Daya Serap Minyak Viskositas

Tabel 7. Sifat fungsional tepung ampok dan grits termodifikasi Keterangan : A1 : Bahan baku awal ampok A2 : Bahan baku awal grits E1R1 : tanpa inkubasi enzim, putaran drum dryer 4 rpm E1R2 : tanpa inkubasi enzim, putaran drum dryer 8 rpm E2R1 : dengan inkubasi enzim 3 jam, putaran drum dryer 4 rpm E2R2 : dengan inkubasi enzim 3 jam, putaran drum dryer 8 rpm E3R1 : dengan inkubasi enzim 6 jam, putaran drum dryer 4 rpm E3R2 : dengan inkubasi enzim 6 jam, putaran drum dryer 8 rpm Nilai dengan notasi Duncan sama pada baris yang sama, tidak berbeda nyata pada taraf 5 Sifat Fungsional Ampok 1 A1 Grits A2 A1 E1R1 E1R2 E2R1 E2R2 E3R1 E3R2 A2 E1R1 E1R2 E2R1 E2R2 E3R1 E3R2 Kelarutan 21,6 20,00 18,34 a 23,34 a 20,00 a 30,00 a 33,34 a 15,00 a 20,00 10,00 a 23,34 a 20,00 a 20,00 a 20,00 a a Daya Serap Air gg 5,74 2,03 1,98 a 1,31 a 4,14 a 1,45 a 1,52 a 5,93 a 1,68 1,66 a a a 0,01 a 0,18 a a Daya Serap Minyak gg 5,31 4,08 3,19 a 3,53 a 3,25 a 4,54 a 4,36 a 5,06 a 0,02 2,20 c 3,65 b 2,38 a 2,45 b 2,66 b b Viskositas cP 3,75 4,50 10,25 d 15,50 c 14,00 ab 12,00 abc 18,00 bc 9,25 a 30,00 12,00 a 21,00 d 17,00 c 18,00 c 25,50 c b Daya Cerna Pati 38,18 41,48 45,65 d 61,01 c 56,08 a 61,13 b 62,51 a 44,72 a 50,28 47,02 c 55,95 d 51,18 b 56,63 c 66,36 b a Swelling Power 52,18 50,57 51,03 a 50,64 a 47,13 a 53,64 a 59,74 a 46,55 a 49,84 44,44 a 47,58 a 47,00 a 42,00 a 49,46 a a 24 25

3. Daya cerna pati

Analisis ragam Lampiran 4 halaman 48 menunjukkan interaksi antara waktu inkubasi enzim dengan kecepatan putar drum dryer memberikan pengaruh sangat nyata terhadap daya cerna pati tepung ampok dan grits. Tepung ampok memiliki nilai daya cerna pati berkisar antara 41,49-62,51 , dimana terjadi peningkatan nilai daya cerna dari kandungan awal bahan sebesar 38,18 . Peningkatan yang terjadi sebesar 8-63 . Pada grits nilai daya cerna pati berkisar antara 47,02-66,36 . Terjadi peningkatan dari nilai daya cerna pati bahan baku awal yaitu 44,72 . Persentase peningkatannya sebesar 5-48 . Berdasarkan Tabel 7 terlihat tren yang sama, yaitu semakin lama waktu inkubasi enzim maka semakin tinggi daya cernanya. Hal ini dikarenakan pengaruh dari aktivitas selulase dan xilanase. Sebelum diberikan enzim struktur pati berada di dalam matriks yang dikelilingi kandungan selulosa dan hemiselulosa, kondisi pati seperti ini disebut resistant starch tipe 1. Pemberian selulase akan menghidrolisis selulosa sedangkan xilanase akan menghidrolisis hemiselulosa, menjadikan pati dapat keluar dari struktur matriks sehingga pada saat dilakukan analisis daya cerna kandungan pati yang terdeteksi akan semakin banyak karena selulosa dan hemiselulosa yang menutupi pati sudah terhidrolisis oleh selulase dan xilanase. Daya cerna ini menunjukkan persentase pati yang dapat dicerna dari keseluruhan karbohidrat dalam pati.

4. 7 KARAKTERISTIK FISIK AMPOK DAN GRITS TERMODIFIKASI

Analisa mikrostruktur menggunakan mikroskop cahaya terpolarisasi dilakukan untuk mengetahui bentuk granula pati jagung secara umum dan perubahan morfologi granula akibat perlakuan proses enzimatis dan pragelatinisasi menggunakan drum dryer. Penampakan fisik mikrostruktur tepung ampok dan grits termodifikasi disajikan pada Gambar 14 dan Gambar 15. 26 Keterangan : A1 : Ampok E Waktu inkubasi; E1: 0 jam, E2: 3 jam, E3: 6 jam R Laju putar drum; R1 :4 rpm, R2: 8 rpm A1 A1E1R1 A1E1R2 A1E2R1 A1E2R2 A1E3R1 A1E3R2 Gambar 14. Penampakan mikroskopik dari struktur ampok akibat perlakuan enzim dan pemanasan. Pengujian dengan mikroskop cahaya terpolarisasi dengan perbesaran 200X 27 Keterangan : A2 : Grits E Waktu inkubasi; E1: 0 jam, E2: 3 jam, E3: 6 jam R Laju putar drum; R1 :4 rpm, R2: 8 rpm A2 A2E1R1 A2E1R2 A2E2R1 A2E2R2 A2E3R1 A2E3R2 Gambar 15. Penampakan mikroskopik dari struktur grits akibat perlakuan enzim dan pemanasan. Pengujian dengan mikroskop cahaya terpolarisasi dengan perbesaran 200X 28 Gambar 14 pada bagian A1 merupakan penampakan bahan baku awal ampok, terlihat struktur pati sangat padat karena masih menumpuk antara pati, selulosa, dan hemiselulosa. Kemudian pada bagian A1E1R1 dan A1E1R2 pati hanya mengalami proses pragelatinisasi menggunakan drum dryer sehingga muncul seperti kesan gambar berkabut serta warna bitu kuning seperti memudar. Bagian A1E2R1 dan A1E2R2 memperlihatkan penampakan pati setelah diberi selulase dan xilanase, terlihat jelas dominasi warna biru dan kuning yang menandakan sifat birefringence pati. Bagian terakhir A1E3R1 dan A1E3R2 terlihat warna biru dan kuning semakin sedikit karena proses enzim menghirolisis selulosa dan hemiselulosa telah berjalan sempurna. Gambar 15 memperlihatkan akibat yang ditimbulkan akibat perlakuan proses hidrolisis dan pragelatinisasi pada grits. Bagian awal gambar A2 menunjukkan bahan baku awal grits belum mengalami perlakuan, terlihat penampakan gambar menggumpal pada satu tempat. Hal ini karena antara komponen pati, selulosa, dan hemiselulosa masih tercampur. Pada bagian gambar A2E1R1 dan A2E1R2 merupakan bagian pati yang belum terhidrolisis enzim, hanya mengalami proses pragelatinisasi. Terlihat warna putih berkabut membentuk seperti lapisan bening, hal ini menandakan pati tergelatinisasi. Seharusnya pada gambar ini terlihat juga banyak warna biru dan kuning sebagai indikator pati belum terhidrolisis, namun pada saat pengambilan gambar menggunakan mikroskop sulit mendapatkan gambar yang baik untuk menunjukkan indikator tersebut. Gambar A2E2R1 dan A2E2R2 memperlihatkan kondisi pati setelah proses hidrolisis enzim bekerja. Terlihat warna biru dan kuning yang semakin sedikit, menandakan residu bagian yang tidak rusak oleh aktivitas enzim sekaligus tidak tergelatinisasi. Bagian terakhir yaitu gambar A2E3R1 dan A2E3R2 memperlihatkan dari dekat semakin memudarnya warna biru dan bertambah jelas warna kuning. Hal ini disebabkan aktivitas enzim yang merubah dari kondisi pati fase kristalin warna biru menjadi fase amorf warna kuning. Berdasarkan Gambar 14 dan 15 dapat terlihat warna berkabut seperti membentuk lapisan bening tipis, hal ini menandakan telah terjadi proses pragelatinisasi. Pada pati pragelatinisasi, sebagian besar amilosa dan amilopektin telah terpisah akibat proses gelatinisasi sehingga amilosa lebih banyak terdapat di luar granula. Dapat dilihat bentuk granula pati pragelatinisasi sudah tidak beraturan lagi seperti halnya bentuk granula pada pati alami yang bulat dan utuh. Hal ini terjadi akibat proses gelatinisasi menyebabkan beberapa granula pati alami pecah dan tidak dapat kembali lagi seperti bentuk aslinya irrevresible. Menurut Belitz dan Grosch 1999, gelatinisasi merupakan suatu perubahan bentuk granula pati yang bersifat irreversible akibat penyerapan air panas pada suhu tertentu. Warna biru dan kuning pada Gambar 14 dan 15 menandakan bagian residu yang tidak rusak oleh aktivitas enzim dan tidak tergelatinisasi. Terlihat juga tepung yang mengalami perlakuan pragelatinisasi dengan drum dryer 4 rpm dan 8 rpm memiliki warna biru kuning yang semakin memudar. Hal tersebut menunjukkan sifat birefringence pada pati telah rusak. Sifat birefringence adalah sifat granula pati yang dapat merefleksi cahaya terpolarisasi sehingga di bawah mikroskop polarisasi membentuk bidang berwarna biru dan kuning. French 1984 menyatakan, warna biru dan kuning pada permukaan granula pati disebabkan oleh adanya perbedaan indeks refraktif yang dipengaruhi oleh struktur molekuler amilosa dalam pati. Bentuk heliks dari amilosa dapat menyerap sebagian cahaya yang melewati granula pati. Bentuk granula merupakan ciri khas dari masing-masing pati. Berdasarkan Pomeranz 1991, Perubahan yang terjadi selama gelatinisasi pati adalah larutnya molekul amilosa, berkurangnya ikatan di dalam granula pati, meningkatnya kekuatan antar granula, meningkatnya kekentalan viskositas, meningkatnya kejernihan pasta, pengembangan serta hidrasi granula pati, dan hilangnya sifat birefringence dari granula pati. Hal ini