Interaksi Sosial etnis Cina Pedagang Emas dengan etnis Jawa di Coyudan

B. Interaksi Sosial etnis Cina Pedagang Emas dengan etnis Jawa di Coyudan

Hubungan etnis Cina-Jawa mewujud nyata dalam interaksi yang integratif di Coyudan, sesungguhnya dapat ditelusuri melalui upaya dari kedua etnis tersebut untuk saling menjaga kerukunan dan kesatuan. Sebagai contoh adalah perkawinan

18 Ibid .,hlm. 86.

19 Yohanes Setiawan, Agamaning wong Balong; Suatu Analisis Sosiologi

Agama berdasarkan Pendekatan Teori Durkheim terhadap Agama Masyarakat yang dimunculkan oleh integrasi Jawa-Cina di kampung Balong, Surakarta , Surakarta: Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana, 2011, hlm. 17-21.

menikahi wanita pribumi yang bernama Sri Lestari sehingga menghasilkan dua orang anak yang sekarang menjadi pemilik toko emas Anoman dan Rajawali. Bukan sekedar slogan, persatuan itu memang dioperasionalkan dalam kehidupan nyata. Pembauran yang berbentuk memudahkan jalan bagi perkawinan campur dan hal ini terjadi karena melalui pembauran terdapat kesan, seperti yang sering diucapkan oleh

para pelaku perkawinan campur yaitu : “Jawa apa Cina pada wae”( Jawa atau Cina

sama saja) . 20 Etnis Cina pedagang emas di Coyudan sebagian besar dalam

berkomunikasi terhadap masyarakat sekitarnya menggunakan bahasa Jawa, tetapi

berkomunikasi dengan keluarga mereka sendiri menggunakan bahasa Indonesia. 21

Etnis Cina pedagang emas di Coyudan memiliki upaya dan keselarasan yang sering kali diperlihatkan oleh etnis Cina di Coyudan, sebagai bagian dari etnis Cina yang tersebar di mana saja di penjuru dunia ini, maka etnis Cina di Coyudan juga memiliki kecenderungan menjaga tradisi maupun konsep yang mereka warisi secara turun-temurun yang telah diupayakan dan diputuskan secara kolektif dari sejak zaman

leluhur mereka, yakni harmonitas dan keselarasan. 22 Harmonitas dan keselarasan

tersebut seperti etnis Cina yang membebaskan para pembeli emas (box dasaran emas) menempatkan box-nya didepan toko-toko emas tanpa membayar pajak sewa kepada pemilik toko emas. Selain itu, keselarasan terlihat ketika pemilik toko emas tidak

20 Ibid., hlm. 169

21 Ibid., hlm. 170

22 Ibid., hlm. 173 22 Ibid., hlm. 173

lebih tinggi. 24 Disetiap harinya koh Andy selalu menggunakan bahasa jawa dalam

berinteraksi kepada para pegawai dan pelanggannya. Hal itu membuktikan adanya rasa menghormati antara etnis Cina di Coyudan dengan masyarakat pribumi disekitarnya.

1. Interaksi Sosial Pedagang Emas Coyudan dengan Masyarakat Sekitar

Kerukunan dan keselarasan menurut salah satu pemilik toko emas di Coyudan adalah ketika pemilik toko satu dengan yang lain tidak merasa saling tersaingi dan tidak saling memendam curiga ataupun prasangka buruk, meskipun mereka jarang sekali berkomunikasi karena kesibukan masing-masing untuk melayani pelanggan toko emas. Toko emas satu dengan toko emas lainnya saling menjaga kerukunan dan

23 Wawancara dengan Pak Mahmud (pemilik Box dasaran emas) pada tanggal

14 februari 2012

24 Wawancara dengan Lastri (pegawai toko emas Gajah) pada tanggal 25 Februari 2012 24 Wawancara dengan Lastri (pegawai toko emas Gajah) pada tanggal 25 Februari 2012

masyarakat berpindah haluan ke toko emas yang baru. 25 Hal ini disebabkan model

dan gaya ukirannya lebih modern dibandingkan toko emas Menjangan yang gaya dan modelnya lebih ke arah tradisional (jadul). Sekarang hampir tidak ada pembeli di toko emas Menjangan, karena stok yang sudah lama. Pemilik toko emas Menjangan tidak memungkiri hal ini, menurutnya ini sudah hal yang wajar. Persaingan sangat tidak

terlihat di antara toko emas Menjangan, Gajah, Doro dan toko emas lainnya. 26

Konsep menjaga harmoni dalam hidup itu mereka petik turun-temurun dari nenek moyang yang menggalinya dari ajaran klasik atau guru-guru kebijaksanaan seperti yang dapat dilihat dalam paparan berikut ini. Pertama adalah ajaran Konfusius

atau K‟ung Tzu ( nama latin ), yang hidup antara 552 dan 479 S.M. Konfusius dibesarkan dalam kondisi kemiskinan di negara bagian Lu yang terletak di sebelah

selatan provinsi Shantung. 27 Terdorong oleh keprihatinannya terhadap kekacauan

yang terjadi sebagai akibat dari perebutan kekuasaan antara raja-raja pada waktu itu,

25 Wawancara Sie Tjun Tay (pemilik toko emas Menjangan) pada tanggal 6 Januari 2012.

26 Wawancara dengan Handoko (pemilik toko emas Semar) pada tanggal 14 Februari 2012.

27 Fung Yu Lan, A Short History of Chinese Philoshophy, New York: A Division of Macmillan, 1966, hlm. 38.

dengan alam maupun antara manusia dengan manusia. Harmoni terjadi apabila manusia itu tidak buta oleh kekuasaan dan serakah terhadap materi masing-masing- masing menyadari keberadaan, tugas atau kedudukan sesuai dengan kodratnya maka perselisihan dan perebutan kekuasaan dapat dicegah. Dengan demikian tercapai zaman yang ideal ditandai dengan masyarakat yang sempurna yang mencapai keselarasan baik dalam hubungan penguasa dan rakyat, bangsawan dan orang

kebanyakan, orang tua dan anak-anak, maupun suami dan istri. 28

Ajaran Konfusius tentang harmoni ini dapat lebih didalami melalui lima karya klasiknya, seperti : (1) Kitab Syair (Classic of Songs), (2) Kitab Sejarah (Classic of Documents ), (3) Kitab Perubahan (Classic of Change), (4) Catatan-catatan Musim Bunga dan Musim Rontok ( Ch’un Ch’iu), dan (5) Kitab Tata Tertib (Record of Rituals ). Bersumber pada kelima karya klasik tersebut, maka ajaran konfusius tentang harmoni dapat diringkas atau dikarakteristikan sebagai “etika humanisme”, yang memberikan tuntunan etis dalam hubungan antar manusia dalam komunitas yang

menyeluruh. 29

Konfusius merupakan ajaran paling banyak dianut oleh etnis Cina di Indonesia termasuk etnis Cina di Coyudan. Kenyataan ini tercermin dalam kehidupan

28 Tan Ta Sen, Cheng Ho Penyebar Islam dari China ke Nusantara, Jakarta: Kompas, 2010, hlm. 40.

29 Andreas Lee Tan, Rahasia Kekayaan Orang-Orang Cina, Yogyakarta: Arti Bumi Intaran, 2008, hlm. 18.

masyarakat Indonesia, misalnya tercermin dalam motivasi kerja dan menjaga kewajiban serta sangat menghargai intelektual sehingga hampir semua etnis Cina mempunyai pendidikan yang tinggi. Nilai komunitas dan humanis juga sangat dihargai sehingga keharmonisan sangat dihargai terutama sesama etnisnya. Dengan kata lain, ajaran Kong Hu Cu atau Konfusius menanamkan pada prinsip kemanusiaan. Prinsip kemanusiaanlah yang menciptakan manusia sejahteraan lahir dan batin. Demikian juga ajaran moral Konfusius ini menjaga keharmonisan antara sesama manusia terutama anak dengan orang tua. Kesetiaan dan jati diri merupakan suatu hal yang tidak dapat dielakkan oleh seorang anak. Artinya jati diri seorang anak diperlihatkan melalui kepatuhan terhadap orang tua. Hal ini diterapkan pada salah satu keluarga pemilik toko emas di Coyudan yaitu toko emas Menjangan. Sie Tyun Tai adalah keturunan etnis Cina yang sangat menjunjung tinggi ajaran Konfusius atau agama Kong Hu Cu pada keluarga besar mereka. Maka dari itu Sie Tyun Tai mengikuti tradisi turun temurun dengan beragama Kong Hu Cu sebagai wujud rasa hormat dan patuh terhadap budaya atau tradisi keluarga besarnya serta sebagai bukti kepatuhannya terhadap orang tuanya. Sie Tyun Tai mengatakan dalam

pembicaraannya, 30

30 Wawancara dengan Sie Tyun Tai (pemilik toko emas Menjangan) pada tanggal 6 Februari 2012.

menjadi tradisi turun temurun sejak dulu. Papah saya juga beragama Kong Hu Cu itu karena mengikuti orang tua, begitupun dengan saya juga beragama Kong Hu Cu karena ikut dengan papah saya. Saya dan keluarga saya yang lain dari kecil sudah dididik tentang ajaran agama Kong Hu Cu, dan itu sudah menjadi hal yang biasa dikeluarga kami ”.

Dalam ajaran Kong Hu Cu juga mengatur hubungan seorang atasan dan bawahan misalnya seorang Raja hendaknya mennjadi seorang Raja yang adil dan jujur sekaligus memperlakukan bawahannya sebaik mungkin demi tercapainya keharmonisan. Banyak etnis Cina datang ke Nusantara juga sedikitnya membawa suatu nuansa baru bagi kebudayaan di Indonesia seperti makanan, tempat ibadah, teknologi, dan perhiasan. Etnis Cina sebenarnya juga berperan dalam mempersiapkan kemerdekaan dan dalam pembangunan Orde Lama, Orde Baru maupun masa reformasi. Etnis Cina dikenal dengan minat dagang yang tinggi sehingga dengan menguasai ekonomi mereka dapat menguasai segala aspek dalam perdagangan, maka nampaknya hubungan keberhasilan dagang dengan suatu agama sangat sedikit. Akan tetapi lebih erat kaitannya dengan motivasi dan kemampuan dalam menyesuaikan diri

yang akhirnya menguasai ekonomi dan politik. 31

2. Perkawinan Campur etnis Cina-Jawa di Coyudan

Etnis Cina telah tinggal di pulau Jawa sejak berabad-abad yang lalu melalui jalur perdagangan dan agama . Banyak etnis Tionghoa di pulau Jawa berasal dari Provinsi Hokkian (Fujian di Cina Selatan). Orang „pribumi‟ melihat mereka

31 A. Rani Usman, Etnis Cina Perantauan di Aceh, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2009, hlm. 93.

dalam kelompok ras yang lain, dan memeluk agama yang berlainan. Mereka terdiri dari pedagang dan pengrajin atau tukang, dan sejumlah kecil petani. Di zaman dinasti Mancu (Qing), orang Tionghoa yang bermukim di Jawa tidak diizinkan untuk kembali ke Cina.

Lama-kelamaan etnis Cina ini membentuk komunitas tersendiri yang dikenal sebagai kelompok peranakan . Saat itu jumlah mereka tidak terlalu banyak, sehingga kaum lelakinya ada yang kawin dengan perempuan pribumi. Keturunan kawin- campur inilah yang menghasilkan masyarakat peranakan . Kadar kawin-campur ini mulai menurun secara perlahan-lahan, karena mereka kawin dengan orang peranakan Cina sendiri. Kelompok terakhir ini tidak lagi menguasai bahasa Cina dan hanya bicara bahasa daerah. Masyarakat Cina yang berimigrasi ke pulau Jawa tersebut telah melahirkan suatu tradisi dan budaya „baru‟ yaitu budaya Cina-Jawa sebagai hasil

perkawinan antara budaya Cina dan budaya Jawa. Akulturasi dan asimilasi budaya itu tercermin dalam berbagai produk budaya yang dikenal oleh masyarakat, seperti barongsai, motif batik Pekalongan, pakaian kebaya encim, karya sastra, bahasa dan dialek Cina-Jawa di beberapa kota di Jawa.

Gambar. 9 Foto perkawinan Campur etnis Jawa-Cina di Coyudan Sumber : Perpustakaan Rekso Pustoko

Menurut keterangan dari informan, data-data resmi tentang perkawinan campur sulit dicari dan diperoleh sebab kakek atau nenek mereka yang melakukan perkawinan campur tersebut tidak pernah mendaftarkan atau mencatatkan perkawinan mereka pada lembaga yang berwenang. Alasan pertama mungkin terkait dengan rendahnya tingkat pendidikan atau begitu sederhananya pola pikir para leluhur tersebut sehingga tidak menganggap penting pencatatan perkawinan campur mereka.

32 Alasan kedua lebih bersifat politis, yaitu dengan sengaja mereka menyembunyikan perkawinan campur tersebut sebab pada zaman itu model perkawinan campur

32 Rustopo.,loc.cit.

perkawinan campur Jawa-Cina telah terjadi sejak empat generasi yang lalu. 33

Cerita yang sama juga dialami oleh beberapa narasumber, yang ayah atau kakeknya menikahi wanita Jawa. Hal ini terjadi pada pemilik toko emas Anoman yang kakek moyangnya telah menikah dengan perempuan Jawa dan akhirnya memiliki anak keturunan Cina. Pada konteks ini dapat disimpulkan bahwa sumber- sumber tentang perkawinan campur adalah tradisi lisan yang berbentuk kesaksian atau cerita yang diteruskan secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi yang

lain. 34

3. Hubungan bisnis etnis Cina Pedagang Emas dengan nilai Budaya