Membentuk Kerukunan Umat Wawasan Nusantara dan Kerukunan Umat Beragama

197 in disagreement ‖ atau setuju dalam perbedaan dan setiap peserta diharapkan berlapang dada dalam sikap dan perbuatan Ajat Sudrajad, 2001: 2. Agar pembinaan umat beragama dapat memperkokoh integrasi nasional maka perlu prinsip-prinsip, meningkatkan kualitas iman bagi umat, dan mengimplikasikan iman dalam kepekaan moral, kepekaan sosial, sehingga menghasilkan sikap toleransi dan terbuka. Kebebasan kehidupan beragama bagi setiap warga bangsa, tanpa monopoli kehidupan beragama, dan setiap umat diberi kebebasan beribadah dan menjalankan agamanya. Pemerintah sangat berperan dalam kerukunan umat beragama melalui dialog antarpemimpin umat untuk menciptakan inter dan antarumat beragama. Pola pembinaan pemerintah melalui tiga bentuk, yaitu kerukunan intern umat, kerukunan antarumat, dan kerukunan umat beragama dengan pemerintah atau ―Tri kerukunan umat‖. Untuk menciptakan kondisi harmonis kerukunan antarumat beragama, para pemimpin umat perlu menanamkan nilai-nilai kemajemukan agama dan pluralisme agama sebagai kenyataan yang ada dalam diri bangsa Indonesia. Oleh karena itu, konsekwensinya setiap umat harus mengakui dan menghormati agama lain. Pluralitas agama merupakan realitas sosial. Oleh karena itu, perlu dibangun prinsip kebebasan dalam memeluk agama, sikap toleran, dan menghormati agama lain. Kerukunan antarumat adalah kondisi sosial di mana semua agama dan kepercayaan bisa hidup berdampingan tanpa mengurangi hak masing-masing untuk melaksanakan kewajibannya dan masing-masisng hidup rukun dan damai. Kerukunan ini hanya bisa dicapai apabila masing-masing pemeluk agama berlapang dada dalam kehidupan beragama serta saling menyadari bahwa bangsa Indonesia memiliki masyarakat yang plural.

2. Membentuk Kerukunan Umat

Menurut rohaniawan Hartoyo nilai-nilai subtansial sebagai akar budaya dalam hidup bersama di Amerika dan Eropa Barat adalah nilai kasih yang diimplementasikan dalam segala aspek kehidupan manusia. Sebagai contoh, orang Barat sangat patuh sekali dalam tatatertib berlalu lintas karena pada prinsipnya jika melanggar berarti akan menyusahkan orang lain. Di negeri Barat juga dijunjung tinggi nilai-nilai kehidupan orang lain atau sangat menghargai perbedaan dan pendapat orang lain sebagai w ujud dari masyarakat sipil Wawancara Jum‘at 19 Agustus 2005. Menurut Sangadi Mulya, peran orang beragama dalam kehidupan bersama adalah sebagai garam dan terang yang menggarami dalam segenap hidup manusia. Prinsip nilai keagamaan adalah ibadah yang holistik tidak hanya ibadah ritual tetapi diterapkan dalam segenap aspek kehidupan manusia sehingga menghasilkan buah yang nyata yang menjadi berkat bagi orang lain Wawancara, 19 Agustus 2005. Contoh kongkrit, ―Pelayanan keagamaan‖ telah dilakukan oleh Almarhum Ibu Theresia dari India, Almarhum Dr. Yohanes Lemena, Yos Sudarso, Romo YB Mangun Wijoyo yang memiliki kepekaan sosial terhadap lingkungannya dengan memberikan hidupnya untuk masyarakat marginal Indra Trenggono, Kedaulatan Rakyat, 29 Oktober 2005; hal 12. Menurut Prof. Dr. Usman Abubakar kerukunan antarumat beragama akan terwujud jika bangsa Indonesia mengedepankan pendidikan formal bagi seluruh warga bangsa. Jika terjadi kesenjangan pendidikan dan kesenjangan sosial-ekonomi maka bangsa ini mudah terprovokasi untuk melakukan kekerasan terhadap sesama warga bangsa 198 Dalam sosialisasi pendidikan nilai agama secara universal dan holistik, perlu dipahami pendidikan formal. Oleh karena kesuksesan pendidikan formal dalam mewujudkan kerukunan antarumat diukur dengan penguasaan nilai-nilai IPTEKS dan soft skils. Nilai-nilai itu ialah kemampuan untuk i bekerja antarkelompok keagamaan, ii bekerja dalam tekanan, iii memimpin, iv berkoordinasi, v berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dan asing, vii tabah dan gigih, viii percaya diri, ix memiliki kemampuan memanfaatkan teknologi informasi untuk mendapatkan dan memanfaatkan informasi, dan x memiliki nasionalisme tinggi serta tidak banyak tuntutan Sofian, Kedaulatan Rakyat, 19 Agustus 2005: 5. Nilai-nilai kebersamaan perlu dijunjung tinggi seperti kosep manunggaling kawulo gusti yang menekankan kebersamaan dan keteladanan pemimpin terhadap rakyatnya seperti Almarhum Sultan HB IX yang mengorbankan tahta untuk rakyatnya Riswanda, Radar Yogya, 29 Oktober 2005. Dalam mewujudkan peradaban yang baik perlu strategi perjuangan kultural dan struktural secara bersama, struktural dalam arti politik, perbaikan struktural ini sarana yang paling efektif adalah melalui parpol . Sementara kultural itu merupakan perjuangan panjang. Perjuangan membangun mentalitas melalui nilai-nilai keadilan dan demokrasi yang berorientasi pada nilai-nilai agama Kedaulatan Rakyat, 29 Oktober 2005; 5. Nilai-nilai di atas dapat diwujudkan karena nilai-nilai agama yang dihayati dan diamalkan dapat memberi kekuatan, memberikan kemampuan, kesanggupan, dan kedamaian bagi penganutnya. Dalam usaha untuk mengerti agama orang lain perlu mencari informasi agama orang lain, memiliki perhatian dan keterikatan empati, memiliki kemauan untuk melakukan yang konstsruktif. Hal penting bagi umat ialah memperoleh informasi mengenai pluralitas agama yang dapat menjangkau praktik ajarannya. Dengan demikian umat menyadari keberadaanya, sehingga akan mendukung integrasi nasional. Model ini perlu dipahami dan diaktualisasikan oleh seluruh umat beragama dan warga bangsa, sehingga tercipta kerukunan hidup beragama, saling menghormati dan mewujudkan keharmonisan. Dengan demikian fungsi agama dapat mewujudkan perdamaian dan kerukunan agama dapat menjadi perekat integrasi nasional melalui pandangan, visi ideal sebagaimana yang terdapat dalam wawasan nusantara Ajat Sudrajad, 2001: 6.

3. Kerukunan dalam Perbedaan