Deskripsi Data Penghitungan Volatilitas

V. ANALISIS VOLATILITAS

HARGA BUAH-BUAHAN INDONESIA

5.1. Deskripsi Data

Berdasarkan plot data harian harga buah yang dianalisis dari awal Januari 2006 hingga akhir Desember 2008 terlihat bahwa harga-harga tersebut berfluktuasi setiap harinya dengan kenaikan dan penurunan yang tajam yang terdapat pada beberapa periode. Data seperti ini mengindikasikan conditional heteroscedasticity Enders, 2004, dimana pada jangka panjang varians dari data akan konstan, tetapi terdapat beberapa periode dimana varians relatif tinggi. Beberapa ringkasan statistik dari data harian harga buah komoditas ekspor Indonesia disajikan pada tabel berikut : Tabel 5.1. Ringkasan Statistik Data Harian Harga Buah-buahan Indonesia Komoditas Mean Skewness Kurtosis Alpukat 4645.597 1.034868 4.325337 Pepaya 1611.895 1.329887 4.086211 Nanas 2107.709 0.692432 3.391478 Pisang Ambon 7189.410 0.797706 5.314449 Jeruk Siam 6583.783 0.710309 5.115642 Semangka TB 2074.486 -0.141944 2.693227 Melon 3916.789 1.362129 4.941500 Salak Bali 254303.3 -0.776885 5.270178 Tabel 5.1 memberikan informasi tentang rata-rata mean harga harian buah-buahan, kemenjuluruan skewness serta keruncingan kurtosis. Koefisien kemenjuluran skewness yang merupakan ukuran kemiringan adalah lebih besar dari nol menunjukkan harga harian buah-buahan memiliki distribusi yang miring ke kanan artinya data cenderung menumpuk pada nilai yang rendah. Sedangkan koefisien yang lebih kecil dari nol menunjukkan harga harian buah-buahan memiliki distribusi yang miring ke kiri artinya data cenderung menumpuk pada nilai yang tinggi. Nilai kurtosis yang lebih dari 3 bermakna bahwa distribusi harga harian buah-buahan memiliki ekor yang lebih padat dibandingkan dengan sebaran normal. Nilai keruncingan kurtosis yang lebih besar dari 3 ini merupakan gejala awal adanya heteroskedastisitas Leblang dalam Kurniawan, 2003.

5.2. Identifikasi Model ARCH-GARCH

Hal yang perlu dilakukan dalam tahap spesifikasi model adalah dengan melakukan pendeteksian efek ARCH dengan uji autokorelasi dan uji ARCH.

5.2.1. Uji Autokorelasi

Pengujian efek ARCH dapat dilakukan dengan cara menguji nilai autokorelasi pada kuadrat data harga harian buah-buahan. Fungsi autokorelasi kuadrat data harga digunakan untuk mendeteksi keberadaan efek ARCH. Jika pada kuadrat data harga terdapat autokorelasi, maka hal ini mengindikasikan bahwa terdapat unsur ARCH error pada data harga Enders, 2004. Tabel 5.2. Pengujian Autokorelasi Kuadrat Harga Harian Buah-buahan Indonesia Komoditi Hasil Uji Akar Unit Pada α=5 Uji Autokorelasi Alpukat ADF nilai kritis absolut Level Ada Autokorelasi Pepaya ADF nilai kritis absolut Level Ada Autokorelasi Nanas ADF nilai kritis absolut 1st Difference Ada Autokorelasi Pisang Ambon ADF nilai kritis absolut Level Ada Autokorelasi Jeruk Siam ADF nilai kritis absolut Level Ada Autokorelasi Semangka TB ADF nilai kritis absolut Level Ada Autokorelasi Melon ADF nilai kritis absolut 1st Difference Ada Autokorelasi Salak Bali ADF nilai kritis absolut 1st Difference Ada Autokorelasi Sumber : Lampiran 1-8. Pada Tabel 5.2 terdapat informasi bahwa pada data kuadrat harga buah- buahan tersebut terdapat autokorelasi. Hal ini ditunjukkan dengan nilai Augmented Dickey-Fuller test statistic yang lebih besar dari Test critical values pada taraf α=5 baik yang diuji pada tingkat level atau setelah dilakukan satu kali differencing . Hal ini mengindikasikan adanya efek ARCH atau ARCH error pada data kuadrat harga harian buah-buahan komoditas ekspor Indonesia.

5.2.2. Pemilihan Model ARCH-GARCH

Tahapan berikutnya dari spesifikasi model untuk masing-masing buah adalah dengan melakukan serangkaian metodologi Box-Jenkins mulai dari pengujian kestasioneran data harga, penentuan model tentatif ARIMA hingga pendugaan parameter dan pemilihan model terbaik. Uji Augmented Dickey-Fuller ADF digunakan untuk melihat kestasioneran data harga buah. Hal ini dapat dilihat dari nilai ADF test statistic yang lebih besar dari critical value nilai kritis yang menunjukkan bahwa data harga telah stasioner. Pada umumnya data runtut waktu time series memiliki unsur kecenderungan trend yang menjadikan kondisi data time series menjadi tidak stasioner. Sedangkan penerapan model ARIMA hanya dapat dilakukan pada data yang sudah stasioner. Oleh karena itu diperlukan pembedaan yang dapat membedakan data yang belum stasioner dengan data baru yang sudah stasioner. Biasanya hal ini disebut dengan differencing. Berdasarkan Tabel 5.3 dapat dilihat bahwa nilai ADF test statistic dari setiap komoditas buah, lebih besar dari critical value pada taraf nyata 5 persen. Hal ini menunjukkan bahwa data harga telah stasioner setelah dilakukan differencing satu kali. Tabel 5.3. Hasil Uji Stasioneritas Data Harga Buah-buahan Komoditas ADF t-Statistic Critical Values Prob. Alpukat -22,93214 -2,863984 0,0000 Pepaya -39,08125 -2,863979 0,0000 Nanas -20,02493 -2,863989 0,0000 Pisang Ambon -20,91059 -2,863986 0,0000 Jeruk Siam -29,79694 -2,863981 0,0000 Semangka Tanpa Biji -38,29993 -2,863979 0,0000 Melon -33,72157 -2,863979 0,0000 Salak Bali -34,34869 -2,863979 0,0000 Sumber : Lampiran 9-16. Keterangan : Stasioner pada taraf nyata 0,05 Setelah data harga dari tiap komoditas stasioner maka dapat dilakukan pendugaan model ARIMA terbaik. Dari hasil pendugaan model tentatif ARIMA pada masing-masing komoditas diperoleh kesimpulan sebagai berikut : Tabel 5.4. Model ARIMA Buah-buahan Indonesia Komoditas Model Tentatif ARIMA Terbaik Alpukat ARIMA3,1,1 Pepaya ARIMA2,1,2 Nanas ARIMA1,1,1 Pisang Ambon ARIMA1,1,1 Jeruk Siam ARIMA1,1,2 Semangka Tanpa Biji ARIMA3,1,3 Melon ARIMA3,1,3 Salak Bali ARIMA2,1,2 Sumber : Lampiran 17-24. Model di atas dipilih berdasarkan nilai probabilitas AR dan MA dari masing-masing pengujian pada tiap buah yang sudah sangat kecil hampir mendekati nol, sehingga sudah signifikan. Nilai t-statistik juga sudah lebih besar dari nilai kritis 1,96. Informasi tesebut dapat dilihat pada Lampiran. Dengan demikian model ini dapat digunakan. Dari model-model tersebut, dilakukan pemeriksaan pada residual model. Hasil pemeriksaan pada residual model menunjukkan bahwa nilai Lagrange Multiplier dari tiap buah lebih besar dari nilai kritis χ 2 2 dengan nilai Probability sebesar 0.0000 yang lebih kecil dari 0.05. Ini berarti LM test mengindikasikan bahwa memang terdapat efek ARCH pada model ARIMA yang diestimasi, sehingga dapat dilanjutkan untuk mencari model ARCH-GARCH. Kecuali pisang ambon yang memiliki probabilitas sebesar 0.9150 dan salak bali sebesar 0.8819 yang mengindikasikan tidak adanya efek ARCH pada model ARIMA yang diestimasi. Sehingga proses tidak dapat dilanjutkan untuk mencari model ARCH- GARCH pada dua komoditas ekspor ini. Tabel 5.5. Hasil Pengujian Efek ARCH pada Residual Model ARIMA Komoditas Nilai F-statistic Probabilitas Alpukat 43,04745 0,0000 Pepaya 11,00941 0,0000 Nanas 37,74525 0,0000 Pisang Ambon 0,011404 0,9150 Jeruk Siam 193,9183 0,0000 Semangka Tanpa Biji 5,995118 0,0145 Melon 7,1683981 0,0075 Salak Bali 0,022064 0,8819 Sumber : Lampiran 25-32. Tabel 5.6 menunjukkan hasil pendugaan model ARCH-GARCH pada tiap komoditas : Tabel 5.6. Model ARCH-GARCH Terbaik Buah-buahan Indonesia Komoditas Model ARCH-GARCH Alpukat GARCH1,1 Pepaya GARCH1,1 Nanas GARCH1,1 Pisang Ambon - Jeruk Siam ARCH1 Semangka Tanpa Biji GARCH1,1 Melon GARCH1,1 Salak Bali - Sumber : Lampiran 33-38. Untuk mengetahui kecukupan model-model tersebut dilakukan pemeriksaan terhadap galat terbakukan standardized residuals dengan mengamati nilai statistik uji Jarque-Bera JB untuk memeriksa asumsi kenormalan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa ketidaknormalan galat diatasi melalui pendugaan parameter dengan Quasi Maximum Likelihood QML. Pada pendugaan parameter model buah jeruk siam telah diaplikasikan metode QML. Selain itu dalam pengolahan data telah dimasukkan metode Heteroscedasticity Consistent Covariance Bollerslev-Wooldridge agar asumsi galat menyebar normal tetap terjaga. Sehingga galat baku dugaan parameter tetap konsisten. Tabel 5.7. Hasil Uji Jarque-Bera Komoditas Nilai Jarque-Bera Probabilitas Alpukat 447,7202 0,000000 Pepaya 218,3976 0,000000 Nanas 144,9047 0,000000 Pisang Ambon - - Jeruk Siam 93352,78 0,000000 Semangka Tanpa Biji 319,4438 0,000000 Melon 7204,979 0,000000 Salak Bali - - Sumber : Lampiran 39-44. Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap galat terbakukan, dapat dilihat bahwa nilai JB dari tiap buah memiliki nilai probabilitas 0.000000 yang berarti penolakan terhadap hipotesis nol, artinya galat terbakukan tidak menyebar normal. Walaupun tidak menyebar normal, estimasi parameter akan tetap konsisten apabila persamaan rataan dan persamaan varian dispesifikasi dengan benar Brooks, 2002. Tahap berikutnya adalah memeriksa koefisien Autocorrelation Function ACF galat terbakukan. Harapannya adalah bahwa galat terbakukan tersebut saling bebas dan sudah tidak terdapat lagi heteroskedastisitas. Berdasarkan hasil uji Ljung-Box terlihat bahwa ACF residual kuadrat pada 15 lag pertama sudah tidak signifikan artinya sudah tidak terdapat efek ARCH. Nilai probabilitas dari lag ke-1 hingga lag ke-20 yang lebih besar dari 0.05 menunjukan bahwa residual kuadrat sudah bersifat random dan stasioner Lampiran 7. Dengan demikian kinerja model dapat dikatakan baik. Hasil uji ARCH Tabel 7.8 untuk menguji keberadaan efek ARCH menunjukkan bahwa nilai Langrange Multiplier LM lebih kecil dari nilai kritis χ 2 2 . Terlihat nilai Probability dari tiap buah yang lebih besar dari 0.05. Ini berarti LM test mengindikasikan bahwa memang sudah tidak terdapat efek ARCH. Tabel 5.8. Hasil Pengujian Efek ARCH pada Residual Model ARCH- GARCH Komoditas Nilai F-statistic Probabilitas Alpukat 0,540168 0,4625 Pepaya 6,683134 0,0099 Nanas 1,532029 0,2161 Pisang Ambon - - Jeruk Siam 0,358534 0,5494 Semangka Tanpa Biji 0,249662 0,6174 Melon 0,041879 0,8379 Salak Bali - - Sumber : Lampiran 51-56. Berdasarkan serangkaian hasil pengujian maka dapat dilakukan peramalan ragam untuk mengetahui tingkat risiko harga untuk tiap komoditas. Untuk melakukan peramalan ragam dapat dilakukan dengan menggunakan model persamaan yang telah diperoleh sebagai berikut : Tabel 5.9. Hasil Pendugaan Persamaan Ragam Variabel Komoditas Koefisien Volatilitas periode sebelumnya ε t-1 2 Varian periode sebelumnya h t-1 Alpukat 3.050,57 0,07 0,89 Pepaya 204,35 0,11 0,88 Nanas 155,07 0,08 0,90 Jeruk Siam 162.520,30 0,14 - Semangka Tanpa Biji 4.000,34 0,11 0,57 Melon 1.336,42 0,05 0,90 Model tersebut memberikan informasi bahwa tingkat risiko harga buah dipengaruhi oleh besarnya nilai sisaan sehari sebelumnya dan besarnya simpangan baku dari rataannya untuk satu hari sebelumnya. Kecuali untuk jeruk siam, tingkat risiko harga jeruk siam hanya dipengaruhi oleh besarnya nilai sisaan sehari sebelumnya.

5.3. Penghitungan Volatilitas

Penghitungan volatilitas dilakukan untuk mengetahui seberapa besar tingkat volatilitas pada harga buah-buahan komoditas unggulan Indonesia. Nilai volatilitas yang akan datang σ t+1 dapat diperoleh dari model persamaan ARCH- GARCH yang telah diperoleh, dimana σ t = √ h t . Nilai volatilitas yang besar atau kecil menggambarkan seberapa besar tingkat risiko yang akan dihadapi pada masa yang akan datang. Informasi tentang volatilitas ini berfungsi bagi para pelaku pasar yaitu para pebisnis buah. Semakin tinggi nilai volatilitas maka risiko yang dihadapi juga akan semakin besar. Berdasarkan konsep risiko yang telah dijelaskan sebelumnya apabila risiko yang dihadapi besar maka keuntungan yang akan diperoleh juga akan semakin besar high risk high return. Tabel 5.10. Hasil Penghitungan Volatilitas Komoditas Nilai Volatilitas Alpukat 129.02 Pepaya 42.68 Nanas 39.57 Pisang Ambon - Jeruk Siam 428.32 Semangka Tanpa Biji 90.28 Melon 68.06 Salak Bali - Berdasarkan hasil penghitungan volatilitas pada buah yang dianalisis terlihat bahwa jeruk siam memiliki nilai volatilitas paling tinggi sebesar 428.32 dan buah nanas memiliki nilai volatilitas paling kecil sebesar 39.57. Hal ini mengindikasikan bahwa jeruk siam merupakan buah komoditas ekspor yang memiliki fluktuasi harga paling besar, sedangkan buah nanas merupakan buah komoditas ekspor Indonesia yang memiliki fluktuasi harga paling kecil. Nilai volatilitas jeruk siam yang besar disebabkan oleh waktu panen dari jeruk siam yang hanya ada pada periode April hingga Juli atau tidak tersedia sepanjang tahun. Pada periode panen yang hanya empat bulan tersebut, harga akan turun karena jumlah buah yang cukup banyak. Pada periode selain masa panen harga akan naik karena jumlah buah yang tersedia akan berkurang. Untuk buah nanas yang memiliki nilai volatilitas rendah disebabkan oleh waktu panen dari buah nanas yang tersedia sepanjang tahun. Hal ini menyebabkan fluktuasi harga dari buah nanas tidak terlalu besar karena jumlah ketersediaan buah yang selalu ada sepanjang tahun. Berdasarkan plot deret waktu harga harian buah nanas Gambar 6.3 dapat dilihat bahwa fluktuasi harga yang terjadi juga tidak terlalu besar. Nilai volatilitas pada pisang ambon dan salak bali tidak bisa diperoleh. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, karena kedua buah komoditas ekspor Indonesia tersebut tidak memiliki persamaan ARCH-GARCH, maka nilai volatilitas tidak bisa ditentukan. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa jeruk siam merupakan buah dengan nilai volatilitas paling tinggi yang berarti bahwa buah tersebut memiliki risiko perubahan harga yang besar dan fluktuatif. Sedangkan buah nanas merupakan buah yang memiliki nilai volatilitas terkecil yang berarti bahwa buah tersebut memiliki risiko perubahan harga yang tidak terlalu berpengaruh dan fluktuasinya relatif stabil.

VI. IDENTIFIKASI HUBUNGAN

ANTARA JUMLAH PASOKAN DENGAN HARGA BUAH

6.1. Eksplorasi Pola Data Buah Alpukat

Eksplorasi pola data dilakukan terhadap data harga dan pasokan harian buah-buahan yang ada di Pasar Induk Kramat Jati. Gambar 6.1 menunjukkan plot deret waktu dari pergerakan harga harian buah alpukat periode awal Januari 2006 hingga akhir Desember 2008. 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 J anuar i 06 Fe b Ma r Ap r Me i Ju n Ju l Ag s Se p Ok t No v De s J anuar i 07 Fe b Ma r Ap r Me i Ju n Ju l Ag s Se p Ok t No v De s J anuar i 08 Fe b Ma r Ap r Me i Ju n Ju l Ag s Se p Ok t No v De s Bulan Harga Rp Pasokan Kuintal Sumber : Pasar Induk Kramat Jati, 2009. Gambar 6.1. Plot Deret Waktu Harga dan Jumlah Pasokan Buah Alpukat. Berdasarkan plot deret waktu harga harian buah alpukat terlihat bahwa harga berada di kisaran 1.500 hingga 10.000. Fluktuasi yang gradual yang terdapat pada data dan adanya pola berayun mengindikasikan adanya pola musiman yang kuat. Fluktuasi pola data menunjukkan adanya 6 periode pergerakan, yaitu harga yang cenderung naik hingga 6.000 terjadi pada periode pertama dan cenderung naik hingga 8.000 pada periode ketiga. Kecenderungan menaik juga terjadi pada periode kelima dimana pada periode tersebut harga mencapai titik 10.000.