YUICHI DAN HAKUJIN PUN BERSAMA-SAMA KE RUANG KERJA YUICHI, MEMBAHAS PEKERJAAN YANG AKAN DI- TERIMA HAKUJIN.

YUICHI DAN HAKUJIN PUN BERSAMA-SAMA KE RUANG KERJA YUICHI, MEMBAHAS PEKERJAAN YANG AKAN DI- TERIMA HAKUJIN.

89. Yuichi : “Kau tahu dengan kabar maraknya hilangnya anak kecil yang sampai sekarang masih sering terjadi? Bersamaan dengan itu, jumlah anak di Panti Asuhan Karasuma kabarnya terus me- ningkat. Kami curiga jika ialah dalang dibalik kasus ini. Pekerjaanmu adalah menyusup ke Panti Asuhan Karasuma yang ada di daerah Tokyo Barat. Kau bisa melamar sebagai peng- asuh. Selidikilah tempat itu sampai tuntas!”

90. Hakujin : “Jika kalian hanya bisa berasumsi, lantas meng- apa langsung mau membunuhnya? Belum tentu Karasuma Todo pelakunya. Bisa saja itu semua hanya kebetulan, atau ulah dari perusahaan saingan yang ingin menjatuhkan Karasuma Group.”

91. Yuichi : “Itulah gunanya kami mengirimi ia surat terus- menerus yang isinya mengenai permintaan untuknya agar ia mengakui kebenarannya. Na- mun ia malah menganggap itu surat ancaman dan tidak pernah membalasnya. Oleh karena itu kami curiga bahwa ia memang pelaku ke- jahatan tersebut dan mengancam akan mence- lakainya jika ia tetap bungkam.”

Antologi Naskah Drama Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia

93. Yuichi : “Kami tidak suka berurusan dengan orang rumit seperti mereka. Kami ingin independen.”

94. Hakujin : “Hoo.. Begitu. Jadi, sebenarnya kalian ingin membela kebenaran?”

95. Yuichi : “Kami bukan teroris! Aksi kami di Pulau Mina- mi hanya kebetulan saja nampak seperti teror- isme.”

96. Hakujin : “Yasudah. Kapan aku harus bekerja?”

97. Yuichi : “Besok Jumat, tanggal 22 Juni 2016. Jangan lakukan kesalahan!”

JUMAT, 22 JUNI 2016. HAKUJIN MELAMAR PEKERJAAN SE- BAGAI PENGASUH DI PANTI ASUHAN KARASUMA DAN ME- MAKAI NAMA SAMARAN AKANE KUREI, SEBAB HANYA NAMA ITU YANG DAPAT IA PIKIRKAN. IA DAPAT DITERIMA DI SANA DENGAN MUDAH. BERKENALAN DENGAN BA- NYAK ANAK, MENGAJARI MEREKA, DAN BERMAIN BER- SAMA MEREKA, SETIDAKNYA DAPAT MENGISI KEHIDUPAN HAKUJIN.

98. Ijima : “Nona Akane, apakah Anda menikmati suasana di sini?”

99. Akane : “Iya. Di sini nyaman dan anak-anaknya ramah. Meski mereka nakal, namun mereka tak pernah berbuat kekacauan. Yah namanya juga anak kecil.”

100. Ijima : “Sekarang sudah waktunya makan siang. Anda mau makan apa?” 101. Akane

: “Ah nanti saja. Saya masih kenyang. Toh saya

tidak mau merepotkan Anda.”

102. Ijima : “Sudah selayaknya bagi saya, asisten Tuan Todo untuk ikut membantu di sini. Kalau begitu, saya permisi dulu. Nikmatilah suasana di sini.” (pergi)

Surga yang Aku Nantikan Surga yang Aku Nantikan

104. Yuichi : “Ini aku, Yuichi. Bagaimana perkembangannya? Kau menemukan sesuatu menarik di sana?” 105. Akane

: “Kalau yang kau maksud benda-benda mewah sih, di sini banyak. Tidak pantas disebut panti asuhan.”

106. Yuichi : “Bukti kejahatan! Bukti kejahatan!” 107. Akane

: “Tidak ada yang mencurigakan. Semua normal layaknya sebuah panti asuhan. Hanya saja perabotan mewah di sini saja yang tak normal untuk sebuah panti asuhan.”

108. Yuichi : “Lupakan soal barang mewah! Pokoknya cari buktinya sampai dapat jika kau masih berke- inginan menjadi laki-laki!” (menutup telepon)

109. Akane : (menghela napas) “Kelompok pembela anak apanya? Pemimpinnya saja seperti preman.”

SUATU HARI, PANTI ASUHAN TERASA LEBIH SEPI DARI BIASANYA. ANAK-ANAK YANG BERMAIN DI HALAMAN BELAKANG TIDAK SEBANYAK HARI-HARI SEBELUMNYA. MEREKA JUGA TIDAK ADA DI KAMAR ATAU DI RUANG BELAJAR. KECURIGAAN AKANE MULAI CURIGA DAN IA MENELEPON YUICHI UNTUK MEMINTA PETUNJUK. YUICHI PUN MEMERINTAHKAN AKANE UNTUK ME- MULAI PENYELIDIKAN TEMPAT TERSEBUT. DI TENGAH PENYELIDIKAN, IA BERTEMU DENGAN IJIMA, SANG ASISTEN.

110. Ijima : “Anda tidak ada kerjaan? Kalau begitu, bermain- lah dengan anak-anak. Atau cobalah men- dongengkan sesuatu kepada mereka, Nona Akane.

Antologi Naskah Drama Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia

Hanya sedikit anak-anak yang bermain di halaman belakang. Di ruang belajar, hanya beberapa anak sedang belajar dan mereka tidak tahu ke mana teman mereka yang lain. Di ka- mar tidur pun hanya satu atau dua anak yang sedang tidur. Anda tahu ke mana perginya anak-anak yang lain?”

112. Ijima : “Hmm.. Kurasa mereka sedang pergi ke luar diajak pengasuh lain. Mungkin membeli baju? Tak perlu cemas, Nona Akane. Meski mereka kecil, namun mereka sudah terlatih kewaspada- annya. Toh ada pengasuh di samping mereka. Kalau begitu, saya permisi dulu.” (pergi)

113. Akane : “Oh tunggu dulu. Apa di panti asuhan ini ada jadwal khusus seperti membeli baju? Mengapa tidak mengajak anak-anak yang lain?”

114. Ijima : “Anda tidak mungkin mau membawa sebegitu banyaknya anak-anak ke dalam toko baju, bukan? Oleh karena itu sistemnya bergilir. Misal hari ini

50 anak, besoknya juga akan 50 anak yang ber- beda. Maaf, saya masih ada pekerjaan. Permisi.” (Pergi)

SELESAI PERBINCANGAN DENGAN IJIMA, AKANE PUN MELANJUTKAN PENYELIDIKAN ATAS PANTI ASUHAN TERSEBUT. HINGGA IA MENEMUKAN RUANG BAWAH TANAH DI PERPUSTAKAAN. BUKAN MAIN KAGETNYA, SEBAB SUDAH BEBERAPA MINGGU IA BEKERJA DI SANA NAMUN TIDAK TAHU KEBERADAAN RUANG BAWAH TANAH TERSEBUT. IA PUN MASUK KE SANA HINGGA ME- NEMUKAN SEBUAH PINTU DAN MEMBUKANYA. ME- LIHAT PEMANDANGAN DI SANA, IA CEPAT-CEPAT ME- NELEPON YUICHI.

Surga yang Aku Nantikan Surga yang Aku Nantikan

116. Yuichi : “Tenanglah, Murasame. Kemungkinan seperti itu. Keluarlah sekarang dari sana! Kemaslah barang-barangmu dan bilang bahwa kau harus pulang mendadak karena orangtua sakit atau apalah yang bisa meyakinkan mereka. Aku dan anak buahku akan menjemputmu dengan mobil. Setelah itu kita cari Karasuma Todo.”

117. Akane

: “Baiklah!” (menutup telepon)

TIBA-TIBA, IJIMA DAN BEBERAPA PENGAWAL DATANG. 118. Ijima

: “Sudah selesai bekerja, Nona Akane? Kau mau pensiun sekarang? Atau haruskah aku mem- buatmu mati saja?”(menodongkan pistol)

119. Akane : “Ternyata benar apa yang White Medusa kata- kan. Kalian semua iblis! Apa maksudnya mem- buat anak-anak seperti ini?!”

120. Ijima : “Perlu kau tahu, Nona Akane. Tuan Karasuma Todo sama sekali tidak tahu akan hal ini, begitu juga pengasuh di panti asuhan ini. Ya! Ini adalah perbuatanku!”

121. Akane : “Apa yang kau inginkan?! Memang dengan menjual sesuatu yang telah kau ujicobakan kepada mereka, kau akan mendapat harta?!”

122. Ijima : “Sungguh cerdas. Nampaknya kau telah menge- tahui motif utamaku melakukan ini dan soal obat perangsang yang ku uijcobakan kepada mereka. Aku ditawari bisnis obat-obatan gelap yang akan dibeli oleh suatu kelompok dengan bayar- an super tinggi. Oleh karena itu, diam-diam aku membuatnya tanpa sepengetahuan Tuan Todo

Antologi Naskah Drama Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia

123. Akane : “Kau sakit jiwa! Memangnya bayaranmu di per- usahaan belum cukup?!” 124. Ijima

: “Kalau kita menemukan sarang emas, bukankah lebih baik menggali dan mengambil seluruh emasnya? Ini demi kekayaanku!” (tertawa)

125. Akane : “Lalu sekarang, apa yang akan kalian lakukan padaku?” 126. Ijima

: “Apa kau tidak penasaran asal-usul mereka datang ke sini? Kaulah penyebabnya!” 127. Akane

: “Apa maksudmu?!” 128. Ijima

: “Aku pernah berlangganan dengan seorang pembunuh bayaran dengan nama samaran Red Clay. Ia kubayar dengan sangat tinggi untuk membunuh para orangtua yang telah kutentu- kan. Namun ia juga bodoh. Tidak memastikan dulu siapa kliennya dan untuk apa ia harus mem- bunuh sebegitu banyaknya orangtua. Nona Akane, kau adalah Red Clay itu, bukan?”

129. Akane : “Bagaimana bisa kau tahu?” 130. Ijima

: “Aku pernah berlangganan dengannya se- hingga aku mengerti bagaimana tingkah laku, cara bicara, bahkan kecerdasannya. Ditambah dengan interaksi sehari-hariku denganmu di sini. Itu sudah jelas membuktikan bahwa kaulah Red Clay! Aku kaget ternyata kau juga pandai menyamar dan meniru suara orang lain.”

Surga yang Aku Nantikan

Setelah itu, dengan gesit Akane melarikan diri dari sana dan berhasil keluar. Di luar sana, Yuichi dan beberapa anggota White Medusa telah datang.

132. Ijima : “Biarkan saja. Aku telah memasang alat pelacak tersembunyi pada baju Red Clay. Sebelum ia menyadari keberadaan alat pelacak itu, keberada- annya akan terus terpantau oleh kita. Namun, kurasa mustahil, karena alat itu sangat menipu.” (tertawa)

133. Pengawal 1: “Lalu, apa tindakan kita selanjutnya?” 134. Ijima

: “Laporkan semua kepada kepolisian Tokyo.” AKANE BERHASIL KABUR KE MARKAS WHITE MEDUSA.

NAMUN, BEBERAPA HARI KEMUDIAN, MARKAS ITU DI- KEPUNG OLEH POLISI, DIDUGA MEREKA DATANG ATAS LAPORAN DARI PIHAK KARASUMA GROUP. MENGETAHUI HAL TERSEBUT, YUICHI DAN AKANE MEMINTA PARA POLISI AGAR MEMBAWA MEREKA BERDUA SAJA DAN MEMBIARKAN ANGGOTA YANG LAIN TETAP DI SANA, SEBAB MEREKA BERDUA INGIN MEMBICARAKAN ME- NGENAI TINDAK KEJAHATAN ASISTEN KARASUMA TODO.

DI RUANG INTEROGASI, MEREKA BERDUA MENGHADAP JENDERAL MATSUDA. IA MEMBEBERKAN BAHWA AKANE KUREI ADALAH RED CLAY, BERDASARKAN LAPORAN DARI PIHAK KARASUMA GROUP. AKANE DAN YUICHI MEM- BENARKAN HAL TERSEBUT DAN LANGSUNG MEM- BICARAKAN UJICOBA EKSTASI TERHADAP ANAK-ANAK DI PANTI ASUHAN KARASUMA YANG DILAKUKAN OLEH IJIMA.

135. Matsuda : “Aku tidak sebodoh itu untuk percaya dengan dua penjahat besar. Memang kalian punya bukti?”

Antologi Naskah Drama Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia

: “Iya. Kami memang tidak punya foto atau bukti lain, tapi percayalah pada kami!” 138. Matsuda : “Tanpa bukti, sama saja menandakan kalian ber- bohong.”

SUASANA MENJADI SUNYI, LALU AKANE MULAI BICARA. 139. Akane

: “Sesungguhnya pernyataan kami benar. Bagai- mana kalau begini, pihak kepolisian memper- cayai kami dan ikut menyergap Ijima di panti asuhan itu, lalu setelah urusan selesai.. (berhenti sejenak) tembak matilah aku atas semua ke- salahanku.”

Seketika semua terkejut dan sunyi beberapa saat. 141. Matsuda : “Kau yakin dengan itu?” 142. Akane

: “Iya. Namun kalian harus melepaskan White Medusa dan cukuplah menghukumku. Namun aku ingin kembali dulu ke wujudku semula, men- jadi Hakujin Murasame, agar aku dapat me- nanggung dosaku dalam wujud asliku.”

SEMUA ORANG DI SANA TAK BISA BERKATA-KATA. YUICHI MENATAP AKANE DENGAN GELISAH, BINGUNG MAU MEMINTA MAAF ATAU BERTERIMA KASIH. MALAM ITU, KESEPAKATAN PUN TERCAPAI. MEREKA SEMUA AKAN MENYERGAP PANTI ASUHAN TERSEBUT ESOK HARI.

DI PANTI ASUHAN KARASUMA, JENDERAL MATSUDA, AKANE, DAN YUICHI MASUK DAN BERKATA INGIN MENEMUI TUAN KARASUMA. SAAT ITU, TUAN KARA- SUMA SEDANG ADA DI SANA BERSAMA IJIMA.

Surga yang Aku Nantikan Surga yang Aku Nantikan

144. Yuichi : “Kami tidak berbohong! Asistenmulah yang melakukannya!” 145. Ijima

: “Jangan percaya, Tuan Todo! Aku tak mungkin

melakukan hal semacam itu!”

PERDEBATAN PANJANG PUN TERJADI. BEBERAPA MENIT KEMUDIAN, TAK DISANGKA IJIMA MENGELUARKAN PISTOL, BERSIAP MENEMBAK SEMUA ORANG DI SANA. AKANE LANGSUNG MENYURUH SEMUA ORANG TIARAP.

146. Karasuma : “Ijima, apa yang kau lakukan?!” 147. Ijima

: “Aku akan membunuh kalian, lalu kabur dari sini membawa seluruh uang hasil transaksi obat- obat terlarang dan pergi ke luar negeri dengan tenang!”

IJIMA PUN KABUR BERSAMA BEBERAPA PENGIKUTNYA. JENDERAL MATSUDA LANGSUNG MEMERINTAHKAN ANAK BUAHNYA UNTUK MEMBLOKIR SEMUA PINTU MASUK DAN JENDELA SERTA MENGEVAKUASI SEMUA ORANG DI DALAM PANTI ASUHAN ITU. DENGAN KE- GESITAN POLISI, IJIMA DAN PENGIKUTNYA BERHASIL TERTANGKAP.

148. Akane : “Jenderal, aku sudah membuktikannya bukan? Sekarang kau bisa merencanakan eksekusi untuk- ku. Yuichi, cepat suruh Abe untuk menyelesai- kan penawarnya. Selama obat itu belum selesai, aku akan menunggu di balik jeruji besi.”

Antologi Naskah Drama Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia

JENDERAL MATSUDA DAN YUICHI TAK BISA BERKATA APAPUN. MEREKA PUN KEMBALI KE MARKAS POLISI, SE- MENTARA YUICHI SENDIRI KEMBALI KE MARKAS KELOM- POKNYA, MEMERINTAHKAN ABE UNTUK CEPAT-CEPAT MENYELESAIKAN PENAWAR OBAT YANG TELAH DIMI- NUM HAKUJIN MURASAME.

PENAWAR PUN JADI DAN DIKIRIM KE AKANE. IA PUN MEMINUM OBAT ITU DAN BERHASIL KEMBALI KE WU- JUD ASLINYA, MENJADI HAKUJIN MURASAME. SEBELUM EKSEKUSI DILAKUKAN..

149. Matsuda : “Kau telah berjuang keras untuk menolong kami. Apa kau yakin ingin menerima eksekusi? Se- harusnya kau mendapat balas yang lebih pantas.”

150. Hakujin : “Dieksekusi sudah pantas bagiku. Aku juga ber- salah kepada anak-anak itu karena aku telah membunuh orangtua mereka. Cepatlah, Jen- deral. Sebelum aku berubah pikiran.”