28
Gambar 14 pada bagian A1 merupakan penampakan bahan baku awal ampok, terlihat struktur pati sangat padat karena masih menumpuk antara pati, selulosa, dan hemiselulosa. Kemudian pada bagian
A1E1R1 dan A1E1R2 pati hanya mengalami proses pragelatinisasi menggunakan drum dryer sehingga muncul seperti kesan gambar berkabut serta warna bitu kuning seperti memudar. Bagian A1E2R1 dan
A1E2R2 memperlihatkan penampakan pati setelah diberi selulase dan xilanase, terlihat jelas dominasi warna biru dan kuning yang menandakan sifat birefringence pati. Bagian terakhir A1E3R1 dan A1E3R2
terlihat warna biru dan kuning semakin sedikit karena proses enzim menghirolisis selulosa dan hemiselulosa telah berjalan sempurna.
Gambar 15 memperlihatkan akibat yang ditimbulkan akibat perlakuan proses hidrolisis dan pragelatinisasi pada grits. Bagian awal gambar A2 menunjukkan bahan baku awal grits belum mengalami
perlakuan, terlihat penampakan gambar menggumpal pada satu tempat. Hal ini karena antara komponen pati, selulosa, dan hemiselulosa masih tercampur. Pada bagian gambar A2E1R1 dan A2E1R2 merupakan
bagian pati yang belum terhidrolisis enzim, hanya mengalami proses pragelatinisasi. Terlihat warna putih berkabut membentuk seperti lapisan bening, hal ini menandakan pati tergelatinisasi. Seharusnya pada
gambar ini terlihat juga banyak warna biru dan kuning sebagai indikator pati belum terhidrolisis, namun pada saat pengambilan gambar menggunakan mikroskop sulit mendapatkan gambar yang baik untuk
menunjukkan indikator tersebut. Gambar A2E2R1 dan A2E2R2 memperlihatkan kondisi pati setelah proses hidrolisis enzim bekerja. Terlihat warna biru dan kuning yang semakin sedikit, menandakan residu
bagian yang tidak rusak oleh aktivitas enzim sekaligus tidak tergelatinisasi. Bagian terakhir yaitu gambar A2E3R1 dan A2E3R2 memperlihatkan dari dekat semakin memudarnya warna biru dan bertambah jelas
warna kuning. Hal ini disebabkan aktivitas enzim yang merubah dari kondisi pati fase kristalin warna biru menjadi fase amorf warna kuning.
Berdasarkan Gambar 14 dan 15 dapat terlihat warna berkabut seperti membentuk lapisan bening tipis, hal ini menandakan telah terjadi proses pragelatinisasi. Pada pati pragelatinisasi, sebagian besar
amilosa dan amilopektin telah terpisah akibat proses gelatinisasi sehingga amilosa lebih banyak terdapat di luar granula. Dapat dilihat bentuk granula pati pragelatinisasi sudah tidak beraturan lagi seperti halnya
bentuk granula pada pati alami yang bulat dan utuh. Hal ini terjadi akibat proses gelatinisasi menyebabkan beberapa granula pati alami pecah dan tidak dapat kembali lagi seperti bentuk aslinya irrevresible.
Menurut Belitz dan Grosch 1999, gelatinisasi merupakan suatu perubahan bentuk granula pati yang bersifat irreversible akibat penyerapan air panas pada suhu tertentu.
Warna biru dan kuning pada Gambar 14 dan 15 menandakan bagian residu yang tidak rusak oleh aktivitas enzim dan tidak tergelatinisasi. Terlihat juga tepung yang mengalami perlakuan pragelatinisasi
dengan drum dryer 4 rpm dan 8 rpm memiliki warna biru kuning yang semakin memudar. Hal tersebut menunjukkan sifat birefringence pada pati telah rusak. Sifat birefringence adalah sifat granula pati yang
dapat merefleksi cahaya terpolarisasi sehingga di bawah mikroskop polarisasi membentuk bidang berwarna biru dan kuning.
French 1984 menyatakan, warna biru dan kuning pada permukaan granula pati disebabkan oleh adanya perbedaan indeks refraktif yang dipengaruhi oleh struktur molekuler amilosa dalam pati. Bentuk
heliks dari amilosa dapat menyerap sebagian cahaya yang melewati granula pati. Bentuk granula merupakan ciri khas dari masing-masing pati. Berdasarkan Pomeranz 1991, Perubahan yang terjadi
selama gelatinisasi pati adalah larutnya molekul amilosa, berkurangnya ikatan di dalam granula pati, meningkatnya kekuatan antar granula, meningkatnya kekentalan viskositas, meningkatnya kejernihan
pasta, pengembangan serta hidrasi granula pati, dan hilangnya sifat birefringence dari granula pati. Hal ini
29
diperkuat oleh Leach 1965, menyatakan bahwa pemanasan dan pengeringan pati alami pada suhu di atas suhu gelatinisasi yang berlangsung cepat dan spontan mengakibatkan beberapa granula pati pragelatinisasi
masih utuh namun sebagian besar telah rusak. Hal ini dapat terlihat pada Gambar 14 dan 15 bahwa pati pragelatinisasi telah kehilangan sebagian besar sifat birefringence-nya. Hal ini terjadi akibat pecahnya
granula pati pada proses pragelatinisasi. Semakin cepat putaran drum dryer maka semakin sedikit waktu untuk proses pemanasan dan
pengeringan pati pada permukaan drum. Hal ini menyebabkan semakin sedikit pula jumlah granula pati yang tergelatinisasi. Sehingga pada perlakuan dengan putaran drum dryer 8 rpm E1R2, E2R2, E3R2
terlihat bentuk granula pati masih dalam kondisi kokoh jika dibandingkan dengan putaran yang lebih lama, yaitu 4 rpm E1R1, E2R1, E3R1 karena pada putaran 8 rpm pati tidak tergelatinisasi sempurna
dibandingkan dengan putaran 4 rpm. Sedangkan, semakin lama putaran 4 rpm akan terjadi proses perusakan struktur pati lebih banyak.
Pengaruh selulase dan xilanase terlihat jelas pada struktur granula pati. Perlakuan dari E1R1 hingga ke E3R2 semakin lama strukturnya semakin tidak beraturan, dapat diartikan enzim bekerja
maksimal dalam mendegradasi komponen serat yang terdapat pada pati. Ikatan pada granula yang pada awalnya terlihat kokoh tersambung satu sama lain, dengan ditambahkannya enzim maka struktur secara
perlahan menjadi terpecah dan tidak beraturan. Xilanase dapat mendegradasi xilan sehingga dihasilkan xilosa yang dapat digunakan sebagai prebiotik. Enzim xilanase digunakan untuk mendegradasi xilan agar
dihasilkan gula xilosa Collins, 2005. Selulosa terdegradasi secara sinergis menjadi glukosa oleh 3 tipe selul
ase: 1 Endoglukanase, yang secara acak memotong ikatan β-1,4-glikosidik dari ujung rantai selulosa 2 Selobiohidrolase, yang memproduksi selobiosa dengan cara menyerang dari ujung rantai selulosa 3
β-glukosidase yang mengkonversi selobiosa menjadi glukosa Zhang dan Lynd, 2004.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Salah satu cara pemanfaatan ampok dan grits hasil samping industri penggilingan jagung sebagai bahan pangan yaitu dengan meningkatkan daya cerna melalui proses modifikasi secara
enzimatis menggunakan selulase dan xilanase serta pragelatinisasi menggunakan drum dryer. Pada produksi tepung ampok dan grits, penambahan enzim selulase dan xilanase dan
semakin lama waktu inkubasi enzim 6 jam menyebabkan rusaknya struktur kimia dari sera akibat aktifitas enzimatis, sehingga granula pati dapat keluar dari matriks resistant starch tipe 1, hal ini
penyebab bertambahnya jumlah pati yang dapat terdeteksi saat dilakukan analisa daya cerna, sehingga persentase daya cerna pati meningkat. Pada drum dryer pati mengalami proses pragelatinisasi,
kemudian dikeringkan sehingga penampakannya menjadi dalam bentuk tepung. Pengeringan ampok dan grits dengan kecepatan rendah 4 rpm menjadikan struktur tepung lebih kering dan mudah hancur
jika digenggam, karena semakin lambat putaran menjadikan waktu kontak ampok dan grits dengan drum
pengering menjadi semakin lama. Ampok yang telah dimodifikasi mengalami perubahan karakteristik, yaitu terjadi perubahan
komponen kimia berupa penurunan kadar air 14-22 dan peningkatan nilai kadar pati sebesar 7-15. Pada komponen sifat fungsional mengalami perubahan dalam bentuk peningkatan cukup tinggi pada
nilai viskositas sebesar 20-300 dan peningkatan daya cerna sebesar 8-63. Grits hasil modifikasi mengalami perubahan, yaitu peningkatan kadar air 8-12, peningkatan
kadar protein sebesar 2,8, dan penurunan kadar lemak sebesar 37-71. Komponen fungsional grits hasil modifikasi juga mengalami perubahan, yaitu penurunan daya serap minyak 27-99, peningkatan
nilai viskositas 29-200, dan peningkatan daya cerna sebesar 5-48. Hasil uji penampakan fisik granula pati secara mikroskopik memberikan gambaran aktivitas
selulase dan xilanase bekerja optimal dalam mengurai komponen serat pada ampok dan grits. Hal ini memberikan dampak perbaikan bagi daya cerna, sehingga dapat menjadikan ampok dan grits sebagai
bahan pangan langsung atau menjadi bahan baku industri pangan.
5.2 SARAN
Perbaikan komponen kimia dan fungsional ampok dan grits sebaiknya dijadikan tahap awal melakukan penelitian lanjutan. Penelitian lanjutan perlu dilakukan untuk mengakomodasi karakter
ampok dan grits hasil modifikasi yang sesuai dengan kebutuhan pembuatan produk lain, sehingga ampok dan grits dapat dijadikan variasi produk dengan nilai tambah lebih tinggi. Hasil penelitian ini
disarankan untuk pembuatan produk pangan, melihat dari potensi kandungan nutrisi yang tinggi pada ampok dan grits.
DAFTAR PUSTAKA
AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of The Association of Official of Analytical Chemist. AOAC International,Washington D.C.
AOAC. 1999. Official Methods of Analysis of The Association of Official of Analytical Chemist. AOAC International, Washington D.C.
Ariwibowo S S. 2006. Kajian Pengaruh Perbandingan Konsentrasi Pati dan Kecepatan Putaran Drum Dryer
Terhadap Karakteristik Tapioka Pragelatinisasi [skripsi]. Fateta-IPB, Bogor. Aurora S. 2003. The Effect of Enzymes and Starch Damage on Wheat Flour Tortilla Quality [thesis].
Texas AM University, USA. Baah DF. 2009. Characterization of Water Yam Dioscorea atalata for Existing and Potential Food
Product [thesis]. Faculty of Biosciences Kwame Nkrumah University, Nigeria. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1998. Hasil Ikutan Pengolahan Jagung-Bahan Baku Pakan SNI 01-
4484-1998 . Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.
Bajpai P, Pramod KB. 1998. Deinking with Enzyme: A review. TAPPI J 8: 12,111. Bansal P. 2009. Modeling cellulase kinetics on lignocellulosic substrates. J Bio Technol Adv 10:1016.
Belitz HD, Grosch W. 1999. Food Chemistry. Spinger Verlage, Berlin. Damardjati D.S, Widowati S, Wargiono J, Purba S. 2000. Potensi dan pendayagunaan sumber daya bahan
pangan lokal serealia, umbiumbian, dan kacang-kacangan untuk penganekaragaman pangan. Makalah pada Lokakarya Pengembangan Pangan Alternatif, 24 Oktober 2000, Jakarta.
Da Silva R, Lago ES, Merheb CW, Machione MM, Park YK, Gomes E. 2005. Production of xylanase and CMCase on solid state fermentation in different residues by Thermoascus auranticus Miehe.
Brazilian J Microb 36 : 235 – 241.
Daulay S. 2005. Pengeringan Padi [skripsi]. Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Deacon JW. 1997. Modern Micology. Blackwell Science, New York.
Effendi S, Sulistiati. 1991. Bercocok Tanam Jagung. CV. Yasaguna, Jakarta. Elliasson AC. 2004. Starch In Food. Structure, Function, and Application. Woodhead Publishing Limited.
CRC Press, New York. Fardiaz S. 1989. Mikrobiologi Pangan 1. PAU Pangan dan Gizi, IPB, Bogor.
Fellows PJ. 2000. Food Processing Technology Second Edition. CRC Press, Washington D. C. Ferguson LD. 1995. Bleaching wastepaper. TAPPI Deinking Short Course, Atlanta, GA, USA.
French D. 1984. Organization of starch granules. In: Whistler RL, Bemmiler JN, Paschall EF eds. Starch: Chemistry and Technology
. Academic Press Inc., New York.
32
Harnum B. 2008. Kegunaan Hidrokarbon dalam Kehidupan Sehari-hari. http:persembahanku.files.wordpress.com200705molekul-selulosa.jpg. [29 Mei 2011]
Inglett GE. 1970. Corn: Culture, Processing, Products. The AVI Publishing Company, Connecticut. Suryawijaya I. 2009. Rancang Bangun Sistem Intelijen untuk Enterprise Resource Planning ERP Pada
Industri Tepung Jagung [skripsi]. Fateta-IPB, Bogor. Kibar AA, Gonenc, Us F. 2009. Gelatinization of waxy, normal, and high amylose corn starches. J Food
Technol 43 : 2-10.
Kusnandar F. 2010. Teknologi Modifikasi Pati dan Aplikasinya di Industri Pangan. http:itp.fateta.ipb.ac.ididindex.php?option=com_contenttask=viewid=111Itemid=94. [9
November 2010]. Leach MW. 1965. Gelatinization of starch. In: Whistler RL, Miller JN, Paschall EFeds. Starch:
Chemistry and Technology . Academic Press Inc., Orlando, Florida.
Leonard WH, Martin JH. 1963. Cereal Crop. The Mc Millan, New York. Lorenz KJ, Karel K. 1991. Handbook of Cereal Science and Technology. Marcell Dekker Inc., Basel.
Mandels M, Weber J. 1986. The Production of Cellulase - Advance in Chemistry Vol 95. American Chemical Society, Washington D. C.
Matz S. 1959. The Chemistry and Technology Cereals as Food and Feed. The AVI Publishing Company, Connecticut.
Metirukmi D. 1992. Peranan kedelai dan hasil olahannya dalam penanggulangan masalah gizi ganda. Makalah pada Seminar Pengembangan Teknologi Pangan dan Gizi, 19 Desember 1992, Bogor.
Morrison FB. 1959. Feeds and Feeding. Morrison Publishing Co., Iowa. Morrison WR, Tester RF. 1999. Properties of damaged starch ganules: composition of ball-milled wheat
starches and of fractions. J Cereal Sci 20:69-77. Muhadjir F. 1988. Karateristik Tanaman Jagung. Badan Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan,
Bogor. Mujumdar AS. 2000. Panduan Praktis Mujumdar untuk Pengeringan Industrial. IPB Press, Bogor.
Muljohardjo. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. UI Press, Jakarta. Pomeranz Y.1991. Functional Properties of Food Components. Academic Press Inc, San Diego.
Ratnayake WS, Hoover R, Tom W. 2002. Pea starch: composition, structure, and properties – review. StarchStarke 54
: 217-234. Rausch K, Belyea R. 2006. The future of coproducts from corn processing. App Biochem and Biotech
128 : 47-86.
Richana N, Irawadi T.T, Nur A, Sailah I, Syamsu K. 2006. Seleksi dan formulasi media pertumbuhan bakteri penghasil xilanase. J Pascapanen 31: 41-49.
33
Richana N, Irawadi T.T, Nur A, Sailah I, Syamsu K. 2007. The process of xylanase production from Bacillus pumilis
RXAIII-5. J Microb Indonesia 12: 74-80. Sathe SK, Salunkhe DK. 1981. Isolation, partial characterization and modification of the great northern
bean Phaseolus vulgaris starch. J Food Sci. 462: 617-621. Sharma V, Moreau RA, Singh V. 2008. Increasing the value of hominy feed as coproduct by
fermentation. App Biochem and Biotechnol 149: 145-153. Suarni. 2001. Tepung komposit sorgum, jagung, dan beras untuk pembuatan kue basah cake. Risalah
Penelitian Jagung dan Serealia Lain. Jurnal Balai Penelitian Tanaman Jagung dan Serealia, Maros6. Hal. 55-60.
Subramaniyan S, Prema P. 2002. Critical Rev. Biotechnol 221: 33-46. Sudarmadji S, Haryono B, Suhardi. 1996. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty, Yogyakarta.
Sudjana A. 1991. Jagung. Buletin Teknik Pertanian 3: 2-19. Sunarti TC, Richana N. 2007. Produksi selulase oleh Trichoderma viride pada media tongkol jagung dan
fraksi selulosanya. J Pascapanen 42: 57-64. Thompson AW. 2006. Diet Cook Book. www.indomemo.comdietcookbook. [17 Juni 2011].
Tsujibo H, Miyomoto K, Kuda T, Minami K, Sakamoto T, Hasegawa T, Ianamori Y. 1992. Purification,
properties, and partial amino acid sequences of thermostable xylanase from Streptomyces termoviolaceus
OPC-520. App Environ Microbiol 58:371-375. Van Soest PJ, Robertson JB, Lewis BA. 1991. Methods for dietary fiber, neutral detergent fiber, and non-
starch polysaccharides in relation to animal nutrition. J Dairy Sci 74: 3583-3597. Warisno. 1998. Jagung Hibrida. Kanisius, Yogyakarta.
Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka, Jakarta. Www. challenge.com.cnenglish20071015article_15.html. [6 Juni 2010].
Www.edinformatics.comxylan. [9 Juni 2011]. Www. Newenergyandfuel.comcomponents of the corn kernel. [31 Maret 2010].
Zhang YHP, Lynd LR. 2004. Toward an aggregated understanding of enzymatic hydrolysis of cellulose: noncomplexed cellulase systems. J Biotechnol 88:797–824.