Wilayah Hunian Orang Cina di Surakarta

C. Wilayah Hunian Orang Cina di Surakarta

Orang-orang Cina diperkirakan sudah ada di Surakarta pada tahun 1746, tidak lama setelah kota itu dijadikan Ibu Kota Kerajaan Mataram oleh Pakubuwana II. Dalam perkembangannya, masyarakat Cina di Kota Surakarta harus tunduk kepada peraturan-peraturan pemerintah kolonial yang bersifat diskriminatif. Keberadaan orang-orang Cina dan Arab digolongkan sebagai orang Timur Asing yang kelasnya berada di atas masyarakat pribumi dan dibawah orang-orang Eropa. Wilayah tempat tinggal mereka juga ditentukan ( wijkenstelsel ), yaitu terpisah dari kelompok masyarakat yang lain, dan ruang geraknya dibatasi dengan sistem surat jalan ( passenstelsel ). Mereka juga, sesuai dengan UU Agraria 1870, dilarang memiliki

tanah. 23

23 Benny Juwono, “Etnis Cina di Surakarta 1890-1927 : Tinjauan Sosial Ekonomi”, dalam Lembaran Sejarah Volume 2, No. 1, 1999, hlm. 67 23 Benny Juwono, “Etnis Cina di Surakarta 1890-1927 : Tinjauan Sosial Ekonomi”, dalam Lembaran Sejarah Volume 2, No. 1, 1999, hlm. 67

Surakarta, termasuk orang-orang Cina, 24 mengakibatkan terjadinya pemekaran lokasi

hunian. Orang-orang Cina yang semula dilokasikan hanya di kampung Balong, mulai menyebar ke lokasi-lokasi lain di Kota Surakarta terutama sejak penghapusan wijkenstelsel dan passenstelsel pada tahun 1910. Diantaranya menyebar ke Coyudan (wilayah Kasunanan) dan Tambak Segaran, Kepatihan, Timuran, Ketelan, Gilingan (wilayah Mangkunegaran) walau begitu mereka masih tetap hidup secara berkelompok. Mereka kebanyakan memilih tinggal di daerah-daerah strategis yaitu daerah-daerah pusat perdagangan. Masa-masa setelah itu hingga berakhirnya masa kolonial, tampaknya pemekaran hunian orang-orang Cina di Surakarta terus berjalan.

Tempat tinggal etnis Cina di Surakarta dilokalisasi di Kampung Balong, dan Coyudan, suatu kampung ( pecinan ) yang dibangun sejak zaman Kompeni dan berlanjut pada masa kolonial. Antara tahun 1904 hingga 1910, atas desakan organisasi atau gerakan nasionalis di kalangan etnis Cina di Indonesia, maka pada tahun 1911 pemerintah kolonial mengabulkan tuntutan untuk menghapuskan wijkenstelsel dan passenstelsel, sehingga pemukiman etnis Cina tidak lagi mengelompok pada suatu tempat atau lokasi tertentu, tetapi menyebar ke tempat atau lokasi lain.

24 Darsiti Soeratman, loc.cit.

memilih tinggal di daerah-daerah pinggir jalan karena kebanyakan dari mereka berprofesi sebagai pedagang. Perebutan lahan usaha diperkotaan terutama jalan-jalan strategis, kurang lebih sama halnya dengan suatu daerah yang sedang berkembang industrinya. Kondisi jaringan perdagangan di Surakarta tidak jauh berbeda bila dibandingkan dengan kota-kota lain yang terdapat di Indonesia. Jalan strategis yang melintas di kota Surakarta dan merupakan lokasi strategis untuk usaha dan kegiatan perdagangan. Maka deskripsi peta kekuatan jaringan perdagangan antar etnis di Surakarta dapat diambil beberapa kondisi. Jalur protokol jalan Slamet Riyadi menjadi Barometer akselerasi bisnis modern. Jalan-jalan yang menjadi penyalur dari jalan protocol, jalur itu adalah jalan Ir. Sutami, Kol. Sutarto, Dr. Radjiman, Urip Sumoharjo, Jenderal Sudirman, Kapten Mulyadi, Yosodipuro, Diponegoro,

Honggowongso, dan masih banyak lagi. 25

1. Kampung Ketandan

Kampung ketandan muncul akhir abad ke 19 hingga awal - 20 sebagai permukiman etnis Cina di Surakarta. Pada masa itu, pemerintah belanda sedang menerapkan aturan yang membatasi pergerakan (passentelsel) serta membatasi wilayah tinggal mereka ( wijkertelsel). Sejak peraturan yang membatasi ruang gerak etnis Cina dihapuskan, dan bersamaan dengan makin bertambahnya jumlah etnis Cina pendatang baru. Setelah mendapatkan kebebasan bertempat tinggal, para pendatang

25 Lasiyo, Konfusianisme di Indonesia Pergulatan Mencari Jati Diri, Yogyakarta: Interfidci, 1995, hlm.259

Gede, Warung Pelem, Ketandan, Limolasan, Kepanjen. Kemudian kawasan ini pun berkembang menjadi daerah pertokoan karena para pendatang Cina umumnya

memiliki keahlian hebat dalam berdagang. 26 Arsitektur bangunan berbentuk ruko

(rumah toko atau shop house) sering menjadi ciri rumah di kampung pecinan, karena orang cina rata-rata berkerja sebagai pedagang yang melibatkan rumah pribadi sebagai tempat usaha, sehingga rumah bagi mereka mempunyai dua fungsi sebagai tempat usaha dan bertempat tinggal.Untuk memenuhi kedua fungsi tersebut biasanya rumah-rumah di daerah kampung pecinan terdiri dari dua lantai atau lebih (bertingkat).Pada umumnya bagian lantai dasar digunakan sebagai toko atau tempat berdagang, sedangkan pada lantai di atasnya digunakan untuk tempat tinggal.

Gambar.1 Potret wilayah Ketandan

Sumber :http://i.ytimg.com/vi/tnscTUuuFy0/0.jpg

26 http://oktavianiheni.blogspot.com/2010_07_01_archive.html 26 http://oktavianiheni.blogspot.com/2010_07_01_archive.html

2. Kampung Coyudan

Coyudan, sekarang terkenal sebagai pusat bisnis Kota Surakarta. Dulu, tepatnya masa pemerintahan Paku Buwana X atau sekitar 1900-an, Kampung Coyudan merupakan tempat bermukimnya para prajurit. Prajurit-prajurit tersebut tergabung dalam kesatuan tempur keraton. Di sana juga diduduki oleh Ngabehi Secoyudan, nama yang berkaitan dengan prajurit. Winarsa Kalingga, Kepala Museum Radya Pustaka mengungkapkan, yuda, kata yang diambil dari kata Secoyudan itu berarti perang. Dari situlah Kampung Coyudan berasal. Di sana dulu pernah tinggal seorang Ngabehi yang bernama Ngabehi Secoyudan. Nama itu ada kaitannya dengan prajurit Keraton Kasunanan. Kawasan Kraton diberikan nama dari para prajurit atau abdi dalem dikarenakan untuk dimudahkan tempat itu dikunjungi oleh orang.

Gambar.2 Potret wilayah Coyudan tahun 1937 Sumber : http://andarastuti.blogspot.com/2010/11/solo-tempo-dulu.html

Konon Secoyudo ini adalah prajurit Surakarta yang pada waktu perang Mangkubumi, dia adalah manggalaningyudha dan dia terbunuh ketika menahan serangan Mangkubumi yang sampai ke Alun-alun Kraton Kasunanan. Cerita perang Mangkubumi, merupakan satu moment penting untuk daya ingat bahwa dulu ada perang yang pernah terjadi di depan Kraton Kasunanan yang mana Secoyudo ini adalah sebagai pemimpin kelompok perang yang turut andil dalam perang Mangkubumi tersebut. Menurut K.G.PH Puger pertemuan antara pihak Kasunanan dan Mangkubumi mengenai penarikan bengkok oleh kerajaan pada waktu Mataram di Surakarta yang berada di tanah-tanah Pangeran dan petinggi Kerajaan secara umum, tanah bengkok dikurangi karena perubahan managemen untuk diusahakan menjadi usaha Negara yang tidak mati. Dalam management perusahaan perlu ada semacam Konon Secoyudo ini adalah prajurit Surakarta yang pada waktu perang Mangkubumi, dia adalah manggalaningyudha dan dia terbunuh ketika menahan serangan Mangkubumi yang sampai ke Alun-alun Kraton Kasunanan. Cerita perang Mangkubumi, merupakan satu moment penting untuk daya ingat bahwa dulu ada perang yang pernah terjadi di depan Kraton Kasunanan yang mana Secoyudo ini adalah sebagai pemimpin kelompok perang yang turut andil dalam perang Mangkubumi tersebut. Menurut K.G.PH Puger pertemuan antara pihak Kasunanan dan Mangkubumi mengenai penarikan bengkok oleh kerajaan pada waktu Mataram di Surakarta yang berada di tanah-tanah Pangeran dan petinggi Kerajaan secara umum, tanah bengkok dikurangi karena perubahan managemen untuk diusahakan menjadi usaha Negara yang tidak mati. Dalam management perusahaan perlu ada semacam

perekonomian. 27