAN DAN SARAN