1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu ukuran dari kemajuan suatu negara dapat dilihat dari kemajuan perekonominya. Sementara itu, yang menjadi salah satu faktor
dari kemajuan ekonomi adalah dunia bisnis. Adapun permasalahan yang sering dihadapi oleh perusahaan sebagai pelaku bisnis yang bergerak dalam
bidang usaha apapun tidak terlepas dari kebutuhan akan dana capital untuk membiayai usahanya. Meskipun di Indonesia terdapat lembaga keuangan
non bank, akan tetapi lembaga keuangan bank yang paling banyak memegang peranan dalam memenuhi kebutuhan dana modal pada dunia
bisnis. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup orang banyak. Bank merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan, artinya aktivitas perbankan selalu
berkaitan dalam bidang keuangan Kasmir, 2011:13. Maraknya perbankan syariah dewasa ini bukan merupakan gejala
baru dalam dunia bisnis syariah. Keadaan ini ditandai dengan semangat tinggi dari berbagai kalangan, yaitu: ulama, akademisi, dan praktisi untuk
mengembangkan perbankan tersebut dari sekitar pertengahan abad ke-20. Dewasa ini bank syariah sedang menjadi pilihan bagi pelaku bisnis
2
perbankan sampai dengan pertengahan tahun 2001 Muhammad, 2008: 1. Menurut
Muhammad Syafi’i Antonio 2001:26 perkembangan perbankan syari’ah pada era reformasi ditandai dengan disetujuinya UU No. 10 Tahun
1998. Dalam Undang-Undang tersebut diatur dengan rinci landasan hukum serta jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan dan diimplementasikan oleh
bank syari’ah. Undang-undang tersebut juga memberikan arahan bagi bank- bank konvensional untuk membuka cabang syari’ah atau bahkan
mengkonversikan diri secara total menjadi bank syari’ah. Langkah Bank Indonesia yang mendorong jumlah pertumbuhan dan
perkembangan bank syariah, menyebabkan beberapa bank konvensional membuka unit usaha syariah dan mengembangkan jaringannya. Hingga
tahun 2007 terdapat terdapat 3 institusi bank umum syariah di Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri, dan Bank Mega
Syariah. Sementara itu bank umum yang telah memiliki unit usaha syariah adalah 26 bank diantaranya merupakan bank besar seperti Bank Negara
Indonesia Persero dan Bank Rakyat Indonesia Persero. Sistem syariah juga telah digunakan oleh Bank Perkreditan Rakyat, saat ini telah
berkembang 114 BPR Syariah Dalam kiprah bisnis perbankan syariah, Bank Syariah Mandiri
merupakan Bank Umum Syariah BUS dengan asset terbesar disusul Bank Muamalat Indonesia BMI dan Bank Syariah Mega Indonesia BSMI.
Hingga September 2006, asset BSM tercatat sebesar Rp 8,89 Triliun dengan dana pihak ketiga DPK dan pembiayaan masing-masing sebesar Rp 7,57
3
Triliun dan Rp 7,23 Triliun. Sedangkan aset BMI tercatat Rp 8,05 Triliun dan aset BSMI sebesar Rp 1,964 Triliun. Begitu pula dengan perkembangan
laba perbankan syariah, perkembangan laba diambil dari tiga bank umum syariah di Indonesia berkembang cukup pesat yaitu Rp 258,10 miliar laba
bank syariah per September 2006 atau meningkat 30,19 dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu Rp 198,25 miliar
Statistik perbankan syariah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia BI per April menunjukkan FDR perbankan syariah masih berada di level
101 persen dengan total pembiayaan mencapai Rp. 39,726 triliun dan dana pihak ketiga DPK sebesar Rp. 39,193
triliun. “Posisi FDR perbankan syariah saat ini sudah terlalu tinggi dan menjadi ancaman serius bagi
likuiditas bank. Dampak krisis keuangan global masih terasa dan belum bisa dipastikan akan cepat membaik. Menurut Ahmad Riawan Amin 2009
FDR idealnya berada di posisi 80-90 persen, perbankan harus memperhatikan rasio FDR yang sudah terlampau tinggi dan harus
diturunkan dari 101 persen menjadi 80-90 persen.
Tabel 1.1 Perkembangan Lembaga Perbankan Syariah
Sumber : Statistik Perbankan Syariah
Kelompok Bank 2010
2011 2012
2013 2014
Bank Umum Syariah 11
11 11
11 11
Unit Usaha Syariah 23
24 24
23 23
Jumlah Kantor BUS dan UUS 1477 1737 2262 2588 2651 BPRS
150 155
158 163
163 Jumlah Kantor BPRS
286 364
401 402
430
4
Tabel 1.1 terlihat perkembangan jumlah lembaga perbankan syariah mengalami peningkatan yang pesat dari tahun per tahun. Pada tahun 2009
lalu terdapat 6 BUS, tahun 2010-2014 meningkat menjadi 11 BUS. Pada tahun 2009 lalu terdapat 25 UUS, kemudian pada tahun 2010 mengalami
penurunan yakni sebesar 23 UUS, yang artinya sudah berdiri sendiri menjadi BUS, tahun 2011-2012 terdapat 24 UUS dan kemudian pada tahun
2013-2014 kembali mengalami penurunan menjadi 23 UUS. Pada tahun 2009 terdapat 138 BPRS, tahun 2010 terdapat 150 BPRS, tahun 2011
terdapat 155 BPRS, tahun 2012 terdapat 158 BPRS dan pada tahun 2013 meningkat menjadi 163 BPRS. Kemudian di tahun 2014 terdapat 163 BPRS
yang di mana sama dengan tahun sebelumnya. Sebagaimana dengan bank konvensional, bank syariah juga
memiliki peranan sebagai lembaga perantara intermediary antara satuan kelompok masyarakat atau unit-unit ekonomi yang mengalami kelebihan
dana surplus unit dengan unit-unit lain yang mengalami kekurangan dana deficit unit. Untuk itu minat masyarakat dalam menyimpan dana di bank
syariah semakin besar, hal ini ditandai dengan pertumbuhan dana pihak ketiga yang dihimpun BUS dan UUS sepanjang tahun 2014 tercatat tumbuh
sebesar 24,4 yoy, sedangkan pada BPRS mencapai 24,8 yoy. Dibandingkan tahun 2012 yang mencapai 27,8 yoy, pertumbuhan DPK
BUS dan UUS tersebut melambat meskipun masih lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan DPK perbankan nasional sebesar 13,6 yoy.
Berdasarkan jenis instrument, perlambatan pertumbuhan terutama terjadi
5
pada giro dan tabungan, masing-masing tumbuh sebesar 4,6 yoy untuk giro dan 26,9 untuk tabungan, sementara pertumbuhan deposito masih
mencapai 27,2 Laporan Perkembangan Keuangan Syariah Tahun 2014. Dilihat dari perkembangan BUS dan UUS sampai akhir tahun 2014,
maka sudah mulai terlihat kepercayaan dan keinginan masyarakat untuk menabung serta melakukan transaksi di Bank Syariah. Jumlah kantor BUS
dan UUS yang meningkat secara signifikan sampai tahun 2014 yoy ini juga membuktikan bahwa terdapat animo masyarakat terhadap bank syariah
sebagai dana pihak ketiga. Faktor lainnya juga terdapat peningkatan secara signifikan jumlah kantor BPRS sampai tahun 2014 yoy di dorong dengan
tingkat kebutuhan masyarakat dalam melakukan pembiayaan di BPRS ini. Aktivitas ekonomi dan bisnis ditentukan oleh kepentingan utama
dalam bidang keuangan. Selama tahun 1900-an, pembahasan ekonomi dan keuangan menekankan pada masalah konsolidasi, merger, dan peraturan
pemerintah. Artinya, masalah tersebut memperoleh perhatian yang cukup besar di bidang manajemen keuangan. Setelah keadaan ekonomi mulai
meluas pada tahun 1920an, tekanan di bidang keuangan beralih ke masalah cara dan prosedur yang digunakan untuk memperoleh dana perusahaan.
Moeljadi, 2006:1 Produk-produk pembiayaan bank syariah, khususnya pada bentuk
pertama, ditujukan untuk menyalurkan investasi dan simpanan masyarakat ke sektor riil dengan tujuan produktif dalam bentuk investasi bersama
6
investment financing yang dilakukan bersama mitra usaha kreditor menggunakan pola bagi hasil mudharabah dan musyarakah dan dalam
bentuk investasi sendiri trade financing kepada yang membutuhkan pembiayaan menggunakan pola jual beli murabahah, salam, dan istishna
dan pola sewa ijarah dan ijarah muntahia bittamlik Berdasarkan prinsip dasar produk tersebut, sesungguhnya bank
syariah memiliki core product pembiayaan berupa produk bagi hasil yang dikembangkan dalam produk pembiayaan musyarakah dan mudharabah.
Meskipun jenis produk pembiayaan dengan akad jual beli murabahah, salam, dan istishna dan sewa ijarah dan ijarah muntahia bittamlik juga
dapat dioperasionalkan, kenyataannya bank syariah tingkat dunia maupun di Indonesia, produk pembiayaannya masih di dominasi oleh produk
pembiayaan dengan akad jual beli tijarah. Sebagai dinyatakan oleh Karim 2001 bahwa “hampir semua bank syariah di dunia di dominasi dengan
produk pembiayaan murabahah, sedangkan sistem bagi hasil sangat sedikit diterapkan, kecuali di dua Negara, yaitu Iran 48 dan Sudan 62.
Perbankan di Indonesia mengalami perkembangan dengan seiring berkembangnya pemikiran masyarakat tentang sistem syariah yang tanpa
mengunakan bunga riba. Bank terbagi menjadi dua, yaitu bank syariah dan bank konvensional. Kedua jenis bank ini memiliki produk bank yang hampir
sama, hanya berbeda pada sistem operasinya. Bank konvensional menggunakan sistem bunga, sedangkan bank syariah menerapkan sistem
bagi hasil. Produk bank yang menerapkan sistem bagi hasil adalah pada
7
pembiayaan modal kerja dan investasi dalam bentuk pembiayaan mudharabah dan musyarakah.
Pembiayaan tidak dapat lepas dari aktivitas bisnis. Bisnis adalah sebuah aktivitas yang mengarah pada peningkatan nilai tambah melalui
proses penyerahan barang atau jasa. Pelaku bisnis dalam menjalankan bisnisnya sangat membutuhkan modal usaha. Apabila pelaku tidak memiliki
modal secara cukup, maka ia akan berhubungan dengan pihak lain, seperti bank guna mendapatkan suntikan dana Muhammad, 2015: 16.
Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka
waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil UU No. 10 pasal 1 ayat 12. Sedangkan menurut Muhammad 2005 pembiayaan atau financing
adalah pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri
maupun lembaga. Pembiayaan mudharabah dan musyarakah ini memiliki perbedaan pada pembagian modal dan pengelolaan usaha, serta pembagian
keuntungan. Jika
pembiayaan mudharabah, pihak bank 100
menyumbangkan modal, sedangkan pihak nasabah hanya mengelola usaha saja.
8
Tabel 1.2 Perkembangan Jumlah Pembiayaan di BUS dan UUS
Sumber : Statistik Perbankan Syariah Tabel 1.2 terlihat perkembangan jumlah pembiayaan di BUS dan
UUS mengalami peningkatan secara signifikan yoy. Pada tahun 2010 terdapat 865.920 jenis pembiayaan, pada tahun 2011 meningkat menjadi
1.399.690 jenis
pembiayaan, pada tahun 2012 terdapat
2.512.295 jenis pembiayaan,
kemudian pada tahun 2013 mengalami peningkatan sebesar
3.479.979 jenis
pembiayaan, pada tahun 2014 mengalami peningkatan sebesar
3.637.152 jenis
pembiayaan. Jadi pada data ini mengungkapkan bahwa dalam 5 tahun terakhir jumlah pembiayaan di BSM meningkat
sebesar 131. Pembagian
keuntungan berdasarkan
besar modal
yang disumbangkan. Jika pembiayaan musyarakah, pihak bank dan nasabah
sama-sama menyumbangkan modal dan mengelola usaha, biasanya sebesar 60 : 40. Pembagian keuntungan juga berdasarkan besar modal yang
disertakan dalam usaha tersebut. Adanya mismatch antara kebutuhan pembiayaan dan penyediaan asset yang likuidi. Adanya opportunity cost
cost adanya dana yang idle karena di jadikan cadangan pada dana
Jenis Pembiayaan
2010 2011
2012 2013
2014
Akad Mudharabah
39.844 46.510
48.725 46.461
46.134
Akad Musyarakah
22.799 29.951
40.470 50.267
59.677
Akad Murabahah
586.706 797.912
1.754.412 2.776.068 3.035.995
Akad Istishna’
1.335 1.491
1.846 2.568
2.699
Akad Ijarah
7.682 34.271
49.092 69.317
66.440
Akad Qardh
207.554 489.555
617.750 535.298
426.207
Total
865.920 1.399.690
2.512.295 3.479.979
3.637.152
9
likuiditas, bank
harus membuat
semua investasipembiayaan
menguntungkan setelah mempunyai likuiditas yang cukup. Umumnya, produk pembiayaan bank syariah beroperasi dengan prinsip jual beli
murabahah, prinsip sewa ijarah, serta bagi hasil mudarabah. Berdasarkan Undang-undang No. 10 Tahun 1998 mengenai
perbankan, penyediaan dana tidak hanya dalam bentuk kredit, tapi dapat pula berbentuk pembiayaan syariah. Adapun dalam pembiayaan bank
syariah yaitu pembiayaan murabahah. Berdasarkan pembiayaan tersebut bank syariah akan berfungsi sebagai penjual yang menyediakan asset yang
dibutuhkan oleh nasabah sebagai pembeli, transaksi murabahah tidak harus dalam bentuk pembayaran tangguh kredit, melainkan dapat juga dalam
bentuk tunai setelah menerima barang, ditangguhkan dengan mencicil setelah menerima barang, ataupun ditangguhkan dengan membayar
sekaligus dikemudian hari. PSAK 102 paragraf: 8. Ada sejumlah alasan kenapa murabahah begitu populer dalam
operasi investasi perbankan syariah. Menurut Usmani 2003, pertama, murabahah adalah suatu mekanisme investasi jangka pendek, dan
dibandingkan dengan profit and loss sharing cukup memudahkan; kedua, mark-up dalam murabahah dapat ditetapkan demikian rupa sehingga
memastikan bahwa bank dapat memperoleh keuntungan yang sebanding dengan keuntungan bank-bank berbasis bunga yang menjadi saingan bank-
bank Islam; ketiga, murabahah menjauhkan dari ketidakpastian yang ada pada pendapatan bisnis-bisnis dengan sistem profit and loss sharing;
10
keempat, murabahah tidak memungkinkan bank-bank Islam untuk mencampuri manajemen bisnis, karena bukanlah mitra si nasabah, sebab
hubungan mereka dalam murabahah adalah hubungan hutang-piutang dagang.
Dengan fenomena yang tergambar diatas maka dapat dikatakan proyeksi trend pembiayaan masih di dominasi skim murabahah, bahwa
sebagian besar penduduk Indonesia bersifat konsumtif. Kebutuhan yang paling mendesak adalah kebutuhan perumahan dan kendaraan. Tidak hanya
itu produk pembiayaan mudharabah tentunya juga memiliki trend yang sangat penting untuk membantu nasabah dalam mendirikan sebuah usaha,
dimana bank sebagai penyedia modal dan nasabah sebagai pengelola modal di dalam transaksi ini. Lain halnya dengan akad musyarakah, dimana pihak
bank dan nasabah bersama memberikan kontribusi modal dalam sebuah usaha, serta bank tidak hanya berperan sebagai kreditor ataupun debitor
pada nasabah tetapi juga berperan sebagai mitra di dalam usaha yang didirikan oleh nasabah tersebut.
Tiap produk bank memberikan keuntungan bagi pihak bank, sama halnya dengan kedua pembiayaan investasi tersebut. Keuntungan itu dapat
dilihat dari tingkat profitabilitas yang diukur menggunakan rasio keuangan. Rasio keuangan yang digunakan adalah rasio Return On Equity ROE yaitu
tingkat pengembalian modal bank tersebut. Alasan menggunakan rasio dikarenakan untuk mengetahui kemampuan bank dalam mengelola modal
11
yang dimilikinya untuk pembiayaan mudharabah dan musyarakah. Rasio ini juga merupakan ukuran kepemilikan bersama dari pemilik bank tersebut.
Rasio rentabilitas sering disebut profitabilitas usaha dan digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh
bank. Dengan kata lain, rasio rentabilitas selain bertujuan untuk mengetahui kemampuan bank dalam menghasilkan laba selama periode tertentu, juga
bertujuan untuk mengukur tingkat efektifitas manajemen dalam menjalankan operasional perusahaannya. Kasmir, 2012: 327
Athanasoglou et al. 2006, menyatakan bahwa profitabilitas bank merupakan fungsi dari faktor internal dan eksternal. Faktor internal
merupakan faktor mikro atau faktor spesifik bank yang menentukan profitabilitas. Sedangkan faktor eksternal merupakan variabel-variabel yang
tidak memiliki hubungan langsung dengan manajemen bank, tetapi faktor tersebut secara tidak langsung memberikan efek bagi perekonomian dan
hukum yang akan berdampak pada kinerja lembaga keuangan. Menurut Ogunleye 2001, faktor yang tidak dapat dikontrol atau faktor eksternal
dapat mempengaruhi kinerja bank.
Tabel 1.3 Perkembangan Rasio Keuangan di BUS dan UUS
Sumber : Statistik Perbankan Syariah
Jenis Rasio 2010 2011
2012 2013
2014
CAR 16,25
16,63 14,13
14,42 15,94
ROA 1,67
1,79 2,14
2,00 0,85
ROE 17,58
15,73 24,06
13,18 8,55
NPF 3,02
2,52 2,22
2,62 4,04
FDR 89,67
88,94 100
100,32 98,65 BOPO
80,54 78,41
74,97 78,21
82,93
12
Tabel 1.3 terlihat perkembangan rasio keuangan di BUS dan UUS mengalami fluktuatif yoy. Rasio keuangan profitabilitas terendah terdapat
pada tahun 2014 yakni ROA sebesar 0,85 dan tertinggi terdapat pada tahun 2012 yakni ROE sebesar 24,06. Sedangkan rasio keuangan
likuiditas terendah terdapat pada tahun 2011 yakni FDR sebesar 88,94 dan tertinggi terdapat pada tahun 2013 yakni FDR sebesar 100,32. Dari data
diatas dapat disimpulkan bahwa BUS dan UUS terlalu sering dalam menggunakan aset nya namun.
Athanasoglou et al., 2006 menyatakan bahwa faktor eksternal yang perlu diperhatikan adalah inflasi, suku bunga dan siklus output, serta
variabel yang mempresentasikan karakteristik pasar. Tingginya angka inflasi dapat berdampak pada sektor perbankan. Oleh karena itu, Bank
Indonesia juga perlu untuk menetapkan tingkat suku bunga BI Rate yang sesuai sebagai dasar atau patokan bank umum dan swasta untuk menentukan
suku bunga mereka agar mereka dapat tetap likuid dan menguntungkan. Salah satu penyebab krisis yang dialami.
Badan Pusat Statistik BPS merilis tingkat inflasi selama tahun 2013 di angka 8,38. Mengutip data BPS, inflasi ini tercatat yang paling
tinggi sejak 5 tahun terakhir. Di 2008, inflasi mencapai 11,06 karena dampak krisis ekonomi global. Bank Indonesia BI sendiri memprakirakan
inflasi keseluruhan tahun 2013 dapat lebih rendah dari 8,5 dan terus menurun dalam kisaran target 4,5±1 pada tahun 2014. Inflasi di 2013 ini
13
juga ditopang akibat kenaikan harga BBM yang menyebabkan harga-harga ikut melambung.
Tingginya angka inflasi dapat berdampak pada sektor perbankan. Oleh karena itu, Bank Indonesia juga perlu untuk menetapkan tingkat suku
bunga BI Rate yang sesuai sebagai dasar atau patokan bank umum dan swasta untuk menentukan suku bunga mereka agar mereka dapat tetap likuid
dan menguntungkan. Salah satu penyebab krisis yang dialami oleh Indonesia adalah inflasi yang berkepanjangan. Inflasi adalah suatu keadaan
dimana terjadi kenaikan harga-harga barang secara tajam absolute yang berlangsung secara terus-menerus dalam jangka waktu yang cukup lama
yang diikuti dengan semakin merosotnya nilai riil intrinsik mata uang suatu negara Khalwaty, 2000. Revell 1979 menyatakan adanya
hubungan antara profitabilitas bank dengan inflasi, dia memberikan catatan bahwa dampak dari inflasi tergantung apakah gaji dan biaya operasional lain
yang lebih cepat tinggi dibanding dengan inflasi. Selain itu, sebagian besar penelitian Bourke 1989; Molyneux Thornton 1992 melihat adanya
hubungan positif antara inflasi atau suku bunga jangka panjang dengan profitabilitas. Serta adanya hubungan negatif antara inflasi dengan
profitabilitas bank, seperti dimukakan oleh Uche 1996 dan Ogowewo Uche 2006.
Dari uraian diatas, secara teoritis terdapat hubungan yang erat antara pembiayaan dengan profitabilitas bank syariah. Setiap bank pasti
melakukan penghimpunan dana dan mengalokasikan dana nya untuk
14
kegiatan lain yang menghasilkan keuntungan. Salah satu pengalokasian dana tersebut adalah pembiayaan mudharabah dan musyarakah. Kedua
pembiayaan ini akan menghasilkan laba profit sesuai dengan perhitungan bagi hasil profit sharing nya. Keuntungan tersebut akan dibagi antara bank
dan nasabah sebagai pengelolanya. Keuntungan tersebut akan digunakan untuk mengembalikan modal yang dialokasikan di dalam pembiayaan.
Tingkat pengembalian modal tersebut dapat mengukur tingkat profitabilitas suatu bank dengan cara membandingkan keuntungan dan modal yang
dmiliki nya. Kemudian adanya hubungan erat antara inflasi dengan profitabilitas bank, salah satu dampak dari inflasi tergantung pembayaran
gaji dengan biaya operasional terhadap pendapatan operasional lain yang dimaan mengalami percepatan lebih tinggi dibanding dengan inflasi.
Profitabilitas dan resiko memiliki keterikatan pada setiap keputusan dan memiliki pengaruh terhadap nilai perusahaan Value of the firm.
Profitabilitas dan resiko ditentukan oleh skala perusahaan, jenis peralatan operasional, proporsi hutang dengan sumber pembiayaan, posisi likuiditas,
dll. Resiko tinggi maka keuntungan juga tinggi atau sebaliknya. Alasan peneliti untuk melakukan penelitian ini adalah karena
berdasarkan latar belakang masalah diatas, dapat diketahui bahwa terdapat beberapa aspek yang membantu bank syariah berhasil berkembang, dan
memiliki eksistensi di dunia perekonomian. Salah satunya karena momentum perkembangan ekonomi yang kondusif dan kepercayaan
15
masyarakat yang cukup tinggi kepada bank syariah, terbukti dengan tingkat profitablitias yang terus meningkat.
Siew Chun Hong dan Sheikh Hamzah 2015 meneliti pengaruh jumlah GDP dan Inflasi terhadap profitabilitas pada Bank Islam di Malaysia.
Hasil pengujian parsial menunjukkan bahwa GDP Nominal berpengaruh positif signifikan terhadap profitabilitas, sedangkan inflasi berpengaruh
negatif signifikan terhadap profitabilitas pada Bank Islam di Malaysia. Russely Permata, Fransisca Yaningwati, dan Zahroh 2014
menganalisis pengaruh pembiayaan mudharabah dan musyarakah terhadap tingkat profitabilitas Bank Umum Syariah yang terdaftar di Bank Indonesia.
Hasil pengujian parsial menunjukkan bahwa pembiayaan mudharabah dan musyarakah berpengaruh positif signifikan terhadap tingkat profitabilitas.
Pengaruh ini dilihat dari penyertaan modal pihak bank pada pembiayaan ini namun resiko yang ditanggung berbeda beda tiap pembiayaan tersebut
Hendra Gunawan 2013 meneliti pengaruh jumlah pembiayaan murabahah, mudharabah, dan Non Perfoming Financing NPF terhadap
profitabilitas pada Bank Syariah Mandiri. Hasil pengujian parsial menunjukkan bahwa pembiayaan murabahah berpengaruh positif terhadap
profitabilitas, mudharabah berpengaruh negative terhadap profitabilitas, sedangkan non perfoming financing NPF tidak berpengaruh terhadap
profitabilitas pada Bank Syariah Mandiri
16
Aditya Satriawan dan Zainul Arifin 2012 meneliti analisis profitabilitas dari pembiayaan mudharabah, musyarakah, dan murabahah
pada Bank Umum Syariah di Indonesia. Hasil pengujian parsial menunjukkan bahwa seluruh variabel independen yaitu mudharabah,
musyarakah, dan murabahah berpengaruh terhadap variabel dependen profitabilitas.
Febrina Dwijayanthy dan Prima Naomi 2009 menganalisis pengaruh inflasi, BI rate, dan nilai tukar mata uang terhadap Profitabilitas
Bank. Hasil pengujian parsial menunjukkan bahwa inflasi dan nilai tukar mata uang berpengaruh negatif terhadap profitabilitas bank
Rida Rahim dan Yuma Irpa 2008 menganalisa efisiensi operasional terhadap profitabilitas pada Bank Umum Syariah dan Unit
Usaha Syariah. Hasil pengujian parsial menunjukkan bahwa BOPO dan NPL berpengaruh positif terhadap profitabilitas. Sedangkan FDR tidak
berpengaruh terhadap profitabilitas bank syariah. Berdasarkan dari permasalahan tersebut, timbul keinginan penulis
dalam menyusun sebuah Skripsi yang berjudul
“Pengaruh Pembiayaan Mudharabah, Musyarakah, Financing to Deposit Ratio FDR dan
Inflasi Terhadap Profitabilitas Pada Bank Umum Syariah yang Terdaftar di Bank Indonesia periode 2010-2014
”
17
B. Perumusan Masalah