Pengukuran Tekstur HASIL DAN PEMBAHASAN

16 sorbat dengan asam asetat membuat pengurangan jumlah mikroba lebih optimum. Sementara itu jumlah mikroba pada tahu yang dicelup dengan asam benzoat 800 ppm pada penelitian Saputra 2006 lebih kecil dari natrium benzoat karena asam benzoat lebih efektif sebagai pengawet dibandingkan dengan natrium benzoat Inchem 2000. Menurut penelitian Tuasamu 2004, tahu yang dibuat dengan bubuk kunyit 0.8 tanpa pengawet memiliki angka TPC pada jam ke-0, 12, dan 24 berturut-turut adalah 7.8 x 10 2 cfug, 2.4 x 10 4 cfug, 3.0 x 10 6 cfug. Tahu yang dibuat dari bubuk kunyit 0.8 lalu direndam dengan kalium sorbat 0.1 dan kalsium propionat 0.3 memiliki angka TPC pada jam ke-0, 12, dan 24 berturut-turut adalah 4.8 x 10 2 cfug, 7.7 x 10 3 cfug, 1.1 x 10 5 cfug. Tahu yang dibuat dari bubuk kunyit 0.8 lalu direndam dengan natrium benzoat 0.1, kalium sorbat 0.05 dan kalsium propionat 0.3 memiliki angka TPC pada jam ke-0, 12, dan 24 adalah berturut-turut 6.1 x 10 2 cfug, 9.5 x 10 3 cfug, 1.3 x 10 5 cfug. Bila dibandingkan dengan tahu kontrol pada penelitian ini yang tidak menggunakan bubuk kunyit dan diproduksi oleh pabrik secara massal tanpa memperhatikan higienitas maka jumlah mikroba yang terdapat pada kedua jenis tahu pasti berbeda, jumlah mikroba pada tahu kontrol pada penelitian ini lebih tinggi. Akan tetapi kenaikan jumlah mikroba pada penelitian Tuasamu 2004 lebih cepat dibanding kenaikan jumlah mikroba tahu pada penelitian ini. Hal ini menunjukkan bahwa efektifitas pengawet yang dicampur dengan asam asetat akan membuat jumlah mikroba pada tahu tidak meningkat drastis dibanding hanya menggunakan pengawet komersial, dalam hal ini natrium benzoat dan kalium sorbat, tanpa menggunakan pengasam. Efektifitas natrium benzoat, kalsium propionat, dan kalium sorbat berada pada pH asam sehingga tidak bisa bekerja maksimal jika tidak ditambah pengasam pada tahu. Karena itu kenaikan jumlah mikroba sangat cepat sekali dalam hitungan 24 jam pada penelitian Tuasamu 2008.

B. Pengukuran Tekstur

Hasil pengukuran tekstur dengan menggunakan Texture Analyzer dapat dilihat pada Gambar 5. Pengukuran untuk tahu A dilakukan pada hari ke-0 dan hari ke-3, dimana tahu sudah tidak dapat diterima secara organoleptik oleh konsumen. Sampel yang baru diproduksi memiliki tekstur yang masih baik. Ini ditunjukkan dengan nilai force yang dibutuhkan untuk memecahkan gel tahu sangat tinggi yaitu 0.90 N. Sementara perlakuan perendaman dengan larutan D menunjukkan gel strength yang paling kecil diantara ke semua sampel yang ada dengan force 0.46 N. Tahu A pada hari ke-0 berbeda nyata dengan tahu A hari ke-3, hal ini menunjukkan penurunan kekuatan gel tahu. Kemudian tahu yang diberi perlakuan asam asetat tahu C, D, E, dan F berbeda nyata dengan tahu yang tidak diberi asam asetat tahu A dan B. Tahu yang direndam asam asetat-benzoat serta yang hanya diberi asetat berbeda nyata dengan tahu yang direndam air, benzoat-sorbat, dan sorbat. Hasil uji statistik untuk pengukuran tekstur bisa dilihat pada Lampiran 7. Tekstur dari tahu yang diberi asetat dan asetat-benzoat lebih lunak dibandingkan dengan yang diberi campuran sorbat karena tahu yang diberi perlakuan asetat dan kombinasi asetat-benzoat lebih asam dibandingkan tahu yang diberi asetat-sorbat ataupun kombinasi asetat-sorbat-benzoat. Pelunakan tekstur dapat terjadi karena protein terhidrolisis oleh asam dan membuat tekstur tahu menjadi lunak. Sedangkan untuk tahu yang tidak direndam asam, pelunakan tekstur dapat disebabkan oleh aktivitas mikrobiologi bakteri proteolitik. Pelunakkan tekstur dapat disebabkan oleh bakteri proteolitik yang terdapat pada pangan tinggi protein seperti tahu Yasuda 2011. Bakteri proteolitik dapat menghasilkan enzim proteolitik yang dapat memecah protein dan dapat melunakkan jaringan. Menurut Raharjo 1996, enzim protease dapat melunakkan tekstur daging. Jenis bakteri protelitik adalah Pseudomonas dan Bacillus. Pada penelitian Setyadi 17 2008, tahu yang direndam asam asetat yang semakin meningkat konsentrasinya memiliki tekstur yang semakin lunak. Hal ini juga terjadi pada penelitian ini dimana tahu yang direndam asam asetat dan pengawet lainnya memuat tekstur tahu menjadi lunak. Akan tetapi menurut Winarno dan Rahman 1974, asam cuka juga dapat berfungsi untuk menambah cita rasa, mengurangi rasa manis, dan dapat pula memperbaiki tekstur. Hal ini berbeda dengan hasil yang didapat di dalam penelitian ini, dimana tekstur justru melunak ketika direndam dengan asam cuka. Hal ini mungkin disebabkan karena penentuan konsentrasi asam asetat yang optimal untuk memperbaiki dan menjaga tekstur tahu harus ditentukan terlebih dahulu agar tekstur tahu tidak melunak. Gambar 5. Grafik hasil pengukuran gel strength

C. Pengukuran Warna