Pentingnya Kerukunan Umat Wawasan Nusantara dan Kerukunan Umat Beragama

195 menghadapi masa depan yang tidak pasti, memberikan pengharapan untuk berjalan dengan iman, atau hiburan ketika menghadapi kekecewaan, dan rekonsiliasi dengan masyarakat bila mengalami keterpencilan dari tujuan dan norma sosial. Kedua, agama memberikan hubungan transendental melalui upacara- upacara persembayangan sehingga memberikan rasa aman dan identitas yang kokoh dalam menghadapi perubahan. Ketiga, agama mensakralkan norma dan nilai dalam masyarakat, menjaga kelestarian dominasi tujuan dan disiplin kelompok atas keinginan dan dorongan-dorongan individual sebagai sosial kontrol . Keempat, agama sebagai kritik sosial, di mana norma-norma yang sudah melembaga ditinjau ulang sesuai dengan fungsi kenabiannya prophetic agama. Kelima, agama memberikan identitas dan menyadarkan tentang ―siapa‖ mereka dan ―apa‖ mereka. Keenam, agama berfungsi dalam hubungannya dengan kematangan seseorang individu dalam masyarakat. Ketujuh, agama berfungsi dalam membentuk social solidarity solidaritas sosial. Kedelapan, agama dapat berperan dalam pemerataan pendapatan Kuntowijoyo, 1997: 7. Jadi kajian fungsi agama sangat berperan dalam membentuk solidaritas sosial untuk mewujudkan kerukunan antarumat beragama. Nilai-nilai agama bisa memberi semangat bagi individu dan kelompok masyarakat dalam menghadapi krisis multidimensional yang tidak kunjung selesai dan menghadapi disintegrasi bangsa seperti kasus Gerakan Aceh Merdeka GAM, Organisasi Papua Merdeka OPM, serta korupsi, kolusi, dan nepotisme KKN yang menggurita. Nilai agama dapat mendorong antarumat untuk bersinergi dan kerja sama untuk membentuk kerukunan antarumat beragama. Nilai-nilai agama memberi penghiburan dan harapan untuk menghadapi ketidakpastian dan meyakini ada saatnya krisis total akan berakhir dan bangsa bisa bersatu mewujudkan tujuan nasionalnya. Para pakar agama, dalam konflik SARA menyerankan mengendepankan dialog antaragama dengan mendatangkan tokoh-tokoh agama dengan tujuan agar terjadi sinergis kerja sama antarpemimpin agama dan umatnya, sehingga terjadi harmonisasi umat beragama kompas, 27 April 2006, hal. 16. Namun yang terjadi di lapangan adalah sebaliknya. Hak hidup dan kebebasan beragama diwarnai konflik-konflik seperti yang terjadi di berbagai daerah. Hal ini bukan merupakan kebijaksanaan pemerintah, seolah-olah peristiwa di atas merupakan postulat P Huntington bahwa tantangan dunia modern adalah benturan peradaban budaya barat dan timur Kompas, 27 April 2006: 13.

1. Pentingnya Kerukunan Umat

Definisi kerukunan umat beragama adalah keadaan hubungan sesama umat beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan kerja sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di dalam negara Kesatuan Repblik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Peraturan Bersama Mentri Agama dan Mentri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006, Nomot 8 Tahun 2006, Bab I pasal 1. Kerukunan antarumat beragama ini bisa terwujud jika ada toleransi saling memahami, menghormati, menghargai, kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya masing-masing dan membangun kerja sama yang positif dan produktif. Maria Van Der Hoeven, Mentri Pendidikan Belanda, dalam lawatannya ke Indonesia 196 mengemukakan bahwa kerukunan antarumat beragama merupakan kunci dalam mewujudkan Civil Society. Pengembangan kehidupan agama, pendidikan, dan pemerintahan yang demokratis adalah kunci pengembangan masyarakat sipil. Agama perlu diajarkan di lembaga pendidikan secara terbuka dan tidak dogmatis demi penanaman pemahaman antarumat beragama. Penguatan kehidupan keagamaan masyarakat dengan memberi kebebasan penuh dalam hidup beragama justru akan mensuport masyarakat yang lebih demokratis. Peran pendidikan agama diharapkan dapat menanamkan nilai-nilai agama yang diyakini kebenarannya dan dapat menjadi dasar bagi peserta didik agar hidup berguna dalam mengembangkan IPTEKS ilmu pengetahuan teknologi dan seni dan mampu memgantisipasi perubahan zaman, perubahan sosial, dan globalisasi. Nilai-nilai agama dijadikan panduan, keyakinan yang membimbing, mengarahkan bagi setiap individu dan kelompok masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pendidikan agama juga diharapkan sebagai moral force kekuatan moral bagi bangsa untuk menghadapi segala permasalahan yang ada dan mewujudkan integrasi nasional atau pun tujuan nasional. Pendidikan agama merupakan usaha untuk memperkuat iman dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai yang dianut oleh peserta didik yang bersangkutan dengan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan antarumat beragama dalam masyarakat dan mewujudkan persatuan nasional Sunarso, 2000: 12. Pendidikan kerukunan antarumat beragama diharapkan dapat terintegrasi seperti di Belanda yang terdapat agama Katolik, Kristen, Yahudi, dan Islam. Untuk membangun kehidupan sipil yang baik pemerintah memfasilitasi pendidikan agama yang diajarkan secara terbuka dan tidak dogmatik. Siswa yang beragama Kristen sebagai agama mayoritas mempelajari agama lain atau sebaliknya dan selain itu diadakan dialog antaragama secara ilmiah. Rektor UMY Yogyakarta Dr. Khoirudin Bashori sependapat untuk mewujudkan kerukunan antarumat beragama perlu diadakan pendidikan agama dengan pendekatan demokratis, dengan sendirinya pengembangan kurikulum bisa mengarah pada pengembangan masyarakat demokratis. Pembelajaran pendidikan agama seharusnya tidak dilakukan secara dogmatik dan eksklusif. Pengembangan pendidikan, pemerintahan yang demokratis, dan pendidikan agama seharusnya terintegrasi, sehingga terjadi hubungan yang harmonis dalam upaya pembangunan masyarakat sipil. Pendidikan agama harus ditanamkan pemahaman tentang karakteristik dan kultur agama yang berbeda- beda. Cara ini dapat meminimalkan munculnya kesalahpahaman antarumat beragama. Pendidikan agama yang terbuka di Belanda dapat ditiru dan diterapkan di Indonesia sehingga bisa meminimalkan konflik SARA dan tercapai kerukunan antarumat beragama Kompas, 6 Mei 2006, hal G. Kerukunan antarumat beragama akan memberikan konstribusi terhadap ketahanan nasional yang didasari wawasan nusantara. Gagasan kerukunan umat beragama didasari kasus kerusuhan Bondowoso, Rengasdenglok, Tasikmalaya, dan Ketapang. Oleh karena itu, perlu pemecahan melalui dialog antarumat beragama agar menghasilkan kerukunan antarumat beragama. Dialog antarumat beragama pada hakikatnya adalah percakapan terus terang dan bertanggung jawab yang didasari saling pengertian dalam menanggulangi kehidupan berbangsa. Oleh karena itu, perlu adanya ―agree 197 in disagreement ‖ atau setuju dalam perbedaan dan setiap peserta diharapkan berlapang dada dalam sikap dan perbuatan Ajat Sudrajad, 2001: 2. Agar pembinaan umat beragama dapat memperkokoh integrasi nasional maka perlu prinsip-prinsip, meningkatkan kualitas iman bagi umat, dan mengimplikasikan iman dalam kepekaan moral, kepekaan sosial, sehingga menghasilkan sikap toleransi dan terbuka. Kebebasan kehidupan beragama bagi setiap warga bangsa, tanpa monopoli kehidupan beragama, dan setiap umat diberi kebebasan beribadah dan menjalankan agamanya. Pemerintah sangat berperan dalam kerukunan umat beragama melalui dialog antarpemimpin umat untuk menciptakan inter dan antarumat beragama. Pola pembinaan pemerintah melalui tiga bentuk, yaitu kerukunan intern umat, kerukunan antarumat, dan kerukunan umat beragama dengan pemerintah atau ―Tri kerukunan umat‖. Untuk menciptakan kondisi harmonis kerukunan antarumat beragama, para pemimpin umat perlu menanamkan nilai-nilai kemajemukan agama dan pluralisme agama sebagai kenyataan yang ada dalam diri bangsa Indonesia. Oleh karena itu, konsekwensinya setiap umat harus mengakui dan menghormati agama lain. Pluralitas agama merupakan realitas sosial. Oleh karena itu, perlu dibangun prinsip kebebasan dalam memeluk agama, sikap toleran, dan menghormati agama lain. Kerukunan antarumat adalah kondisi sosial di mana semua agama dan kepercayaan bisa hidup berdampingan tanpa mengurangi hak masing-masing untuk melaksanakan kewajibannya dan masing-masisng hidup rukun dan damai. Kerukunan ini hanya bisa dicapai apabila masing-masing pemeluk agama berlapang dada dalam kehidupan beragama serta saling menyadari bahwa bangsa Indonesia memiliki masyarakat yang plural.

2. Membentuk Kerukunan Umat