164 Maklumat X baca eks. Sejak keluarnya maklumat ini KNIP diberi wewenang
untuk turut membuat UU dan menetapkan GBHN. Jadi, KNIP memegang sebagaian kekuasaan MPR, di samping memiliki juga kekuasaan atas DPA dan
DPR. Selanjutnya dikeluarkan lagi Maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1945, yakni dilaksanakan Sistem Pemerintahan Parlementer dan dibentuk kabinet
parlementer pertama di bawah pimpinan Sutan Syahrir sebagai perdana menteri. Kabinet bertanggung jawab pada KNIP sebagai pengganti MPRDPR.
Sejak saat itulah, sistem presidensial beralih menjadi sistem parlementer walaupun tidak dikenal dalam UUD 1945. Selama system ini berjalan, sampai
dengan 27 Desember 1949, UUD 1945 tidak mengalami perubahan secara tekstual. Oleh karena itu, sebagian orang berpendapat bahwa perubahan dalam sistem
pemerintahan ini melanggar UUD 1945. Pada tanggal 3 November 1945, dikeluarkan maklumat pemerintah tentang keinginan untuk membentuk partai-
partai politik, sehingga berlakulah sistem multi partai. 2. Sistem Pemerintahan Indonesia pada Saat Konstitusi RIS
Sejak 27 Desember 1949 sampai 17 aguastus 1950 berlaku Konstitusi RIS. Pada periode ini, Indonesia menjadi negara serikat. Sebenarnya bukan kehendak
seluruh rakyat Indonesia untuk memakai bentuk negara serikat ini. Hal itu terjadi karena keadaan yang memaksa demikian. Sistem pemerintahan yang dianut oleh
Konstitusi RIS adalah sistem parlementer. Dalam Konstitusi RIS dikenal adanya senat. Senat tersebut mewakili negara-negara bagian dan setiap negara bagian
diwakili 2 orang anggota senat. Sistem pemerintahan yang dianut Konstitusi RIS ialah sistem Kabinet Parlementer Semu Quasi Parlementer dengan ciri-ciri sebagai
berikut. 1
Perdana menteri diangkat oleh presiden, bukan oleh parlemen sebagaimana lazimnya.
2 Kekuasaan perdana menteri masih dikendalikan oleh presiden.
3 Kabinet dibentuk oleh presiden bukan oleh parlemen.
4 Pertanggungjawaban kabinet pada parlemen.
5 Parlemen tidak dapat menggunakan mosi tidak percaya kepada kabinet.
6 Presiden RIS menduduki jabatan rangkap sebagai kepala negara sekaligus
sebagai kepala pemerintahan.
3. Sistem Pemerintahan Saat Demokrasi Parlementer UUDS 1950
Pada masa itu, digunakan sistem demokrasi parlementer atau demokrasi liberal secara penuh. Artinya, berlaku bukan hanya dalam praktik tetapi juga diberi
landasan konstitusionalnya. Menurut Wilopo, sejak berlakunya UUDS 1950, yakni 17 Agustus 1950, sistem demokrasi parlementer dengan sistem pemerintahan
parlementer berlaku dari tahun 1950 –1959. Demokrasi liberal yang berkembang
ketika itu ditandai dengan pemerintahan oleh partai-partai politik. Pendapat lain dikemukakan Nugroho Notosoesanto yang menyatakan
bahwa dalam praktik ketatanegaraan, tanpa perubahan UUD, demokrasi liberal sebenarnya sudah dimulai sejak awal kemerdekaan yang didahului Maklumat
Pemerintah tanggal 14 November 1945. Sebelum maklumat tersebut, kabinet yang pertama kali kita miliki adalah sistem pemerintahan presidensial 19 Agustus
–14 November 1945 yang dipimpin oleh Presiden Soekarno. Setelah itu sistem
165 pemerintahan parlementer yang dikembangkan. Perdana Menteri yang pertama
adalah Sutan Sjahrir dari Partai Sosialis Indonesia 14 November 1945 –27 Juni
1947. Alasan Sjahrir dengan memberlakukan sistem parlementer untuk menghilangkan kesan presiden bertindak diktator, tidak demokratis, dan menjadi
boneka Jepang.
Sjahrir kemudian digulingkan oleh Amir Sjarifuddin, yang juga berhaluan kiri. Kabinet Amir Sjarifuddin I dan II berusia tidak lama 3 Juli 1947
–29 Januari 1948. Di bawah Amir Sjarifuddin, wilayah RI makin menyempit dan dikelilingi
oleh daerah pendudukan Belanda, sebagai akibat Perjanjian Renville. Mohammad Hatta sebagai penggantinya 29 Januari
–20 Desember 1949 melakukan pembersihan terhadap sayap kiri aliran komunis karena sayap kiri ternyata telah
―terbeli‖ oleh Belanda. Setelah ini tercatat ada 6 kabinet dengan sistem parlementer. Yang
mengawali Natsir dari Masyumi dengan program penyelenggaraan pemilu dan penyelesaian Irian Barat. Dua program ini juga yang mewarnai program kabinet
berikutnya. Dalam periode ini pertama kali terlaksananya pemilu sejak Indonesia merdeka. Itu terjadi pada tahun 1955, saat terbentuk Kabinet Burhanuddin
Harahap. Pemilu pertama 29 September 1955 dikuti oleh 118 kontestan, yang
memperebutkan 272 kursi DPR. Warga negara juga berbondong-bondong untuk memberikan suara dalam pemilu untuk memilih anggota Konstituante badan
pembentuk UUD pada 15 Desember 1955. Pemilu tahun 1955 di kenal dalam sejarah di Indonesia sebagai pemilu yang paling demokratis karena kompetisi
antara partai berjalan sangat intensif. Kampanye dilakukan penuh tanggung jawab dan setiap pemilih memberikan hak pilihnya secara bebas tanpa rasa takut atau
adanya tekanan. Undang-undang Pemilu No. 7 Tahun 1953 tidak memberikan peluang Panitia Pemilih Indonesia untuk mengatur lebih lanjut. Dengan demikian,
pemilu berjalan sangat kompetitif dan menghasilkan pemerintahan demokratis, sekalipun tidak menghasilkan partai politik yang kuat yang mampu membentuk
eksekutif. Meskipun pada sistem pemerintahan parlementer atau demokrasi parlementer dikenal gagal, demokrasi di Indonesia dinyatakan mengalami
kejayaan pada masa ini. Hampir semua elemen atau unsur demokrasi dapat ditemukan perwujudannya dalam kehidupan politik Indonesia. Elemen atau unsur
demokrasi itu terwujud dalam bentuk sebagai berikut. 1
Parlemen memainkan peranan sangat tinggi dalam proses politik. Hal ini diperlihatkan dengan adanya sejumlah mosi tidak percaya kepada pihak
pemerintah yang mengakibatkan kabinet harus meletakkan jabatannya. 2
Pertanggungjawaban akuntabilitas pemegang jabatan dan politisi sangat tinggi. Hal ini ditunjukkan jatuhnya kabinet dalam periode ini sebagai contoh
konkrit akuntabilitas. 3
Pemilu 1955 dilaksanakan sangat demokratis. Mengapa demokrasi parlementer tidak dapat diperta-hankan? Demokrasi
parlementer tidak berumur panjang, yaitu antara 1950 –1959; ketika Presiden
Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959, membubarkan Konstituante, dan menyatakan kembali ke UUD 1945. Pendapat tentang faktor
penyebab demokrasi parlementer tidak dapat dipertahankan banyak dilontarkan yang di antaranya ialah sebagai berikut. Pertama, faktor dominannya politik aliran;
166 yaitu politik berdasarkan pemilahan sosial yang bersumber dari agama, etnisitas,
dan kedaerahan. Herbert Feith dan Lance Castles menggambarkan kepartaian di Indonesia pascakemerdekaan dikelompokkan ke dalam lima aliran besar, yaitu
Islam, Jawa Tradisional, Sosialis Demokrasi, Nasionalis Radikal, dan Komunis. Pemilahan itu sangat tajam, sehingga menyulitkan dalam mengelola konflik.
Koalisi tidak mudah terbentuk karena harus memenuhi syarat adanya kedekatan ideologi dan kompatibilitas antara pemimpin partai. Kedua, faktor basis sosial
–
ekonomi yang sangat lemah. Ketiga, faktor struktur sosial yang masih sangat hierarkhis, yang bersumber pada nilai-nilai feodal. Hal ini terlihat kehadiran elit
pemecah masalah problem solver yang mendominasi sistem pemerintahan parlementer belum sepenuhnya diterima. Ada kecenderungan elit pembentuk
solidaritas solidarity makers seperti Presiden Soekarno yang pada awal kemerdekaan sangat dominan merasa tersingkir karena posisi hanya sebatas
sebagai kepala negara tidak dapat menentukan kebijakan strategis. Begitu pula kepentingan politik dari kalangan Angkatan Darat tidak memperoleh tempat yang
sewajarnya.
4. Pelaksananaan Sistem Pemerintahan dalam Demokrasi Terpimpin