PADA MULANYA ADALAH CERITA

PADA MULANYA ADALAH CERITA

Wahyana Giri MC *)

“SALAH satu cara untuk belajar menulis, adalah dengan menulis!” Kalimat itu sangat penting untuk menjadi dasar pijakan

seseorang yang sedang belajar menulis naskah drama ataupun menulis apa saja. Artinya, apabila ada seseorang yang sedang belajar menulis, tetapi yang dilakukannya terlebih dahulu dengan membaca-baca teori kepenulisan, teori sastra ataupun teori-teori yang berkaitan dengan genre yang akan digelutinya, tentu saja seseorang tersebut justru bakal berada di dalam sebuah penjara teori-teori yang buntutnya bakal membuat seseorang tersebut menjadi peragu, takut, gamang bahkan ujung-ujungnya tak satu- pun karya berhasil dibuatnya.

Tugas penulis (naskah drama) adalah membuat karya (nas- kah drama). Bukan membaca teori sastra. Biarlah yang berkutat dan suntuk membaca teori-teori sastra itu seorang kritikus sastra.

Kenapa demikian? Manakala seorang penulis (entah itu penulis puisi, penulis cerpen, penulis naskah drama, penulis ske- nario atau penulis genre sastra lainnya) tersebut memahami teori sastra, maka penulis tersebut justru bakal menjadi takut ataupun khawatir kalau-kalau hasil karyanya tersebut menyalahi kaidah- kaidah sastra atau unsur-unsur dalam karya sastra. Dan ujung- nya, tak ada satu karyapun bakal mampu dihasilkan.

Antologi Naskah Drama Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia

Meskipun pada proses “belajar menulis” tersebut, ketika seorang calon penulis naskah drama banyak membaca naskah drama karya orang lain, pada perjalannya membuat karya-karya drama maka penulis tersebut bakal “terpengaruh” oleh karya naskah drama yang pernah dibacanya apalagi naskah drama yang dikaguminya. Dalam sebuah proses pembelajaran untuk membentuk “jati diri dalam berkarya” hal sepeti itu sangat wajar dan banyak dialami penulis-penulis lain. Dan kasus seperti itu atau didalam teori sastra biasa disebut dengan “intertekstual” adalah sebuah proses kreatif yang lumrah sebelum seorang penulis menemukan jati dirinya.

Kenapa harus dengan banyak membaca naskah drama? Jawabannya sangat sederhana; calon penulis tersebut ketika

banyak membaca naskah-naskah drama maka dia bakal menjadi hafal dengan struktur, pola, unsur-unsur karya sastra khususnya naskah drama seperti alur, penokohan, setting, tema dan se- terusnya. Artinya pembelajaran dengan model ini boleh dikata lebih praktis ketimbang dengan membaca teori-teorinya.

Metode seperti ini merupakan metode yang sangat familier dikalangan murid-murid Ki Hadjar Dewantara di Tamansiswa. Pada proses pembelajaran karya seni maupun sastra, Ki Hadjar merumuskan sebuah teori yang akrab dengan sebutan “Tri Na”, yakni Niteni, Nirokke, Nambahi.

Tiga tahapan metode Ki Hadjar yang menggunakan bahasa Jawa tersebut dimulai dengan kata Niteni (menghafalkan ciri- cirinya). Langkah inilah yang dimaksud dengan banyak mem- baca naskah drama agar bisa niteni atau mengetahui atau meng- hafalkan ciri-cirinya.

Surga yang Aku Nantikan Surga yang Aku Nantikan

Langkah berikutnya adalah Nambahi (menambahkan). Lang- kah ini ditempatkan pada posisi terakhir karena pada langkah inilah seorang calon penulis naskah drama sudah masuk pada tahapan “mahir” atau mampu membuat karya naskah drama dengan baik hingga kemudian dia akan masuk pada tataran nambahi atau dalam bahasa modern-nya biasa disebut dengan inovasi dan kreasi dalam berkarya secara merdeka untuk ke- mudian dapat membuat sebuah genre sastra baru.

Tiga Jurus

Tiga jurus, itulah langkah yang paling tepat untuk belajar menulis naskah drama. Tiga jurus model pertama adalah tiga jurus model Ki Hadjar Dewantara yang biasa disebut dengan “niteni, nirokke, nambahi”. Tiga jurus berikutnya adalah jurus mematikan dan sangat gampang untuk dijalankan.

Tiga jurus berikutnya itu berupa tiga langkah yang harus dilakukan calon penulis naskah drama. Langkah pertama adalah “memiliki cerita atau membuat cerita atau membuat sinopsis atau membuat ringkasan cerita” . Langkah ke dua adalah “membuat treatment atau potongan-potongan kejadian atau di dalam skenario biasa disebut dengan scene”. Langkah ketiga adalah “dialog atau mengisi treatment tersebut atau scene tersebut dengan dialog-dialog sesuai dengan tokoh-tokoh yang ada dalam scene tersebut” .

Tentu saja ketika kita membaca konsep “tiga jurus” atau “tiga langkah” di atas sepintas bakal membuat bingung calon

Antologi Naskah Drama Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia

: Wahyana Giri MC